Pada pasien dengan sesak napas, riwayat sesak harus ditanyakan untuk
mendapatkan bagaimana gambaran sesak atau rasa tidak nyaman yang dirasakan.
Apakah sesak tersebut merupakan pengaruh dari posisi, infeksi, atau pengaruh
dari lingkungan maupun stimulus eksternal. Orthopnea biasanya menjadi
indikator adanya gagal jantung kongestif, gangguan mekanik pada diafragma
berhubungan dengan obesitas, atau asma yang dicetuskan oleh refluks esofageal.
Adanya nocturnal dyspnea lebih mengarahkan diagnosis pada gagal jantung
kongestif atau asma. (Longo, et al., 2012)
Episode sesak juga dapat menunjukkan perbedaan etiologi sesak. Sesak
yang muncul akut, episode intermiten, cenderung terjadi pada iskemia miokard,
bronkospasme, atau emboli pulmoner, sedangkan sesak napas yang kronik dan
persisten lebih khas terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK/COPD),
penyakit paru interstisial, dan penyakit tromboemboli kronik. Faktor risiko untuk
penyakit paru yang didapat dan penyakit arteri koroner juga harus disingkirkan.
(Longo, et al., 2012)
Pemeriksaan fisik atau umum sudah mulai dilakukan saat anamnesis
pasien berlangsung. Ketidakmampuan pasien untuk berbicara dalam satu kalimat
penuh dalam satu tarikan napas menunjukkan terdapat kerusakan atau gangguan
pada pompa pernapasan (ventilatory pump) dengan penurunan kapasitas vital
paru. peningkatan usaha untuk bernapas yang terlihat dengan terdapatnya retraksi
supraklavikula, penggunaa otot bantu napas, dan posisi tripod mengindikasikan
adanya peningkatan resistensi jalan napas atau kekakuan paru dan dinding dada.
Saat penilaian tanda-tanda vital pasien, harus dilakukan penilaian yang akurat
terhadap frekuensi pernapasan dan pulsus paradoksus. Jika >10 mmHg,
pertimbangkan adanya PPOK atau asma akut. Tanda-tanda anemia seperti
konjungtiva anemis, sianosis, dan tanda sirosis seperti spider nevi, ginekomastia,
dan lainnya juga perlu dinilai. (Longo, et al., 2012)
Pemeriksaan kehangatan kulit pada pasien juga perlu dilakukan dalam
menunjang diagnosis. Pada dispnea akibat jantung (gagal jantung kiri, emboli
paru berat, efusi perikardial) kulit terasa dingin dan dapat berkeringat, sedangkan
sebagian besar pasien PPOK datang dengan kulit hangat dan denyut nadi kuat.
Adanya demam dapat menunjukkan terjadi infeksi saluran pernapasan. (At a
Glance)
Pemeriksaan dinding dada lebih difokuskan pada kesimetrisan pergerakan.
Perkusi yang pekak dapat menunjukkan adanya efusi pleura, atau hipersonor
dapat menjadi tanda emfisema. Pada auskultasi didengarkan apakah ada kelainan
seperti wheezing, ronki, pemanjangan ekspirasi, dan kelainan lain yang dapat
memberikan petunjuk tentang gangguan jalan napas yang terjadi. Pemeriksaan
fisik jantung difokuskan kepada tanda peningkatan tekanan jantung kanan
(distensi vena jugular, edema, peningkatan komponen pulmonal pada bunyi
jantung dua), disfungsi ventrikel kiri (S3 dan S4 gallops), dan penyakit katup
(murmur). (Longo, et al., 2012) Tekanan vena jugular (JVP) dapat meningkat
pada gagal jantung (penyebab tersering), PPOK stadium akhir (kor pulmonal)
dimana telah terjadi gagal jantung kanan, dan emboli paru yang berat. Bila JVP
tidak meningkat, kemungkinan penyebab sesak bukan dari gagal jantung, namun
JVP yang normal juga belum menyingkirkan gagal jantung kiri yang murni. (At a
Glance)
Saat pemeriksaan abdomen dalam posisi supine, perhatikan apakah ada
gerakan paradoksikal dari abdomen, yang menjadi tanda kelemahan diafragma.
Pemeriksaan jari seperti adanya clubbing dapat mengindikasikan adanya fibrosis
pulmoner interstisial, dan pembengkakan atau deformitas sendi yang sejalan
dengn perubahan-perubahan pda penyakit Raynaud dapat menunjukkan terjadi
proses vaskular-kolagen yang dapat dihubungkan dengan penyakit pada paru.
Pasien yang sesak saat beraktivitas diminta berjalan untuk melihat dan menilai
gejala sesak yang terjadi, nilai apakah tidak terdapat sesak saat istirahat dan
bagaimana saturasi oksigen. (Longo, et al., 2012)
Gambar 2.1: Algoritma penilaian pada pasien dengan sesak napas (Longo, et al.,
2012)