RETINOPATI DIABETIK
I.
Pendahuluan
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan
disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler,
neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur
okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir
100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi
retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan
untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien
retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh
Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy
Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati diabetik.(1,2)
II.
Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi masalah terbesar
di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis pada dekade terakhir ini dan
diperkirakan akan meningkat duakali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi
diabetes, mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti
retinopati,
nefropati,
dan
neuropati,
yang
mempunyai
dampak
besar
terhadap
sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati
diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 4050% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%
dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes
tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)
III.
Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan
patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan
jumlah perisit.(4)
IV.
Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.
sepanjang
retinohipotalamikus.(,6,7)
kehidupan
melalui
suatu
struktur
yang
disebut
traktus
3.
4.
Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5.
Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis fotoreseptor
dengan sel bipolar dan horizontal.
6.
Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7.
Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin
dengan sel ganglion.
8.
Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9.
Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di
dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah temporal dan
sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri.(Dikutip dari
kepustakaan 7)
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang merupakan cabang
dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar membrana Bruch.Arteri retina
sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans
interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan
plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid.Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada
permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa
anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga
nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, membentuk sawar
darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan
sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami
ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-kelainan yang terjadi
pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada retina.Untuk
melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan,
Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30
2.
retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan kejadian
hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik, meliputi
kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal
5.
Penglihatan normal.
Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
Praproliferatif
Proliferatif
Tahap
Lanjut
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara
lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.Kesehatan dan
aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
disebut fovea.Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut.Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk
barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan
kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut,
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh
darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5)
kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang
mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol,
glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.(1,2)
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi
dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf
optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
(1,2)
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama
hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi
membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.(1,2)
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas,
sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.(1,2)
Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik(1)
Mekanisme
Cara Kerja
Terapi
Aldose reduktase
Meningkatkan
produksi
Inflamasi
Protein Kinase C
edema macula.
Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
Mekanisme
Nitrit Oxide
Synthase
Menghambat
meningkatkan VEGF.
Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen
Apoptosis sel perisit
metabolisme sel.
Penurunan aliran
meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF
Meningkat
menimbulkan
PEDF
GH dan IGF-I
pada
darah
ke
hipoksia
kebocoran
retina, Fotokoagulasi
edema panretinal
makula, neovaskular.
Menghambat neovaskularisasi, menurun Induksi produksi
pada hiperglikemia.
Merangsang neovaskularisasi.
PEDF
Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol; ROS= reactive
oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth
factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.1
abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan
dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya
ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa
lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai
terlepas sehingga terjadi ablasio retina.(3,10,11)
VIII.
Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada
stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien akan
menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,11
-
Kesulitan membaca
Penglihatan ganda
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan
berkelok-kelok seperti sausage-like.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan ireguler. Mulamula
terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
PDR
Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+)
Oedem retina(+)
Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+)
Neovaskularisasi (-)
Perdarahan Vitreous (-)
Pelepasan retina secara traksi (-)
IX.
Diagnosis
X.
Gambar 18 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography daripada
funduskopi.
Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
DM/kehamila
kali
n
0-30 tahun
>31 tahun
Hamil
Setiap tahun
Setiap tahun
Setiap 3 bulan atau sesuai
3.
Fotokoagulasi1,2,10,11
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus
yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan
mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina
atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina
yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan
dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian
sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus
melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin
yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05
mL.1,2,8,10
5.
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus
dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10)
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan
dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan
perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9
XI.
Komplikasi1,12,10,11
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi pada
iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
2.
Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
3.
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
Perdarahan vitreus rekuren
Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentukbentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
XII.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
hipertensive retinopathy.1,2
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi
retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh
Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit
ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan
fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape
dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan
bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.(13)
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology(9,,13)
Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Gambar 20 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi memperlihatkan
white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat (FIPTs), B. Angiogram
mempelihatkan area non-perfusi. (Dikutip dari kepustakaan9 )
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung
dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(13)
Retinopati
Mild
Moderate
Deskripsi
Asosiasi sistemik
mortalitas kardiovaskuler
flame-shape), microaneurysme,
mortalitas kardiovaskuler
Gambar
2.Mild
dengan kebutaan
Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat
AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan
13)
Gambar 3.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan
13)
Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip
dari kepustakaan 13)
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan
Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda
dengan
retinopati
hipertensif
diantaranya
pada
retinopati
hipertensif
tidak
ada
Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1
1.
DAFTAR PUSTAKA
Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,
editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
2.
p.1857, 1889-1893.
Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In:
3.
4.
5.
6.
Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5, 66-70, 129-132, ,
7.
8.
301, 314-18.
Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic Retinopathy.
9.
Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited on[ August 27, 2011]
available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO Library Publication
Diabetes adalah kondisi dimana tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk merubah gula
menjadi energi, menyebabkan penumpukan gula dalam darah. Ini mengakibatkan sejumlah
masalah, termasuk Diabetes Retinopati yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan
pada orang dewasa di Singapura.
DiabetiesRetinopati
Pandangan kabur
Mikroaneurisma
Edema makula
Perdarahan retina
Neovaskularisasi
1)
Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi
karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik
diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati. 3, 5, 6
2)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga
viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang
saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan
aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut
pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan
efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel. 8
4)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa
pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi
pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf
di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang
cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan
kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina,
yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai
akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt
Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan. 2-4, 9
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan
jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik
karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di
koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.3
2)
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi
vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi
parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus
sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka
tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas
ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya
dinding vaskular yang lemah. 3, 4
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami
penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke
retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis
akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya
kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina
berwarna pucat. 3, 4
3)
Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan
neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular. 3, 9
Daftar Pustaka
1.
Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra Utara: Medan.
2.
Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam
http://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data
terakhir tanggal 6 Oktober 2009.
3.
Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV
Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
4.
Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
5.
Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy.
Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing: Australia.
6.
Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K,
Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in Diabetic
Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26 Oktober 2010.
Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.
7.
Roy MS. 2000. Diabetic Retinopathy in African Americans with Type 1 Diabetes dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10636422 (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010.
Pemutakhiran data terakhir Januari 2000.
8.
Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. 2003. Diabetic Retinopathy and Diabetic Macular
Edema, Pathophysiology, Screening, and Novel Therapies dalam
http://care.diabetesjournals.org/content (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran
data terakhir tanggal 11 Mei 2003.
9.
James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
10. Pollreisz A & Erfurth US. 2009. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and
Treatment dalam http://downloads.hindawi.com/journals (online). Diakses tanggal 26 Oktober
2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Desember 2009.
Retinopati Diabetika
Retinopati Diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes
Melitus. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang berfungsi
menerjemahkan apa yang dilihat oleh mata ke dalam otak.
Diabetes Melitus sendiri adalah kelainan yang terjadi dimana tingkat gula darah seseorang
menjadi sangat tinggi karena tubuhnya tidak menghasilkan insulin yang cukup. Kekurangan
insulin atau insulin kurang baik kerjanya bisa disebabkan beberapa hal, yaitu; genetis atau faktor
lingkungan dan gaya hidup. Insulin sendiri adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang
berfungsi mengontrol gula darah.
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan
tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang
dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada
gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah
retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar
gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur. Peran dokter mata
sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
o
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan
tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes
melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit
gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia
akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa
tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase
gelap terang. Faktanya 90 persen penderita stroke mata diderita pasien
berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang
pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan
pembedahan.
Retinopati Diabetika
Retinopati Diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes
Melitus. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang berfungsi
menerjemahkan apa yang dilihat oleh mata ke dalam otak.
Diabetes Melitus sendiri adalah kelainan yang terjadi dimana tingkat gula darah seseorang
menjadi sangat tinggi karena tubuhnya tidak menghasilkan insulin yang cukup. Kekurangan
insulin atau insulin kurang baik kerjanya bisa disebabkan beberapa hal, yaitu; genetis atau faktor
lingkungan dan gaya hidup. Insulin sendiri adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang
berfungsi mengontrol gula darah.
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan
tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang
dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada
gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah
retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar
gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur. Peran dokter mata
sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan
tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes
melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit
gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia
akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa
tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase
gelap terang. Faktanya 90 persen penderita stroke mata diderita pasien
berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang
pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan
pembedahan.
Retinopati Diabetika
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan
tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang
dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada
gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah
retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar
gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur. Peran dokter mata
sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
o
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan
tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes
melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit
gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia
akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa
tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase
gelap terang. Faktanya 90 persen penderita stroke mata diderita pasien
berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang
pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan
pembedahan.
http://jec-online.com/retinopati-diabetika/
Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan
hilangnya jaringan retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada
beberapa pasien itu menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada edema
makula.
Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari hipertensi terkait langkah-langkah terapi
yang penting dalam pengelolaan diabetes retinopati.
Cara terbaik untuk menangani retinopati diabetik adalah untuk memonitor waspada.
Pada tahun 2008 ada obat lain (misalnya kinase inhibitor dan anti-VEGF) yang tersedia.
Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan retinopati
diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser), digunakan untuk
mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah untuk menciptakan 1.000 2.000 luka bakar di retina dengan harapan mengurangi permintaan oksigen retina, dan karenanya
kemungkinan iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan
untuk menghancurkan pembuluh darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah
ditunjukkan untuk mengurangi resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko
dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan mata. Dalam
beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata untuk mencegah
ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser sementara dokter memegang
lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser titik tunggal atau laser memindai pola
untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur. Selama prosedur, pasien dapat melihat
kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan sensasi menyengat tidak nyaman bagi
pasien. Setelah perawatan laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam
sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu,
meskipun tidak boleh ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi ini, tetapi
prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi
warna dan penglihatan pada malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru, serta
glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa beberapa perawatan mungkin
diperlukan untuk melindungi penglihatan.
Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan dalam rongga
vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula) disebabkan karena
maculopathy diabetes, dan hasil dalam peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone
bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang memerlukan suntikan berulang
untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi injeksi triamcinolone intravitreal
termasuk katarak, glaukoma diinduksi steroid dan endophthalmitis.
Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut vitrectomy untuk
memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous. Ini
melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya dengan larutan garam.
Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera setelah perdarahan besar lebih
mungkin untuk melindungi visi mereka dari seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes, yang mungkin
berada pada risiko lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering
dilakukan dengan anestesi lokal.
Dokter membuat sayatan kecil di sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke
dalam mata untuk menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien
mungkin dapat pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah
sakit semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus
memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk melindungi mata. Obat
tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi
http://www.news-medical.net/health/Diabetic-Retinopathy-Treatments%28Indonesian%29.aspx
Background
Diabetes mellitus (DM) is a major medical problem throughout the world. Diabetes causes an
array of long-term systemic complications that have considerable impact on the patient as well as
society, as the disease typically affects individuals in their most productive years.[1] An increasing
prevalence of diabetes is occurring throughout the world.[2] In addition, this increase appears to
be greater in developing countries. The etiology of this increase involves changes in diet, with
higher fat intake, sedentary lifestyle changes, and decreased physical activity.[3, 4]
Diabetic retinopathy is the leading cause of new blindness in persons aged 25-74 years in the
United States. Approximately 700,000 persons in the United States have proliferative diabetic
retinopathy, with an annual incidence of 65,000. A recent estimate of the prevalence of diabetic
retinopathy in the United States showed a high prevalence of 28.5% among those with diabetes
aged 40 years and older.[5] (See Epidemiology.)
Patients with diabetes often develop ophthalmic complications, such as corneal abnormalities,
glaucoma, iris neovascularization, cataracts, and neuropathies. The most common and potentially
most blinding of these complications, however, is diabetic retinopathy.[6, 7]
In the initial stages of diabetic retinopathy, patients are generally asymptomatic, but in more
advanced stages of the disease patients may experience symptoms that include floaters,
distortion, and/or and blurred vision. Microaneurysms are the earliest clinical sign of diabetic
retinopathy. (See Clinical Presentation.)
Workup for diabetic retinopathy includes fasting glucose and hemoglobin A1c measurements.
(See Workup.)
Renal disease, as evidenced by proteinuria and elevated BUN/creatinine levels, is an excellent
predictor of retinopathy; both conditions are caused by DM-related microangiopathies, and the
presence and severity of one reflects that of the other. Aggressive treatment of the nephropathy
may slow progression of diabetic retinopathy and neovascular glaucoma. (See Treatment and
Management.)
According to The Diabetes Control and Complications Trial controlling diabetes and maintaining
the HbA1c level in the 6-7% range can substantially reduce the progression of diabetic
retinopathy. (See Treatment and Management.)
One of the most important aspects in the management of diabetic retinopathy is patient
education. Inform patients that they play an integral role in their own eye care. (See Patient
Education.)
For more information, see Type 1 Diabetes Mellitus and Type 2 Diabetes Mellitus.
Pathophysiology
The exact mechanism by which diabetes causes retinopathy remains unclear, but several theories
have been postulated to explain the typical course and history of the disease.[8, 9]
Growth hormone
Growth hormone appears to play a causative role in the development and progression of diabetic
retinopathy. Diabetic retinopathy has been shown to be reversible in women who had postpartum
hemorrhagic necrosis of the pituitary gland (Sheehan syndrome). This led to the controversial
practice of pituitary ablation to treat or prevent diabetic retinopathy in the 1950s. This technique
has since been abandoned because of numerous systemic complications and the discovery of the
effectiveness of laser treatment.
Platelets and blood viscosity
of capillary walls. These microaneurysms are the earliest detectable signs of DM retinopathy.
(See the image below.)
Using nailfold video capillaroscopy, a high prevalence of capillary changes is detected in patients
with diabetes, particularly those with retinal damage. This reflects a generalized microvessel
involvement in both type 1 and type 2 diabetes.[10]
Ruptured microaneurysms result in retinal hemorrhages either superficially (flame-shaped
hemorrhages) or in deeper layers of the retina (blot and dot hemorrhages). (See the image
below.)
Increased permeability of these vessels results in leakage of fluid and proteinaceous material,
which clinically appears as retinal thickening and exudates. If the swelling and exudation involve
the macula, a diminution in central vision may be experienced.
Macular edema
Macular edema is the most common cause of vision loss in patients with nonproliferative
diabetic retinopathy (NPDR). However, it is not exclusively seen in patients with NPDR; it may
also complicate cases of proliferative diabetic retinopathy.
Another theory to explain the development of macular edema focuses on the increased levels of
diacylglycerol from the shunting of excess glucose. This is thought to activate protein kinase C,
which, in turn, affects retinal blood dynamics, especially permeability and flow, leading to fluid
leakage and retinal thickening.
Hypoxia
As the disease progresses, eventual closure of the retinal capillaries occurs, leading to hypoxia.
Infarction of the nerve fiber layer leads to the formation of cotton-wool spots, with associated
stasis in axoplasmic flow.
More extensive retinal hypoxia triggers compensatory mechanisms in the eye to provide enough
oxygen to tissues. Venous caliber abnormalities, such as venous beading, loops, and dilation,
signify increasing hypoxia and almost always are seen bordering the areas of capillary
nonperfusion. Intraretinal microvascular abnormalities represent either new vessel growth or
remodeling of preexisting vessels through endothelial cell proliferation within the retinal tissues
to act as shunts through areas of nonperfusion.
Neovascularization
Further increases in retinal ischemia trigger the production of vasoproliferative factors that
stimulate new vessel formation. The extracellular matrix is broken down first by proteases, and
new vessels arising mainly from the retinal venules penetrate the internal limiting membrane and
form capillary networks between the inner surface of the retina and the posterior hyaloid face.
(See the images below.)
(neovascularization elsewhere)
An area of
neovascularization that leaks fluorescein on angiography.
These new blood vessels initially are associated with a small amount of fibroglial tissue
formation. However, as the density of the neovascular frond increases, so does the degree of
fibrous tissue formation.
In later stages, the vessels may regress, leaving only networks of avascular fibrous tissue
adherent to both the retina and the posterior hyaloid face. As the vitreous contracts, it may exert
tractional forces on the retina via these fibroglial connections. Traction may cause retinal edema,
retinal heterotropia, and both tractional retinal detachments and retinal tear formation with
subsequent detachment.
Etiology
Duration of diabetes
In patients with type I diabetes, no clinically significant retinopathy can be seen in the first 5
years after the initial diagnosis of diabetes is made. After 10-15 years, 25-50% of patients show
some signs of retinopathy. This prevalence increases to 75-95% after 15 years and approaches
100% after 30 years of diabetes. Proliferative diabetic retinopathy (PDR) is rare within the first
decade of type I diabetes diagnosis but increases to 14-17% by 15 years, rising steadily
thereafter.
In patients with type II diabetes, the incidence of diabetic retinopathy increases with the disease
duration. Of patients with type II diabetes, 23% have nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR) after 11-13 years, 41% have NPDR after 14-16 years, and 60% have NPDR after 16
years.
Hypertension and hyperlipidemia
Systemic hypertension, in the setting of diabetic nephropathy, correlates well with the presence
of retinopathy. Independently, hypertension also may complicate diabetes in that it may result in
hypertensive retinal vascular changes superimposed on the preexisting diabetic retinopathy,
further compromising retinal blood flow.
Proper management of hyperlipidemia (elevated serum lipids) may result in less retinal vessel
leakage and hard exudate formation, but the reason behind this is unclear.
Pregnancy
Pregnant women with proliferative diabetic retinopathy do poorly without treatment, but those
who have had prior panretinal photocoagulation remain stable throughout pregnancy. Pregnant
women without diabetic retinopathy run a 10% risk of developing NPDR during their pregnancy;
of those with preexisting NPDR, 4% progress to the proliferative type.
For more information, see Diabetes Mellitus and Pregnancy.
Epidemiology
Of the approximately 16 million Americans with diabetes, 50% are unaware that they have it. Of
those who know they have diabetes, only half receive appropriate eye care. Thus, it is not
surprising that diabetic retinopathy is the leading cause of new blindness in persons aged 25-74
years in the United States.
Approximately 700,000 Americans have proliferative diabetic retinopathy, with an annual
incidence of 65,000. Approximately 500,000 persons have clinically significant macular edema,
with an annual incidence of 75,000.
Diabetes is responsible for approximately 8000 eyes becoming blinded each year, meaning that
diabetes is responsible for 12% of blindness.[12] The rate is even higher among certain ethnic
groups. An increased risk of diabetic retinopathy appears to exist in patients of Native American,
Hispanic, and African American heritage.
With increasing duration of diabetes or with increasing age since its onset, there is a higher risk
of developing diabetic retinopathy and its complications, including diabetic macular edema or
proliferative diabetic retinopathy.
For more information, see Macular Edema.
Prognosis
Prognostic factors that are favorable for visual loss include the following:
Well-defined leakage
Prognostic factors that are unfavorable for visual loss include the following:
Macular ischemia
Hypertension
Approximately 8,000 eyes become blind yearly because of diabetes. The treatment of diabetic
retinopathy entails tremendous costs, but it has been estimated that this represents only one
eighth of the costs of Social Security payments for vision loss. This cost does not compare to the
cost in terms of loss of productivity and quality of life.
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study has found that laser surgery for macular
edema reduces the incidence of moderate visual loss (doubling of visual angle or roughly a 2-line
visual loss) from 30% to 15% over a 3-year period. The Diabetic Retinopathy Study has found
that adequate scatter laser panretinal photocoagulation reduces the risk of severe visual loss (<
5/200) by more than 50%.[13, 14]
Patient Education
One of the most important aspects in the management of diabetic retinopathy is patient
education. Inform patients that they play an integral role in their own eye care.
Excellent glucose control is beneficial in any stage of diabetic retinopathy. It delays the onset and
slows down the progression of the diabetic complications in the eye.
The following symptoms and/or health concerns must be addressed in any patient education
program for those with diabetic retinopathy:
Smoking, although not directly proven to affect the course of the retinopathy,
may further compromise oxygen delivery to the retina. Therefore, all efforts
should be made in the reduction, if not outright cessation, of smoking.
Visual symptoms (eg, vision changes, floaters, distortion, redness, pain) could
be manifestations of disease progression and should be reported
immediately.
Diabetes mellitus, in general, and diabetic retinopathy, in particular, are progressive conditions,
and regular follow-up care with a physician is crucial for detection of any changes that may
benefit from treatment.
For excellent patient education resources, see eMedicineHealth's Diabetes Center. Also, visit
eMedicineHealth's patient education article Diabetic Eye Disease.
Proceed to Clinical Presentation
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview#showall
Glucose Control
The Diabetes Control and Complications Trial has found that intensive glucose control in
patients with insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) has decreased the incidence and
progression of diabetic retinopathy.[18, 20, 21]
Although no similar clinical trials for patients with non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM) exist, it may be logical to assume that the same principles apply. In fact, the ADA has
suggested that all patients with diabetes (NIDDM and IDDM) should strive to maintain
glycosylated hemoglobin levels of less than 7% (reflecting long-term glucose levels) to prevent
or at least minimize the long-term complications of DM, including DM retinopathy.
Aspirin Therapy
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study found that 650 mg of aspirin daily did not
offer any benefit in preventing the progression of diabetes mellitus retinopathy. Additionally,
aspirin was not observed to influence the incidence of vitreous hemorrhage in patients who
required it for cardiovascular disease or other conditions.[13, 22]
Bevacizumab Therapy
Bevacizumab (Avastin) has been used to treat vitreous hemorrhage. In addition, this agent has
been used to treat optic nerve or retinal neovascularization as well as rubeosis.[24, 25]
Laser Photocoagulation
The advent of laser photocoagulation in the 1960s and early 1970s provided a noninvasive
treatment modality that has a relatively low complication rate and a significant degree of success.
This involves directing a high-focused beam of light energy to create a coagulative response in
the target tissue. In nonproliferative diabetic retinopathy, laser treatment is indicated in the
treatment of clinically significant macular edema. The strategy for treating macular edema
depends on the type and extent of vessel leakage.
If the edema is due to leakage of specific microaneurysms, the leaking vessels are treated directly
with focal laser photocoagulation.[26] In cases where the foci of leakage are nonspecific, a grid
pattern of laser burns is applied. Medium intensity burns (100-200 m) are placed 1 burn-size
apart, covering the affected area. Other off-label potential treatments of diabetic macular edema
include intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) and bevacizumab; these medications can
result in a substantial reduction or resolution of macular edema.
Level of Activity
Maintaining a healthful lifestyle with regular exercise is important, especially for individuals
with diabetes. Exercise can assist in maintaining optimal weight and with peripheral glucose
absorption. This can help with improved diabetes control, which, in turn, can help reduce the
complications of diabetes and diabetic retinopathy.
When laser photocoagulation is precluded in the presence of an opaque media, such as in cases
of cataracts and vitreous hemorrhage, cryotherapy may be applied instead.
The principles behind the treatment are basically the samethat is, to ablate retinal tissue for
oxygen demand to be decreased and to induce a chorioretinal adhesion, which could increase
oxygen supply to the retina in the hope of preventing or down-regulating the vasoproliferative
response.
Consultations
The patient, ophthalmologist or retina specialist, and internist or endocrinologist must work
together as a team to optimize the diabetes control and help to reduce the risk of blindness.
Long-Term Monitoring
The frequency of follow-up care is dictated primarily by the baseline stage of the retinopathy and
its rate of progression to proliferative diabetic retinopathy (PDR). Only 5% of patients with mild
nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) would progress to PDR in 1 year without followup care, and thus, monitoring these patients every 6-12 months is appropriate. As many as 27%
of patients with moderate NPDR would progress to PDR in 1 year; therefore, they should be seen
every 4 to 8 months.
More than 50% of patients with severe NPDR (preproliferative stage) would progress to PDR in
a year without follow-up care and 75% would develop high-risk characteristics within 5 years;
thus, follow-up care as frequently as every 2 to 3 months is mandated to ensure prompt
recognition and treatment.
Any stage associated with clinically significant macular edema should be treated promptly with
laser panretinal photocoagulation and observed closely (every 1-2 mo) to monitor the status of
the macula and decrease the chance of severe visual loss.
Diabetes mellitus, in general, and diabetic retinopathy, in particular, are progressive conditions,
and regular follow-up care with a physician is crucial for detection of any changes that may
benefit from treatment.
Proceed to Medication
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-treatment#showall