Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN Air mata adalah salah satu komponen penting pada sistem penglihatan, sehingga untuk air mata

terdapat sistem tersendiri yang mengatur air mata. Ada yang memproduksi dan ada yang mengekskresi. Salah satu keluhan yang sering terjadi di masyarakat adalah menangis. Menangis bisa juga berarti epifora yang artinya mengalirnya air mata ke pipi. Secara klinis, bahasan epifora itu dari yang jumlah banjiran airnya sedikit bahkan hingga keluar terus menerus. Hal ini bisa terjadi karena adanya gangguan atau ketidak seimbangan dari produksi dan ekskresi. Salah satu gangguan ekskresi adalah obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi ini cukup sering terjadi pada bayi-bayi baru lahir, dan juga kadang pada usia-usia dewasa. Untuk itu diperlukan bahasan-bahasan mengenai obstruksi duktus nasolakrimal ini sehingga mengetahui manajemen apa yang diperlukan pada kasus-kasus seperti ini Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat di kepaniteraan mata RSUD Ciawi, juga agar mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan obstruksi duktus nasolakrimal, klasifikasi dan pembagiannya, serta manajemen dari pelaksanaan obstruksi duktus nasolakrimal. Diharapkan ko-ass mampu mengerti dan menerapkan apa yang dipelajari ini saat menjadi dokter nantinya.

ISI Definisi Obstruksi duktus nasolakrimalis adalah penyumbatan duktus nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata dari sakus lakrimalis ke hidung). Duktus nasolakrimalis termasuk dalam sistem lakrimalis sebagai komponen dari sistem ekskresi / drainase air mata.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Cairan air mata disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.1,2 Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesorius, kanalikuli, punctum lakrimalis, sakkus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Secara embriologis, glandula lakrimalis dan glandula lakrimalis assessorius berkembang dari epitel konjungtiva. Sistem lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakkus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ectoderm permukaan yang berkembang dari korda epitel padat yang terbenam di antara prosessus maksilaris dan nasalis dari strukturstruktur muka yang sedang berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir. Duktus nasolakrimalis biasanya terbentuk salurannya pada usia 8 bulan usia janin, tapi pada umumnya penundaan dalam proses perkembangan yang dapat mengakibatkan sisa jaringan membran atau stenosis pada setiap tingkat dalam sistem nasolakrimal - dari kanalikuli ke ujung dari duktus nasolacrimal bawah. Persisten membran di bagian bawah duktus nasolakrimal terjadi di hingga 70% dari neonatus (dacryostenosis). Namun, hanya 2-4% dari bayi yang baru lahir menunjukkan gejala klinis penyumbatan saluran nasolakrimal. A. Sistem Sekresi Air Mata Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari
2

ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).1 Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film prekornel.1 Glandula lakrimalis terdiri dari struktur berikut :1 1. Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebra. 2. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara melalui kira-kira 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebral glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva superior. Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi. Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae B. Sistem Ekskresi Air Mata Sistem ekskresi terdiri atas punktum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.1 1. Punktum terletak di tepi kelopak mata posterior. Biasanya mereka menghadap sedikit ke posterior dan dapat diperiksa dengan mengeversi bagian medial kelopak mata.

2. Kanalikuli dimulai dari perbatasan kelopak mata, sejauh 2mm ke arah vertikaly yang disebut ampullae . Mereka kemudian berbelok ke medial dan ke horizontal sejauh 8 mm untuk mencapai saccus lakrimal. Kanalikuli superior dan inferior bersatu untuk membentuk kanalikulus komunis, yang membuka ke dinding lateral kantung lakrimal . Pada beberapa individu , masing-masing kanaliculus membuka secara terpisah. Sebuah katup mukosa (katup Rosenmller ) menggantung di persimpangan kanalikulus komunis dan saccus lakrimal untuk mencegah refluks air mata ke dalam kanalikuli tersebut. 3. Saccus lakrimal memiliki panjang sekitar 10-12 mm dan terletak pada fossa lacrimalis antara anterior dan posterior lakrimal crests. Tulang lakrimal dan prosesus frontalis maxilla memisahkan saccus lakrimal dari meatus tengah rongga hidung. 4. Duktus nasolakrimalis memiliki panjang sekitar 12-18 dan merupakan kelanjutan inferior dari saccus lakrimal. Duktus turun dan berbelok sedikit ke lateral dan

posterior untuk membuka ke meatus nasal inferior, lateral dan di bawah konka inferior. Pembukaan duktus ini sebagian ditutupi oleh suatu lipatan mukosa yang disebut katup Hasner . Obstruksi saluran ini dapat menyebabkan distensi sekunder saccus.

Gambar 2.1 anatomi dari sistem lakrimal1

Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula
4

sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke punktum sebagian karena hisapan kapiler.2 Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan ke dalam meatus inferior hidung. Lipatanlipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung distal duktus nasolakrimal. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior.1,2,3

Gambar 2.2 fisiologi air mata1

C. Air Mata Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah.

Lapisan air mata Film air mata terdiri dari tiga lapisan yaitu:2 1. Lapisan superfisial adalah film lipid mononuklear yang berasal dari kelenjar meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap air saat palpebra menutup 2. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor, mengandung substansi larut-air (garam dan protein) 3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diabsoprsi sebagian pada membran sel epitel korneaa dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan tegangan permukan.

Gambar 2.3 lapisan air mata2

Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria. Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim, menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap sebagai
6

antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu membilas mikroorganisme tersebut dan produkproduk yang dihasilkannya. 3 Komposisi air mata K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L. Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit, protein dan sitokin dalam komposisi air mata.2 Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva, mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata.2 Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior dan kanalikule ke sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler , gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan
7

kerja memompa dari otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.2 Etiologi Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke dalam hidung melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan menumpuk dan mengalir secara berlebihan ke pipi. Penyumbatan bisa bersifat parsial (sebagian) atau total. Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:3,4 1. 2. 3. 4. 5. Gangguan perkembangan sistem nasolakrimalis pada saat lahir (ODNLK) Infeksi hidung menahun Infeksi mata yang berat atau berulang Patah tulang (fraktur) hidung atau wajah Tumor

Obstruksi duktus nasolakrimal congenital (ODNLK) merupakan gangguan sistem lakrimal yang paling lazim, terjadi pada sampai 5% bayi baru lahir. Biasanya disebabkan kanalisasi yang tidak lengkap duktus nasolakrimalis dengan membran sisa pada ujung bawah duktus nasolakrimalis, dimana duktus ini masuk rongga hidung.5 Selain obstruksi akibat kongenital, terdapat juga obstruksi yang didapat dimana dibagi menjadi 2 macam yaitu, PANDO (Primary acquired nasolacrimal duct obstruction) dan SANDO (Secondary acquired nasolacrimal duct obstruction). PANDO disebabkan oleh akibat inflamasi dan fibrosi tanpa ada penyebab pasti. Sementara SANDO biasa banyak disebabkan oleh macam-macam penyebab.3 Penyebab-penyebab SANDO, antara lain:3 o Infeksi Bakteri Virus

Fungi Parasit

o Inflamasi Eksogen Endogen

o Neoplastik Primary Secondary Metastatic

o Traumatik Idiopatik Nonidiopatik

o Mekanik Patofisiologi PANDO lebih sering terjadi pada wanita paruh baya dan lanjut usia. Menggunakan CT scan, Groessl dan rekan menunjukkan bahwa wanita memiliki fossa nasolakrimal bagian bawah dan duktus nasolakrimal bagian tengah dengan dimensi lebih kecil. Mereka mencatat bahwa perubahan dalam dimensi anteroposterior kanal tulang nasolakrimalis bertepatan dengan perubahan osteoporosis seluruh tubuh. Pengukuran kuantitatif ini dapat membantu menjelaskan insiden yang lebih tinggi dari PANDO pada wanita. Penyebab lainnya adalah adanya fluktuasi hormonal dan perubahan menstruasi, serta status imunitas yang tinggi sebagai faktor yang mungkin berkontribusi terhadap proses penyakit. Ini mungkin menjelaskan prevalensi pada wanita paruh baya dan lanjut usia. Perubahan hormon yang Intraluminal foreign body External compression/occlusion

mengakibatkan proses umum deepitelisasi dalam tubuh dapat menyebabkan hal yang sama dalam saccus lakrimal dan duktus. 3 Sementara pada SALDO, penyebab umumnya termasuk infeksi, inflamasi, neoplasma, trauma , dan mekanik. Bakteri , virus, jamur , dan parasit telah terlibat sebagai penyebab obstruksi drainase lakrimal yang menular. Bakteri, seperti Actinomyces, Propionibacterium, Fusobacterium, Bacteroides, Mycobacterium, dan spesies Chlamydia, telah dihubungkan dengan obstruksi drainase lakrimal. Bakteri lainnya termasuk Nocardia, Enterobacter, Aeromonas, Treponema pallidum, dan Staphylococcus aureus.3 Penyebab obstruksi berupa viral paling sering terlihat dengan infeksi herpes (misalnya , herpes simplex, herpes zoster, cacar air, keratokonjunctivitis epidemik). Obstruksi disebabkan oleh kerusakan substantia propria dari jaringan elastis kanalicular dan/atau adanya adherensi dari membran inflamasi pada permukaan epitel baku kanalikuli tersebut. Jamur dapat menghambat bagian lakrimal dengan membentuk batu (dacryolith). Spesies yang berhubungan dengan obstruksi adalah Aspergillus, Candida, Pityrosporum, dan

Trichophyton. Obstruksi parasit jarang terjadi tetapi dilaporkan pada pasien yang terinfeksi Ascaris lumbricoides ,yang memasuki sistem lakrimal melalui katup Hasner . Peradangan dapat berasal dari endogen atau eksogen. Wegener granulomatosis dan sarcoidosis adalah 2 contoh kondisi yang menyebabkan obstruksi karena peradangan progresif dalam hidung dan mukosa saccus lakrimal. Radang endogen lain yang timbul yang terkait dengan obstruksi lakrimal adalah pemfigoid sikatrisial, sinus histiocytosis, penyakit Kawasaki, dan skleroderma.3 Penyebab eksogen obstruksi sikatrik sistem lakrimal adalah tetes mata, radiasi , kemoterapi sistemik, dan transplantasi sumsum tulang . Obat tetes mata adalah penyebab paling umum dari punctal iatrogenik dan jaringan parut kanalikuli. Radioterapi daerah cantus medial dapat menyebabkan reaksi inflamasi cukup berat untuk menyebabkan stenosis punktum, meskipun laporan yang diterbitkan bervariasi pada jumlah radiasi yang menyebabkan peradangan. Kemoterapi sistemik dengan 5 - fluorouracil ( 5 - FU ) telah dikenal untuk menutup jalan punktum dan kanalikuli, meskipun insiden telah menurun sejak rejimen oncologic saat ini menggunakan dosis yang lebih rendah untuk jangka waktu yang lebih pendek . Neoplasma dapat menyebabkan obstruksi lakrimal oleh pertumbuhan primer, penyebaran sekunder, atau penyebaran metastasis. Neoplasma primer mungkin timbul dalam punktum,
10

kanalikuli, saccus lakrimalis, atau duktus nasolacrimal. Penyebaran sekunder dari jaringan di sekitarnya lebih umum daripada tumor primer. Mereka adalah kanker yang paling umum pada kelopak mata (misalnya, karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa), meskipun penyebaran dari antrum maksila dan nasofaring juga telah dilaporkan.3 Trauma mungkin iatrogenik dalam kasus jaringan parut dari bagian lakrimal setelah tindakan probing. Penyebab iatrogenik NLDO juga dapat meliputi operasi dekompresi orbital, paranasal, hidung, dan prosedur kraniofasial. Penyebab trauma Noniatrogenic yang baik tumpul atau tajam dan paling sering melibatkan kanalikuli, saccus lakrimal, dan duktus nasolakrimalis. Obstruksi sistem lakrimal oleh akibat mekanik mungkin karena adanya benda asing intraluminal, seperti dacryolith. Ini mungkin disebabkan oleh infeksi (misalnya, Actinomyces, Candida) serta pemakaian jangka panjang obat topikal. Obstruksi mekanik juga dapat disebabkan oleh kompresi eksternal dari rhinoliths, benda asing hidung, atau mucoceles Gejala Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernapasan atas atau karena pemajanan atas suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi nasolakrimalis yang paling lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata, penimbunan atau kubangan) sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan oleh orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan.1,2,3 Penyumbatan karena tidak sempurnanya sistem nasolakrimalis biasanya menyebabkan pengaliran air mata yang berlebihan ke pipi (epifora) dari salah satu ataupun kedua mata (lebih jarang) pada bayi berumur 3-12 minggu. Penyumbatan ini biasanya akan menghilang dengan sendirinya pada usia 6 bulan, sejalan dengan perkembangan sistem nasolakrimalis. Pemeriksaan fisik Pengamatan secara umum meliputi:3

11

1. Limpahan air mata 2. Massa lembut berfluktuasi atas daerah saccus lakrimal atau daerah cantus medial 3. Sekret berlendir atau purulen saccus lakrimal yang distensi secara signifikan pada saat ditekan mungkin tidak akan menyebabkan regurgitasi karena adanya fungsi katup Rosenmuller, 4. Uji Regurgitasi - refluks mukoid akibat massage pada lakrimal mengindikasikan obstruksi sistem yang lebih rendah. Temuan pada slit lamp meliputi:3 1. Tinggi meniskus air mata ditingkatkan dengan fluorescein tinggi meniskus lebih besar dari 2 mm 2. stenosis punktum 3. Canaliculitis - penuhnya kanalikuli dan nanah kental ketika kanalikuli ditekan 4. Ekspresi konkret dari punktum 5. Punktum berlipat dengan bahan purulen pada daerah pembukaan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah: 1. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna . Setetes fluoresen diteteskan ke dalam kedua matanya, di daerah forniks inferior dan biasanya akan menghilang selama 5 menit jika saluran yang paten.1,3,4

Gambar 7.1 Tes flurescein1

12

2. Probing dan Irigasi (Tes Anel) Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertikal ke dalam punktum lakrimal, kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai ujungnya menyentuh dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar, lalu sonde diputar 90 derajat ke atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah berhasil, disusul dengan tes Anel.1,6 Dengan menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam fisiologis. Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya berfungsi baik. Tes Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam saluran ekskresi tersebut. Bila cairan keluar lagi dari punktum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di kanalikuli konunis, saccus, maupun duktus nasolakrimal. Kalau cairan kembali melalui punktum lakrimal inferior, berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior.

Gambar 7.2 Probing dan irigation1

3. Tes warna Jones Tes ini jarang diperlukan dan hanya diindikasikan pada pasien dengan suspek obstruksi partial dari sistem drainase. Pasein-pasien dengan manifestasi epifora, tetapi sistem lakrimal dapat di irigasi dengan syringe. Tes ini tidak bernilai pada obstruksi yang total. Tes Primer, memperbedakan obstruksi partial saluran lakrimal dari hipersekresi primer air mata. Pertama, setetes fluorecein 2% dimasukan dalam sakus conjunctiva. Setelah sekitar 5 menit, ujung cotton bud yang telah dibahasi dengan local anastesi dimasukan dibawah aliran inferior dari duktus nasolakrimalis. Interpretasi hasil:1 Positif : terdapatnya fluorecein dari hidung mengindikasikan patensi dari sistem drainase.
13

Negatif : tidak terdapatnya warna dari hidung mengindikasikan obstruksi partial atau kegagalan dari mekanisme pompa lakrimal. Pada hasil ini tes warna sekunder diperlukan.

Tes Sekunder (irigasi), mengindikasikan kemungkinan letak obstrukasi partial. Anestesi topikal dimasukan dan beberapa sisa fluorecein dikeluarkan. Sistem drainase di irigasi dengan larutan salin.1 Positif : terdapatnnya campuran cairan saline fluorecein dari hidung mengindikasikan bahwa fluorecein masuk ke dalam sakus lakrimalis, sehingga terdapat obstruksi partial dari duktus nasolakrimalis. Negatif : tidak terdapatnya cairan saline dari hidung mengindikasikan tidak masuknya fluorecein ke dalam sakus lakrimalis. Ini berarti obstruksi partial dari punktum, kanalikuli atau kanalikuli komunis, atau tidak sempurnanya mekanisme pompa lakrimalis.

Gambar 7.3 Tes Jones. A. Jones 1. B. Jones 2.1

14

4. Radiografi kontras Khusus untuk menilai duktus nasolakrimalis (Digital Subtraction Dacryocystography). Dimana sebelumnya di foto, duktus nasolakrimal diberikan kontras radiopak, 1-2ml, Co: Lipiodol ke dalam kanalikuli.1,6

Gambar 7.4 Dakriosistografi1

Penatalaksanaan Dibedakan penanganan pada anak-anak dengan penanganan pada orang dewasa. Epifora yang disertai hard stop menunjukkan letak sumbatan nasolakrimal. Perkembangan sistem ekskresi lakrimal, khususnya duktus nasolakrimalis bervariasi pada anak-anak yang mengalami kelainan pembukaan Membrana Hassner. Timbulnya epifora bersamaan dengan berfungsinya glandula lakrimalis sebagai sistem sekresi. Orang tua pada umumnya lebih menyukai cara yang tidak menyakiti anak. Massage daerah lakrimal menjadi pilihan pertama. `2,3

15

Massage dari saccus lakrimal meningkatkan tekanan hidrostatik dan dapat membuka obstruksi membran. Untuk melakukan manuver ini, jari telunjuk ditempatkan di atas kanalikuli comunis untuk memblokir refluks yang melalui punktum dan kemudian dipijat dengan kuat ke bawah. 10 pijatan diterapkan empat kali sehari. Pijat harus tetap menjunjung kebersihan kelopak mata, antibiotik topikal harus disediakan sebagai profilaksis konjungtivitis bakteri. ,3 Probing sistem lakrimal harus ditunda sampai usia 12-18 bulan karena kanalisasi spontan mungkin terjadi. Probing dilakukan dalam 1-2 tahun pertama kehidupan memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi, tetapi setelah ini keberhasilan menurun. Prosedur harus dilakukan di bawah anestesi umum. Tindakan ini bermaksud untuk secara manual mengatasi membran obstruktif pada katup Hasner. Setelah probing, sistem lakrimal diirigasi dengan saline berlabel fluorescein. Jika fluorescein dapat ditemukan pada aspirasi dari faring, tindakan probing dikatakan sukses. tetes steroid-antibiotik pasca operasi digunakan 4 kali sehari sampai 3 minggu. Jika, setelah 6 minggu, tidak ada perbaikan, ulangi tindakan probing. Pemantauan endoskopi hidung untuk membantu probing dianjurkan, terutama untuk prosedur ulangan, untuk mendeteksi kelainan anatomi dan memastikan benar tidaknya penyelidikan.1 Untuk tindak-tindakan yang tidak efektif bisa dilakukan tindakan operasi bisa berupa dakriosistorinotomi. Tindakan ini secara umum berupa pembuatan bypass dari saccus lakrimal ke ruang nasal tanpa melewati daerah duktus yang tersumbat. Tindakan-tindakan yang berhubungan dengan operasi sebaiknya dikonsulkan ke dokter THT terlebih dahulu mengingat adanya masalah di bagian rongga hidung juga.1 Prognosis Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, dengan massage saja bisa terbuka sempurna pada 6 bulan pertama, sementara untuk probing, hasil biasanya sangat baik dan 90% dari anak-anak disembuhkan dengan pada tindakan probing pertama dan lebih dari setengah, berhasil pada probing kedua. Kegagalan biasanya merupakan hasil dari anatomi abnormal, yang biasanya dapat diakibatkan kesulitan probing menembus saccus dan tidak patennya sistem lakrimal. Jika gejalanya menetap meskipun 1-2 probing secara teknis memuaskan, intubasi sementara dengan tabung silastic baik dengan atau tanpa balon yang mendilatasi duktus nasolakrimalis dapat mempengaruhi penyembuhan. Pasien yang gagal untuk merespon tindakan tersebut dapat diobati kemudian dengan DCR, asalkan letaknya obstruksinya distal dari saccus lakrimal.1,5
16

KESIMPULAN Obstruksi duktus nasolakrimalis adalah penyumbatan duktus nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata dari sakus lakrimalis ke hidung). Penyebabnya bisa berupa kelainan kongenital, serta didapat. Untuk kelainan didapat dapat yang primer dan sekunder. Untuk yang primer secara penyebab belum diketahui diduga adanya faktor inflamasi dan fibrosis yang berhubungan dengan hormonal dan osteoporosis pasca menopause. Sementara untuk yang sekunder dapat berupa infeksi, inflamasi, neoplastik, mekanik, dan traumatik. Gejala klinis yang ditemukan berupa menangis, epifora, dan juga adanya sekret bisa berupa nanah. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan secara umum dan juga slitlamp. Sementara untuk pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan fluorescen, probing dan irigasi, tes jones, dan radiografi dengan fluoresen. Penatalaksanaannya dapat berupa massage secara rutin, 4 kali sehari, 10 pijitan sekali. Jika tidak efektif dapat dilakukan probing, serta dakriosistorinostomi jika sudah beberapa kali probing tanpa hasil yang signifikan. Prognosisnya baik, karena pada bayi dapat sembuh sendiri, duktus menjadi paten seiring dengan waktu, dan untuk tindakan massage biasanya cukup efektif. Tingkat keberhasilan probing juga cukup tinggi yaitu 90% biasa pada probing pertama dan 50% berhasil pada probing kedua.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Kanski J.J, Bowling B. Clinical ophthalmology a systemic approach, 7th ed. Elsevier Saunders:USA.2011;66-72 2. Sullivan J.H, Shetlar D.J, Witcher J.P. Palpebra. Apparatus lakrimalis, dan air mata, dalam Vaughan & Asbury, Oftalmologi umum. EGC:Jakarta.2010;89-94 3. Camara J.G.Obstruction nasolacrimal duct. Medscape.Feb 2012. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1210141-overview . 31 Maret 2014. 4. Newell FW. Ophtalmology principles and concepts. 5th Edition. London: Mosby Company; 1982;224, 227, 230 5. Hughes R.K, Fitzgerald D. Congenital nasolacrimal duct obstruction: an optometric perspective, in Journal of behavioral Optometry, vol 11. 2000;94-6. 6. Ilyas S, Yulianti S R. Ilmu penyakit mata. FKUI: Jakarta.2011.24-5,107-8;

18

Anda mungkin juga menyukai