Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya dan


merupakan sensor pada tubuh manusia yang bermanfaat untuk
membedakan siang dan malam, hujan dan tidak hujan dan sebagainya.
Seringkali seiring dengan perkembangan jaman, fungsi sensor ini
khususnya pada manusia telah banyak berubah.Dewasa ini banyak orang
yang telah memanfaatkan mata sebagai alat untuk membaca atau melihat.
Dengan mata orang dapat menyerap informasi yang ada dihadapannya,
diatasnya, dibelakangnya, dan di tempat lain. Mata yang lebih kompleks
dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.

Sistem lakrimalis mrncakup struktur-struktur yang terlibat dalam


produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri dari ats kelenjar
yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan mata,yang
disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus
lacrimalis,dan ductus nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi .
sistem ini yang mengalirkan sekret kedalam hidung. Kelainan pada
aparatus lakrimalis bisa dikarenakan sistem sekresinya dan
ekskresinya.Pada sistem aparatus lakrimalis ini sangat berguna pada mata
karena aparatus juga menghasilkan air mata yang dimana berguna untuk
kesehatan mata.
BAB II
ISI

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis


Apparatus Lakrimalis
Sistem lakrimal atau sekresi air mata ter;etak di daerah temporo bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
1) Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak
di temporo antero superior rongga orbita.
2) Sistem ekskresi, terdiri dari atas pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal
terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus
lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus
inferior.

Gambar 1: Apparatus Lakrimalis (Sumber: Netter’s Atlas of Human Anatomy)


Gambar 2: Apparatus Lakrimalis (Sumber: Netter’s Atlas of Human Anatomy)
A. Kelenjar Lakrimal Utama
1) Bagian Orbital
Bagian orbital lebih besar daripada palpebra dalam bentuk
ukurannya, bentuk seperti almond kecil dan terletak di fossa
kelenjar lakrimal di bagian luar dari orbital plate dari tulang
frontal. Mempunyai dua permukaan yaitu superior dan inferior.
Permukaan superior bentuknya convex dan menempel pada tulang.
Permukaan inferior bentuknya konkaf dan menempel pada
musculus levator palpebra

2) Bagian Palpebra
Bentuknya kecil dan hanya satu atau dua lobus. Terletak di bagian
duktus orbital dan dipisahkan pada musculus levator palpebra
superior.

B. Duktus Lakrimal
Beberapa saluran terdiri dari 10-12 saluran yg menjalar ke bawah dari
kelenjar lakrimal.
C. Accessory Kelenjar Lakrimal
1) Kelenjar Krause
Mikroskopis, kelenjarnya menempel pada conjungtiva palpebra
diantara fornix dan sisi luar tarsus. Terdapat sekitar 42 di forniks
atas dan 6-8 di forniks bawah.
2) Kelenjar Wolfring
Kelenjar ini terlihat dekat dengan bagian atas tarsal superior dan
sepanjang baigna bawah dari tarsus inferior.
D. Struktur, Suplai Darah dan Persarafan
1) Struktur
Semua kelenjar lakrimal merupakan acini serosa, sama dengan
struktur kelenjar saliva. Secara mikroskopis, terbentuk dari
jaringan kelenjar (acini dan duktus), jaringan penghubung dan
punctum.

2) Suplai Darah
Kelenjar lakrimal disuplai dari arteri lakrimal yang merupakan
percabangan dari arteri oftalmikus.
3) Persarafan
1) Sensoris
Dapat dari nervus lakrimal, percabangan dari divisi
oftalmikus nervus ke lima.

2) Simpatis
Dari pleksus karotis rantai simpatis cervical.
3) Secromotor fibres
Berasal dari nukleus saliva superior.
Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakuslakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis.
1. Punctum Lakrimalis
Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0,3 mm terletak di sebelah
medial bagian superior dan inferior dari kelopak mata. Punctum relatif
avaskular dari jaringan sekitarnya, selain itu warna pucat dari punctum ini
sangat membantu jika ditemukan adanya sumbatan.Punctum lakrimalis
biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak mata dibalik sedikit. Jarak
superior dan inferior punctum 0,5 mm, sedangkan jarak masing-masing
ke kantus medial kira-kira 6,5 mm dan 6,0 mm. Air mata dari kantus
medial masuk ke punctum lalu masuk ke canalis lakrimalis.
2. Kanalikuli Lakrimalis
Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat
kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat
pada tepi ekstremitas lateral lakrimalis.Duktus superior, yang lebih kecil
dan lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan
sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju
lacrimal sac.Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian
hampir horizontal menuju lacrimal sac.Pada sudutnya, duktus mengalami
dilatasi dan disebut ampulla.Pada setiap lacrimal papilla serat otot
tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter.
3. Sakus Lakrimalis (Kantung Lakrimal)
Merupakan ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan
terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang
lakrimal dan prosesus frontalis maksila.Bentuk sakus lakrimalis oval dan
ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujungnya membulat, bagian
bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.
4. Duktus Naso Lakrimalis
Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari
bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran
ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna,
plica lakrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran mukosa.
Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseus, yang terbentuk dari
maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior.
Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti ritsleting, mulai dari
lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra.Pada
kondisi normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira sesuai dengan
kecepatan penguapannya.Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke
sistem ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan
memasuki puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian
khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik ke arah crista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakuslakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja
pompa dinamik ini menarik air mata ke dalarn sakus, vang kemudian berjalan
melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan,
ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis
sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata.Yang paling
berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus
nasolakrimalis.Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi
penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.
Gambar 3: Anatomi Sistem Drainase Lakrimal (Sumber: Kanski Clinical
Ophthalmology)

Gambar 4: Fisiologi Sistem Drainase Lakrimal (Sumber: Kanski Clinical


Ophthalmology)
Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 um Yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah :
1) Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan
meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2) Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut
3) Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba
4) Menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan.

Lapisan-Lapisan Film Air Mata


Film air mata terdiri atas tiga lapisan :
1. Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari kelenjar
meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan tnembentuk sawar
kedap-air saat palpebra ditutup.
2. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor clan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein).
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan
karenanya relatif hidrofobik.Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja.Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel epitel
kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel permukaan. Ini
menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akuosa untuk menyebar
secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan tegangan
permukaan.
Gambar 5: Tiga Lapisan Film Air Mata yang Melapisi Lapisan Epitel Superfisial
di Kornea (Sumber: Vaughan’s General Ophthalmology)
Komposisi Air Mata
Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air rnata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglohulin IgA, IgG, dan IgE.Yang paling
banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari
transudat serum saja; IgA juga di produksi sel-sel plasma di dalam kelenjar
lakrimal.Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, kosentrasi IgE
dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menvusun 21-25% protein total,
bekerja secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor anti bakteri non-lisozim
lain, membentuk mekanisme pertahananpenting terhadap infeksi. Enzim air mata
lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, misalnya,
hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs.
K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada
di plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar
glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meskipun ada
variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air mata
bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295sampai 309
mosm/L.
2. Kelainan pada Sistem Lakrimal
A. Mata Kering
Mata kering bukan suatu penyakit melainkan gejala kompleks yg terjadi
sebagai gejala sisa untuk defisiensi atau gangguan dari film air mata.
Etiologi :
1) Defisiensi air mata aqueous
Dikenal sebagai keratokonjungtivitis sicca. Dapat terlihat pada kondisi
alacrimia kongenital, paralisis hiposekresi, sjogren syndrome primer
dan sekunder, Riley Day syndrome, dan hiposekresi idiopatik.
2) Defisiensi musin mata kering
Keadaan ini terjadi ketika sel goblet mengalami kerusakan, seperti
hypovitaminosis A (xerophtalmia) dan konjungtival scarring disease
seperti steven johnson syndrome, trachoma, chemical burns, radiasi,
dan pemfigoid okuli.
3) Defisiensi lipid dan kelainannya
Defisiensi lipid memang jarang terjadi. Hal ini didapatkan pada
displasia ectodermal anhidrotik kongenital dengan ketidakhadiran dari
kelenjar meibom. Kelainan lipid sering ditemuka pada pasien dengan
blefaritis kronis dan meibomitis kronis.
4) Gangguan fungsi kelopak mata
Kasus ini dapat terlihat pada pasien Bell’s palsy, keratitis, dellen,
symblepharon, pterigium, lagoftalmus nokturnal dan ektropion.
5) Epiteliopati
Ada hubungannya dengan permukaan kornea dan film air mata,
alterasi pada epitel kornea.
Gambaran Klinis
Gejala sugestif pada mata kering termasuk iritasi, sensasi benda asing
(berpasir), perasaan kering, gatal, ketidaknyamanan pada mata dan
tidak spesifik sakit mata kronis tidak menanggapi berbagai tetes yang
diterapkan sebelumnya.
Tanda mata kering meliputi: adanya lendir yang berserabut dan
partikel di film air mata, , xerosis konjungtiva, berkurang atau tidak
ada strip air mata marginal dan perubahan kornea dalam bentuk erosi
epitel dan filamen.
Uji Film Air Mata
Ini termasuk Break-up Time tear film (BUT), tes Schirmer-I,
pewarnaan vital dengan Rose Bengal, kadar air mata lisozim dan
laktoferin, osmolaritas air mata dan sitologi impresi konjungtiva.
Dibandingkan BUT, Tes Schirmer-I dan pewarnaan Rose Bengal
adalah yang paling penting dan ketika salah satu dari ini positif,
diagnosis sindrom mata kering dikonfirmasi.
1. Film air mata putus (TAPI). Ini adalah interval antara kedipan
lengkap dan penampilan pertama secara acak mendistribusikan dry
spot pada kornea. Dicatat setelah itu menanamkan setetes fluorescein
dan memeriksa dalam cahaya biru kobalt dari lampu celah. BUT
adalah indikator kecukupan komponen musin air mata. Itu normal nilai
berkisar 15 hingga 35 detik. Nilai kurang dari 10 detik menyiratkan
film air mata yang tidak stabil.
2. Tes Schirmer-I.
Ini mengukur sekresi air mata total. Ini dilakukan dengan bantuan strip
5 × 35 mm Kertas saring Whatman-41 yang dilipat 5 mm dari satu
ujung dan disimpan di fornix bawah di persimpangan lateral sepertiga
dan medial dua pertiga. Pasien itu diminta untuk melihat ke atas dan
tidak berkedip atau menutup mata. Setelah 5 menit membasahi kertas
saring strip dari ujung bengkok diukur. Nilai normal Tes Schirmer-I
lebih dari 15 mm. Nilai 5-10 mm sugestif dari sedang sampai ringan
keratoconjunctivitis sicca (KCS) dan kurang dari 5 mm KCS parah.
3. Pewarnaan Rose Bengal.
Ini adalah tes yang sangat berguna mendeteksi bahkan kasus KCS
yang ringan. Tergantung pada tingkat keparahan KCS tiga pola
pewarnaan A, B dan C telah dijelaskan: pattern C ’mewakili pola yang
ringan atau kasus awal dengan noda belang - belang halus di daerah
antarpal; ‘B.’ sedang dengan pewarnaan yang luas; dan ‘A’ dengan
kasus parah pewarnaan konjungtiva dan kornea yang konfluen.
Pengobatan
1. Suplementasi dengan pengganti air mata. Air mata buatan tetap
menjadi andalan dalam perawatan kering mata. Ini tersedia sebagai
tetes, salep dan pelepasan lambat menyisipkan. Sebagian besar tetes air
mata buatan yang tersedia mengandung salah satu turunan selulosa
(mis., 0,25 hingga 0,7% metil selulosa dan 0,3% hypromellose) atau
polivinil alkohol (1,4%).
2. Siklosporin topikal (0,05%, 0,1%) dilaporkan menjadi obat yang
sangat efektif untuk mata kering dalam banyak belakangan ini. Ini
membantu dengan mengurangi sel yang dimediasi radang jaringan
lakrimal.
3. Mucolytics, seperti 5 persen acetylcystine yang digunakan 4 kali
sehari membantu dengan menyebarkan benang lendir dan mengurangi
viskositas air mata.
4. Retinoid topikal baru-baru ini dilaporkan berguna dalam
membalikkan perubahan seluler (squamous metaplasia) terjadi pada
konjungtiva mata kering pasien.
5. Pemeliharaan air mata yang ada dengan mengurangi penguapan dan
mengurangi drainase. Penguapan dapat dikurangi dengan mengurangi
suhu ruangan , penggunaan ruang lembab dan pelindung kacamata.
Dapat terjadi oklusi punctal untuk mengurangi drainase dilakukan oleh
implan kolagen, cynoacrylate perekat jaringan, elektrokauterisasi, laser
argon oklusi dan oklusi bedah untuk mengurangi drainase air mata
pada pasien dengan mata kering yang berat.
B. Mata Berair
Ditandai dengan luapan air mata dari kantung konjungtiva. Kondisi ini
dapat terjadi karena frekuensi untuk sekresi air mata yang berlebihan
(hyperlacrimation) atau dapat terjadi akibat obstruksi aliran keluar secara
normal air mata yang dikeluarkan (epifora).
Etiologi
(A) Penyebab hiperlakrimasi
1. Hyperlacrimation primer. Ini adalah kondisi yang jarang terjadi karena
stimulasi langsung pada lakrimal kelenjar. Ini mungkin terjadi pada tahap
awal tumor kelenjar lakrimal dan kista dan karena efek yang kuat obat
parasimpatomimetik.
2. Refleks hiperlakrimasi. Ini hasil dari stimulasi cabang sensorik dari
saraf kelima karena iritasi kornea atau konjungtiva. Ini dapat terjadi di
banyak kondisi yang meliputi:
 kelopak mata: hordeolum internum, meibomitis akut, trichiasis,
concretions dan entropion.
 conjunctiva: Konjungtiva yang mungkin infektif, alergi, toksik,
iritasi atau traumatis.
 kornea: Ini termasuk, ulkus kornea, dan non-ulseratif keratitis.
 Sklera: Episkleritis dan skleritis.
 jaringan uvea: Iritis, cyclitis, iridosiklitis.
 Glaukoma akut.
 Endophthalmitis dan panophthalmitis.
 Selulitis orbita.
3. Central lacrimation (psikis lacrimation). daerah yang tepat berkaitan
dengan lakrimasi pusat masih tidak diketahui. Itu terlihat dalam keadaan
emosional, dan lakrimasi histeris.
(B) Penyebab epifora

Drainase air mata yang tidak memadai dapat terjadi karena penyebab
fisiologis atau anatomis (mekanis).

I. Penyebab fisiologis adalah kegagalan 'pompa lakrimal' untuk


menurunkan kelemahan kelopak mata atau kelemahan otot orbicularis.

II. Obstruksi mekanis pada lakrimal dapat terjadi terletak pada tingkat
punctum, canaliculus, lacrimal sac

1. Penyebab punctal meliputi:

 Eversi dari punctum bawah: Ini biasanya terlihat pada usia tua
karena kelonggaran kelopak mata. Mungkin juga terjadi setelah
konjungtivitis kronis, blepharitis kronis dan ectropion.
 Obstruksi punctal: Mungkin ada bawaan tidak adanya puncta atau
penutupan cicatricial setelah cedera, luka bakar atau infeksi. benda
asing kecil, konkret atau silia mungkin juga memblokir punctum.
Penggunaan jangka panjang obat-obatan seperti idoxuridine dan
pilocarpine juga terkait dengan stenosis punctal.
2. Penyebab di canaliculi.

Obstruksi kanalik. mungkin bawaan atau didapat karena orang asing


tubuh, trauma, penyempitan dan kanalikuli.

3. Penyebab canaliculitis yang paling umum adalah actinomyces.

3. Penyebab di kantung lakrimal.

Ini termasuk selaput lendir kongenital terlipat, traumatis striktur,


dakriosistitis, infeksi spesifik seperti TBC dan sifilis, dakriolitiasis, tumor
dan atonia sacus.

5. Penyebab di saluran nasolacrimal. Bawaan lesi termasuk non-kanalisasi,


parsial Kanalisasi atau katup selaput imperforata.
6. Penyebab obstruksi yang didapat adalah traumatis striktur, striktur
inflamasi, tumor dan penyakit tulang di sekitarnya atau saluran
nasolacrimal.
C. DAKRIOSISTITIS
1) Congenital Dakriosistitis
Ini adalah peradangan kantung lakrimal yang terjadi pada bayi baru
lahir dan dengan demikian juga dikenal sebagai dacryocystitis
neonatorum.
Etiologi
Ini mengikuti stasis sekresi di kantung lakrimal karena untuk
penyumbatan bawaan di saluran nasolacrimal. Ini adalah kejadian
yang sangat umum. Sebanyak 30 persen bayi baru lahir diyakini
memiliki penutupan saluran nasolacrimal saat lahir; sebagian besar
disebabkan oleh ‘membran oklusi 'di ujung bawahnya, dekat katup
Hasner. Penyebab lain dari blok NLD kongenital adalah:
keberadaan debris epitel, oklusi membran ujung atas dekat kantung
lakrimal, nonkanalisasi lengkap dan oklusi tulang jarang. Bakteri
yang terkait dengan dakriosistitis kongenital
adalah stafilokokus, pneumokokus, dan streptokokus.
Gambaran klinis

Dakriosistitis kongenital biasanya timbul sebagai gejala ringan


tingkat peradangan kronis. Ini ditandai dengan:

1. Epiphora, biasanya berkembang setelah tujuh hari kelahiran. Ini


diikuti oleh mukopurulen yang berlebihan keluar dari mata.

2. Tes regurgitasi biasanya positif, yaitu, ketika tekanan diterapkan


di area kantung lakrimal, discharge purulen keluar dari bawah
punctum.

3. Pembengkakan pada area kantung mungkin muncul pada


akhirnya.
Diagnosa Banding

Dakriosistitis kongenital perlu dibedakan dari penyebab lain mata


berair pada anak usia dini terutama ophthalmia neonatorum dan
glaukoma kongenital.

Komplikasi

Ketika tidak dirawat tepat waktu mungkin rumit oleh konjungtivitis


berulang, akut pada dakriosistitis kronis, abses lakrimal dan
pembentukan fistula.

Pengobatan

Itu tergantung pada usia anak. Modalitas pengobatan yang


digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pijat di area kantung lakrimal dan topikal Antibiotik merupakan


pengobatan Blokade NLD, hingga 6-8 minggu. Pijat meningkatkan
tekanan hidrostatik di kantung dan membantu membuka oklusi
membran, harus dilakukan setidaknya 4 kali sehari diikuti oleh
berangsur-angsur tetes antibiotik. Pengobatan konservatif
menyembuhkan obstruksi di sekitar90 persen bayi.

2. Syringing lakrimal (irigasi) dengan normal larutan salin dan


antibiotik. Itu harus ditambahkan ke perawatan konservatif jika
kondisinya tidak sembuh sampai usia 2 bulan. Lacrimal irigasi
membantu membuka oklusi membran dengan mengerahkan
tekanan hidrolik. Syringing mungkin dilakukan sekali atau dua kali
seminggu.

3. Probing NLD dengan probe Bowman. Itu harus dilakukan, jika


kondisinya tidak sembuh pada usia 3-4 bulan. Beberapa ahli bedah
lebih suka menunggu hingga usia 6 bulan. Itu biasanya dilakukan
dengan anestesi umum. Sementara melakukan pemeriksaan,
perawatan harus diambil untuk tidak melukai kanalikuli. Dalam
kebanyakan kasus, pemeriksaan tunggal akan meringankan
obstruksi. Dalam hal kegagalan, dapat diulangi setelah interval 3- 4
minggu.

4. Intubasi dengan tabung silikon dapat dilakukan jika probing


berulang gagal. Tabung silikon harus disimpan di NLD selama
sekitar enam bulan.

5. Operasi Dacryocystorhinostomy (DCR):

Ketika anak dibawa sangat terlambat atau probing berulang gagal,


maka perawatan konservatif oleh pemijatan, antibiotik topikal dan
intermiten Syringing lacrimal harus dilanjutkan sampai usia 4
tahun. Setelah ini, operasi DCR seharusnya dilakukan.

2) Dakriosistitis Kronis
Dakriosistitis kronis lebih sering terjadi daripada Dakriosistitis
akut.

Etiologi

Etiologi dacryocystitis kronis adalah multifaktorial.

A. Faktor predisposisi

1. Usia.

Ini lebih umum antara umur 40 dan 60 tahun.

2. Jenis Kelamin.

Penyakit ini terutama terlihat pada wanita (80%) mungkin karena


lumen relatif sempit dari saluran tulang.

3. Ras.

Ini lebih jarang di antara orang Negro daripada di kulit putih;


seperti di bentuk NLD lebih pendek, lebih luas dan sinus kecil.
4. Keturunan.

Itu mempengaruhi konfigurasi wajah dan juga panjang dan lebar


kanal tulang.

5. Status sosial ekonomi.

6. Kebersihan pribadi yang buruk. Ini juga merupakan penting

B. Faktor-faktor yang menyebabkan stasis air mata dalam sakus


lakrimal

1. Faktor anatomi, yang menghambat drainase air mata termasuk:


kanal tulang yang relatif sempit, parsial kanalisasi membran NLD
dan lipatan membran di NLDyg berlebihan.

2. Benda asing di dalam kantung dapat menghalangi pembukaan


NLD.

3. Penyebab lakrimasi berlebihan, primer atau refleks stagnasi air


mata di sakus lakrimal.

4. Peradangan ringan pada kantung lakrimal akibat konjungtivitis


berulang yang terkait dapat memblokir NLD oleh debris epitel dan
sumbat lendir.

5. Obstruksi ujung bawah NLD melalui hidung penyakit seperti


polip, hipertrofi concha, tingkat yang ditandai dari septum hidung
menyimpang, tumor dan rinitis atrofi yang menyebabkan stenosis
juga dapat menyebabkan stagnasi air mata di sakus lakrimal.

C. Sumber infeksi.

Kantung lakrimal dapat terinfeksi dari konjungtiva, rongga hidung


(penyebaran retrograde), atau sinus paranasal.

D. organisme penyebab. Ini termasuk: stafilokokus, pneumokokus,


streptokokus dan Pseudomonas pyocyanea. Granulomatosa yang
sangat jarang, infeksi seperti TBC, sifilis, kusta dan kadang-kadang
rhinosporiodosis juga dapat menyebabkanDakriosistitis.

Gambaran klinis

Gambaran klinis dakriosistitis kronis mungkin dibagi menjadi


empat tahap:

1. Tahap dacryocystitis katarak kronis.

Ini ditandai dengan peradangan ringan pada kantung lakrimal


terkait dengan penyumbatan NLD. Pada tahap ini hanya gejala
mata berair dan kadang-kadang kemerahan ringan di canthus
dalam. Pada syringing sacus lacrimal, baik cairan bening atau
beberapa serpihan mukoid fibrinous yg dikeluarkan.
Dacryocystography mengungkapkan ada blok di NLD, sakus
lakrimal berukuran normal dengan mukosa normal.

2. Tahap mucocele lacrimal.

Ini mengikuti stagnasi kronis menyebabkan distensi sakus


lakrimal. Ini ditandai dengan epifora konstan yang berhubungan
dengan pembengkakan tepat di bawah canthus bagian dalam.
Cairan mukoid seperti susu atau gelatin berasal dari punctum
bagian bawah saat menekan bagian yang bengkak. Dakriosistografi
pada tahap ini menunjukkan adanya distensi sakus dengan
penyumbatan di suatu tempat di NLD. Kadang-kadang karena
infeksi kronis yang berkelanjutan, pembukaan kedua canaliculi ke
dalam kantung diblokir dan pembengkakan besar yang fluktuatif
terlihat di bagian dalam canthus dengan tes regurgitasi negatif. Ini
adalah disebut mucocele yang kistik.

3. Tahap dakriosistitis supuratif kronis.

Karena infeksi piogenik, keluarnya lendir menjadi purulen,


mengubah mucocele menjadi 'Pyocoele'. Kondisi ini ditandai
dengan epifora, konjungtivitis berulang yang terkait dan
pembengkakan di bagian dalam canthus dengan eritema ringan
kulit atasnya. Pada regurgitasi, seorang yang bernanah terang
mengalir dari punctum bawah. Jika bukaan canaliculi tertutup pada
tahap ini yang disebut hasil pyocoele yang sudah dienkripsi.

4. Tahap kantung fibrosis kronis.

Tahap infeksi yg berulang dalam waktu yang lama akhirnya


menghasilkan kantung fibrotik kecil karena penebalan mukosa,
yang sering dikaitkan dengan epifora persisten.
Dacryocystography pada tahap ini mengungkapkan sakus
lakrimal yang sangat kecil dengan lipatan yang ireguler di
mukosa.

Komplikasi

 Konjungtivitis intraktable kronis, pada Dakriosistitis kronis.


 Ektropi kelopak bawah, maserasi dan eksim kulit palpebra
inferior karena mata berair yang berkepanjangan.
 Luka kornea ringan yang terinfeksi menyebabkan ulkus
hypopyon.
Pengobatan

1. Perawatan konservatif dengan syringing lakrimal berulang.

2. Dacryocystorhinostomy (DCR).

Seharusnya menjadi operasi pilihan karena membangun kembali


drainase lakrimal. Namun, sebelum melakukan operasi, ketika
infeksi terutama pada pyocoele harus dikontrol dengan antibiotik
topikal dan syringing lakrimal berulang.

3. Dacryocystectomy (DCT).

Itu harus dilakukan hanya ketika DCR dikontraindikasikan.


Indikasi DCT meliputi: (i) Terlalu muda (kurang dari 4 tahun) atau
pasien terlalu tua (lebih dari 60 tahun). (ii) sakus yang menyusut
dan fibrosis. (iii) TBC, sifilis, infeksi kusta atau mikotik sakus.
(iv) Tumor dari sakus. (v) Penyakit hidung yang parah seperti
rinitis atrofi (vi) Seorang ahli bedah yang tidak terampil,.

4. Konjunctivodacryocystorhinostomy (CDCR).

Ini dilakukan jika canaliculi tersumbat.

3) Dakriosistitis Akut
Dakriosistitis akut adalah radang kantung lakrimal supuratif akut,
ditandai dengan adanya pembengkakan yang menyakitkan di
daerah kantung.
Etiologi
Ini dapat berkembang dalam dua cara:
1. Sebagai eksaserbasi akut dacryocystitits kronis.
2. Sebagai peridacryocystitis akut akibat keterlibatan langsung dari
area sekitar yang terinfeksi seperti: sinus paranasal, tulang
sekitarnya dan abses gigi atau karies pada gigi rahang atas.
Organisme penyebab. Yang umumnya terlibat adalah
Streptococcus haemolyticus, Pneumococcus dan Staphylococcus.
Gambaran klinis
Gambaran klinis dakriosistitis akut dapat dibagi menjadi 3 tahap:
1. Tahap selulitis.
Ini ditandai dengan rasa sakit pembengkakan di daerah kantung
lakrimal yang berhubungan dengan epifora dan gejala
konstitusional seperti demam dan malaise. Bengkaknya merah,
panas, kencang, dan lunak. Kemerahan dan edema juga menyebar
ke kelopak dan pipi. Ketika ditangani resolusi dapat terjadi pada
tahap ini. Namun, jika tidak diobati, resolusi sendiri jarang terjadi.
2. Tahap abses lakrimal.
Peradangan berlanjut menyebabkan oklusi kanalikuli karena
edema.Kantung diisi dengan nanah, buncit dan anterior dinding
pecah membentuk pembengkakan perikistik, fluktuasi besar
pembengkakan abses lakrimal. Biasanya menunjuk ke bawah dan
ke sisi luar kantung, karena gravitasi nanah dan kehadiran
ligamentum palpebra medial di bagian atas
3. Tahap pembentukan fistula.
Saat abses lacrimal dibiarkan tanpa pengawasan, dikeluarkan
secara spontan, meninggalkan fistula eksternal di bawah medial
ligamentum palpebra. Abses dapat membuka ke rongga hidung
membentuk suatu fistula internal.
Komplikasi
 Konjungtivitis akut,
 Abrasi kornea yang dapat dikonversi menjadi ulserasi kornea,
 Abses tertutup
 Osteomielitis dari tulang lakrimal,
 Selulitis orbita,
 Selulitis wajah dan etmoiditis akut.
 Trombosis sinus kavernosa dan septikemia juga dapat terjadi.
Pengobatan
1. Selama tahap selulitis.
Terdiri dari antibiotik topikal dan sistemik untuk mengendalikan
infeksi; dan obat analgesik antiinflamasi sistemik dan saran
kompres hangat untuk menghilangkan rasa sakit dan
pembengkakan.
2. Selama tahap abses lakrimal.
Sebagai tambahannya perawatan di atas ketika nanah mulai
menunjuk pada kulit, harus dikeringkan dengan sayatan kecil dan
harus diperas keluar dengan lembut dilakukan dengan kasa gulung
yang direndam betadine.
3. Pengobatan fistula lakrimal eksternal.
Setelah mengendalikan infeksi akut dengan sistemik antibiotik,
fistulektomi bersama dengan operasi DCT atau DCR harus
dilakukan.
D. DAKRIOADENITIS
1) Dakrioadenitis Akut
Etiologi
Ini mungkin berkembang sebagai peradangan primer kelenjar atau
sekunder dari beberapa infeksi lokal atau sistemik. Dakrioadenitis
sekunder akibat infeksi lokal terjadi pada trauma, erisipelas pada
wajah, konjungtivitis (terutama gonokokal dan stafilokokus) dan
selulitis orbital. Dacryoadenitis sekunder akibat infeksi sistemik
dikaitkan dengan gondong, influenza, mononukleosis dan infeksi
campak.
Gambaran klinis
Radang akut pada palpebral. Bagian ini ditandai dengan
pembengkakan yang menyakitkan di lateral bagian dari kelopak atas.
Kelopak menjadi merah dan bengkak dengan kurva khas berbentuk S
dari marginnya. Dacryoadenitis orbital akut terjadi beberapa proptosis
yang menyakitkan jika bola mata bergerak dan bola mata jadi turun
dan masuk kedalam rongga orbita. Sebuah fistula di kuadran atas dan
lateral pada kelopak atas dapat berkembang sebagai komplikasi dari
dacryoadenitis supuratif.
Pengobatan
Antibiotik sistemik, analgesik, dan antiinflamasi bersama dengan
anjuran kompres hangat. Ketika nanah terbentuk, insisi dan drainase
harus dilakukan.
2) Dakrioadenitis Kronik
Ini ditandai dengan pembengkakan dan hipertrofi kelenjar.
Etiologi
Dakrioadenitis kronis dapat terjadi:
(i) gejala sisa peradangan akut;
(ii) berkaitan dengan radang konjungtiva kronis dan;
(iii) karena penyakit sistemik seperti TBC, sifilis dan sarkoidosis.
Gambaran klinis
(i) pembengkakan tanpa rasa sakit di bagian atas dan luar kelopak yang
terkait dengan ptosis;
(ii) bola mata bisa tergusur ke bawah dan ke dalam; dan
(iii) diplopia dapat terjadi dalam tatapan ke atas dan ke luar.
Pada palpasi, massa seluler yang keras, lobulasi terasa di bawah tepi
atas dan luar orbit.
Diagnosis banding
pembengkakan kelenjar dari penyebab lakrimal lainnya paling baik
dilakukan setelah FNAB atau biopsi insisi.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
E. SINDROM MIKULICZ
Hal ini ditandai dengan pembesaran kelenjar lakrimal dan saliva
simetris bilateral terkait dengan berbagai penyakit sistemik. Termasuk:
leukaemia, limfosarkoma, benign limfoid hiperplasia, penyakit
Hodgkin, sarkoidosis dan TBC.
F. DACRYOPES
Ini adalah pembengkakan kistik, yang terjadi karena retensi sekresi
lakrimal setelah penyumbatan saluran lakrimal.
G. TUMOR KELENJAR LAKRIMAL
1. Tumor limfoid dan pseudotumor inflamasi. Kira-kira 50 persen dari
kasus.
2. Tumor epitel jinak. Ini termasuk ‘tumor jinak campuran 'yang
mencapai 25 persen kasus.
3. Tumor epitel ganas. Ini juga merupakan 25 persen dari kasus dan
termasuk: tumor campuran ganas, adenoid cystic karsinoma,
karsinoma mucoepidermoid dan adenokarsinoma.
H. BENIGN MIXED TUMOUR
Ini juga dikenal sebagai adenoma pleomorfik dan terjadi terutama pada
pria dewasa muda. Secara klinis muncul sebagai progresif lambat
tanpa rasa sakit pembengkakan di kuadran luar-atas orbit
memindahkan bola mata ke bawah dan ke luar. Secara histologis, ini
ditandai dengan Kehadiran jaringan myxomatous pleomorfik, sama
seperti Tumor jinak campuran kelenjar saliva.
Pengobatan
Terdiri dari pembedahan pengangkatan total kapsul.
I. MALIGNANT MIXED TUMOUR
Ini terjadi pada kelompok usia yang lebih tua dibandingkan dengan tumor
jinak campuran. Ini muncul sebagai pembengkakan yang menyakitkan
berdurasi pendek. Secara histologis, daerah menyerupai tumor jinak
campuran terlihat bersama dengan area adenokarsinomatosa.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury,
Ed. 17.EGC.Jakarta.2007

Khurana, A.K., 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi:


New Age International (P) Limited.

Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophtalmology : A Systematic Approach.


2016. 4th ed. Australia : Elseveir

Anda mungkin juga menyukai