Anda di halaman 1dari 11

Demam Tifoid

A. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B (Schotmulleri), Salmonella paratyphi C (Hishfeldii),
disebut pula sebagai demam enterik dan tifus abdominalis. Merupakan penyakit yang dapat
bermanifestasi klinis berat karena komplikasinya dan mampu menyebabkan karier.[ CITATION
Sis131 \l 1057 ] Untuk menyamakan persepsi diagnosis demam tifoid dibuat pengelompokkan
defisini kasus sebagai berikut. [ CITATION Gui111 \l 1057 ]

Demam Tifoid  Seorang pasien dengan demam terus-menerus (38 ° C


Konfirmasi atau lebih) yang berlangsung 3 hari atau lebih, dengan
organisme S. typhi yang dikonfirmasi laboratorium
(darah, sumsum tulang, usus besar cairan)
 Kasus klinis yang sesuai yang dikonfirmasi laboratorium
Suspek Demam  Seorang pasien dengan demam persisten (38 ° C atau
Tifoid lebih) yang berlangsung 3 hari atau lebih, dengan tes
diagnosis sero-diagnosis atau antigen positif tetapi tidak
ada isolasi S. typhi
 Sebuah kasus kompatibel klinis yang terkait secara
epidemiologi dengan kasus yang dikonfirmasi dalam
wabah
Karier Demam  Seorang individu mengeluarkan S. typhi di tinja atau
Tifoid Kronik urine lebih dari satu tahun setelah onset demam tifoid
akut;
 Pembawa jangka pendek juga ada, tetapi peran
epidemiologinya tidak sepenting operator kronik.
 Beberapa pasien yang mengekskresikan S. typhi tidak
memiliki riwayat demam tifoid
B. Etiologi
Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bergerak yang khas
memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi tidak memfermentasikan
laktosa dan sukrosa. . Bakteri ini merupakan flora normal dalam usus dimana infeksi terjadi
akibat kontaminasi makanan dan minuman yang mengakibatkan bakteri masuk ke dalam tubuh.
Sebagian besar penderita tifoid merupakan sebagai agen pembawa (carier) yang terletak pada
kandung empedu saluran empedu dan sebagian pada usus atau saluran kemih. [ CITATION
Jaw05 \l 1057 ]

C. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi Dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan di lambung,
sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama
sel M) dan selanjutka ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesentrika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk
ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar
ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama di hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang bia di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama cairan
empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang kembali karena makrofag yang telah teraktivasi, hiperaktif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.
typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan
hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, seroisa usus, dan dapat mengakibatkan
perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ
lainnya. [ CITATION Buk141 \l 1057 ]

D. Gejala Klinis [ CITATION Buk141 \l 1057 ]


Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang
tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting
untuk mendeteksi secara dini. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan
suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor
di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang
ditemukan pada orang indonesia.
Diagnosis kerja

1. Anamnesis [ CITATION Pan14 \l 1057 ]

1. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten dan kenaikan
suhu step-ladder. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga
minggu kedua.

2. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal

3. Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, mual, muntah,
nyeri abdomen dan BAB berdarah

4. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia

5. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau kejang

2. Pemeriksaan Fisik[ CITATION Pan14 \l 1057 ]


1. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.
2. Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang ringan,
seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya delirium atau koma)
3. Demam, suhu > 37,5°C.
4. Dapat ditemukan bradikardia relatif.
5. Terkadang ikterus
6. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis
7. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegali
8. Delirium pada kasus yang berat

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut

1. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti
berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-
gejala psikosis (organic brain syndrome).

2. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen.

3. Pemeriksaan Penunjang [ CITATION Pan14 \l 1057 ]


a. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosit
Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal. Limfositosis
relatif, monositosis , trombositopenia (biasanya ringan) , anemia.

b. Serologi
 IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
- Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
- Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
 Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
- Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
- Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
 Tes Widal tidak direkomendasi
- Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
- Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau
terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5 – 7 hari.
- Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh karena
reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae,
daerah endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid
dan preparat antigen komersial yang bervariasi dan standaridisasi
kurang baik. Oleh karena itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi
jika hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya
positif palsu tinggi yang dapat mengakibatkan over-diagnosis dan
over-treatment.
 Kultur Salmonella typhi (gold standard)
Dapat dilakukan pada spesimen:
- Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2
sakit, saat demam tinggi
- Feses : Pada minggu kedua sakit
- Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit
- Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi
carrier typhoid
 Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya: SGOT/SGPT,
kadar lipase dan amilase
E. Tatalaksana

a. Istirahat dan perawatan[ CITATION Buk14 \l 1057 ]

Tujuannya untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan dengan cara tirah
baring dan membatasi mobilisasi

b. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) [ CITATION Buk14 \l 1057 ]

Dengan tujuan untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid
karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, yang di perubahan diet tersebut disesuaikan
dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian
makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran
yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

c. Pemberian antimikroba [ CITATION Pan14 \l 1057 ]


Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai
berikut.
F. Komplikasi [ CITATION Pan14 \l 1057 ]
1. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan
kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat.
Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi
halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan
pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut
abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis
bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
4. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati. 5.
5. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amilase. Tanda
ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan. 6
6. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang diagnosisnya dibantu dengan foto polos toraks.

G. Diagnosa Banding [ CITATION Buk14 \l 1057 ]

Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih, Hepatitis A,


sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik akut, abses dalam, demam
yang berhubungan dengan infeksi HIV.

H. Prognosis [ CITATION Gui111 \l 1057 ]


Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam

I. Pencegahan [ CITATION Gui111 \l 1057 ]


1. Air yang aman

Demam tifoid adalah penyakit yang ditularkan melalui air dan tindakan pencegahan utamanya
adalah memastikan akses terhadap air yang aman. Air perlu berkualitas baik dan harus
mencukupi kebutuhan masyarakat dengan air minum secukupnya dan juga untuk keperluan
rumah tangga lainnya seperti memasak dan mencuci.
 Di daerah perkotaan, kontrol dan perlakuan terhadap sistem pasokan air harus diperkuat
ke konsumen. Air minum yang aman harus tersedia bagi masyarakat melalui sistem
perpipaan atau dari truk tangki.
 Di daerah pedesaan, sumur harus diperiksa patogen dan dirawat jika perlu.
 Di rumah, perhatian khusus harus diberikan pada desinfeksi dan penyimpanan air namun
aman dari sumbernya. Air minum dapat dibuat aman dengan merebusnya selama satu
menit atau dengan menambahkan bahan kimia pelepasan klorin. Sumur yang digali
ditutup sangat membantu dalam mengurangi transmisi sekunder demam tifoid. Klorin
tidak efektif bila air disimpan dalam wadah logam.
 Dalam beberapa situasi, seperti daerah pedesaan yang miskin di negara berkembang atau
pengungsian, bahan bakar untuk air mendidih dan wadah penyimpanan mungkin harus
disediakan.
2. Keamanan makanan
Makanan yang terkontaminasi merupakan kendaraan penting untuk transmisi demam tifoid.
Penanganan dan pengolahan makanan yang tepat sangat penting dan langkah-langkah
kebersihan dasar berikut harus diterapkan atau diperkuat selama epidemi:
 mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau makan makanan;
 menghindari makanan mentah, kerang, es;
 hanya makan makanan yang dimasak dan masih panas atau memanaskannya
kembali
Inspeksi keamanan makanan harus diperkuat di restoran dan penjual makanan di kaki lima.
Tifus dapat ditularkan oleh pembawa kronis yang tidak menerapkan praktik kebersihan
terkait makanan yang memuaskan. Pembawa ini harus dikecualikan dari kegiatan yang
melibatkan persiapan dan penyajian makanan. Mereka seharusnya tidak melanjutkan tugas
mereka sampai mereka memiliki tiga kultur tinja negatif setidaknya satu bulan terpisah.
3. Kebersihan
Sanitasi yang tepat berkontribusi untuk mengurangi risiko penularan semua patogen diare
termasuk Salmonella typhi.
 Fasilitas yang tepat untuk pembuangan limbah manusia harus tersedia untuk semua
masyarakat. Dalam keadaan darurat, lubang jamban bisa cepat dibangun.
 Pengumpulan dan pengolahan limbah, terutama selama musim hujan, harus
dilaksanakan
 Di daerah-daerah di mana demam tifoid diketahui, penggunaan kotoran manusia
sebagai pupuk harus dihalangi.
4. Edukasi kesehatan

Edukasi kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang


semua langkah pencegahan yang disebutkan di atas. Pesan edukasi kesehatan untuk komunitas
rentan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan diterjemahkan ke bahasa lokal. Untuk
menjangkau masyarakat, semua sarana komunikasi yang mungkin ada (misalnya media,
sekolah, kelompok perempuan, kelompok agama) harus diterapkan.

Keterlibatan masyarakat adalah landasan perubahan perilaku berkaitan dengan


kebersihan dan pengaturan dan pemeliharaan infrastruktur yang dibutuhkan. Di fasilitas
kesehatan, semua staf harus berulang kali dididik tentang perlunya:

 kebersihan pribadi yang sangat baik di tempat kerja;


 langkah-langkah isolasi untuk pasien;
 ukuran desinfeksi.
5. Vaksinasi

Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga didaerah lain. Jenis
vaksin yang ada di indonesia hanya ViCPS (vaksin kapsul polisakarida). Tindakan preventif
berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor risiko yang ada yaitu :

 Populasi : anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah
sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman
 Individual : pengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang terkontak erat
dengan tifoid karier, pada anak usia 2-5 tahun toleransi dan respons
imunologisnya sama dengan orang dewasa.

Daftar pustaka
[1] Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2013.

[2] Guideline For The Management Of Typhoid Fever, WHO, 2011.

[3] Jawetz et al, Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta: EGC, 2005.

[4] Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: PAPDI, 2014.

[5] Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Ikatan Dokter Indonesia, 2014.

[6] Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, PAPDI, 2014.

Anda mungkin juga menyukai