Anda di halaman 1dari 12

ABLASIO RETINA

A. KONSEP ABLASIO RETINA


a. Definisi
Ablasio berasal dari bahasa Latin “ablatio” yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan.
Ablasio retina (retina detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni
lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina di
bawahnya.

b. Klasifikasi
Terdapat 3 jenis utama:
1. Ablasi Regmatigenesa
Bentuk tersering ablasio retina, ablasio retina regmatogenosa, ditandai
dengan pemutusan (suatu “regma”) total (full-thickness) retina sensorik,
traksi vitreus dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya vitreus cair melalui
robekan ke dalam ruang subretina.
2. Ablasi Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetic
proliferative, retinopati prematuritas, atau trauma mata. Gaya-gaya traksi
menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya secara aktif,
menuju basis vitreus.
3. Ablasi Serosa atau Hemoragik
Ablatio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat
pemutusan retina atau traksi vitreoretinal. Ablasi ini adalah hasil dari
penimbunan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh
penyakit epitel pigmen retina dan koroid.

c. Etiologi
Retina merupakan merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang
mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa. Ablasio
retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina,
sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut
dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya. Hal tersebut
bisa terjadi akibat:
1. Malfonnasi kongenital
2. Kelainan metabolism
3. Penyakit vaskuler
4. Inflamasi intraokuler
5. Neoplasma
6. Trauma
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina

d. Manifestasi Klinis

e.
Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat.
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah:
1. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.
2. Photopsia/ Light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
3. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya Sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang
telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
4. Ada semacam tirai tipis bebrbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari
mulai bagian bawah bola mata dan akhirnya menutup pandangan.
f. Patofisiologi
Ablasio retina terjadi bila perlekatan antara lapisan EPR dan neurosensoris
terlepas. Berdasarkan mekanismenya, ablasio retina dapat diklasifikasikan
menjadi ablasio retina regmatogen, traksional, eksudatif dan traksional-
regmatogen. Ablasio retina regmatogen terjadi karena tiga faktor, yaitu adanya
gel vitreus yang mencair, traksi yang menjaga robekan tetap terbuka dan
robekan full thickness (break) dari retina yang cukup untuk membuat cairan
masuk ke rongga subretina. Ketiga faktor ini harus ditemukan bersamaan agar
terjadi ablasio retina regmatogen. Break yang ada dibuka oleh traksi dari
vitreoretina sehingga akumulasi cairan vitreus dapat masuk dan kemudian
memisahkan lapisan neurosensoris dan lapisan EPR retina. Traksi vitreoretina
dapat terjadi karena struktur yang terbentuk pada vitreus, dapat dibedakan
menjadi traksi dinamis atau statis. Traksi dinamis diinduksi oleh gerakan bola
mata yang menimbulkan gaya sentripetal ke arah rongga vitreus. Hal ini
berpengaruh pada pembentukan tear dan ablasio retina regmatogen. Traksi statis
tidak dipengaruhi gerakan bola mata. Traksi ini berperan dalam patogenesis
ablasio retina traksional dan vitreoretinopati proliferatif (proliferative
vitreoretinopathy/PVR).
Vitreus kortikal perifer melekat tidak erat pada membran limitan interna.
Perlekatan yang kuat ditemukan pada dasar vitreus (vitreous base) dan disekitar
papil nervus optikus, sedangkan yang lemah di sekitar fovea dan sekitar
pembuluh darah perifer. Perlekatan vitreus yang abnormal muncul pada
posterior lattice degeneration, kumpulan epitel pigmen retina, anomali vitreous
base, white with pressure dan white without pressure. Pencairan gel vitreus
(sinkisis), kadang diikuti oleh pembentukan lubang pada membran hyaloid
posterior. Cairan dari rongga vitreus melewati lubang ini kemudian membentuk
ruang retrohyaloid. Proses ini menyebabkan pelepasan permukaan vitreus
posterior dari membran limitan interna sampai batas posterior vitreous base. Gel
vitreus berkumpul di inferior sehingga ruang retrohyaloid diisi oleh cairan
vitreus. Posterior Vitreous Detachment (PVD) diawali dengan terpisahnya
korteks vitreus pada bagian pseudofakia perifoveal. Lalu korteks vitreus pada
bagian makula terlepas. Lesi PVD ini asimtomatis sampai terjadi pelepasan
pada area batas glia pada diskus optikus, yang sering ditandai dengan weiss
ring. Gel vitreus yang tetap melekat erat pada vitreous base menimbulkan traksi
sehingga dapat terjadi break, biasanya pada posterior vitreous base atau lokasi
dengan perlekatan abnormal dari vitreus. Proses PVD ini dapat terjadi pada
60% pasien yang berusia lebih dari 70 tahun. Kebanyakan PVD muncul tanpa
komplikasi (gambar 1a). Tear pada retina hanya terjadi pada 10- 15% kasus
akibat traksi pada lokasi dengan perlekatan retina yang abnormal. Avulsi
pembuluh darah lebih jarang terjadi.
g. Pathway

h. Pemeriksaan
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina
adalah tajam penglihatan, penglihatan warna, lapangan pandang. Pemeriksaan
obyektif adalah elektroretinograf (ERG), elektrookulograf (EOG), dan visual
evoked respons (VER).
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
- Oftalmoskopi direk dan indirek
- Ketajaman penglihatan
- Tes refraksi
- Respon refleks pupil
- Gangguan pengenalan warna
- Pemeriksaan slitlamp
- Tekanan introkuler
- USG mata
- Angiografi fluoresensi
- Electroretinogram

i. Penatalaksanaan
Menurut Tamsuri (2011) penatalaksanaan dari ablasio retina yaitu :
1. Penderita tirah baring.
2. Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata.
3. Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakit
primernyasudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat
dilakukan operasicerclage
4. Pada ablasio retina rematogen:
 Fotokoagulasi retina: Bila terdapat robekan retina dan belum terjadi
separasi retina
 Plombage local: dengan spons silicon dijahatikan pada episklera
didaerahrobekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek
binuclear).
 Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada daerah
robekanretina dengan jalan:-
- Diatermi
- Pendinginan
- Operasi cerclage, operasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan
badankaca pada keadaan cairan subretina dapat dilakukan fungsi
lewat sclera

j. Komplikasi
Menurut Tamsuri (2011) komplikasi ablasio retina dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Komplikasi awal setelah pembedahan : Peningkatan TIO, Glaukoma,
Infeksi,Ablasio koroid, Kegagalan pelekatan retina, Ablasio retina berulang
2. Komplikasi lanjut : Infeksi, lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva
atauerosi melalui bola mata, Vitreo retinapati proliveratif (jaringan parut
yangmengenai retina), Diplopia, Kesalahan refraksi, astigmatisme.

B. ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA


a. Pengkajian
1. Anamnesis
- Identitas Umum Klien (Nama, Jenis Kelamin, Alamat, Pekerjaan dll)
- Keluhan Utama
Timbulnya penglihatan buram dan semakin gelap (ablasio retina)
biasanya mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri yang
terletak pada retina.
- Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Timbulnya ablasio retina biasanya mendadak dan tidak nyeri karena
tidak ada serabut nyeri yang terletak pada retina. Klien sering mengeluh
melihat sinar kilat atau titik-titik hitam di depan mata yang terkena.
Selama fase awal atau ablasio retina parsial, klien mengeluhkan sensasi
adanya tabir menutupi bagian lapang pandang. Hilangnya lapang
pandang tergantung area lepasnya retina.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji faktor resiko penyakit yang akan mempengaruhi sakit,
meningkatnya umur, degenerasi vitreo retina dan myopia, penyakit
vaskuler lainnya.
- Riwayat Keluarga
Kaji riwayat penyakit keturunan klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang berkaitan dengan
manifestasi klinis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
oftalmoskopik.
3. Pengkajian Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Apakah klien
mempunyai factor resiko seperti penyakit hipertensi atau diabetes?
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan
pola makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien?
Kaji apa makanan kesukaan klien? kaji riwayat alergi klien.
3) Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien? Apakah mengalami
gangguan pada pola miksi dan defekasi klien?
4) Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien
dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
5) Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam
tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, perabaan dan kaji
bagaimana klien dalam berkomunikasi.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri?
8) Pola peran hubugan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya?
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada
perubahan kepuasan pada klien?
10) Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi
penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan
klien?

b. Diagnosa
1) Gangguan persepsi sensori b.d. gangguan penglihatan.
2) Risiko jatuh d.d. gangguan penglihatan.
3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi.
4) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik.
5) Risiko infeksi d.d. efek prosedur invasif.

c. Perencanaan

DIAGNOSA
LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Setelah dilakukan Minimalisasi Rangsangan
Sensori (D.0085) intervensi keperawatan (I.08241)
pasien akan menunjukkan Observasi
Definisi: Perubahan Persepsi Sensori - Periksa status mental, status
persepsi terhadap (L.09083) Membaik sensori, dan tingkat
stimulus baik interna dengan kriteria hasil: kenyamanan (mis. nyeri,
maupun eksternal - Verbalisasi melihat kelelahan)
yang disertai dengan bayangan meningkat Terapeutik
respon yang - Respons sesuai stimulus - Diskusikan tingkat toleransi
berkurang, berlebihan terhadap beban sensori (mis.
atau terdistorsi. tertalu terang)
- Batasi stimulus lingkungan
(mis. cahaya)
- Jadwalkan aktivitas harian
dan waktu istirahat
- Kombinasikan prosedur/
tindakan dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan cara meminimaliasi
stimulus (mis. pengaturan
pencahayaan ruangan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur/
Tindakan
- Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
stimulus

Risiko Jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh (I.14540)


(D.0143) intervensi keperawatan Observasi
pasien akan menunjukkan - Identikasi faktor risiko jatuh
Definisi: Berisiko Tingkat Jatuh (L.14138) (mis. usia >65 tahun,
mengalami kerusakan Menurun dengan kriteria penurunan tingkat
fisik dan gangguan hasil: kesadaran, defisit kognitif,
kesehatan akibat - Jatuh dari tempat tidur hipotensi ortostatik,
jatuh. menurun gangguan keseimbangan,
- Jatuh saat berdiri gangguan penglihatan,
menurun neuropati)
- Jatuh saat duduk - Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekall setiap shift
menurun
atau sesuai dengan kebijakan
- Jatuh saat berjalan institusi
menurun - Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
(mis. lantai licin, penerangan
kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis.
Fall Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika perlu
- Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pasikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
- Pasang handrall tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
- Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
- Gunakan alat bantu berjalan
(mis. kursi roda, walkar)
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan paslen
Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat
Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Terapi Relaksasi (I.09326)
intervensi keperawatan Observasi
Definisi: Kondisi pasien akan menunjukkan - Identifikasi penurunan
emosi dan Tingkat Ansietas tingkat energi,
pengalaman subyektif (L.10101) Menurun ketidakmampuan
individu terhadap dengan kriteria hasil: berkonsentrasi, atau gejala
objek yang tidak jelas - Verbalisasi kebingungan lain mengganggu
dan spesifik akibat menurun kemampuan kognitif
antisipasi bahaya yang - Verbalisasi khawatir - Identifikasi teknik relaksasi
memungkinkan akibat kondisi yang yang pernah efektif
individu melakukan dihadapi menurun digunakan
tindakan untuk - Perilaku gelisah - Identifikasi kesediaan,
menghadapi ancaman menurun kemampuan, dan
- Perilaku tegang penggunaan teknik
menurun sebelumnya
- Konsentrasi membaik - Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
seud latihan
- Monitor respons terhadap
berapi relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot prograsif)
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napes
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
-
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
intervensi keperawatan Observasi
Definisi: Pengalaman pasien akan menunjukkan - Identifikasi lokasi,
sensorik atau Tingkat Nyeri (L.12111) karakteristik, durasi,
emosional yang Menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, Intensitas
berkaitan dengan hasil: nyeri
kerusakan jaringan - Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri
actual atau fungsional, menurun - Identifikasi respons nyeri
dengan onset - Meringis menurun non verbal Identifikasi faktor
mendadak atau lambat - Gelisah menurun yang memperberat dan
dan berintensitas - Kesulitan tidur memperingan nyeri
ringan hingga berat menurun - Identifikasi pengetahuan dan
yang berlangsung - Frekuensi nadi keyaninan tentang nyeri
kurang dari 3 bulan. membaik - Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyerl
- Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing.
kompres hangat dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi Istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)


(D.0142) intervensi keperawatan Observasi
pasien akan menunjukkan - Monitor tanda dan gejala
Definisi: Berisiko Tingkat Infeksi infeksi lokal dan sistemik
mengalami (L.14137) Menurun Terapeutik
peningkatan terserang dengan kriteria hasil: - Batasi jumlah pengunjung
organisme patogenik - Demam menurun - Berikan perawatan kulit
- Kemerahan menurun pada area adema
- Nyeri menurun - Cuci tangan sebelum dan
- Bengkak menurun sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika pertu
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Deifinisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sanjaya, A., Andayani, A., & Kusumadjaja, I. M. A. (2022). Ablasio retina


rhegmatogen bilateral: sebuah laporan kasus. Intisari Sains Medis, 13(2), 310-
315.

Anda mungkin juga menyukai