A. ABLASI RETINA
1. Definisi Ablasi Retina
Ablasio Retina merupakan lepasnya retina dari koroid, suatu membrane
yang mengandung banyak pembuluh darah yag terletak diantara retina dan
sclera ( Joyce M. Black, 2014).
Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina
Sel darah merah dan sel-sel retina lepas bayangan titik-titik hitam
Hilangnya penglihatan
Perlu operasi
Nyeri
Gejala:
Ablasio dapat didahului oleh gejala ablasio vitreous posterior, termasuk floater
dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien menyadari
perkembangan progresif defek lapang pandang, yang sering dideskripsikan
sebagai bayangan atau tirai. Progresi dapat cepat bila terdapat ablasio superior.
Jika makula terlepas maka terjadi penurunan tajam penglihatan bermakna.
Tanda:
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai
membran abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran varkular
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasio
retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang
terdiri dari darah (perdarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina
(operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas. (Bruce james 2005).
Pasien biasanya melaporkan riwayat melihat benda mengapung atau pendaran
cahaya atau keduanya. Floater dapat dipersepsi sebagai titik-titik hitam kecil
atau rumah laba-laba. Fartikel floater ini tersusun atas sel-sel retina dan darah
yang terlepas ketika terjadi robekan dan memberi bayangan pada retina ketika
mereka bergerak. Pada tahap berikut pasien akan melihat bayangan
berkembang atau tirai bergerak di lapang pandang, mengakibatkan pandangan
kabur dan kehilangan lapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari
epitel berpigmen. Penurunan tajam pandang sentral atau hilangnya pandangan
sentral menunjukkan bahwa ada keterlibatan makula.
Pasien yang dicurigai mengalami ablasio retina harus dirujuk ke spesialis retina
segera untuk penanganan kedaruratannya. Pupil perlu dilatasi, dan fundus
diperiksa dengan oftalmoskop indirek dan lensa pembesar. Metoda pemeriksaan
ini memungkinkan lapang pandangan yang lebih luas sehingga seluruh retina
dapat diperiksa dan setiap robekan teridentifikasi.( Brunner & Suddart, 2002)
Tanda dan gejala (Tamsuri Anas, 2011 : 88)
a. Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapang
pandang)
b. Gangguan lapang pendang
c. Pandangan seperti tertutup tirai
d. Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
e. Visus menurun
f. Gangguan lapang pendang
g. Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa
robekan retina.
7. Klasifikasi
Tujuan :
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang
penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual
Kriteria hasil:
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternatif untuk
meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan
Rencana Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji ketajaman penglihatan klien - Mengidentifikasi kemampuan visual
klien.
- Identifikasi alternatif untuk optimalisasi - Memberikan keakuratan dan
sumber rangsangan perawatannya
- Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi - Meningkatkan kemampuan persepsi
penglihatan sensori
- Orientasikan klien terhadap ruang
rawat
- Letakkan alat ynag sering digunakan
didekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat
- Berikan pencahayaan cukup
- Letakkan alat ditempat yang tetap
- Hindari cahaya menyilaukan - Meningkatkan kemampuan respons
- Anjurkan penggunaan alternatif rangsang terhadap stimulus lingkungan
lingkungan yang dapat diterima :
aiditorik, taktil
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji lapang pandang klien pada mata - Mengidentifikasi perkembangan
yang sakit dan sehat setiap hari kerusakan (pelepasan retina).
Gangguan lapang pandang
menunjukkan kerusakan pada sisi area
berlawanan
- Instruksikan klien untuk melakukan tirah - Tirah baring preoperasi dilakukan
baring total dengan posisi khusus sesuai dalam posisi terlentang atau miring,
penyakit sesuai dengan lokasi kerusakan,
dengan mengusahakan rongga retina
dalam posisi menggantung, salah satu
atau kedua mata ditutup.
- Tenangkan pada klien untuk - Gerakan tiba-tiba dan trauma dapat
meminimalkan pergerakan, menghindari memicu kerusakan berlanjut. Alih
pergerakan tiba-tiba serta melindungi baring diusahakan seminimal mungkin
mata dari cedera (terbentur benda) dan posisi anjuran diusahakan sebagai
posisi dominan
- Anjurkan klien untuk segera melaporkan - Perluasan kehilangan lapang pandang
pada petugas bila terjadi gangguan secara masif mungkin terjadi akibat
lapang pandang yang meluas dengan perluasan pelepasan retina.
tiba-tiba.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan
Kriteria hasil:
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji tingkat ansietas : - Untuk mengetahui sampai sejauh mana
ringan,sedang,berat,panic tingkat kecemasan klien sehingga
memu-dahkan penanganan/pemberian
askep se-lanjutnya.
- Jelaskan gambaran kejadian pre dan - Meringankan pemahaman tentang
pasca operasi, manfaat operasi dan gambaran operasi untuk menurunkan
sikap yang harus dilakukan klien selama ansietas
masa operasi
- Jawab pertanyaan khusus tentang - Meningkatkan kepercayaan dan
pembedahan, berikan waktu untuk kerisjasama. Berbagi perasaan
mengekspresikan perasaan, membantu menurunkan ketegangan.
informasikan bahwa perbaikan Informasi tentang perbaikan
penglihatan tidak terjadi secara penglihatan bertahap diperlukan untuk
langsung, tetapi bertahap sesuai antisipasi depresi atau kekecewaan
penurunan bengkak pada mata dan setelah fase operasi dan memberikan
perbaikan kornea. Perbaikan harapan akan hasil operasi
penglihatan memerlukan waktu enam
bulan atau lebih.
4. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan
vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina
Data subjektif :
Menyatakan nyeri, rasa tidak nyaman pada mata
Data objektif :
Perilaku tubuh tidak terkontrol
Tujuan :
Tidak terjadi cedera pasca operasi
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
Rencana Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
- Diskusikan tentang rasa sakit, - Meningkatkan kerjasama dan
pembatasan aktifitas dan pembalutan pembatasan yang diperlukan
mata
- Tempatkan klien pada tempat tidur - Istirahat di tempat tidur dilakukan
yang lebih rendah dan anjurkan untuk selama 3-7 hari pasca operasi,
membatasi pergerakan mendadak/tiba- bergantung pada kondisi dan jenis
tiba serta menggerakkan kepala operasi yang dijalani, aktivitas ditempat
berlebihan tidur dapat dimulai lebih dini dengan
tetap memperhatikan posisi retina
- Bantu aktivitas selama fase istirahat, - Mencegah atau menurunkan resiko
ambulasi dilakukan dengan hati-hati komplikasi cedera. Klien dianjurkan
untuk istirahat di tempat tidur selama
3-7 hari. Pascaoperasi, apabila operasi
dengan dengan penyuntikan gas (SF6,
C3F8, maupun udara steril), pada
operasi penyuntikan gas, klien
ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan lokasi ablasi berada
diatas, sehingga gas kan menekan
daerah ablasi dan tidak boleh tidur
terlentang. Biasanya gas akan diserap
dan diganti dengan cairan aqueus
- Ajarkan klien untuk menghindari dalam waktu 3 hari sampai 2 bulan.
tindakan yang dapat menyebabkan - Tindakan yang dapat meningkatkan TIO
cedera dan menimbulkan kerusakan struktur
mata pascaoperasi :
- Mengejan (valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Amati kondisi mata : luka menonjol, - Batuk
bilik mata depan menonjol, nyeri - Berbagai kondisi seperti luka menonjol,
mendadak, nyeri yang tidak berkurang bilik mata depan menonjol, nyeri
dengan pengobatan, mual dan muntah. mendadak, hiperemia, serta hipopion
Dilakukan setiap 6 jam pada awal mungkin menunjukkan cedera mata
operasi seperlunya. pascaoperasi. Apabila pandangan
melihat benda mengapung (floater)
atau pandangan terasa gelap mungkin
menunjukkan ablasio retina atau tidak
terjadi perlengketan retina.
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji derajat nyeri setiap hari - Normalnya nyeri terjadi dalam waktu
kurang dari lima hari setelah operasi
dan berangsur menghilang. Nyeri dapat
meningkat karena peningkatan TIO 2-3
hari pasca operasu. Nyeri mendadak
menunjukan peningkatan TIO masif
- Anjurkan untuk melaporkan - Meningkatkan kolaborasi, memberikan
perkembangan nyeri setiap hari atau rasa aman untuk peningkatan
segera saat terjadi peningkatan nyeri dukungan psikologis
mendadak
- Anjurkan pada klien untuk tidak - Berberapa kegiatan klien dapat
melakukan gerakkan tiba-tiba yang meningkatkan nyeri, seperti gerakan
dapat memprovokasi nyeri tiba-tiba, membungkuk, mengucek
mata, batuk dan mengejan
- Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi - Menurunkan ketegangan dan
mengurangi nyeri
- Lakukan tindakan kolaboratif dalam - Mengurangi nyeri dengan
pemberian analgesik topikal/sistemik meningkatkan ambang nyeri
INTERVENSI RASIONAL
- Terangkan pentingnya perawatan diri - Klien dianjurkan untuk istirahat
dan pembatasan aktivitas selama fase ditempat tidur pada 2-3 jam pertama
pascaoperasi pascaoperasi atau 12 jam, jika ada
komplikasi. Selama fase ini, bantuan
total diperlukan bagi klien
- Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan - Memenuhi kebutuhan perawatan diri
perawatan diri
- Secara bertahap, libatkan klien dalam - Pelibatan klien dalam aktivitas
memenuhi kebutuhan diri perawatan dirinya dilakukan bertahap,
dengan berpedoman pada prinsip
bahwa aktivitas tidak memicu
peningkatan TIO dan menyebabkan
cedera mata. Kontrol klinis dilakukan
dengan menggunakan indikator nyeri
mata pada saat melakukan aktivitas.
INTERVENSI RASIONAL
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang - Sebagai modalitas dalam pemberian
perawatan pascahospitalisasi pendidikan kesehatan tentang
perawatan pulang
- Terangkan aktivitas yang diperbolehkan - Aktivitas yang diperbolehkan :
dan dihindari (minimal untuk satu - Menonton televisi, membaca tetapi
minggu) untuk mencegah komplikasi jangan terlalu lama
pascaoperasi. - Mengerjakan aktivitas biasa (ringan
dan sedang)
- Mandi waslap, selanjutnya dengan
bak mandi atau pancuran (dengan
bantuan)
- Tidak boleh membungkuk pada
wastafel atau bak mandi,
condongkan kepala sedikit
kebelakang saat mencuci rambut
- Tidur dengan perisai pelindung
mata logam pada malam hari,
mengenakan kaca mata pada siang
hari
- Aktivitas dengan duduk
- Mengenakan kaca mata hitam
untuk kenyamanan
- Berlutut atau jongkok saat
mengambil sesuatu di lantai
Hindari (minimal 1 minggu)
- Tidur pada sisi yang sakit
- Menggosok mata, menekan
kelopak mata
- Mengejan saat defekasi
- Memakai sabun mendekati mata
- Mengangkat benda lebih dari 7 kg
- Melakukan hubungan seks
- Mengendarai kendaraan
- Batuk, bersin, muntah
- Menundukkan kepala sampai
bawah pinggang
- Terangkan berbagai kondisi yang perlu - Kondisi yang harus segera dilaporkan :
dikonsultasikan - Nyeri pada dan di sekitar mata,
sakit kepala menetap
- Setiap nyeri yang tidak berkurang
dengan obat pengurang nyeri
- Nyeri disertai mata merah, bengkak
atau keluar cairan ; inflamasi dan
cairan dari mata.
- Nyeri dahi mendadak
- Perubahan ketajaman penglihatan,
kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang penglihatan, kilatan
cahaya, percikan atau bintik di
depan mata, halo disekitar sumber
cahaya
- Terangkan cara penggunaan obat- - Pemahaman Klien mungkin
obatan mendapatkan obat tetes atau salep
(topikal)
- Meningkatkan rasa percaya, rasa
- Berikan kesempatan bertanya aman, dan mengeksplorasi
pemahaman serta hal-hal yang
mungkin belum dipahami klien
- Respons verbal yang menyakinkan
- Tanyakan kesiapan klien untuk kesiapan klien dalam perawatan
perawatan pascahospitalisasi pascahospitalisasi
- Kesiapan keluarga meliputi orang yang
- Identifikasi kesiapan keluarga dalam bertanggung jawab dalam perawatan,
perawatan diri klien pascahospitalisasi pembagian peran dan tugas serta
penghubung klien dan institusi
pelayanan kesehatan.
D. Evidence Based-practice terkait ablasi retina
Berdasarkan hasil penelitian Gilbert WS Simanjuntak mengenai Bedah
Pseudophakic Retinal Detachment pada pasien ablasi retina di Cikini Rumah Sakit-
Sekolah Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta terdapat 19 pasien yang
memenuhi syarat untuk evaluasi, dari hasil penelusuran rekam medik RS Cikini.
demografi pasien Sebagian besar (73,4%) pasien adalah pria, dengan riwayat
operasi sebelumnya bervariasi antara hanya katarak saja, dan operasi kombinasi
katarak dengan trabekulektomi. Ada dua pasien yang mengalami ablasio, 4 minggu
setelah Nd-Yag capsulotomy terdapat7 pasien (36,8%) yang mengalami robekan
kapsul posterior saat operasi katarak sebelumnya. Pemilihan jenis operasi antara
hanya tekukan sklera (SB) atau vitrektomi lebih didasarkan pertimbangan klinis saat
pemeriksaan operasi dan saat di meja operasi. Jenis tamponade yang digunakan
Jenis tamponade yang digunakan untuk vitrektomi adalah sebagian besar gas
dibandingkan minyak silikon, Pada akhir penelitian, ada 2 pasien yang mengalami
lepas ulang, dan 3 pasien menjadi phthisis. Pasien yang mengalami lepas ulang, ada
yang terjadi 2 tahun kemudian setelah operasi pertama, sedangkan pasien yang
satu lagi tidak pernah kontrol setelah 2 minggu (loss to follow-up). Pasien ini
dengan operasi katarak ekstraksi manual yang traumatik, dengan lensa tanam di
bilik mata depan, disertai robekan retina luas (giant retinal tear, 330°). Ada 5 pasien
(26,3%) yang retinanya tidak menempel dengan baik setelah operasi pertama, dan
selanjutnya menjalani operasi kedua. Penyebabnya adalah: proliferasi vitreo-retina,
robekan yang menganga (open break) dan lubang makula (macular hole). Prosedur
kedua untuk pasien yang gagal adalah adalah pengisian gas ulang, endolaser
tambahan, dan internal limiting membrane peeling pada kasus yang sesuai.
Terdapat 3 pasien yang mendapat prosedur tambahan ketiga berupa pertukaran
gas cairan (in office fluid gas exchange for pneumatic retinopexy) dan pemberian
laser tambahan, dengan hasil akhir retina melekat. Secara keseluruhan
keberhasilan anatomis adalah 73,7%. Hasil perbaikan tajam penglihatan terlihat
ada perbedaan bermakna dibandingkan dengan tajam penglihatan awal/sebelum
operasi (p= 0,006,CI95% –0,340 – –0,064, Paired t-test). Terdapat 11 orang
penderita dengan lama ablasio kurang 2 minggu atau kurang, dan 8 orang dengan
lama ablasio lebih dari 2 minggu. Lama ablasio (2 minggu atau kurang versus lebih
dari 2 minggu) tidak berhubungan dengan hasil akhir tajam penglihatan terbaik (p=
0,552,Independent t-test). Hasil uji regresi logistik (multivariat) antara tajam
penglihatan setelah operasi (membaik versus stabil atau memburuk), dengan
variabel independen yang memenuhi syarat secara statistik (interval antara operasi
katarak dengan timbulnya ablasio, tajam penglihatan awal, dan prosedur yang
dilakukan antara vitrektomi dengan tekukan sklera [SB]) memberi hasil yang tidak
bermakna secara statistik. Demikian juga antara hasil anatomis (retina melekat
versus lepas ulang dan phthisis) dengan variabel independen yang memenuhi
syarat secara statistik (jenis kelamin, usia, interval antara operasi katarak dengan
timbulnya ablasio, tajam penglihatan awal, dan prosedur yang dilakukan antara
vitrektomi dengan tekukan sklera [SB]) tidak memberi hasil yang bermakna secara
statistik
DAFTAR PUSTAKA
Iatiqomah, Indriana N. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC
Joyce M.Blck & Jane Hokanson Hawks. ( 2014 ). Keperawatan medical bedah. Edisi 8
buku 3. Singapure : Elsevier
Tamsuri Anas (2011), “Klien Gangguan Mata & Penglihatan”, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.