Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ABLASI RETINA

A. ABLASI RETINA
1. Definisi Ablasi Retina
Ablasio Retina merupakan lepasnya retina dari koroid, suatu membrane
yang mengandung banyak pembuluh darah yag terletak diantara retina dan
sclera ( Joyce M. Black, 2014).
Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.

Gambar Anatomi Mata


2. Aspek Epidemiologi
Insiden ablasi retina meningkat secara dramatis setelah usia 40 tahun dan
mencapai puncaknya pada decade ke-5 dan ke-6. Ablasio retina regmatogenosa
merupakan tipe ablasi yang paling umum dan terjadi akibat lubang pada retina.
Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina
regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang :
a. Memiliki miopi tinggi ;
b. Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami
komplikasi kehilangan vitreous ;
c. Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
d. Baru mengalami trauma mata berat.
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya ablasi retina diantaranya :
a. Myopia, pada myopia berat ukuran anteroposterior mata membesar dan
mengkibatkan desakan pada retina. Miopia berat muncul pada dua pertiga
klien ablasi retina;
b. Trauma atau penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebabkan
robekan retina;
c. Afakia, afakia menyebabkan pergerakan vitreous ke depan;
d. Degenerasi retina/vitreous.
Faktor predisposisi ablasi retina termasuk penuaan, ekstraksi katarak,
degenerasi retina, trauma, myopia berat, ablasio retina sebelumnya pada mata
kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasi retina. Lubang pada retina dan
robekan biasanya terjadi karena tarikan vitreous spontan, tapi adhesi abnormal
dapat terjadi antara retina dan badan vitreous karena retinopati diabetic, cedera
atau gangguan ocular lain. Atrofi badan vitreous juga dapat menyebabkan
robekan pada retina.
4. Pathogenesis
Ruang potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan
rongga vesikel optic embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata
yang matur dan dapat terpisah :
a. Jika terjadi suatu robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruang subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio retina regmatogenosa).
b. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
(misal seperti pada retinopati proliferative pada diabetes mellitus (ablasio
retina traksional)
c. Bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudatif,
yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif).
d. Robekan retina paling sering berkaitan dengan onset ablasio vitreous
posterior. Ketika gel vitreous terpisah dari retina, traksi yang dihasilkan
(traksi vitreous) menjadi lebih terlokalisasi dan lebih besar. Kadang cukup
untuk menyebabkan robekan retina. Kelemahan retina perifer dasar seperti
degenerasi latis, meningkatkan kemungkinan terbentukya robekan ketika
vitreous menarik retina. Orang dengan myopia tinggi memiliki peningkatan
risiko yang bermakna akan ablasio retina yang berkembang.
5. Patofisiologi
Ablasi retina atau lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid
atau sel pigmen epitel dapat menimbulkan ruang subretina dan vitreous
merembes ke bawah retina, memisahkan bagian tersebut dari dinding vaskuler
dan akhirnya menurunkan suplai darah kedalamnya sehingga mengakibatkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap ( Sidarta Ilyas, 1998).
Retina terdiri atas dua lapisan. Robekan atau pelepasan retina terjadi jika
kedua lapisan tersebut terpisah karena akumulasi cairan atau tarikan kontraksi
badan vitreous . tarikan vitreous pada retina menyebabkan klien melihat sinar
kilat. Klien juga mengeluhkan melihat titik-titik hitam di depan mata, yang
terjadi karena lepasnya sel-sel retina dan putusnya kapiler yang mengalirkan sel
darah merah ke dalam vitreous. Sel darah merah ini menghasilkan bayangan
pada retina yang diterima sebagai titik-titik hitam tersebut. Lepasnya retina juga
menyebabkan gangguan penerimaan rangsangan visual yang mengakibatkan
konversi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diinterpretasikan otak dan
menyebabkan klien mengalami penurunan atau hilangnya pandangan.
Hilangnya lapang pandang bergantung pada area lepasnya retina. Jika yang
lepas bagian superior maka penglihatan yang hilang bagian inferior. Retina
temporal lebih sering terkena sehingga klien mengeluh gangguan pada area asal
dari pada pandangan. Gangguan penglihatan sentral terjadi jika macula lutea
terkena (Indriana, 2004)
Retina merupakan lapisan tipis jaringan yang peka terhadap cahaya yang
melapisi bagian belakang mata. Ketika retina lepas, retina akan mengalami
kekurangan asupan darah dan sumber nutrisi sehingga kehilangan fungsinya. Hal
ini dapat mengganggu penglihatan yang dapat mengarah ke kebutaan.
Miopia Trauma Afakia prosesus peradangan penyakit sistemik Tumor okuler Degenerasi

Lepasnya retina

Sel darah merah dan sel-sel retina lepas bayangan titik-titik hitam

Gangguan penerimaan rangsangan visual

Konversi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diinterpretasikan otak

Hilangnya penglihatan

Cemas perubahan sensori perceptual (visual)

Kerusakan mobilitas fisik resiko cidera

Defisit perawatan diri

Perlu operasi

perlu pembatasan aktifitas fisik

Post op kurang Pengetahuan

Nyeri

Bagan 1. Patofisiologi ablasio retina dalam kaitannya dengan masalah keperawatan.


6. Manifestasi Klinis

Gejala:
Ablasio dapat didahului oleh gejala ablasio vitreous posterior, termasuk floater
dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien menyadari
perkembangan progresif defek lapang pandang, yang sering dideskripsikan
sebagai bayangan atau tirai. Progresi dapat cepat bila terdapat ablasio superior.
Jika makula terlepas maka terjadi penurunan tajam penglihatan bermakna.

Tanda:
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai
membran abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran varkular
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasio
retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang
terdiri dari darah (perdarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina
(operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas. (Bruce james 2005).
Pasien biasanya melaporkan riwayat melihat benda mengapung atau pendaran
cahaya atau keduanya. Floater dapat dipersepsi sebagai titik-titik hitam kecil
atau rumah laba-laba. Fartikel floater ini tersusun atas sel-sel retina dan darah
yang terlepas ketika terjadi robekan dan memberi bayangan pada retina ketika
mereka bergerak. Pada tahap berikut pasien akan melihat bayangan
berkembang atau tirai bergerak di lapang pandang, mengakibatkan pandangan
kabur dan kehilangan lapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari
epitel berpigmen. Penurunan tajam pandang sentral atau hilangnya pandangan
sentral menunjukkan bahwa ada keterlibatan makula.
Pasien yang dicurigai mengalami ablasio retina harus dirujuk ke spesialis retina
segera untuk penanganan kedaruratannya. Pupil perlu dilatasi, dan fundus
diperiksa dengan oftalmoskop indirek dan lensa pembesar. Metoda pemeriksaan
ini memungkinkan lapang pandangan yang lebih luas sehingga seluruh retina
dapat diperiksa dan setiap robekan teridentifikasi.( Brunner & Suddart, 2002)
Tanda dan gejala (Tamsuri Anas, 2011 : 88)
a. Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapang
pandang)
b. Gangguan lapang pendang
c. Pandangan seperti tertutup tirai
d. Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
e. Visus menurun
f. Gangguan lapang pendang
g. Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa
robekan retina.
7. Klasifikasi

Klasifikasi ablasi retina (Tamsuri Anas, 2011 : 88) dibagi menjadi :


a. Ablasi retina regmatogenosa,
Terjadi akibat robekan retina karena kekuatan mekanis, yang menyebabkan
masuknya vitreous ke ruang subretina;Pada ablasi retina regmatogenosa
ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina
oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang
pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas
dari lapis epitel pigmen koroid.
b. Nonregmatogen
Terjadi karena adanya eksudasi dibawah lapisan retina, misalnya :
1) Inflamasi okuler : Vought-Kayonagi-Harada disease
2) Penyakit vaskular okular : coast disease
3) Penyakit vaskular sistemik : hipertensi maligna
4) Tumor intraokular : melanoma koroid hemangioma
8. Pencegahan
Gunakan kacamata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.
Penderita diabetes sebaiknya megontrol kadar gula darahnya secara seksama.
Jika memiliki resiko menderita ablasi retina, seharusnya dapat memeriksakan
mata minimal setahun sekali.
9. Penatalaksanaan:
Ablasio inflamasi biasanya ditangani secara medis. Namun, pada ablasio
retina eksudatif atau serosa ( sehubungan dengan proses yang berhubungan
seperti tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairan subretina tanpa robekan
retina) dapat berespon terhadap fotokoagulasi laser. Prosedur laser membentuk
jaringan parut pada retina, melekatkannya ke epitel berpigmen. Retinopati
diabetika atau trauma dengan perdarahan vitreus mungkin memerlukan
pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang di
timbulkannya. Terapi radiasi mungkin berguna dalam menangani ablasio retina
karena tumor intraokuler (Bruce james 2005).
Pasien yang telah didiagnosis mengalami ablasio retina biasanya dirawat
dirumah sakit pada hari itu juga. Bergantung pada luas atau lokasi pengelupasan
retina, pasien mungkin memerlukan pembedahan darurat atau istirahat okuler
sebagai persiapan pembedahan. Istirahat okuler meliputi pembalutan kedua
mata dan tirah baring dan dirawat untuk memungkinkan setting retina dan
mencegah ablasio meluas. Mata yang sakit dilatasi maksimal sebelum
pembedahan, sehingga ahli bedah dapat melihat fundus.
Pelifatan (buckling) scklera merupakan prosedur bedah primer untuk
melekatkan kembali retina. Krioterapi trankleral dilakukan pada sekitar tiap
robekan retina, menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga
cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah atau
beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipat kedalam sklera, yang secara
fisik akan mengindensi atau melipat, sklera, koroid dan lapisan fotosensitif
keepitel berpigmen, menahan robekan. Ketika retina dapat melekat kembali
kejaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologis normalnya dapat
dikembalikan. Kadang, drainase dengan jarum, aksternal cairan subretina
diperlukan untuk mendekatkan retina yang mengelupas ke daerah yang dikunci
sehingga retina dapat direkatkan kembali( Brunner & Suddart, 2002).
Selama pembedahan mungkin perlu disuntikkan gas inert ( misal.
Sulfoheksaflorida SF6, oktofluroptopan C3F8, atau gelembung udara) kedalam
badan vitreus untuk menjaga TIO atau membantu mendatarkan retina.
Bergantung pada gas yang digunakan, gelembung akan direbsorbsi dan diganti
dengan cairan aqueus dalam 3 hari sampai 2 bulan.
Antara 90% sampai 95% ablasio retina dapat ditempel kembali dan
ketajaman pandangan yang baik dapat dikembalikan dengan pelipatan sklera,
meskipun mungkin diperlukan tindakan lebih dari sekali. Pengembalian
penglihatan sempurna mungkin tidak akan tercapai, meskipun pelekatannya
berhasil, pada pasien dengan pengelupasan retina kronik atau pada mereka
dengan keterlibatan makula. Ablasio yang tak dapat dilekatkan kembali dengan
pelipatan sklera memerlukan pembedahan vitreus.
Sekitar 25% pasien ablasio retina kompleks tak berespons terhadap
prosedur pembedahan konvensional. Pemasukan cairan perfluorokarbon
sebagai ajuvan terapi pada pasien ini dapat memperbaiki hasil akhir penglihatan.
Terdapat dua tehnik bedah utama untuk memperbaiki ablasio retina:
a. Ekternal (pendekatan konvensional)
b. Internal (pembedahan vitreoretina)
Prinsip utama pada kedua tehnik ini adalah menutup robekan penyebab
pada retina dan memperkuat perlekatan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina dengan cara menginduksi inflamasi di daerah tersebut dengan
pembekuan lokal menggunakan cryoprobe atau laser. Pada pendekatan
eksternal, robekan ditutup dengan menekan sklera menggunakan pita plomb
silikon yang diletakkan eksternal. Ini menghilangkan traksi vitreou
Pada pascaoperasi aktivitas pasien harus dibatasi hanya tirah baring dan
kekamar mandi saja. Bila kedua mata pasien dibalut, atau penglihatan mata
yang tidak dioperasi sangat rendah, pasien perlu mendapat bantuan ketika
turun dari tempat tidur untuk mencegah jatuh atau terpeleset. Bila terdapat
gelembung udara dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahankan
sehingga gas mampu memberikan temponade yang efektif pada robekan retina.
Pasien tidak boleh berbaring telentang dalam waktu lama karena gelembung
udara akan menuju keatas dan mendorong iris ke depan, menyebabkan
glaukoma akut pada pasien apakia (yang lensa kristalinanya telah diangkat).
Pada pasien nonapakia, gelembung udara akan menetap pada lensa kristalina
mengakibatkan terbentuknya katarak. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk
mempermudah pemeriksaan pascaoperasi.
Penatalaksanaan (Tamsuri Anas, 2011 : 88-89)
a. Penderita tirah baring total
b. Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
c. Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakitnya
primernya sudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat
dilakukan operasi cerclage
d. Pada ablasio retina rematogen :
1) Fotoagulasi retina : bila terdapat robekan retina dan belum terjadi separasi
retina
2) Plombage lokal : dengan spons silikon dijahitkan pada episklera didaerah
robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek binuklear)
3) Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada daerah
robekan retina dengan jalan :
- Diatermi
- Pendinginan
- Operasi cerclage
- Operasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca pada
keadaan cairan subretina dapat dilakukan fungsi lewat sklera.
10. Pemeriksaan Penunjang
Karena itu bila ada keluhan seperti di atas, pasien harus segera memeriksakan
diri ke dokter spesialis mata. Dokter akan memeriksa dengan teliti retina dan
bagian dalam dengan alat yang disebut oftalmoskop. Dengan cahaya yang
terang dan pembesaran dari alat tersebut, dokter dapat menentukan lokasi
daerah retina robek atau daerah yang lemah yang perlu diperbaiki dalam
pengobatan. Alat-alat diagnostik khuhsus lainnya yang mungkin perlu digunakan
adalah lensa-lensa khusus, mikroskop, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Terapi bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat
dicegah dengan tindakan segera.
11. Komplikasi
Komplikasi awal setelah pembedahan retina dapat meliputi peningkatan TIO,
glaukoma, infeksi, ablasio koroid, kegagalan pelekatan retina, atau ablaios retina
berulang. Perawat harus memantau pasien mengenai adanya tanda dan gejala
berikut, yang kemudian dilaporkan kepada dokter: nyeri yang tak berespons
terhadap obat, cairan pus atau mukoid berlebihan, mual dan muntah berat,
mata merah dan bengkak, pandangan berkabut, lingkaran sekitar cahaya, atau
setiap gejala ablasio retina.
Komplikasi lanjut meliputi infeksi, lepasnya bahan buckling melaui konjungtiva
atau erosi melalui bola mata, vitreoretinopati proliveratif (jaringan parut yang
mengenai retina), diplopia, kesalahan refraksi, atau astigmatisme.
B. Pengkajian
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit : trauma mata, riwayat inflamasi (koroiditis), riwayat
miopia, retinitis.
b. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
2. Pengkajian Umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes melitus, hipotiroid.
c. Gejala penyakit mata : nyeri mata, penurunan ketajaman penglihatan,
kemeng belakang mata (koroiditis, retinitis).
3. Fokus pengkajian :
a. Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak
b. Gangguan lapangan pandang
c. Melihat bendan bergerak seperti tirai
d. Bila mengenai makula visus sentral sangat menurun
e. Terjadi secar tiba-tiba/perlahan-lahan
f. Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole
g. Diperlukan tindakan pembedahan/operasi.
C. Nursing Care Plan
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman dan kejelasan penglihatan
Data subjektif :
a. Melaporkan adanya penglihatan seperti kilatan cahaya
b. Melaporkan pandangan kabur
c. Melaporkan penurunan lapang pandang
d. Menyatakan riwayat trauma
Data objektif :
Pada pemeriksaan ditemukan penurunan lapang pandang

Tujuan :
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang
penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual
Kriteria hasil:
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternatif untuk
meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan
Rencana Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji ketajaman penglihatan klien - Mengidentifikasi kemampuan visual
klien.
- Identifikasi alternatif untuk optimalisasi - Memberikan keakuratan dan
sumber rangsangan perawatannya
- Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi - Meningkatkan kemampuan persepsi
penglihatan sensori
- Orientasikan klien terhadap ruang
rawat
- Letakkan alat ynag sering digunakan
didekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat
- Berikan pencahayaan cukup
- Letakkan alat ditempat yang tetap
- Hindari cahaya menyilaukan - Meningkatkan kemampuan respons
- Anjurkan penggunaan alternatif rangsang terhadap stimulus lingkungan
lingkungan yang dapat diterima :
aiditorik, taktil

2. Resiko perluasan cedera yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas,


kurangnya pengetahuan
Data subjektif :
Menyatakan mengalami trauma
Data objektif :
Perilaku tubuh yang tidak dikontrol
Tujuan :
Kehilangan penglihatan tidak berlanjut
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor resiko meluasnya kehilangan penglihatan
b. Klien memeragakan penurunan aktivitas total
Intervensi Keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
- Kaji lapang pandang klien pada mata - Mengidentifikasi perkembangan
yang sakit dan sehat setiap hari kerusakan (pelepasan retina).
Gangguan lapang pandang
menunjukkan kerusakan pada sisi area
berlawanan
- Instruksikan klien untuk melakukan tirah - Tirah baring preoperasi dilakukan
baring total dengan posisi khusus sesuai dalam posisi terlentang atau miring,
penyakit sesuai dengan lokasi kerusakan,
dengan mengusahakan rongga retina
dalam posisi menggantung, salah satu
atau kedua mata ditutup.
- Tenangkan pada klien untuk - Gerakan tiba-tiba dan trauma dapat
meminimalkan pergerakan, menghindari memicu kerusakan berlanjut. Alih
pergerakan tiba-tiba serta melindungi baring diusahakan seminimal mungkin
mata dari cedera (terbentur benda) dan posisi anjuran diusahakan sebagai
posisi dominan
- Anjurkan klien untuk segera melaporkan - Perluasan kehilangan lapang pandang
pada petugas bila terjadi gangguan secara masif mungkin terjadi akibat
lapang pandang yang meluas dengan perluasan pelepasan retina.
tiba-tiba.

3. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian


operasi
Data Subjektif :
Menyatakan takut/khawatir dengan penyakitnya
Data objektif
Murung, menyendiri, ekspresi wajah tegang

Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan
Kriteria hasil:
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji tingkat ansietas : - Untuk mengetahui sampai sejauh mana
ringan,sedang,berat,panic tingkat kecemasan klien sehingga
memu-dahkan penanganan/pemberian
askep se-lanjutnya.
- Jelaskan gambaran kejadian pre dan - Meringankan pemahaman tentang
pasca operasi, manfaat operasi dan gambaran operasi untuk menurunkan
sikap yang harus dilakukan klien selama ansietas
masa operasi
- Jawab pertanyaan khusus tentang - Meningkatkan kepercayaan dan
pembedahan, berikan waktu untuk kerisjasama. Berbagi perasaan
mengekspresikan perasaan, membantu menurunkan ketegangan.
informasikan bahwa perbaikan Informasi tentang perbaikan
penglihatan tidak terjadi secara penglihatan bertahap diperlukan untuk
langsung, tetapi bertahap sesuai antisipasi depresi atau kekecewaan
penurunan bengkak pada mata dan setelah fase operasi dan memberikan
perbaikan kornea. Perbaikan harapan akan hasil operasi
penglihatan memerlukan waktu enam
bulan atau lebih.
4. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan
vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina
Data subjektif :
Menyatakan nyeri, rasa tidak nyaman pada mata
Data objektif :
Perilaku tubuh tidak terkontrol

Tujuan :
Tidak terjadi cedera pasca operasi
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
Rencana Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL
- Diskusikan tentang rasa sakit, - Meningkatkan kerjasama dan
pembatasan aktifitas dan pembalutan pembatasan yang diperlukan
mata
- Tempatkan klien pada tempat tidur - Istirahat di tempat tidur dilakukan
yang lebih rendah dan anjurkan untuk selama 3-7 hari pasca operasi,
membatasi pergerakan mendadak/tiba- bergantung pada kondisi dan jenis
tiba serta menggerakkan kepala operasi yang dijalani, aktivitas ditempat
berlebihan tidur dapat dimulai lebih dini dengan
tetap memperhatikan posisi retina
- Bantu aktivitas selama fase istirahat, - Mencegah atau menurunkan resiko
ambulasi dilakukan dengan hati-hati komplikasi cedera. Klien dianjurkan
untuk istirahat di tempat tidur selama
3-7 hari. Pascaoperasi, apabila operasi
dengan dengan penyuntikan gas (SF6,
C3F8, maupun udara steril), pada
operasi penyuntikan gas, klien
ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan lokasi ablasi berada
diatas, sehingga gas kan menekan
daerah ablasi dan tidak boleh tidur
terlentang. Biasanya gas akan diserap
dan diganti dengan cairan aqueus
- Ajarkan klien untuk menghindari dalam waktu 3 hari sampai 2 bulan.
tindakan yang dapat menyebabkan - Tindakan yang dapat meningkatkan TIO
cedera dan menimbulkan kerusakan struktur
mata pascaoperasi :
- Mengejan (valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Amati kondisi mata : luka menonjol, - Batuk
bilik mata depan menonjol, nyeri - Berbagai kondisi seperti luka menonjol,
mendadak, nyeri yang tidak berkurang bilik mata depan menonjol, nyeri
dengan pengobatan, mual dan muntah. mendadak, hiperemia, serta hipopion
Dilakukan setiap 6 jam pada awal mungkin menunjukkan cedera mata
operasi seperlunya. pascaoperasi. Apabila pandangan
melihat benda mengapung (floater)
atau pandangan terasa gelap mungkin
menunjukkan ablasio retina atau tidak
terjadi perlengketan retina.

5. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi


Data subjektif :
Menyatakn nyeri
Data objektif :
Meringis, wajah tegang
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri
b. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi Keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
- Kaji derajat nyeri setiap hari - Normalnya nyeri terjadi dalam waktu
kurang dari lima hari setelah operasi
dan berangsur menghilang. Nyeri dapat
meningkat karena peningkatan TIO 2-3
hari pasca operasu. Nyeri mendadak
menunjukan peningkatan TIO masif
- Anjurkan untuk melaporkan - Meningkatkan kolaborasi, memberikan
perkembangan nyeri setiap hari atau rasa aman untuk peningkatan
segera saat terjadi peningkatan nyeri dukungan psikologis
mendadak
- Anjurkan pada klien untuk tidak - Berberapa kegiatan klien dapat
melakukan gerakkan tiba-tiba yang meningkatkan nyeri, seperti gerakan
dapat memprovokasi nyeri tiba-tiba, membungkuk, mengucek
mata, batuk dan mengejan
- Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi - Menurunkan ketegangan dan
mengurangi nyeri
- Lakukan tindakan kolaboratif dalam - Mengurangi nyeri dengan
pemberian analgesik topikal/sistemik meningkatkan ambang nyeri

6. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,


pembatasan aktifitas pascaoperasi
Data subjektif :
Menyatakan penurunan kemampuan penglihatan
Data objektif :
Klien banyak istirahat di tempat tidur
Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri
b. Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahan
Intervensi keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
- Terangkan pentingnya perawatan diri - Klien dianjurkan untuk istirahat
dan pembatasan aktivitas selama fase ditempat tidur pada 2-3 jam pertama
pascaoperasi pascaoperasi atau 12 jam, jika ada
komplikasi. Selama fase ini, bantuan
total diperlukan bagi klien
- Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan - Memenuhi kebutuhan perawatan diri
perawatan diri
- Secara bertahap, libatkan klien dalam - Pelibatan klien dalam aktivitas
memenuhi kebutuhan diri perawatan dirinya dilakukan bertahap,
dengan berpedoman pada prinsip
bahwa aktivitas tidak memicu
peningkatan TIO dan menyebabkan
cedera mata. Kontrol klinis dilakukan
dengan menggunakan indikator nyeri
mata pada saat melakukan aktivitas.

7. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan


dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung
Data subjektif :
a. Menyatakan tidak tahu bagaimana mencegah kambuhnya penyakit
b. Menyatakan tidak tahu perawatan setelah di rumah
Tujuan :
Perawatan rumah berjalan efektif
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi kegiatan perawatan rumah (lanjutan) yang
diperlukan
b. Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan
perawatan.
Rencana Keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang - Sebagai modalitas dalam pemberian
perawatan pascahospitalisasi pendidikan kesehatan tentang
perawatan pulang
- Terangkan aktivitas yang diperbolehkan - Aktivitas yang diperbolehkan :
dan dihindari (minimal untuk satu - Menonton televisi, membaca tetapi
minggu) untuk mencegah komplikasi jangan terlalu lama
pascaoperasi. - Mengerjakan aktivitas biasa (ringan
dan sedang)
- Mandi waslap, selanjutnya dengan
bak mandi atau pancuran (dengan
bantuan)
- Tidak boleh membungkuk pada
wastafel atau bak mandi,
condongkan kepala sedikit
kebelakang saat mencuci rambut
- Tidur dengan perisai pelindung
mata logam pada malam hari,
mengenakan kaca mata pada siang
hari
- Aktivitas dengan duduk
- Mengenakan kaca mata hitam
untuk kenyamanan
- Berlutut atau jongkok saat
mengambil sesuatu di lantai
Hindari (minimal 1 minggu)
- Tidur pada sisi yang sakit
- Menggosok mata, menekan
kelopak mata
- Mengejan saat defekasi
- Memakai sabun mendekati mata
- Mengangkat benda lebih dari 7 kg
- Melakukan hubungan seks
- Mengendarai kendaraan
- Batuk, bersin, muntah
- Menundukkan kepala sampai
bawah pinggang
- Terangkan berbagai kondisi yang perlu - Kondisi yang harus segera dilaporkan :
dikonsultasikan - Nyeri pada dan di sekitar mata,
sakit kepala menetap
- Setiap nyeri yang tidak berkurang
dengan obat pengurang nyeri
- Nyeri disertai mata merah, bengkak
atau keluar cairan ; inflamasi dan
cairan dari mata.
- Nyeri dahi mendadak
- Perubahan ketajaman penglihatan,
kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang penglihatan, kilatan
cahaya, percikan atau bintik di
depan mata, halo disekitar sumber
cahaya
- Terangkan cara penggunaan obat- - Pemahaman Klien mungkin
obatan mendapatkan obat tetes atau salep
(topikal)
- Meningkatkan rasa percaya, rasa
- Berikan kesempatan bertanya aman, dan mengeksplorasi
pemahaman serta hal-hal yang
mungkin belum dipahami klien
- Respons verbal yang menyakinkan
- Tanyakan kesiapan klien untuk kesiapan klien dalam perawatan
perawatan pascahospitalisasi pascahospitalisasi
- Kesiapan keluarga meliputi orang yang
- Identifikasi kesiapan keluarga dalam bertanggung jawab dalam perawatan,
perawatan diri klien pascahospitalisasi pembagian peran dan tugas serta
penghubung klien dan institusi
pelayanan kesehatan.
D. Evidence Based-practice terkait ablasi retina
Berdasarkan hasil penelitian Gilbert WS Simanjuntak mengenai Bedah
Pseudophakic Retinal Detachment pada pasien ablasi retina di Cikini Rumah Sakit-
Sekolah Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta terdapat 19 pasien yang
memenuhi syarat untuk evaluasi, dari hasil penelusuran rekam medik RS Cikini.
demografi pasien Sebagian besar (73,4%) pasien adalah pria, dengan riwayat
operasi sebelumnya bervariasi antara hanya katarak saja, dan operasi kombinasi
katarak dengan trabekulektomi. Ada dua pasien yang mengalami ablasio, 4 minggu
setelah Nd-Yag capsulotomy terdapat7 pasien (36,8%) yang mengalami robekan
kapsul posterior saat operasi katarak sebelumnya. Pemilihan jenis operasi antara
hanya tekukan sklera (SB) atau vitrektomi lebih didasarkan pertimbangan klinis saat
pemeriksaan operasi dan saat di meja operasi. Jenis tamponade yang digunakan
Jenis tamponade yang digunakan untuk vitrektomi adalah sebagian besar gas
dibandingkan minyak silikon, Pada akhir penelitian, ada 2 pasien yang mengalami
lepas ulang, dan 3 pasien menjadi phthisis. Pasien yang mengalami lepas ulang, ada
yang terjadi 2 tahun kemudian setelah operasi pertama, sedangkan pasien yang
satu lagi tidak pernah kontrol setelah 2 minggu (loss to follow-up). Pasien ini
dengan operasi katarak ekstraksi manual yang traumatik, dengan lensa tanam di
bilik mata depan, disertai robekan retina luas (giant retinal tear, 330°). Ada 5 pasien
(26,3%) yang retinanya tidak menempel dengan baik setelah operasi pertama, dan
selanjutnya menjalani operasi kedua. Penyebabnya adalah: proliferasi vitreo-retina,
robekan yang menganga (open break) dan lubang makula (macular hole). Prosedur
kedua untuk pasien yang gagal adalah adalah pengisian gas ulang, endolaser
tambahan, dan internal limiting membrane peeling pada kasus yang sesuai.
Terdapat 3 pasien yang mendapat prosedur tambahan ketiga berupa pertukaran
gas cairan (in office fluid gas exchange for pneumatic retinopexy) dan pemberian
laser tambahan, dengan hasil akhir retina melekat. Secara keseluruhan
keberhasilan anatomis adalah 73,7%. Hasil perbaikan tajam penglihatan terlihat
ada perbedaan bermakna dibandingkan dengan tajam penglihatan awal/sebelum
operasi (p= 0,006,CI95% –0,340 – –0,064, Paired t-test). Terdapat 11 orang
penderita dengan lama ablasio kurang 2 minggu atau kurang, dan 8 orang dengan
lama ablasio lebih dari 2 minggu. Lama ablasio (2 minggu atau kurang versus lebih
dari 2 minggu) tidak berhubungan dengan hasil akhir tajam penglihatan terbaik (p=
0,552,Independent t-test). Hasil uji regresi logistik (multivariat) antara tajam
penglihatan setelah operasi (membaik versus stabil atau memburuk), dengan
variabel independen yang memenuhi syarat secara statistik (interval antara operasi
katarak dengan timbulnya ablasio, tajam penglihatan awal, dan prosedur yang
dilakukan antara vitrektomi dengan tekukan sklera [SB]) memberi hasil yang tidak
bermakna secara statistik. Demikian juga antara hasil anatomis (retina melekat
versus lepas ulang dan phthisis) dengan variabel independen yang memenuhi
syarat secara statistik (jenis kelamin, usia, interval antara operasi katarak dengan
timbulnya ablasio, tajam penglihatan awal, dan prosedur yang dilakukan antara
vitrektomi dengan tekukan sklera [SB]) tidak memberi hasil yang bermakna secara
statistik
DAFTAR PUSTAKA

Bruce James dkk. (2005 ). Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga.

Brunner &Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Iatiqomah, Indriana N. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC

Journal.Gilbert WS Simanjuntak, 2009.Surgical Result of Pseudophakic Retinal


Detachment in Cikini Hospital-School of Medicine Christian University of Indonesia
Jakarta. Dipublikasikan

Joyce M.Blck & Jane Hokanson Hawks. ( 2014 ). Keperawatan medical bedah. Edisi 8
buku 3. Singapure : Elsevier

Tamsuri Anas (2011), “Klien Gangguan Mata & Penglihatan”, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai