Anda di halaman 1dari 15

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis artritis gout bervariasi bergantung pada stadium yang sedang terjadi:

1. Hiperurisemia Asimptomatik14

Stadium ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar asam urat dalam darah diatas nilai

normal tanpa disertai manifestasi klinis, hiperurisemia bisanya dimulai pada masa pubertas

pada pria yang mempunyai risiko tinggi terjadinya gout tetapi pada wanita fase ini biasanya

mulai setelah menopouse. Nilai normal asam urat dalam darah untuk pria adalah 2 – 7,5 mg/dL,

sedangkan pada wanita dewasa 2 – 6,5 mg/dL.

2. Serangan Artritis Gout Akut

Fase ini merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai. Gambaran klinis sangat

khas sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan mudah. Biasanya menyerang sendi

metatarsofalangeal I (MTP I), selain itu pada pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, jari

tangan dan siku.

Serangan artritis gout ditandai adanya nyeri yang cepat yang mempengaruhi persendian

dan diikuti panas, bengkak, kemerahan dan sangat nyeri. Nyeri biasanya menyerang satu

persendian (monoartikuler 90%). Kecuali pada wanita yang bersifat poliartikuler. Nyeri pada

artritis gout disebabkan deposit kristal asam urat di dalam jaringan sendi. Bila tidak diobati

biasanya gejala akan berkurang sendiri dalam 7 sampai 10 hari.

Serangan artritis gout ini dapat dicetuskan oleh adanya stres, trauma, infeksi, dehidrasi,

operasi, starvasi, alkohol, obat-obatan, penurunan berat badan, dan makan makanan tertentu

yang berlebihan, selain itu juga ada perubahan profil lipid pada saat serangan artritis gout.
Serangan artritis gout dapat dicegah bila level asam urat serum < 6,0 mg/dl yaitu dengan

cara mempertahankan intake cairan yang adekuat, penurunan berat badan, perubahan diet,

mengurangi konsumsi alkohol dan obat-obatan yang menurunkan hiperurisemia.

3. Interkritikal Gout

Merupakan fase antara satu serangan akut gout dengan serangan berikutnya pada stadium

awal periode ini biasanya tanpa gejala dan tanpa kelainan pemeriksaan meskipun pada periode

ini bersifat asimtomatik, tetapi kristal MSU dapat ditemukan pada cairan sendi yang terlibat.

4. Stadium Gout Kronis

Stadium ini dimulai dengan ditemukan adanya topus di sendi atau sekitar sendi. Timbulnya

topus bervariasi antara 3 sampai 42 tahun, kebanyakan setelah 10 tahun dan terjadinya topus

berkorelasi dengan derajat dan lamanya hiperurisemia. Pada kadar asam urat > 11mg/dl

kemungkinan terjadinya topus pada sendi semakin banyak dan besar.

Topus juga dikatakan bahwa makin muda umur dan makin lama menderita artritis gout,

topus dapat ditemukan di daerah kartilago, membran sinovial tendon, jaringan lunak, dan

berbagai tempat seperti telinga, jari-hari tangan, tangan, siku, lutut atau kaki. Topus dapat

single atau multiple, berukuran kecil sampai merupakan gumpalan besar sangat menganggu

pergerakan sendi, sering disertai dengan adanya luka yang mengeluarkan cairan berwarna

keputih-putihan berisi kristal berbentuk jarum. Pada topus kecil yang sukar dibedakan dengan

nodul rematik yang lain. Maka aspirasi sendi atau kristal topus dapat digunakan untuk

memastikan diagnosis.

Apabila tidak ditatalaksana dengan baik serangan artritis gout akan berlangsung lebih

sering, mengenai banyak sendi (poliartikuler), semakin berat dan semakin lama serta gejala

sistemik yang lebih berat pula.1


DIAGNOSIS

Diagnosis artritis gout akut ditegakan berdasarkan gejala klinis, laboratorium dan

radiologis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat adanya 3ristal MSU dari

aspirasi cairan sendi dengan mikroskop polarisasi dan pengukuran kadar asam urat darah.

Pemeriksaan radiologis pada sendi yang terkena tidak menunjukan suatu gambaran yang

spesifik tetapi untuk menyingkirkan penyebab radang sendi lainya.11,12

Menurut criteria ACR (American Collage of Rheumatology) diagnosis dapat ditegakkan

jika:

1. Didapatkan kristal monosodium urat dalam cairan sendi atau

2. Didapatkan tofus yang mengandung kristal MSU atau

3. ditemukan 6 dari beberapa kriteria dibawah ini:

a. lebih dari 1 kali serangan artritis akut

b. Inflamasi maksimal berkembang dalam 1 hari

c. Arthritis monoartikuler

d. Kemerahan pada sendi yang meradang

e. Pembengkakan disertai nyeri pada MTP-1

f. serangan unilateral pada MTP-1

g. serangan unilateral pada sendi-sendi tarsal

h. Tofus (deposit natrium urat terlihat pembengkakan yang tidak teratur) di

kartilago articular dan kapsula sendi

i. Hiperurisemia

j. pembengkakan sendi asimetrik (pada foto rontgen)

k. kistal subkortikal tanpa erosi (pada foto roentgen)

l. kultur mikroorganisme cairan sendi negative.


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan lab yang dilakukan pada penderita gout didapatkan kadar asam urat

yang tinggi dalam darah ( >6 mg% ). Kadar asam urat normal dalam serum pria 8 mg% dan

pada wanita 7mg%. Sampai saat ini, pemeriksaan kadar asam urat terbaik dilakukan dengan

cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan dan LED yang meninggi

sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi (500mg%/liter per 24jam). Pemeriksaan

radiografi pada serangan artritis gout pertama adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi

pada long standing adalah inflamasi asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai

nodul jaringan lunak.21

Selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan cairan tofi juga penting untuk menegakkan

diagnosis. Cairan tofi merupakan cairan yang berwarna putih seperti susu dan kental sekali.

Diagnosis dapat dikatakan pasti apabila diperoleh gambaran kristal asam urat (berbentuk lidi)

pada sediaan mikroskopik.22

Foto polos juga dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan umumnya baru

muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol. Pada fase awal dapat

ditemukan pembengkakan asimetris dan edema jaringan lunak sekitar sendi, dengan daerah

yang berawan peningkatan opasitas yang terlihat pada foto polos. Pada tahap berikutnya,

terlihat gambaran lesi punch-out, yang dapat berkembang menjadi sklerotik karena

peningkatan ukuran.18
DIAGNOSA BANDING

1. Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang beberapa

sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III). Proses inflamasi ini

terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), tetapi dapat juga

mempengaruhi organ tubuh lainnya. 1

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis

reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan

oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi.1

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan

demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.


2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan,

namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua

sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi

terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi

pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan

selalu kurang dari satu jam

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.

5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan

penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,

deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang

sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang

timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat

terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam

melakukan gerak ekstensi.

6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar

sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari

deformitas ini adalah bursa olecranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan

ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada

tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari suatu

penyakit yang aktif dan lebih berat.


7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ

lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan

pembuluh darah dapat rusak.

2. Osteoartritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering

terkena OA.15

Gambaran klinis umunya berupa nyeri sendi terutama apabila bergerak atau

menanggung beban. Dapat pula terjadi kekauan sendi jika sendi bergerak lama, tetapi

akan hilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan dipagi hari, tetapi hanya bertahan

beberapa menit. Spasme otot atau instabilitas sendimenyebabkan peregangan kapsul

sendi yang terganggu adalah sumber nyeri.3 Pada sebagian pasien OA lanjut , nyeri

sendi mungkin disebabkan oleh sinovisitis. Sinovisitis OA mungkin terjadi karena

fagositosis shard tulang rawan dan tulang permukaan sendi yang mengalami abrasi,

atau pelepasan makromolekul matriks larut, seperti glikosaminoglikan atau

proteoglikan dari tulang rawan. Efusi sinovium, bila ada biasanya tidak besar, pada

palpasi sendi mungkin terasa hangat. Pembengkakan pada sendi sifatnya

asimetris.16,17,18

Gambaran lain adalah keterbatasan dalam gerak, nyeri tekan local, pembesaran

tulang disekitar sendi, sedikit efusi sendi, dan krepitasi sebagai akibat pergesekan

permukaaan yang terpajan. Perubahan yang khas adalah nodus Heberden pada sendi

interfalang distal dan nodus Bouchard pada interfalang proksimal.15

Perubahan yang khas juga terjadi pada tulang belakang yang akan menjadi nyeri,

kaku, dan akan mengalami keterbatasan dalam bergerak. Pertumbuhan tulang yang
berlebihan atau spur dapat mengiritasi radiks yang keluar dari tulang vertebra. Hal ini

mneyebabkan perubahan neuromuscular, seperti nyeri, kekakuan, dan keterbatasan

gerak. Ada penderita yang mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung dari OA

tulang belakang bagian leher. 18

PENATALAKSANAAN ARTRITIS GOUT

Secara umum penanganan artritis gout dilakukan dalam 3 langkah yaitu: (1) mengobati

serangan akut, (2) melakukan profilaksis untuk mencegah peradangan akut berulang dan, (3)

menurunkan kadar asam urat yang berlebihan untuk mencegah peradangan dan penimbunan

kristal asam urat di jaringan. Langkah-langkah tersebut dapat berupa pemberian edukasi,

pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak

terjadi kerusakan sendi atau komplikasi lain, seperti pada ginjal. 10

1. Terapi Non Medikamentosa

Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya purin, obesitas, serta sering

meminum alkohol. Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat

dalam tubuh, sehingga diet purin merupakan cara terbaik dalam pengobatan asam urat.

(Juandy, 2007). Penanganan gout arthritis secara non medikamentosa adalah memberikan

edukasi, pengaturan diet dan istirahat sendi. Pengaturan diet seharusnya rendah lemak dan

protein. Sebuah penelitian pada tahun 2004 menjelaskan bahwa daging sapid dan seafood

sangat meningkatkan resiko terjadinya gout. Namun sayur-sayuran tinggi purin seperti

asparagus, blumkol, bayam tidak meningkatkan resiko gout. Susu dan keju dapat

menurunkan secara signifikan kemungkinan terjadinya gout. Konsumsi dua atau lebih

softdrink tiap harinya mempunyai resiko 85% lebih tinggi terjadi gout dibandingkan

dengan yang minum satu kaleng tiap bulan. Ini karena softdrink mengandung kadar
pemanis yang tinggi (Fructose corn syrup), yang akan mengakibatkan hiperurikemi dalam

darah.

2. Terapi Medikamentosa

Pengobatan artritis gout akut bertujuan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan

peradangan dengan kolkisin, OAINS, kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun

asam urat seperti allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut,

namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat sebaiknya tetap

diberikan. 11

Sebagai aturan umum, penderita hiperurisemia yang asimptomatis tidak perlu diterapi,

meskipun pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya timbunan kristal asam urat dalam

jaringan lunak pada sebagian kecil pasien.12,13 Namun pasien dengan kadar asam urat lebih

dari 11mg/dl yang mengeskresikan asam urat berlebihan lewat urin beresiko tinggi terkena

batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal, sehingga perlu dilakukan pemantauan fungsi

ginjal.10

Tofus sebaiknya tidak dilakukan pembedahan kecuali jika berada di lokasi yang kritis.

Pembedahan baru diindikasikan bila terdapat komplikasi dari topus meliputi infeksi,

deformitas sendi, penekanan (seperti penekanan pada spinal cord ataupu cauda ekuina oleh

topus) dan nyeri yang tidak teratasi sebagai akibat erosi topus. Pada 50% pasien yang

menjalani pembedahan mengalami penyembuhan yang lambat.

Terapi pada serangan akut lebih diarahkan pada menghilangkan rasa nyeri dan

peradangan. Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID, kortikosteroid, kolkisin dan

ACTH.13 NSAID diberikan full dose selama 2-5 hari, bila perbaikan, dosis dikurangi

hingga kira-kira setengah hingga seperempatnya. Pada dasarnya, NSAID yang digunakan
sebaiknya merupakan inhibitor yang selektif terhadap COX-2.13 Akan tetapi, di Indonesia

sering digunakan indometasin dengan dosis150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan 75-100

mg/hari untuk minggu berikutnya atau sampai nyeri dan peradangan berkurang. Dapat juga

diberikan Naproxen 3x750 mg selama 2-3 hari kemudian dilanjutkan 3x250 mg atau

sodium diklofenak 3x50 mg. Adapun dosis kolkisin adalah 1,2 mg inisial diikuti oleh 0,6

mg per jam hingga dosis total 4,8 mg dalam waktu 6 jam. Di amerika, kolkisin sudah

jarang digunakan. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila pemberian kolkisin dan

NSAID tidak efektif atau dikontraindikasikan. 19

Jika pasien tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi inisial dengan obat

tunggal, ACR menyarankan untuk menambahkan obat kedua sebagai terapi kombinasi.

Selain itu, penggunaan terapi kombinasi dari awal juga sangat tepat untuk serangan akut

gout yang berat, khususnya bila menyerang banyak sendi besar (poliartikular). Regimen

kombinasi yang diterima yaitu: 19

 Kolkisin + NSAIDS

 Kortikosteroid oral + kolkisin

 Steroid intraartikular + kolkisin/NSAIDS

Pada stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan

kadar asam urat hingga normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat

dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama

obat urikosurik lain. 19

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi

hiperurisemia :

b. Golongan urikosurik20
Obat-obat golongan ini dapat meningkatkan ekskresi asam urat dengan

menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan

ekskresi asam urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik sangat

mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Pasien yang menggunakan

golongan obat ini memerlukan asupan cairan minimal 1500 ml/hari untuk

meningkatkan ekskresi asam urat (Price dan Wilson, 2005). Obat-obat urikosurik

diantaranya adalah :

i. Probenesid

Probenesid biasanya dimulai pada dosis 0,5 mg secara oral setiap hari dalam

dosis terbagi, meningkat sampai 1 gram sehari setelah 1 minggu penggunaan.

Harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek gastrointestinal yang

tidak diinginkan.

ii. Sulfinpirazon

Sulfinpirazon dimulai pada dosis oral 200 mg sehari, meningkat sampai 400-

800 mg sehari. Harus diberikan dalam dosis terbagi bersama makanan untuk

mengurangi efek gastrointestinal yang tidak diinginkan (Katzung, 2002).

c. Penghambat xantin oxidase 20

Satu-satunya obat golongan ini yang masih digunakan hingga sekarang

yaitu allopurinol. Allopurinol dan metabolit utamanya oksipurinol (alloxanthine)

merupakan inhibitor xantin oxidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin

menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan

konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya panjang,

allopurinol cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah
100 mg sehari, dosis allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung

pada respon kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu

terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi

alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, 2002). Mekanisme

inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, 2002)

KOMPLIKASI

Komplikasi pada gout berhubungan dengan hiperurikemia kronis. Pada arthritis gout

kronis dapat terjadi kerusakan sendi, bahkan dapat menyebabkan deformitas. Gout juga dapat

menimbulkan nefrolithiasis yang diakibatkan oleh nefropati urat sehingga dapat timbul gagal

ginjal kronis.21

PROGNOSIS

Gout tidak memperpendek masa hidup tapi mengurangi kualitas hidup.


DAFTAR PUSTAKA

1. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit

dalam fakultas kedookteran indonesia, jakarta. Hal : 1208-1210.

2. Terkeltaub, Gout: Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel (ed.), Primer on

the Rheumatic Diseases, Edisi 12, Athritis Foundation, Atlanta, 2010.

3. Andreoli TE. Bennett JC, carpenter CCJ. Plum F. Hyperuricemia and Gout. In Cecil

Essentials of Medicine. 4th Ef. W.B Saunders Company, Philadelphia,London, Toronto,

2008

4. Nuki, Gout in Rheumatology, Medicine Int., 2009, 42(12): 54-59

5. Hidayat R. Hiperurisemia dan gout. Medicinus 2009; 22:47-50

6. Dalbeth N, Haskard DO. Mechanisms of inflammation in gout. Rheumatology

2010;44:1090–6.

7. Choi HK, Mount DB, Reginato AM. Pathogenesis of gout. Annals of Internal Medicine

2011;143: 499-515.

8. Pope RM, Tschopp J. The Role of Interleukin-1 and the inflammasome in gout:

implications for therapy. Arthritis and Rheumatism 2007;56:3183–8.

9. So A. Developments in the scientific and clinical understanding of gout. Arthritis Research

& Therapy 2008;10:221- 6.

10. Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In:Gustaviani R, Mansjoer A,

Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI;2007.172-8.


11. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B, Kasjmir YI eds.

Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008. Jakarta: 2008; 113-8.

12. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of

arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum.

58(1):26–35.

13. Rothschild BM. Gout and Pseudogout Treatment & Management. Emedicine online. 2015.

Accessed from: http://emedicine.medscape.com/article/329958-treatment#aw2aab6b6b2

14. De Miguel E, Puig JG, Castillo C, Peiteado D, Torres RJ, Martín-Mola E. Diagnosis of

gout in patients with asymptomatic hyperuricaemia: a pilot ultrasound study. Ann Rheum

Dis. Jan 2012;71(1):157-8.

15. Soeroso, Joewono.Isbagio, Harry.dkk.Osteoartritis. Dalam: Sudoyo, Aru W.dkk. Buku ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta. Penerbit InternaPublishing. 2009. Hal:

2538-2548.

16. Burns, Dennis K. Penyakit Sendi. Dalam: Hartanto, Huriawati. Robbins: Buku Ajar

Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007. Hal: 862-864.

17. Carter, Michael A. Osteoartritis. Dalam: Hartanto, Huriawati. Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses- proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

EGC.2006.Hal:1380-1383.

18. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative

Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.

19. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian Ilmu

Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

20. Katzung, B.G. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jilid 3. Diterjemahkan oleh: Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Jakarta: Salemba Medika


21. Stefanus, E.I., “Arthritis Gout”, In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Edisi keempat Jilid 3.

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jakarta, 2006. Hal 1218-1220.

22. Mansjoer,A., dkk, 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi ketiga Jilid 1

Cetakan Keenam. Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI, Jakarta. Hal 542-546.

Anda mungkin juga menyukai