Anda di halaman 1dari 6

1.

Patogenesis
Ablasio Retina Rhegmatogen
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis,
morfologi dan lokasi.
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh traksi
vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di temporal
daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina, dengan
predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior, dan lebih
berbahaya dari tears (Sidarta I. 2002).
Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang menempel
pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat berbentuk L atau J, (3)
operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4) dialyses: robekan sirkumferensial
sepanjang ora serata, (5) giant tears (Sidarta I. 2002).

Gambar 1. Morfologi robekan pada ablasio retina regmatogenosa


Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi; (1) oral, berlokasi pada vitreous base, (2) post
oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator, (3) equatorial, (4)
post equatorial: di belakang equator (5) macular, di fovea (Larkin GL, 2006).
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina sensorik (full
thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina. Pada tipe ini, gaya yang
mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan
retina (Larkin GL, 2006).
Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokular memiliki tekanan
hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan
onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan
vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid (Larkin GL, 2006).
Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya
kelemahan di retina perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu
pada traksi vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang
menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic masuk
melalui lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreus
posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang
retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD
with collapse (acute PVD). Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut
PVD (posterior vitreal detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk
huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus
sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer (Larkin GL, 2006).

Gambar 2. Vitreous syneresis 1


Kebanyakan robaekan terjadi di daerah perifer retina. Hal tersebut dapat berhubungan
dengan degenerasi retina perifer. Terdapat berbagai macam degenerasi, antara lain (Gariano
RF, 2004):
1. Degenerasi lattice
Biasa ditemukan pada pasien dengan sindrom Marfan, sindrom Stickler, sindrom EhlerDanlos. Ditandai dengan bentuk retina yang sharply demarcated, circumferentially
orientated spindle shaped areas. Biasanya terdapat bilateral dan lebih sering di daerah
temporal dan superior.
2. Degenerasi snailtrack
Degenerasi ini berbentuk snowflakes atau white frost like appearance.
3. Degenerasi retinoschisis
Pada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2 lapisan,
yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak berhubungan dengan
hipermetrop.
4. White-with-pressure, White-without-pressure.
Gambar 3. Degenerasi vitreoretinal1

Ablasio Retina Non Regmatogen


Ablasio retina non regmatogen atau disebut juga dengan ablasio retina eksudatif yaitu
ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat dibawah retina dan mengangkat retina itu
sendiri. Eksudat tersebut berasal dari pembuluh darah yang permeabilitasnya meningkat pada
kondisi tertentu seperti peradangan. Ablasio retina non regmatogen ini terjadi tenpa adanya
pemutusan retina atau traksi vitreoretinal (Vaughan, GD. 2000).
Ablasio retina eksudatif dapat disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan
koroid. Penyakit-penyakit degenerative, inflamasi, infeksi, serta neovaskularisasi subretina
akibat bermacam-macam hal. Kelainan ini juga dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, radang uvea, idipaatik, dan toksemia gravidarum (Ilyas, S. 2011).
Dari seluruh penybab ablasio retina non regmatogen diatas, dapat dikategorikan
menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Inflamasi okuler
2. Penyakit vaskuler okuler
3. Penyakit vaskuler sistemik
4. Tumor intra okuler
2. Manifestasi
Gejala subjektif yang ditimbulkan adalah:
fotopsia akibat stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu
24-48 jam setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata.
Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di
bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang
menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
mendadak.
floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel
epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe,
yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2)
Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3)
Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan perdarahan
vitreus akibat robekan pembuluh darah retina.

Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang
lama-lama hingga ke sentral. Karena cairan eksudat bergerak mencari tempat yang rendah,
maka penderita merasakan seolah-olah melihat suatu tirai yang bergerak ke suatu arah. Arah
munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Bila terjadi
dibagian temporal dimana terdapat macula dan lutea, maka visus sentral hilang. Sedangkan
bila terdapat di bagian nasal, maka visus sentral lebih lambat terganggu. Semakin lama tirai
tersebut akan terlihat makin turun menutupi lapangan penglihatan hingga terjadi ablasio
retina total, hingga akhirnya presepsi cahaya menjadi 0 (nol) (AAO, 2011).Keluhan ini dapat
saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat
malam hari.
3. Diagnosis
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif.
Pemeriksaan subjektif retina yang dapat dilakukan adalah tajam penglihatan, penglihatan
warna, dan lapangan pandang. Sedangkan pemeriksaan objektif retina adalah
elektroretinograf (ERG), elektrookulograf (EOG) dan visual evoked respons (VER) (Ilyas, S.
2011).
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
1. Oftalmoskopi direk dan indirek
2. Ketajaman penglihatan
3. Tes refraksi
4. Respon refleks pupil
5. Gangguan pengenalan warna
6. Pemeriksaan slitlamp
7. Tekanan intraokuler
8. USG mata
9. Angiografi flouresensi
10. Elektroretinogram
Pemeriksaan oftalmologis utama untuk menegakkan diagnosa ablasio retina adalah
dengan menggunakan oftalmoskop. Pada pemeriksaan oftalmoskop ditemukan adanya retina
yang berwarna abu-abu dengan banyak lipatan berwarna putih (Gambar 4). Gambaran koroid
yang normal tidak tampak. Terlihat retina yang berlipat-lipat, dan berubah-ubah bentuknya
jika kepala penderita digerakkan. Pembuluh darah akan terlihat lebih gelap, berkelok-kelok
dan tampak tidak sejajar. Pada beberapa kasus ablasio retina non regmatogen yang rata, tidak
akan tampak retina yang bergelombang, yang terlihat hanya sedikit berubah warna menjadi
abu-abu seperti awan, kadang-kadang gambaran koroid masih terlihat. Pembuluh darahnya
berwarna lebih gelap dan berkelok-kelok, dan refleks cahaya (-) (Ilyas, S. 2001).

Gambar 4. Retinal Detachment10


Ablasio dangkal sulit didiagnosis tetapi dapat terlihat dengan visualisasi stereoskopik
pembuluh retina yang membentuk bayangan pada epitel pigmen retina dasar (Gambar 5). Hal
ini penting untuk menilai keadaan makula. Jika makula masih melekat, ini adalah keadaan
darurat medis, dan pasien harus menjalani operasi dalam waktu 24 jam untuk mencegah
pelepasan makula dan kehilangan penglihatan permanen. Jika makula sudah terpisah, maka
operasi harus dilakukan dalam satu atau dua minggu. Pada mata dengan media kabur, mata
ultrasonografi B-scan berguna untuk mendiagnosis dan menemukan patologi terkait, seperti
vitreoretinopathy proliferative (PVR), benda asing intraokular, dll. Ultrasonografi juga dapat
mengetahui banyak lesi yang berhubungan dengan ablasio retina eksudatif seperti tumor,
posterior skleritis, dll (Jalali, S. 2003).

Gambar 5. Ablasio Retina Dangkal10


DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
2. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2016
November 26]. Available from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
3. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua.
Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
4. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment.
American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2016
November
26];
vol.
69,
no.
7.
Available
from
URL:
http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.
5. American Academy of Opthalmology. 2011. San Fransisco: American Academy
of Opthalmology.
6. Ilyas, S. 2001. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: CV Sagung Seto.
7. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata, Ed 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Ilyas, S. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
9. Vaughan, GD., Asbury, T., Riordan-Eva. 2000. Oftalmology Umum, Ed 14. Jakarta:
WIdya Medika.
10. Jalali, S. Retinal Detachment. Community Eye Health. [series online] 2003 [cited on
2016 November
26]; vol. 16, no. 46. Available from URL:
http://www.cehjournal.org/wp-content/uploads/download/ceh_16_46_025.pdf.

Anda mungkin juga menyukai