Anda di halaman 1dari 5

2.

7 Pendekatan pada Pasien dengan Sesak Napas

Pada pasien dengan sesak napas, riwayat sesak harus ditanyakan untuk
mendapatkan bagaimana gambaran sesak atau rasa tidak nyaman yang dirasakan.
Apakah sesak tersebut merupakan pengaruh dari posisi, infeksi, atau pengaruh
dari lingkungan maupun stimulus eksternal. Orthopnea biasanya menjadi
indikator adanya gagal jantung kongestif, gangguan mekanik pada diafragma
berhubungan dengan obesitas, atau asma yang dicetuskan oleh refluks esofageal.
Adanya nocturnal dyspnea lebih mengarahkan diagnosis pada gagal jantung
kongestif atau asma. (Longo, et al., 2012)
Episode sesak juga dapat menunjukkan perbedaan etiologi sesak. Sesak
yang muncul akut, episode intermiten, cenderung terjadi pada iskemia miokard,
bronkospasme, atau emboli pulmoner, sedangkan sesak napas yang kronik dan
persisten lebih khas terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK/COPD),
penyakit paru interstisial, dan penyakit tromboemboli kronik. Faktor risiko untuk
penyakit paru yang didapat dan penyakit arteri koroner juga harus disingkirkan.
(Longo, et al., 2012)
Pemeriksaan fisik atau umum sudah mulai dilakukan saat anamnesis
pasien berlangsung. Ketidakmampuan pasien untuk berbicara dalam satu kalimat
penuh dalam satu tarikan napas menunjukkan terdapat kerusakan atau gangguan
pada pompa pernapasan (ventilatory pump) dengan penurunan kapasitas vital
paru. peningkatan usaha untuk bernapas yang terlihat dengan terdapatnya retraksi
supraklavikula, penggunaa otot bantu napas, dan posisi tripod mengindikasikan
adanya peningkatan resistensi jalan napas atau kekakuan paru dan dinding dada.
Saat penilaian tanda-tanda vital pasien, harus dilakukan penilaian yang akurat
terhadap frekuensi pernapasan dan pulsus paradoksus. Jika >10 mmHg,
pertimbangkan adanya PPOK atau asma akut. Tanda-tanda anemia seperti
konjungtiva anemis, sianosis, dan tanda sirosis seperti spider nevi, ginekomastia,
dan lainnya juga perlu dinilai. (Longo, et al., 2012)
Pemeriksaan kehangatan kulit pada pasien juga perlu dilakukan dalam
menunjang diagnosis. Pada dispnea akibat jantung (gagal jantung kiri, emboli
paru berat, efusi perikardial) kulit terasa dingin dan dapat berkeringat, sedangkan
sebagian besar pasien PPOK datang dengan kulit hangat dan denyut nadi kuat.
Adanya demam dapat menunjukkan terjadi infeksi saluran pernapasan. (At a
Glance)
Pemeriksaan dinding dada lebih difokuskan pada kesimetrisan pergerakan.
Perkusi yang pekak dapat menunjukkan adanya efusi pleura, atau hipersonor
dapat menjadi tanda emfisema. Pada auskultasi didengarkan apakah ada kelainan
seperti wheezing, ronki, pemanjangan ekspirasi, dan kelainan lain yang dapat
memberikan petunjuk tentang gangguan jalan napas yang terjadi. Pemeriksaan
fisik jantung difokuskan kepada tanda peningkatan tekanan jantung kanan
(distensi vena jugular, edema, peningkatan komponen pulmonal pada bunyi
jantung dua), disfungsi ventrikel kiri (S3 dan S4 gallops), dan penyakit katup
(murmur). (Longo, et al., 2012) Tekanan vena jugular (JVP) dapat meningkat
pada gagal jantung (penyebab tersering), PPOK stadium akhir (kor pulmonal)
dimana telah terjadi gagal jantung kanan, dan emboli paru yang berat. Bila JVP
tidak meningkat, kemungkinan penyebab sesak bukan dari gagal jantung, namun
JVP yang normal juga belum menyingkirkan gagal jantung kiri yang murni. (At a
Glance)
Saat pemeriksaan abdomen dalam posisi supine, perhatikan apakah ada
gerakan paradoksikal dari abdomen, yang menjadi tanda kelemahan diafragma.
Pemeriksaan jari seperti adanya clubbing dapat mengindikasikan adanya fibrosis
pulmoner interstisial, dan pembengkakan atau deformitas sendi yang sejalan
dengn perubahan-perubahan pda penyakit Raynaud dapat menunjukkan terjadi
proses vaskular-kolagen yang dapat dihubungkan dengan penyakit pada paru.
Pasien yang sesak saat beraktivitas diminta berjalan untuk melihat dan menilai
gejala sesak yang terjadi, nilai apakah tidak terdapat sesak saat istirahat dan
bagaimana saturasi oksigen. (Longo, et al., 2012)
Gambar 2.1: Algoritma penilaian pada pasien dengan sesak napas (Longo, et al.,
2012)

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik selesai, radiografi toraks juga


harus dipastikan. Nilai volume paru (hiperinflasi menunjukkan penyakit paru
obstruktif, volume paru yang kecil atau rendah menunjukkan kemungkinan edema
interstisial atau fibrosis, disfungsi diafragma, atau gangguan pergerakan dinding
dada). Parenkim paru juga harus dinilai untuk melihat adanya bukti penyakit
interstisial paru dan emfisema. Vaskularisasi pulmonal yang prominen di bagian
atas dinding dada mengindikasikan adanya hipertensi vena pulmonal, sedangkan
pembesaran pada arteri pulmonal memungkinkan adanya hipertensi arteri
pulmonal. Pembesaran silhouette jantung member kesan adanya kardiomiopati
dilatasi atau penyakit katup. Efusi pleura bilateral tipikal untuk gagal jantung
kongestif dan beberapa bentuk dari penyakit vaskular dan kolagen. Efusi pleura
unilateral meningkatkan kemungkinan adanya karsinoma dan emboli paru tapi
dapat juga terjadi pada gagal jantung. CT Scan toraks biasaanya juga dilakukan
untuk evaluasi lebih lanjut terhadap parenkim paru atau penyakit paru interstisial
dan kemungkinan emboli paru. (Longo, et al., 2012)
Elektrokardiogram (EKG) juga harus disertakan dalam penilaian
laboratorium untuk menilai tanda-tanda hipertrofi ventrikel dan infark miokard.
Ekokardiografi diindikasikan pada pasien dengan disfungsi sistolik, hipertensi
pulmonal, atau dicurigai memiliki penyakit katup. (Longo, et al., 2012) Pada
pemeriksaan laboratorium darah, terdapat beberapa hal yang penting dan perlu
diperiksa dalam penilaian awal pasien dengan sesak. Pemeriksaan hemoglobin
dan hematokrit penting untuk menyingkirkan anemia yang tersembunyi atau tidak
terlalu terlihat dari pemeriksaan fisik. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
oleh darah berhubungan dengan dispnea saat beraktivitas dan mungkin dapat
menjelaskan dispnea yang memburuk pada pasien dengan penyakit
kardipulmonal. Analisis gas darah mungkin memiliki nilai yang bermakna dalam
penanganan penyakit kardiopulmonal berat yang mendasari, seperti gagal nafas,
atau acute respiratory distress syndrome, namun hasilnya terbatas dalam penilaian
dispnea pada pasien yang stabil. (Parshall, et al., 2012)
Pada pasien dengan dispnea akut, khususnya pasien yang datang ke bagian
emergensi dengan keluhan sesak yang baru pertama kali muncul atau dengan
penyebab yang tidak jelas, pemeriksaan B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-
terminal prohormone precursor (NTproBNP) dapat membantu dalam penilaian
kemungkinan adanya gagal jantung sebagai penyebab dari dispnea. (Parshall, et
al., 2012)
Source:
1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Harrison's™ Principles of Internal Medicine, Eighteenth Edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, 2012.
2. Parshall MB, Schwartzstein RM, Adams L, Banzett RB, Manning HL,
Bourbeau J, et al. An Official American Thoracic Society Statement:
Update on the Mechanisms, Assesment, and Management of Dyspnea. Am
J Respir Crit Care Med 2012; 185(4):435-452.
3. At A Glance

Anda mungkin juga menyukai