Anda di halaman 1dari 24

DISKUSI PAGI

ABLASIO RETINA

Penyaji :
Kemal Fariz Kalista
Nikrial Dewin M

Bagian Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, November 2007

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mata adalah organ yang sangat penting karena turut menunjang fungsi
penglihatan pada manusia. Mata sendiri terdiri atas berbagai bagian yang penting dan
memiliki fungsi sendiri-sendiri. Salah satu bagian mata yang terpenting adalah retina atau
selaput jala yang terletak paling dalam dan tersusun atas 10 lapisan yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik
dan diteruskan ke otak. Salah satu bagian retina yang disebut makula lutea merupakan
daerah dimana bayangan terlihat paling jelas.
Retina tak ubahnya seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat
oleh mata, yang direfleksikan setelah rangsangan cahaya diolah dan dipersepsikan oleh
pusat penglihatan di otak. Fungsi retina sedemikian pentingnya sehingga jikalau terdapat
gangguan atau kelainan pada retina dapat terjadi gangguan penglihatan dimana pasien
dapat mengalami penurunan baik pada visus maupun lapang pandangnya.
Ablasi retina adalah salah satu kelainan pada retina dimana retina terlepas dari
tempatnya di sklera. Ablasi retina bukan suatu penyakit yang fatal, namun lepasnya retina
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.
Ablasi retina termasuk penyakit mata tenang dengan penurunan visus mendadak.
Penyakit ini dapat berlangsung cepat dalam hitungan cepat tergantung dari luas dan
beratnya lesi pada retina sehingga dibutuhkan penanganan yang segera untuk
mengembalikan fungsi penglihatan mata normal. Jika makula terlepas, fotoreseptor akan
mengalami degenerasi, dan memperburuk penyembuhan penglihatan.
Sejauh ini, ablasi retina menduduki peringkat pertama dari sepuluh kelainan dan
penyakit vitreoretina di RSCM. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa insiden ablasi
retina cukup tinggi. Seorang spesialis mata wajib mengetahui ablasi retina agar dapat
mendiagnosis dan menata laksana dengan cepat dan tepat sebab terapi ablasi retina
meliputi berbagai macam tindakan bedah yang hanya boleh dilakukan oleh dokter mata.
Walaupun dokter umum tidak menangani kasus ablasi retina secara langsung tidak
mengelak kemungkinan bahwa dokter umum juga dapat menerima kasus ablasi retina di

2
tempat prakteknya sehingga kita pun patut mengetahui ablasi retina agar dapat
mendiagnosis dengan tepat dan melakukan rujukan ke dokter spesialis mata secepatnya.
Keberhasilan terapi ablasi retina tergantung dari lama dan luas lesi. Prognosis
umumnya lebih buruk jika makula ikut terlepas. Sebagian besar penelitian melaporkan
angka kesuksesan sekitar 90 95%, namun pada mata dimana makula terkena, sebanyak
10% kehilangan penglihatan walaupun operasi berhasil. Dengan diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat, diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas pasien
dan mencegah menghilangnya fungsi penglihatan yang permanen.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ABLASI RETINA
I.1 Definisi
Ablasi retina adalah lepasnya retina dari tempatnya dimana lapisan sel kerucut
dan sel batang retina terpisah dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel
epitel pigmen retina masih melekat erat pada membran Bruch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dengan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologik.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang retina dari koroid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan ganggguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid
yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.

I.2 Epidemiologi
Ablasi retina merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Ablasi retina yang terjadi pada kedua sebanyak 12 30%. Insiden
terjadinya ablasi retina ialah 8,9 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat (AS).
Data yang ada di poliklinik RSCM sub bagian vitreoretina, ablasi retina
berada di urutan pertama dari sepuluh kelainan dan penyakit vitreoretina pada tahun
1998.

I.3 Patofisiologi
Antara sel kerucut dan sel batang dengan koroid atau epitel pigmen retina
sebenarnya tidak terdapat suatu perlekatan, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk terlepas secara embriologis.
Lepasnya sel-sel tersebut terjadi melalui mekanisme:
1. Pendorongan retina oleh vitrous yang masuk melalui lubang.
2. Penimbunan cairan sub retina.

4
3. Tarikan oleh jaringan fibrotik dalam badan kaca.
Sebagian besar lepasnya retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan
kecil atau lubang di retina. Bila sudah ada robekan pada retina, cairan encer seperti
air (vitreus) dapat masuk ke lubang retina tersebut, kemudian cairan tersebut
mendorong lapisan retina hingga terlepas. Bagian retina yang lepas tak dapat
berfungsi baik. Hal ini disebabkan karena lepasnya sel tersebut dapat menyebabkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid dan jika hal ini berlangsung
lama, maka akan terjadi gangguan fungsi retina yang menetap.
Ablasi retina bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati,
seluruh retina bisa terlepas.
Pada salah satu bentuk ablasi retina, retina mengalami robekan. Bentuk ablasi
ini biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani
operasi katarak atau penderita cedera mata. Inilah yang disebut sebagai ablasi retina
regmatogenosa yang merupakan bentuk tersering dari ablasi retina. Pada ablasi
lainnya retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan dibawahnya. Pemisahan ini
terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan yang
terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina.
Pada banyak kasus, ablasi jenis ini dihubungkan dengan lepasnya vitreous
posterior, yang merupakan proses alami sesuai dengan pertambahan usia (vitreous
menjadi lebih cair/ encer) antara 40 sampai 70 tahun. Pada umumnya lepasnya
vireous posterior tanpa menyebabkan gangguan. Walaupun demikian, pada mata
tertentu perlekatan vitreoretina yang kuat dan lepasnya vitreous posterior
menyebabkan robekan retina. Proses lepasnya vitreous posterior dapat diakibatkan
oleh trauma, operasi katarak, diabetes, perdarahan vitreous, dan uveitis.

I.4 Klasifikasi
1. Ablasi retina regmatogenosa (rhegmatogenous retinal detachment):
ablasi retina akibat terdapatnya robekan atau lubang pada retina sehingga
terjadi aliran vitreous humor dari badan kaca ke belakang menuju rongga
antara sel pigmen epitel dengan retina.

5
Terjadi pendorongan retina oleh vitreous humor yang masuk melalui
robekan atau lubang retina tersebut ke rongga sub retina sehingga
mengapungkan retina dan menyebabkan retina terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid. Ablasi retina regmatogenosa merupakan yang tipe ablasi
yang paling umum terjadi. Ablasi umumnya terjadi pada mata yang
mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Trauma hanya
merupakan faktor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang
berbakat.
2. Ablasi retina eksudatif: ablasi retina akibat adanya kebocoran pada
pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi) sehingga terjadi
penimbunan eksudat sub retina yang mengangkat retina. Hal ini dapat
disebabkan oleh penyakit koroid dan keganasan seperti skleritis,
koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopatik, atau iskemia
gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.
Permukaan retina yang terangkat lebih licin. Ablasi ini dapat hilang atau
menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau menghilang.
3. Ablasi retina tarikan atau traksi: ablasi retina akibat penarikan retina
umumnya oleh jaringan fibrovaskular yang terbentuk di dalam badan kaca.
Neuropati diabetik proliferatif merupakan penyebab ablasi tipe ini yang
paling sering. Selain itu trauma dan perdarahan pada badan kaca akibat
bedah atau infeksi juga dapat menjadi faktor penyebab.

I.5 Manifestasi Klinis


I.5.1 Anamnesis
Gejala pertama berupa penderita melihat kelatan-kilatan bintik
hitam mengapung dan cahaya (fotopsia) beberapa hari sampai
dengan bebapa minggu sebelumnya.
Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa
didahului oleh terlihatnya bintik-bintik atau pun cahaya yang
nyata.
Keluhan seperti ada tirai yang menutupi sebagian lapang mata.

6
Perkembangan lepasnya retina yang lebih lanjut akan
mengaburkan penglihatan sentral dan menimbulkan kemunduran
penglihatan.

I.5.2 Pemeriksaan Oftalmologi


Retina yang lepas tak dapat dilihat dari luar mata. Karena itu bila
ada keluhan seperti di atas harus segera memeriksakan diri ke
dokter spesialis mata. Dokter akan memeriksa bagian dalam mata
dengan alat yang bernama oftalmoskop.
Retina berwarna abu-abu dengan lipatan-lipatan berwarna putih,
berubah bentuknya bila kepala digerakkan.
Koroid normal tidak tampak.
Dapat tampak daerah makula terlepas.

I.6 Penatalaksanaan
Hanya dokter spesialis mata yang berwenang mengobati ablasi retina. Pasien
dengan keluhan-keluhan seperti di atas dan mereka yang menderita miopia dengan
kaca mata minus tinggi serta mereka yang anggota keluarganya pernah mengalami
ablasi retina, sebaiknya memeriksakan matanya secara berkala.
Bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah
dengan tindakan segera, yaitu dengan tindakan sinar laser. Biasanya menggunakan
laser yang dapat menciptakan lingkungan yang terbakar pada robekan retina
sehingga terbentuk skar dan melekatnya retina yang robek dengan jaringan yang
ada dibawahnya. Hal ini dapat mencegah cairan (vitreous humor) masuk melalui
robekan dan tidak terjadi ablasi retina.
Pada kasus yang jarang, laser tidak dapat digunakan maka kriopeksi dapat
digunakan untuk mengatasi robekan retina. Kriopeksi yaitu tindakan pemberian
suhu dingin dengan jarum es akan membentuk jaringan parut yang melekatkan
retina pada jaringan di bawahnya. Teknik ini digunakan bersamaan dengan
penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk
mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina. Sekali terjadi ablasi retina

7
hampir selalu menunjukkan terlambatnya menggunakan laser atau kriopeksi.
Melalui pemeriksaan oftalmoskopi dapat ditemukan robekan retina dan risiko lain
untuk terjadinya ablasi retina. Apabila robekan tidak ditemukan, dilakukan
pemeriksaan ulang dalam 1 2 minggu atau sesegera mungkin jika adanya gejala
ablasi.
Bila retina telah lepas, maka diperlukan tindakan bedah untuk menempelkan
kembali retina tersebut. Ablasi retina dapat diperbaiki lebih dari 90% dengan
menggunakan prosedur tunggal. Pada lebih dari 90% ablasi retina, retina dapat
ditempelkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern dan kadang-kadang
diperlukan lebih dari satu kali operasi.
Ada 3 prosedur operasi dalam memperbaiki ablasi retina yakni skleral
buckling, vitrektomil, dan pneumatic retinopeksi.

I.6.1 Skleral Buckling (SB)


Tindakan operasi jenis ini sudah dilakukan sejak 30 tahun yang lalu. Operasi
jenis ini sampai sekarang masih merupakan pilihan untuk ablasi tipe
regmatogenosa, terutama jika tidak ada komplikasi. Prosedurnya meliputi :
menentukan lokasi robekan retina, menatalaksana robekan retina dengan kriopeksi
dan menahan robekan retina dengan skleral buckle. Buckle biasanya berupa
silicon berbentuk spons atau padat. Tipe dan bentuk buckle tergantung dari lokasi
dan jumlah robekan retina. Buckle diikatkan di sklera untuk menghasilkan indentasi
atau diposisikan sedemikian rupa sampai dapat mendorong robekan retina sehingga
dapat menutup robekan. Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan
menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 2 hari. Terkadang dapat juga
dilakukan penyedotan cairan sub retina saat operasi berlangsung. Prosedur ini lebih
sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasien tidak perlu dirawat.
Pasca operasi pasien tidak harus dalam posisi tertentu. Pasien dapat
melakukan aktivitas seperti biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.

8
I.6.2 Vitrektomi
Pada ablasi yang rumit mungkin diperlukan tindakan vitrektomi. Vitrektomi
ditujukan pada pars plana. Prosedur ini pertama kali dilakukan 20 tahun yang lalu.
Biasanya dilakukan pada ablasi retina traksi namun dapat juga dilakukan pada
ablasi retina regmatogenosa terutama bila ablasi ini disebabkan oleh adanya vitreus
traksi atau perdarahan vitreus.
Prosedurnya meliputi insisi kecil pada dinding mata untuk memasukkan
alat-alat ke dalam rongga viteus, tindakan pertama adalah memindahkan vitreus
dengan menggunakan vitreus culter. Selanjutnya dilakukan teknik eksisi
tractional bands dan air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon
untuk menempelkan kembali retina. Pemilihan teknik ini berdasarkan tipe dan
penyebab ablasi retina. Pada teknik ini kepala pasien harus berada dalam posisi
tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.

I.6.3 Pneumatik Retinopeksi


Dalam 10 tahun terakhir, prosedur ini menjadi popular dalam menangani
ablasi retina regmatogenosa, terutama pada robekan tunggal dan berlokasi di
superior retina. Prinsip prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke
dalam badan vitreus. Gelembung ini akan dengan sendirinya menempati posisi
dimana terjadi robekan retina. Apabila robekan retina dapat ditutupi oleh
gelembung gas maka cairan subretina akan menghilang dalam 1 2 hari. Robekan
retina sebelumnya dapat diterapi dengan kriopeksi sebelum penyuntikkan
gelembung atau dengan laser setelah retina mendatar.
Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien tidak perlu dirawat inap dan
mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur
buckling. Kerugiannya adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam 7
10 hari, dan mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan
skleral buckle.
Apabila retina tidak dapat kembali lekat dengan epitel maka dapat dilakukan
operasi skeral buckle atau vitektomi.

9
II. ABLASI RETINA REGMATOGENOSA (RHEGMATOGENOUS
RETINAL DETACHMENT)

II.1 Definisi
Istilah regmatogenosa berasal dari Bahasa Yunani rhegma yang berarti
diskontinuitas atau robekan. Ablasi retina regmatogenosa (ARR) terjadi ketika
terdapat robekan pada retina yang mengakibatkan akumulasi cairan dan kemudian
cairan masuk ke belakang antara sel epitel pigmen dan retina yang menyebabkan
terpisahnya lapisan neural retina dengan lapisan epitel pigmen. Jenis ini merupakan
jenis ablasi retina yang paling umum ditemui.

II.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haimann di Iowa dan Wilkes di
Minesottta, insiden awal ablasi di AS adalah 12 kasus per 100.000 orang. Penelitian
Laatikainen dan Tornquist di negara-negara Skandinavia menyebutkan bahwa
insiden per tahun adalah 7 10 kasus per 100.000 orang. Penelitian oleh Sasaki di
Jepang melaporkan insidennya 11,6 kasus per 100.000 orang pada populasi Cina; 7
kasus per 100.000 orang pada populasi Melayu; dan 3,9 kasus per 100.000 pada
populasi di India.
Insiden ARR lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan
dan sebagian besar kasus ARR terjadi pada usia 40 70 tahun. Selain itu,
berdasarkan penelitian di AS tahun 2000, insiden meningkat pada kasus miopati
(0,7 6%); afakia (2,2%); pseudofakia (1 2%); dan degenerasi lattice pada retina
(0,3 0,5%).

II.3 Patofisiologi
Ablasio retina regmatogenosa bermula dari robekan retina yang menyebabkan
vitreous humor masuk ke dalam ruang antara sel retina dan sel epitel pigmen. Hal
ini mengakibatkan pendorongan retina oleh vitreus tersebut sehingga retina
mengapung dan terlepas dari sel epitel pigmen. Faktor pencetus terjadinya ablasi
retina ini adalah trauma.

10
Tarikan vitreoretinal merupakan hal yang mendasari terjadinya ARR. Oleh
karena vitreus menjadi lebih cair dengan bertambahnya usia, ablasi vitreus posterior
dapat terjadi. Pada sebagian besar mata, gel vitreus terpisah dari retina tanpa ada
penghalang apa pun. Pada mata tertentu, terdapat perlekatan atau adesi vitroretinal
yang kuat dan kejadian ablasi vitreus posterior dapat mengakibatkan terjadinya
robekan retina. Selanjutnya cairan dari vitreus masuk ke bawah robekan tersebut,
menyebabkan terlepasnya retina.
Sejumlah kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya ablasi vitreus
posterior antara lain ialah miopia, afakia, pseodofakia, riwayat keluarga, dan
inflamasi. Pada kasus lain nekrosis retina dapat menyertai robekan retina, lalu
cairan dari vitreus dapat mengalir melalui celah robekan dan menyebabkan
lepasnya retina tanpa ada tarikan vitreoretina. Hal ini biasanya terjadi pada sindrom
nekrosis retina dan pada retinitis sitomegalovirus (CMV) pada pasien AIDS.

II.4 Etiologi
Penyebab utamanya adalah robekan retina yang dapat diakibatkan oleh berbagai
macam-macam hal, antara lain yang paling sering adalah trauma. Selain itu faktor
usia dan degenerasi juga berperan pada proses lepasnya retina.

II.5 Faktor Resiko


Adhesi abnormal vitreoretina
Operasi intraokular terutama operasi katarak.
Kondisi atau riwayat keluarga tertentu seperti sindrom marfan,
homosisteinuria dan lain-lain.
Inflamasi atau infeksi seperti retinitis CMV pada pasien AIDS,
toksolasmosis ocular, dan pars planitis.
Miopia aksial

II.6 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisinya adalah mata yang berbakat yaitu mata dengan
keadaan seperti :

11
Miopia
Riwayat operasi intra okular
Riwayat ARR pada keluarga
Riwayat ARR pada mata lain

II.7 Manifestasi Klinis


II.7.1 Ablasi Retina Regmatogenosa Simpel
II.7.1.1 Anammesis
Fotopsia : yaitu adanya kilatan cahaya. Gejala berupa fotopsia terjadi
pada 60% pasien. Hal ini mungkin disebabkan karena stimulasi
mekanis dari tarikan vitreorectinal pada retina. Hal ini diinduksi oleh
gerakan bola mata dan lebih jelas pada keadaan gelap.
Defek lapang penglihatan : hilangnya fungsi penglihatan awalnya
hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang pandang (biasanya
lapang pandang perifer), tetapi kemudian menyebar sejalan dengan
perkembangan ablasi. Pasien biasanya menggambarkan adanya tirai
hitam yang menutupi akibat cairan subretinal yang bergerak ke arah
posterior menuju ekuator (penglihatan seperti tertutup tirai mulai dari
pinggir yang makin lama makin ke tengah).
Floaters : merupakan keopakan/bayangan gelap pada vitreus
menimbulkan persepsi adanya benda-benda mengapung sesuai dengan
bentuknya pada lapang penglihatan pasien. Floater berbentuk cincin
merupakan cincin Weiss atau hyaloid yang menempel pada tepi diskus
optik sementara bentuk cobwebs disebabkan oleh pemadatan serat
kolagen. Bintik-bintik hitam kecil biasanya menunjukkan adanya
darah segar akibat rupturnya arteri pada ablasi vitrous yang akut.
Kehilangan penglihatan sentral : jika makula terlepas, pasien akan
mengalami penglihatan yang tiba-tiba menurun.
Pada kasus lain, lepasnya bullous yang besar dapat mengakibatkan
terhalangnya makula, menimbulkan penurunan visus walaupun pada
kenyataannya makula tidak terlepas.

12
II.7.1.2 Pemeriksaan Oftalmologi
Pada funduskopi terdapat retina yang terangkat berwarna kelabu
kehijau-hijauan dengan lipatan yang berwarna putih pucat dengan
pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Gambaran koroid tidak tampak. Bila bola mata
bergerak maka akan terlihat retina yang lepas bergoyang. Retina yang
berlipat-lipat berubah bentuknya bila kepala digerakkan. Kadang-
kadang terdapat pigmen dalam badan kaca (tobacco dusting/Shaffer
sign). Selain sebagai ladam kuda, robekan retina dapat berbentuk
bundar kecil yang dapat ditemukan dimana saja atau sebagai bulan
sabit yang biasanya terdapat pada kuadran bawah terutama di tepi.
Robekan yang panjang biasanya di daerah ora serata yang disebut
disinsersi, yang sering didapatkan pada ablasi yang tinggi dan adanya
dibelakang lipatan sehingga sukar dilihat. Untuk dapat melihatnya
pupil dilebarkan dahulu, penderita disuruh tidur pada sisi mata yang
sakit, dengan demikian robekan dapat dilihat dengan oftalmoskopi.
Saat retina terlepas dapat terlihat warna yang sedikit opak akibat
edema intraretina. Bagian yang terlepas tersebut memiliki bentuk
cembung/konveks dengan permukaan yang berkerut/berigi dan
berundulasi bebas mengikuti arah gerakan mata kecuali jika
didapatkan retinopati proliperatif tahap lanjut.
Robekan retina yang berbentuk sepatu kuda (horse shoe) sering
terlihat. 50% ARR memiliki lebih dari satu sobekan. Dari semua
robekan, 60% berada pada kuadran atas temporal, 15% pada kuadran
nasal atas, 15% pada kuadran temporal bawah, dan 10% pada kuadran
nasal bawah.
Tekanan intraokular (TIO) biasanya lebih rendah dari mata
sebelahnya. Pada beberapa kasus tertentu TIO dapat lebih tinggi atau
meningkat jika terjadi neovaskular glaukoma pada ablasi yang telah
lama.

13
Pada ARR kronik, dapat disertai penipisan retina, kista intraretina,
fibrosis subretina, dan garis demarkasi. Garis ini biasanya terdapat
pada daerah perbatasan antara retina yang terlepas dan yang masih
melekat.

II.7.2 Ablasi Retina Regmatogenosa dengan Proliferative Vitreoretinopathy


(PVR).
Proliferative vitreoretinopathy (PVR) adalah penyebab kegagalan operasi ablasi
retina tersering. PVR dapat muncul pada mata yang tidak diobati atau pasca
pneumatic retinopeksi, krioterapi, laser, scleral buckling atau vitrektomi.
PVR adalah proses reparasi fisiologis pada retina baik pada robekan retina
yang lengkap atau parsial. PVR menyebabkan sel glial atau epitel pigmen retina
bermigrasi ke permukaan dalam dan luar retina. Sel glial atau epitel pigmen lalu
menutupi permukaan posterior dari lapisan hialoid posterior yang terlepas. Celah
fibronektin berfungsi sebagai tempat persambungan sel glial/epitel pigmen ke serat
kolagen dan komponen lainnya pada matriks ekstraseluler. Mekanisme migrasi-
kontraksi tersebut menimbulkan gaya tangensial sehingga terjadi traksi pada retina
membentuk lipatan berbentuk bintang.
Dinilai berdasarkan klasifikasi tahun 1991 dengan gambaran-gambaran
sebagai berikut :
Grade A : kekeruhan vitreus, bercak-bercak pigmen vitreus, serta pigmen-
pigmen di bagian inferior retina.
Grade B : pengerutan permukaan dalam retina, pengkakuan retina, peningkatan
turtositas pembuluh darah, pinggiran robekan retina melingkar, dan
berkurangnya mobilitas vitreus.
Grade CP 1 12 : bagian posterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal retina,
fokal, difus maupun sirkumferensial, dan Subretinal strands.
Grade CA 1 12 : bagian anterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal retina,
fokal difus maupun sirkumferensial, dan Subretinal stands
Grade CA dan CP 1 12 dinyatakan dalam luas daerah terkenal berdasarkan
jam atau jumlah kwadran.

14
II.8 Pemeriksaan Penunjang

II.8.1 USG Mata


Pemeriksaan ini dilakukan bila media penglihatan keruh atau sukar dilihat seperti
pada perdarahan vitreous dan katarak. USG menggunakan suara yang berfrekuensi
tinggi melalui media penglihatan dan dikembalikan lagi yang direkam dalam bentuk
gelombang (scan A dan B). Masing-masing jaringan mempunyai pola gelombang
yang khas.
Umumnya, retina menunjukkan gelombang tajam di scan A, yang
memperlihatkan meningkatnya densitas akustik jaringan. Scan B memperlihatkan
gambaran global dan isi intraokular. Biasanya ablasi memperlihatkan gerakan
berombak-ombak setelah gerakan kepala yang tiba-tiba.

II.8.2 Flourescein Angiography (FA)


FA dapat membantu mengetahui edema makula untuk melihat adanya komplikasi
dari operasi ablasi.

II.8.3 Optical Coherente Tomography (OCT)


OCT dapat membantu menunjukkan cairan subfovea sekaligus menunjukkan benar-
benar retina sudah melekat kembali.

II.8.4 Electroretinogram (ERG)


ERG digunakan untuk evaluasi pasien yang diduga ablasi. Apabila respon dengan
ERG baik dapat dikatakan tidak terjadi ablasi. Tetapi jika respon elektrik retina
lemah dengan derajat tinggi kemungkinan terjadi ablasi.

II.9 Komplikasi
PVR
Rubeosis iridis

15
II.10 Penatalaksanaan
Pasien dengan AAR sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis mata atau
vitreoretina segera.
Pengobatan : tidak ada obat yang berperan dalam penyembuhan ARR.
Pembedahan segera dalam waktu 1-2 hari. Tujuannya untuk
mengidentifikasi dan menutup robekan retina serta melekatkan kembali
bagian retina yang lepas dengan kerusakan yang minimal. Penutupan
robekan dilakukan dengan cara melekatkan kembali retina yang robek
dengan lapisan epitel pigmen.
o Scleral buckling yaitu dengan cara mendekatkan dinding bola mata
ke arah retina yang terlepas atau dengan mendorong retina yang
terlepas ke arah dinding bola mata (intraokular tamponade dengan
gelembung gas). Penutupan robekan dicapai dengan menciptakan
adhesi korioretinal yang kuat di sekeliling robekan. Hal ini diperoleh
melalui diatermi, krioterapi, atau fotokaogulasi laser. Diatermi ada 2
macam :
Diatermi permukaan (surface diatermy)
Diatermi setengah tebal sclera (partial penetraling diathermy)
sesudah reseksi sklera
o Vitrektomi
o Pneumatik retinopeksi
Setelah operasi, sebagian dokter memberikan pasien antibiotik topikal
sebagai profilaksis selama 7-10 hari, siklopegik (misalnya atropin 1%)
selama 1 bulan, dan steroid topikal (misalnya prednison asetat 1%)
selama 1 bulan. TIO dimonitor selama periode pasca operasi.
Pasien dengan ARR sebaiknya istirahat sebanyak mungkin setelah
operasi

16
II.11 Perawatan Pasca Bedah
Kegiatan pasca bedah yang dapat dilakukan segera antara lain melihat
televisi tidak lebih dekat dari 3 meter, keluar ruangan perlahan-lahan,
naik mobil, menyisir rambut, dan gosok gigi normal..
Kegiatan yang dapat dilakukan setelah 1 minggu antara lain membaca,
cuci rambut dengan shampoo, bercukur, dan menggunting rambut.
Kegiatan yang tidak boleh dilakukan sampai 6 bulan pasca bedah
mengangkat benda lebih berat dari 15 kg, latihan olah raga berat, dan
mengejan keras.
Perawatan di rumah setelah pembedahan : sering timbul rasa tidak enak
pada mata dan pada keadaan ini dapat diberikan analgetik. Semua obat
yang dianjurkan dokter dipergunakan terus. Bila ada keluhan batuk maka
sebaiknya dipergunakan obat penekan batuk. Mata tidak boleh digaruk.
Pemeriksaan lanjut berkala pasca operasi
o Bulan ke-1 : tiap 1 minggu
o Bulan ke-2 : tiap 2 minggu
o Bulan ke-3 s.d 6 : tiap 1 bulan
o Bulan ke-6 s.d 1 tahun : tiap 2 bulan

II.12 Edukasi dan Pencegahan


Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada
mata.
Pada pasien dengan faktor resiko ablasi retina seperti miopia,
pseudoafakia, riwayat ARR pada keluarga, riwayat ARR pada salah satu
mata, atau riwayat operasi katarak, dianjurkan untuk melakukan
profilaksis/pemeriksaan mata minimal setahun sekali.
Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara
seksama. Pada mata yang masih berlensa, risiko terkena antara 10-15%.
Pada afakia atau pseudofakia, risiko meningkat hingga 25-40%.

17
Menyarankan pasien untuk mencari pertolongan secepatnya jika mereka
mulai mengalami gejala seperti floaters atau fotopsia.
Prinsip utama terjadinya ARR adalah terbentuknya robekan pada retina
mengikuti ablasi vitreous posterior (posterior vitreous detachment/PVD)
o Sejauh ini belum terdapat obat atau metode
tertentu untuk mencegah terjadinya PVD.
o Strategi lainnya adalah dengan meringankan
traksi vitreoretinal. Saat ini satu-satunya cara untuk melakukan hal
tersebut adalah melalui tindakan pembedahan (scleral buckling atau
vitrektomi). Walaupun begitu, risiko kedua tindakan tersebut tidak
sebanding dengan manfaat yang didapatkan.
o Manfaat laser dalam mencegah ARR masih
belum jelas. Walaupun begitu, laser memiliki efek samping yang
minimal. Pasien harus tetap diperingatkan bahwa dengan terapi laser
pun, robekan retina masih dapat terjadi.

II.13 Prognosis
Penglihatan pasien tergantung dari status makula preoperasi dan saat
tindakan bedah terlepas atau tidak. Sebagian besar penelitian
melaporkan angka kesuksesan sekitar 90-95%. Sekali makula terlepas,
fotoreseptor akan mengalami degenerasi, memperburuk penyembuhan
penglihatan.
Dari semua mata yang telah dilekatkan kembali melalui operasi, 50%-
nya mendapatkan visus 20/50 atau lebih baik.
Pada mata di mana makula terkena, sebanyak 10% kehilangan
penglihatan, walaupun operasi berhasil. Pada sebagian besar kasus,
penurunan penglihatan ini disebabkan karena edema dan
pengkerutan/terlipatnya makula.

18
III. Ablasio Retina Eksudatif (ARE)

III.1 Definisi
ARE merupakan ablasio yang terjadi akibat terbentuknya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina merupakan akibat dari keluarnya cairan
dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi).

III.2 Epidemiologi
Belum ada data mengenai penyakit ini. Predileksi ras, umur, dan jenis kelamin belum
ada.

III.3 Patofisiologi
Pada kondisi normal cairan mengalir dari ronga vitreous ke koroid. Alirannya
dipengaruhi oleh hipreosmolaritas relatif dari koroid terhadap vitreous dan lapisan epitel
pigmen (RPE) yang memompa ion dan air secara aktif dari vitreous ke koroid. Ketika
terdapat peningkatan aliran masuk cairan atau penurunan aliran keluar cairan dari badan
vitreous yang melampaui mekanisme kompensasi normal, maka akan terjadi akumulasi
cairan di ruang subretina yang memicu terjadinya ablasio retina eksudatif. Contohnya
pada keadaan patologi di mana terdapat pembuluh darah abnormal yang bocor atau
keadaan dimana sawar darah retina yang rusak yang dapat meningkatkan aliran cairan
masuk ke dalam badan vitreus. Sedangkan keadaan seperti sklera tebal yang abnormal
(pada nanoftalmus dapat menurunakn aliran keluar cairan. Kerusakan epitel pigmen
mencegah aksi pompa cairan tersebut.

III.4 Etiologi dan faktor risiko


Idiopatik : penyakit coats, korioretinopati sentral, sindrom efusi uvea
Inflamasi : Sindrom Vogt-Koyaagi-Hrada, sifilis, skleritis, oftalma simpatika
Kongenital : nanoftalmus, koloboma nervus optik, vitreoretinopati eksudat
Neoplasma : melanoma koroid, metastasis koroid, nevus koroid, hemangioma
koroid, retinoblastoma, limfoma intraokular primer
Iatrogenik : panfotokoagulasi eksisif, scleral buckling

19
Faktor pembuluh darah : eklampsia, degenerasi makula, hipertensi

III.5 Gambaran klinis


Anamnesis :
o Mata merah
o Penurunan tajam penglihatan dan lapang pandang
o Nyeri
o Leukokoria

Pemeriksaan fisik :
o Ablasio retina bulosa dengan perpindahan cairan subretina. Akumulasi
cairan tergantung pada posisi pasien.
o Permukaan retina halus.
o Terdapat tanda-tanda inflamasi segmen anterior (injeksi episklera,
iridosiklitis) atau rubeosis tergantung dari penyebab.
o Pada kasus yang lanjut, terdapat deposit eksudat.
o Dilatasi vena.

Pemeriksaan penunjang :
o Laboratorium
VDRL dan FTA
Antineutrophil cytoplasmic antibodies
LED
Faktor reumatoid
o USG
Ditemukannya penebalan koroid, menentukan massa di koroid,
ukuran dan lokasi, dan ketebalan sclera
o Fluoresen angiografi
Untuk mengidentifikasi area kebocoran pada korioretinopati serosa
sentral, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, coats disease.

20
III.6 Penatalaksanaan

Medikasi:
o Pada inflamasi : dengan agen anti inflamasi
o Tumor : terapi radiasi/brakhiterapi (melanoma koroid), kemoterapi dan radiasi
terapi (lesi metastasis), fotokoagulasi laser atau brakhiterapi (hemangioma
koroid), kemoterapi dan krioterapi (retinoblastoma)
o Infeksi dengan antibiotik

Bedah
Tatalaksana pembedahan tergantung dari penyebab. Pada kelainan pembuluh darah
seperti coatas disease dilakukan bedah laser, krioterapi, atau dengan vitrektomi. Pada
nanoftalmus dilakukan dekompresi vena voretx dengan membuka sklera dan drainase
cairan suprakoroid. Pada kelainan kongenital dapat dilakukan vitrektomi dan teknik
endolaser. Pada korioretinopati serosa sentral dilakukan laser pada daerah yang
mengalami kebocoran.

III.7 Komplikasi
o Glaukoma neovaskular
o Phtisis bulbi

III.8 Prognosis
Visus dapat 20/200 atau lebih buruk pada idiopatik 15 % kasus. Bila karena eklampsia
atau preeklampsia dapat sembuh dengan sekuele.

IV. Ablasio retina traksi atau tarikan (ART)

IV.1 Definisi
ART merupakan lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca.

21
IV.2 Epidemiologi
ART merupakan jenis ablasio retina tersering kedua.

IV.3 Patofisiologi
Gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di
bawahnya disebabkan adanya membran vitreus, epiretina, atau subretina yang terdiri dari
fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina dapat
terdispersi ke dalam badan vitreus. Hal ini dapat disebabkan misalnya oleh krioterapi,
robekan lapisan retina, atau scleral indentation. Dalam badan vitreus, sel-sel ini dapat
berubah secara morfologis sehingga sifatnya menyerupai fibroblas yang dapat
menghasilkan growth factors yang menstimulasi produksi kolagen dan fibronektin.
Ketika lembaran kolagen terbentuk maka sel seperti astrosit, sel glia, sel epitel pigmen,
dapat menarik kolagen dan akhirnya menyebabkan traksi pada lapisan retina.

IV.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Jaringan parut (fibrosis) yang terdapat pada badan kaca dapat disebabkan oleh :
1. DM proliferatif
2. Perdarahan badan kaca atau vitreoretinopati proliferatif
3. retinopati prematuritas
4. pembedahan atau infeksi
5. Trauma mata

IV.5 Gambaran Klinis


Anamnesis :
Penglihatan menurun perlahan tanpa adanya rasa sakit
lapang pandang berkurang

Pemeriksaan fisik :
o Konfigurasi konkaf pada permukaan membran retina yang tertarik
o Cairan subretina lebih sedikit daripada ARR dan tidak meluas sampai ora serata
o Elevasi yang tertinggi terdapat pada daerah vitreoretina yang tertarik

22
Pemeriksaan penunjang
USG: ditemukan perdarahan vitreus, penebalan koroid, menentukan massa di koroid,
ukuran dan lokasi serta ketebalan sklera.

IV.6 Penatalaksanaan
Bedah:
Bedah vitreoretina dan mungkin melibatkan vitrektomi, pengangkatan membran, skleral
buckling, dan penyuntikan gas intraokular.

IV.7 Komplikasi
perdarahan vitreus
Phtisis bulbi
Rekurensi ablasio retina

IV.8 Prognosis
Tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Keberhasilan dari bedah secara anatomi
75-90 %. Walaupun visus tetap buruk hanya sekitar 40-50 % yang mendapat visus
20/400. pada kasus retinopati diabetik proliferatif, 70-80 % mendapat visus 5/200.

IV.9 Kesimpulan
Ablasi retina adalah lepasnya lapisan sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel
pigmen retina yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang mnetap.
Terdapat tiga klasifikasi ablasi retina yaitu ablasi retina regmatogenosa, eksudatif, dan
traksi.
ART terjadi ketika terdapat robekan pada retina yang mengakibatkan akumulasi cairan
dan kemudian cairan masuk ke belakang antara sel epitel pigmen dan retina yang
menyebabkan terpisahnya lapisan neural retina dengan lapisan epitel pigmen.
Penyebabnya antara lain usia, trauma, dan degenerasi.
Insiden ART meningkat pada orang dengan mata miopia, riwayat operasi intraokular,
riwayat ART pada keluarga, riwayat ARR pada mata yang lain.

23
Manifestasi klinisnya dapat berupa fotopsia, floaters, defek lapang penglihatan, dan
kehilangan penglihatan sentral. Pada funduskopi dapat ditemui retina yang terangkat
tobacco dusting/shaffer sign, edema intraretina, sel dan flare.
Sejauh ini terapi ARR berupa operasi yang hanya boleh dilakukan oleh dokter mata,
meliputi vitrektomi, scleral buckling, pneumatik retinopeksi, kriopeksi atau laser.
Prognosis pasien tergantung dari luas dan berat lesi serta status makula. Jikalau ditangani
segera, umumnya prognosis baik, namun jika ditangani terlambat dan sampai mengenai
makula maka fungsi penglihatan sukar direhabilitasi.

24

Anda mungkin juga menyukai