Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya dan merupakan


sensor pada tubuh manusia yang bermanfaat untuk membedakan siang dan
malam, hujan dan tidak hujan dan sebagainya. Seringkali seiring dengan
perkembangan jaman, fungsi sensor ini khususnya pada manusia telah banyak
berubah.Dewasa ini banyak orang yang telah memanfaatkan mata sebagai alat
untuk membaca atau melihat. Dengan mata orang dapat menyerap informasi
yang ada dihadapannya, diatasnya, dibelakangnya, dan di tempat lain. Mata yang
lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.

Sistem lakrimalis mrncakup struktur-struktur yang terlibat dalam


produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri dari ats kelenjar yang
menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan mata,yang disebarkan di atas
permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis,dan ductus
nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi . sistem ini yang mengalirkan
sekret kedalam hidung. Kelainan pada aparatus lakrimalis bisa dikarenakan
sistem sekresinya dan ekskresinya.Pada sistem aparatus lakrimalis ini sangat
berguna pada mata karena aparatus juga menghasilkan air mata yang dimana
berguna untuk kesehatan mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LAKRIMALIS


1.1 Apparatus Lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam
produksi dan drainase air mata, apparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian1:
1) Komponen sekresi, yang terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai
unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata
oleh kedipan mata.
2) Komponen ekskresi,yang mengalirkan sekret ke dalam hidung, terdiri dari
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Gambar 1: Apparatus Lakrimalis

1.2 Sistem Sekresi Air Mata


Film air mata terdiri dari tiga lapisan. Sel goblet uniseluler, yang tersebar
di seluruh konjungtiva, mengeluarkan glikoprotein dalam bentuk musin yang
terdiri dari lapisan terdalam film air mata. Kelenjar lakrimal utama dan asesoris
memberikan lapisan berair antara. Lapisan lipid adalah lapisan terakhir dari film
air mata yang diproduksi oleh kelenjar meibomian dari tarsus.
1) Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimal terletak di fossa lakrimal di kuadran temporal superior
dari orbit. Kelenjar berbentuk almond/kenari ini dibagi oleh kornu lateral
aponeurosis levator menjadi lobus orbital yang lebih besar dan lobus
palpebral yang lebih kecil. Saluran dari lobus orbital bergabung dengan lobus
palpebral dan bermuara ke fornix temporal superior. Lobus palpebral
kadang-kadang dapat divisualisasikan dengan membuka tutup atasnya.
Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis
levator menjadi 2:
a) Lobus orbita yang berbentuk kenari dan lebih besar, terletak di dalam
fossa glandulae lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita yang
dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator
palpebrae. Untuk mencapai bagian kelenjar ini dengan pembedahan,
harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli, dan septum orbita.
b) Lobus palpebra yang lebih muara ke forniks temporal superior. Bagian
palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal forniks
konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara pada
sekitar 10 lubang kecil, yang menghubungkan bagian orbita dan bagian
palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.
Pengangkatan bagian palpebra kelenjar akan memutus semua saluran
penghubung dan mencegah seluruh kelenjar bersekresi. Lobus palpebra
kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.

Stimulus berbahaya atau tekanan emosional memicu sekresi dari kelenjar


lakrimal dan mengakibatkan air mata mengalir deras di atas batas tutup
(epifora). Jalur aferen pada busur refleks adalah cabang oftalmikus dari saraf
trigeminal. Jalur eferen terdiri dari kontribusi parasimpatis dan simpatik.
Persarafan parasimpatis berasal dari lakrimal pontine nukleus (saliva
superior) di Pons dan bergabung dengan saraf sensorik somatik umum dan
serat sensorik khusus untuk membentuk nervus intermedius. Serabut
parasimpatis preganglionik melewati ganglion geniculate di mana mereka
tidak bersinaps dan keluar sebagai saraf petrosal yang lebih besar. Mereka
kemudian memasuki fossa tengkorak tengah dan melanjutkan ke foramen
lacerum untuk bergabung dengan saraf petrosus yang dalam dan membentuk
saraf kanal pterigoid (saraf Vidian). Serabut parasimpatis kemudian
bersinaps di ganglion pterigopalatina dan, melalui saraf maksila, bergabung
dengan saraf zygomatik untuk melindungi kelenjar lakrimal. Jalur simpatik
kurang ditandai dengan baik.1,2

2) Kelenjar Lakrimal Aksesorius


Kelenjar lakrimal aksesori terdiri dari kelenjar Krause dan Wolfring.
Kelenjar Krause (kelenjar mikroskopis) terletak di bawah konjungtiva
palpebra antara fornix dan tepi tarsus. Terdapat sekitar 42 di fornix atas dan
6-8 di fornix bawah. Kelenjar Wolfring terletak di batas atas lempeng tarsal
superior dan di sepanjang batas bawah tarsus inferior.1,2
Meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, kelenjar
lakrimal aksesorius mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause
dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki
ductulus.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra
(epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar".
Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan
kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
banyak air mata dari kelenjar lakrimal.1

1.3 Sistem Ekskresi Air Mata


Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakuslakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis.1
1) Punctum Lakrimalis
Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0,3 mm terletak di sebelah
medial bagian superior dan inferior dari kelopak mata. Punctum relatif
avaskular dari jaringan sekitarnya, selain itu warna pucat dari punctum ini
sangat membantu jika ditemukan adanya sumbatan. Punctum lakrimalis
biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak mata dibalik sedikit. Jarak
superior dan inferior punctum 0,5 mm, sedangkan jarak masing-masing ke
kantus medial kira-kira 6,5 mm dan 6,0 mm. Air mata dari kantus medial
masuk ke punctum lalu masuk ke canalis lakrimalis.
2) Kanalikuli Lakrimalis
Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat
kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat
pada tepi ekstremitas lateral lakrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil
dan lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan
sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju
lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian
hampir horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus mengalami
dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot
tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter.
3) Sakus Lakrimalis (Kantung Lakrimal)
Merupakan ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal,
dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang
lakrimal dan prosesus frontalis maksila.Bentuk sakus lakrimalis oval dan
ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujungnya membulat, bagian
bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.
4) Duktus NasoLakrimalis
Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari
bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran
ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna,
plica lakrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran mukosa.
Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseus, yang terbentuk dari
maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior.

1.4 Fisiologi Sistem Drainase Lakrimal


Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui pungtum superior dan
inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus dan
bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal.
Pergerakan air mata dari forniks konjungtiva superolateral ke sakus
lakrimal. Proses dini dipengaruhi daya kapiler dan gerakan mengedip dari
palpebra. Saat mengedip, terjadi konstriksi m. Orbikularis okuli pretarsal.
Terjadi penekanan ampula dan menyebabkan pemerndekan kanalikuli
horizontal sehingga pungtum bergerak ke medial. Secara bersamaan serabut
otot profunda m. Orbikularis preseptal yang melekat pada fasia sakus lakrimalis
berkonstriksi dan terjadi pengembangan sakus lakrimalis. Apertura menutup
dari lateral ke medial menyebabkan pendorongan air mata ke sakus lakrimalis
dan menyebabkan pembesaran sakus lakrimalis sehingga menimbulkan tekanan
negatif. hal ini menyebabkan penghsapan air mata dari kanalikuli masuk ke
sakus.
Saat palpebra membuka, kanalikulli memanjang menyebabkan
berkurangnya tekanan sehingga terisi air mata. M. Orbikularis relaksasi, sakus
lakrimalis kolaps dan terjadi peningkatan tekanan positif yang mendorong air
mata ke duktus nasolakrimalis menuju hidung.

Gambar 3. Anatomi Sistem Drainase Lakrimal


Gambar 4. Fisiologi Sistem Drainase Lakrimal

1.5 Air Mata


Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 um Yang menutupi
epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah 1:
1) Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan
meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2) Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut
3) Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba
4) Menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan.

1.6 Lapisan-Lapisan Film Air Mata


Film air mata terdiri atas tiga lapisan1:
1) Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari
kelenjar meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan
tnembentuk sawar kedap-air saat palpebra ditutup.
2) Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor clan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein).
3) Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan
karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat di-
basahi dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada
membran sel epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel
epitel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi
lapisan akuosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya
dengan cara menurunkan tegangan permukaan.
Gambar 5. Tiga Lapisan Film Air Mata yang
Melapisi Lapisan Epitel Superfisial di Kornea

1.7 Komposisi Air Mata


Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air rnata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglohulin IgA, IgG, dan IgE.Yang paling
banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari
transudat serum saja; IgA juga di produksi sel-sel plasma di dalam kelenjar
lakrimal.Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, kosentrasi
IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menvusun 21-25% protein
total, bekerja secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor anti bakteri non-
lisozim lain, membentuk mekanisme pertahananpenting terhadap infeksi. Enzim
air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu,
misalnya, hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs.1
K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata
daripada di plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan
urea (0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan
kadar glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35. Dalam
keadaan normal, air mata bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi
dari 295 sampai 309 mosm/L. 1
B. KELAINAN PADA SISTEM LAKRIMAL
1.1 Kelainan pada Sistem Sekresi
1) Alacrima
Tiadanya air mata sejak lahir. Terjadi pada sindrom Riley-Day
(Dyiautonomia familiar) dan displasia anhidrotik ektodermal. Pada awalnya
tanpa gejala, pasien dapat menunjukkan tanda keratokonjungtivitis sicca
yang khas. Bisa terjadi pula pada keadaan terputusnya saraf untuk sekresi
air mata, karena neuroma akustik atau operasi sudut cerebellopontin.1

2) Hipersekresi Lakrima
Hipersekresi primer jarang terjadi dan harus dibedakan dengan obstruksi
duktulus eksretoriusnya. Hipersekresi sekunder mungkin psikogenik atau
sebagai reflek akibat iritasi pada epitel permukaan atau retina. Keadaan ini
dapat dihentikan dengan memblokade saraf sekresi air mata di ganglion
sphenopalatina.1

3) Lakrimasi Paradoksal (air mata buaya)


Ditandai dengan mata berair saat makan, meskipun mungkin kongenital,
keadaan ini didapat setelah mengalami Bell’s Palsy dan akibat dari
regenerasi aberran nervus Fascialis.1

4) Air mata Berdarah


Akibat perdarahan konjungtiva karena trauma, diskrasia darah. Bisa juga
oleh karena tumor di sakus lakrimalis. Dapat terjadi juga pada penderita
hipertensi yang sedang mimisan dengan perluasan dari duktus
nasolakrimalis.1

5) Dakrioadenitis
DEFINISI
Peradangan kelenjar lakrimal merupakan penyakit yang jarang
ditemukan dan dapat bersifat unilateral atau bilateral. Dakrioadenitis ialah
suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik. Dibagi
menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat
disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik
lainnya.3

PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli
mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran
kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan
menuju ke kelenjar lakrimalis. Beberapa penyebab utama dari proses infeksi
terbagi menjadi 3 , yaitu :
1. Viral (penyebab utama)
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr
virus, Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses,
Coxsackievirus A
Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campah,
influenza.
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae,
Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae,
Mycobacterium tuberculosis, Borrelia burgdorferi.
Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma
tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis
4. Sarkoid dan idiopati
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis
adalah :
 Sarcoidosis
 Graves disease
 Sjogren syndrome
 Orbital inflammatory syndrome
 Benign lymphoepithelial lesion

DAKRIOADENITIS AKUT
Pada dakrioadenitis akut gejala biasanya berkembang selama berjam-jam
atau berhari-hari. Ada rasa sakit yang ditandai, dengan pembengkakan dan
kemerahan pada bagian luar dari kelopak atas, yang sering diasumsikan
berbentuk kurva S. Jika ada cairan purulen, pewarnaan Gram dan kultur dapat
dilakukan. Infeksi bakteri biasanya merespons antibiotik sistemik, tanpa perlu
drainase bedah.1
Pada suatu proses yang akut maka biasanya akan ditemukan sakit di
daerah glandula lakrimal yaitu di bagian depan temporall atas rongga orbita
disertai dengan kelopak ata yang bengkak, konjungtiva kemotik dengan
belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit
dengan pembesaran kelenjar preaurikel.3 Bila kelopak mata dibalik tampak
pembengkakan berwarna merah.
Diagnosis Banding :
1. Hordeolum internum  biasanya lebih kecil dan melingkar
2. Abses kelopak mata  terdapat fluktuasi
3. Selulitis orbita  biasanya berkaitan dengan penurunan pergerakan
mata. Dapat dibedakan dengan melakukan biopsy kelenjar lakrimal

DAKRIOADENITIS KRONIK
Dakrioadenitis kronis, didefinisikan sebagai peradangan selama lebih
dari 1 bulan, lebih sering terjadi. Ini bisa bilateral dan gejala hamper sama
dengan fase akut hanya pada fase ini tidak didapatkan nyeri. Umumnya tidak
ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namun mobile, tanda-tanda ocular
minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata kering.1,3
Diagnosis bandingnya :
1. Periostitis dari kelopak mata atas  sangat jarang terjadi
2. Lipodermoid  tidak ada tanda-tanda inflamasi

Gambar 1 : Tampak eritema dan odema pada kedua mata

Gambar 2: Tampak kel. Lakrimalis yang odema pada eversi

PENGOBATAN
Biasanya dimulai dengan kompres hanagat, antibiotic sistemik dan bila
terlihat abses maka dilakukan insisi.Bila disebabkan oleh radang menahun maka
diberikan pengobatan yang sesuai.
PENYULIT
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.3
1.2 Kelainan pada Sistem Eksresi
1) DAKRIOSISTITIS
Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya
akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip
hidung.1,3

Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan
abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang
berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

Gambar 2. Dakriosistitis Akut


Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
duktus nasolakrimalis:
 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan
kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus
alienum.
 Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
 Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor
pada sinus maksilaris.
 Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun


Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan
penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan
Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan
bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab
terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.

Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan
kotoran. Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah
kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah
dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak
dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga
mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar
adalah sekret mukopurulen.
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah
lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai
tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila
kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di
daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi.
Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini
menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan
untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 4
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat
warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes.
Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada
obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di
bawah ini.

Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi


ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila
ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi
lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test
bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air
mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes
ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe
dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi
jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.

Gambar 6. Anel Test

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan


penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk
mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat
adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan
dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan
anatomi pada sistem drainase lakrimal.

Gambar 7. Probing Test


Sumber: Manual for Eye Examination and
Diagnosis 7th Edition
Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga
dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes
(moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5
kali sehari.5
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering . Amoxicillin dan chepalosporine(cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam)juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa . Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam . Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi. 5
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini
dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum
nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR
merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat
pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal
dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.5

Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong
air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata,
ulkus, bahkan selulitis orbita.
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada
segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan
sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.

Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih
berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak
ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan
tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi
eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi
sehingga prognosisnya dubia ad bonam.

1.3 OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMAL


Definisi
Obstruksi duktus nasolakrimalis adalah penyumbatan duktus nasolakrimalis
(saluran yang mengalirkan air mata dari sakus lakrimalis ke hidung). Duktus
nasolakrimalis termasuk dalam system lakrimalis sebagai komponen dari system
ekskresi / drainase air mata.

Etiologi
Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke dalam
hidung melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan
menumpuk dan mengalir secara berlebihan ke pipi. Penyumbatan bisa bersifat
parsial (sebagian) atau total.
Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:
1. Gangguan perkembangan sistem nasolakrimalis pada saat lahir (ODNLK)
2. Infeksi hidung menahun
3. Infeksi mata yang berat atau berulang
4. Patah tulang (fraktur) hidung atau wajah
5. Tumor
Obstruksi duktus nasolakrimal congenital (ODNLK) merupakan gangguan
system lakrimal yang paling lazim, terjadi pada sampai 5% bayi baru
lahir.Biasanya disebabkan kanalisasi yang tidak lengkap duktus nasolakrimalis
dengan membrane sisa pada ujung bawah duktus nasolakrimalis, dimana duktus
ini masuk rongga hidung.

Gejala
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir
dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernapasan atas atau karena
pemajanan atas suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi nasolakrimalis
yang paling lazim adalah ‘berair mata’ (tearing), yang berkisar dari sekedar mata
basah (peningkatan di cekungan air mata, ‘penimbunan’ atau ‘kubangan’)
sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan cairan mukoid atau
mukopurulen (sering digambarkan oleh orang tua sebagai ‘nanah’), dan kerak.
Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang
disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan.
Penyumbatan karena tidak sempurnanya sistem nasolakrimalis biasanya
menyebabkan pengaliran air mata yang berlebihan ke pipi (epifora) dari salah
satu ataupun kedua mata (lebih jarang) pada bayi berumur 3-12 minggu.
Penyumbatan ini biasanya akan menghilang dengan sendirinya pada usia 6
bulan, sejalan dengan perkembangan sistem nasolakrimalis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah:
1. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata
Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna - setetes pewarna
ditanamkan ke dalam kedua matanya dan biasanya akan menghilang
selama 5 menit jika saluran yang paten, dan selanjutnya dapat terlihat
dalam lubang hidung menggunakan cahaya biru.
2. Probing dan Irigasi (Tes Anel)
Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertical ke dalam pungtum
lakrimal, kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai
ujungnya menyentuh dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar,
lalu sonde diputar 90 derajat ke atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah
berhasil, disusul dengan tes Anel.
Dengan menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam
fisiologis. Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya
berfungsi baik. Tes Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam
saluran ekskresi tersebut. Bila cairan keluar lagi dari pungtum lakrimal superior,
berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Kalau cairan kembali melalui
pungtum lakrimal inferior, berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli
lakrimal inferior.
Gambar Tes Probing

3. Tes warna Jones


Tes ini jarang diperlukan dan hanya diindikasikan pada pasien dengan suspek
obstruksi partial dari system drainase. Pasein-pasien dengan manifestasi epifora,
tetapi system lakrimal dapat di irigasi dengan syringe. Tes ini tidak bernilai pada
obstruksi yang total.

Penatalaksanaan
Dibedakan penanganan pada anak-anak dengan penanganan pada orang
dewasa. Epifora yang disertai hard stop menunjukkan letak sumbatan
nasolakrimal. Perkembangan sistim ekskresi lakrimal, khususnya duktus
nasolakrimalis bervariasi pada anak-anak yang mengalami kelainan
pembukaan Membrana Hassner. Timbulnya epifora bersamaan dengan
berfungsinya glandula lakrimalis sebagai sistim sekresi. Orang tua pada
umumnya lebih menyukai cara yang tidak menyakiti anak. Sondage vertikal
sebaiknya dihindari karena kemungkinan false route sangat besar.
Massage daerah lakrimal menjadi pilihan pertama. Massage dengan
tekanan pada pangkal hidung ke arah inferior dilakukan satu-dua menit tiap
hari. Bila dalam jangka waktu tiga bulan tidak menunjukkan perbaikan maka
irigasi berulang merupakan langkah berikutnya yang dilakukan sampai anak
berusia 1(satu) tahun. Batas usia ini tidak mutlak, apabila tanda radang tidak
ada maka irigasi dapat dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.
Suatu tindakan yang lebih agresif berupa intubasi tabung silikon dari
Jackson dapat juga dilakukan antara usia dua tahun dengan pembiusan umum.
Sumbatan nasolakrimal pada orang dewasa pada umumnya merupakan
indikasi suatu tindakan pembedahan yaitu dakriositorinostomi.Pembedahan
ini dilakukan pada keadaan peradangan tidak sedang dalam eksaserbasi akut.

1.4 Kanalikulitis
Definisi
Kanalikulitis adalah infeksi yang terjadi di kanalikulus. Anomali
kongenital dari sistem kanalikuli meliputi puncta imperforata, puncta aksesori,
fistula kanalikuli, dan agenesis sistem kanalikuli.

Etiologi

Sebagian besar kasus stenosis kanalikuli didapat dan disebabkan oleh


infeksi virus, biasanya varisela-zoster, herpes simpleks, atau infeksi adenovirus,
trauma, penyakit radang konjungtiva seperti sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis
epidermal toksik, eritema multiforme, dan pemfigoid cicatricial okular. Hasil dari
terapi obat, baik kemoterapi sistemik dengan fluorouracil atau idoxuridine
topikal.

Kanaliculitis adalah infeksi unilateral kronis yang disebabkan oleh


spesies Actinomyces, Candida albicans, spesies Aspergillus, streptokokus
anaerob, atau stafilokokus.

Gejala Klinis

Keluhan biasanya terjadi epifora, mata merah dan iritasi , terdapat


pengeluaran sekret yang serous ataupun mukopurulen dan biasanya unilateral.
Adanya sekret yang sering salah didiagnosis sebagai konjungtivitis. Sering terjadi
pada kanalikuli bawah daripada bagian atas, biasanya terjadi pada orang dewasa,
dan menyebabkan konjungtivitis sekunder. Jika tidak diobati, dapat menyebabkan
stenosis kanalikuli biasanya oleh dakriolit. Dakriolit adalah batu yang terbentuk
dari air mata dan debris serta sisa epitel yang bergabung jadi satu.

Diagnosis

Pemeriksaan saluran dan irigasi membantu identifikasi lokasi dan tingkat


keparahan obstruksi. Bukti lebih lanjut disediakan oleh kompresi kantung
lakrimal. Pada kanaliculitis, punctum biasanya mengkerut, dan terdapat nanah
dengan organisme dapat diidentifikasi oleh pewarnaan Gram dan kultur.

Penatalaksanaan
Terapinya dilakukan dengan dua cara , yang pertama adalah dengan
mengeluarkan benda asing disana (sekret ) dan antibiotik terapi. Dakriolit yang
kecil dan debris dapat dikeluarkan dengan cotton buds yang ditekankan pada
punctum lakrimalis . Jika batu yang terbentuk banyak dan susah dikeluarkan
dengan cara manual maka dapat dilakukan tindakan pembedahan yaitu
kanalikulotomi.

Pemberian antibiotik topikal seperti fluoroquinolone empat kali dalam


sehari selama 10 hari dapat diberikan diawal terapi namun jarang bersifat kuratif
sehingga dikombinasikan dengan kanalikulotomi. Pada kanalikulitis infeksi dapat
berulang.

Gambar : Tampak sekret purulen yang keluar dari kanalikulus

Gambar : Tampak sekret yang keluar setelah dimanipulasi


DAFTAR PUSTAKA
1. Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury.
Edisi 18. Jakarta: EGC; 2010
2. Khurana, A.K.. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited; 2007
3. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015
4. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. Australia: Elsevier; 2016.
5. Kaneshiro, N.K. 2010. Blocked Tear Duct. [serial online].
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001016.htm. [20 November
2019]
6. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [20 November 2019]

Anda mungkin juga menyukai