Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

DAKRIOADENITIS

Pembimbing :

dr. Ratna Muslimah, Sp.M.

Oleh :
Fatin Chaydar (201210330311064)
Ika Ummu Amaliah (201210330311081)

SMF ILMU PENYAKIT SARAF RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem lakrimal berperan penting dalam memelihara permukaan bola mata.


Mata yang berair seringkali menyebabkan frustasi baik bagi dokter maupun pasien
karena kesulitan menentukan penyebab kelainan di sistem lakrimal. Gangguan
pada sistem lakrimal secara umum disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
produksi dan drainase air mata. Sistem lakrimal terdiri atas struktur yang terlibat
dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar
yang menghasilkan berbagai bahan cairan air mata, yang didistribusikan ke
permukaan mata dengan berkedip. Kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis membentuk elemen sistem ekskretoris, yang akhirnya mengalir ke
hidung. 1
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem bagian sekresi yang
berupa kelenjar lakrimal dan sistem eksresi yang terdiri dari punctum lakrimal,
kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.
Kelenjar lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal
aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring). 2
Keluhan yang sering ditemui pada penderita dengan kelainan sistem
lakrimal ialah mata kering, lakrimasi dan epifora. Mata kering disebabkan oleh
kurangnya produksi air mata atau permukaan okuli yang tidak bisa menahan air
mata dalam jangka lama. Lakrimasi ialah kelebihan produksi air mata yang
disebabkan oleh rangsangan kelenjar lakrimal. Epifora adalah keadaan dimana
terjadi gangguan sistem ekskresi air mata. 2
Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi
karena berbagai sebab. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat
berupa dakriosistitis dan dakrioadenitis. Dakrioadenitis adalah radang akut pada
kelenjar lakrimal. Dakrioadenitis merupakan kejadian langka yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Dakrioadenitis secara klinis terbagi menjadi akut dan
kronis. Dakrioadenitis akut dapat disebabkan akibat komplikasi parotitis, infeksi
virus Epstein-Barr, campak, influenza, infeksi retrogad konjungtivitis, atau trauma
tembus, pada orang dewasa hubungan dengan gonore. Dakrioadenitis kronik

sekunder dapat terjadi akibat penyakit Hodgkin, tuberkulosis, mononucleosis


infeksiosa, leukimia limfatik dan linfosarkoma. 2
Patofisiologi dakrioadenitis masih belum jelas, namun beberapa ahli
mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman
yang berawal di konjungtiva yang menuju duktus lakrimalis dan menuju ke
kelenjar lakrimalis. Pasien dakrioadenitis sering mengeluh nyeri hebat dan
pelebaran pembuluh darah di daerah glandula lakrimal yaitu di bagian
superotemporal rongga orbita disertai dengan edema palpebral dan konjungtiva
kemotik dengan secret. 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apparatus Lakrimalis


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apparatus Lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi
dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan
mata oleh kedipan mata. Komponen ekresi yaitu kanalikuli, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis yang mengalirkan secret ke dalam hidung. 2

Gambar 2.1 Anatomi Apparatus Lakrimalis


(Head and Neck Cancer Guide, 2016)
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. kelenjar yang
berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus
orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing
dengan sistem duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus
palpebral kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebral superior.
Persarafan kelenjar-utama datang dari nukleus lakrimalis di pons melalui nervus
intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus.
2

Kelenjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa


kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan

Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki duktulus. Kelenjarkelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel
goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein
dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian
palpebral memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang juga ikut membentuk film air mata. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu
oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah
melewati tepian palpebral (epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai
pensekresi dasar. Secret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara
kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
banyak air mata dari kelenjar lakrimal. 2
Sistem eksresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebral menutup seperti ritsletingmulai dari lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem eksresi pada aspek medial palpebral. Pada
kondisi normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira sesuai
dengan kecepatan penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke
sistem eksresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan
memasuki puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan, menutup mata, bagian
khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus.
Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus, yang kemudai berjalan
melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan,
ke dalam meatus nasi inferior. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis
sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling
berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung distal duktus
nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi,
menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun. 2
2.1.2 Air Mata

Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap


lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan
disertai dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra
serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air
mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa
konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah. 1
Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang
memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria.
Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim,hal ini tidak
dianggap

sebagai

antimikrobial

yang

aktif

karena

dalam

mengatasi

mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu
membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya. 3
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata
dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan
konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski
ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata
adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309
mosm/L.
Berikut

adalah

ilustrasi

dari
elektrolit,

protein

dan sitokin

dalam

komposisi

air

mata.4

Gambar 2.2 Komposisi Air Mata


Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai
stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva,
mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya
terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan
menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada
nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan
penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air
mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan
eferen oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang
memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian
obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi
sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan
sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai
respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu
sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata. 4
Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan
inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis yang terletak di dalam fossa lakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus lakrimasi dan bermuara ke
dalam meatus inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum
oleh isapan kapiler , gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot Horner yang
merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakus
lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui duktus
nasolakrimalis ke dalam hidung. 2

2.2 Dakrioadenitis
2.2.1 Definisi
Dakrioadenitis adalah peradangan pars sekretorik (kelenjar lakrimal)
yang jarang ditemukan dan bersifat unilateral atau bilateral. 2
2.2.2

Epidemiologi
Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit
yang jarang ditemukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun
bilateral.2

2.2.3

Klasifikasi
Dakrioadenitis dapat berjalan akut maupun kronis:
1. Dakrioadenitis Akut
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air
mata di dalam palpebra superior, hal ini dapat ditemukan apabila
kelopak mata atas dieversi, maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar
air mata yang mengalami proses inflamasi. Pada perabaan karena ini
merupakan suatu proses yang akut maka biasanya akan sangat nyeri
dan dapat diikuti oleh gejala klinis lainnya yaitu kemosis
(pembengkakan konjungtiva), konjungtival injeksi, mukopurulen
secret,
eritema

dari

kelopak

mata,

lymphadenopati (submandibular), pembengkakan dari 1/3 lateral atas


palpebra mata (S-shape), proptosis, pergerakan bila mata yang terbatas.
8

Gambar 2.3 Kurva S-shape pada akut dakrioadenitis (DJO, 2016)

Gambar 2.4 Edema kelenjar lakrimal, eritema palpebral (DJO, 2016)


2. Dakrioadenitis Kronik
Pada dakrioadenitis kronik gejala klinisnya lebih baik dari
dakrioadenitis akut. Umumnya tidak ditemukan nyeri, ada pembesaran
kelenjar

namun

mobile,

tanda-tanda

ocular

minimal,

ptosis bisa

ditemukan,

dapat

ditemukan

sindroma

mata

kering. 8

Gambar 2.5 Dakrioadenitis kronik dengan edema kelenjar lakrimal


bilateral (DJO, 2016)
2.2.4

Etiologi
Dakriodenitis akut dan kronik dapat terjadi karena infeksi:
a. Virus: parotitis, herpes zoster, virus ECHO, virus sitomegali, coxsackie
virus A, dan mononukelosis. Pada anak dapat terlihat sebagai
komplikasi infeksi kelenjar liur, campak, influenza.
8

b. Bakteri:

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

gonokokus.

Dakrioadenitis dapat terjadi akibat infeksi retrogad konjungtivitis.


Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi radang pada kelenjar
lakrimal.
c. Jamur: histoplasmosis, aktinomises, blasmikosis, nokardiosis, dan

2.2.5

sporotrikosis.
d. Sarkoid dan idiopati 8
Patofisiologi
Patofisiologi masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang
berawal di konjungtiva yang menuju ke duktus lakrimalis dan menuju ke

2.2.6

kelenjar lakrimalis. 8
Manifestasi Klinis
Pasien dakrioadenitis akut umumnya mengeluh nyeri di daerah
glandula lakrimal (di superotemporal rongga orbita) disertai edema
palpebral, konjungtiva kemotik dengan sekret. Pada infeksi akan terlihat
bila mata bergerak akan terasa nyeri dengan pembesaran kelenjar
preaurikuler.
Dakrioadenitis akut perlu dibedakan dengan selulitisorbita, dengan
melakukan biopsy kelenjar lakrimal. Bila kelopak mata di balik tampak
pembengkakan berwarna merah di bawah palpebra superotemporal.
Pada keadaan kronik terdapat gambaran yang hamper sama dengan
keadaan akut tetapi tidak disertai nyeri. Apabila pembengkakan cukup

2.2.7

besar, bola mata terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis. 6
Diagnosis
Darioadenitis dapat didiagnosis dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis :

Akut
Pasien dengan dakrioadenitis akut akan merasa nyeri dan terdapat
pembengkakan pada kelopak mata.

Kronik
Terdapat pembengkakan tanpa rasa nyeri pada pasien dengan
dakrioadenitis kronik.

Pemeriksaan Fisik:

Akut
Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah
di bawah kelopak mata atas temporal.
Kronik
Pada pemeriksaan fisik dakrioadenitis kronik didapatkan gambaran
hampir sama dengan akut, namun tanpa rasa nyeri. Bila
pembengkakan cukup besar, bola mata terdorong ke bawah nasal
tetapi jarang terjadi proptosis.

Pemeriksaan Penunjang :

2.2.8

2.2.9

Histopatologi
Terdapat gambaran radang kelenjar tergantung etiologinya, bisa

muncul radang granulomatosa atau non granulomatosa. 8


Diagnosis Banding
Sindroma Mata Kering
Hordeolum interna
Selulitis interna
Chalazion
Selulitis orbital
Selulitis preseptal 8
Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya dimulai dengan kompres hangat, antibiotik sistemik

dan bila terlihat abses maka dilakukan insisi. 6


2.2.10 Komplikasi
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal. 6
2.2.11 Prognosis
Jika dilakukan pengobatan yang baik, dan tepat umumnya prognosisnya
dubia ad bonam. 5
2.2.12 Edukasi
a. menjelaskan kepada pasien bahwa pasiean mengalamai dakrioadenitis
yaitu suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik. Dibagi
menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat
disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik
lainnya.
b. Menjelaskan pada pasien bahwa untuk pengobatan akan dilakukan
beberapa kemungkinan yaitu kompres hangat, antibiotic sistemik dan bila
terlihat abses makan dilakukan insisi. Untuk antibiotik harus dihabiskan
agar tidak terjadi resistensi.

10

c. Menjelaskan pada pasien bahwa prognosis baik bila pengobatan yang baik,
cepat, dan tepat.

BAB III
RINGKASAN

Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars
sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya

11

dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik
lainnya.
Patofisiologinya

masih

belum

jelas,

namun

beberapa

ahli

mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran


kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan
menuju ke kelenjar lakrimalis. Beberapa penyebab utama dari proses infeksi
terbagi menjadi 3 , yaitu viral, bakteri, fungal, dan idiopatik. Selain penyebab
patogen tersebut, terdapat juga penyebab penyakit sistemik.
Pasien dakrioadenitis akut umumnya mengeluh nyeri di daerah glandula
lakrimal (di superotemporal rongga orbita) disertai edema palpebral,
konjungtiva kemotik dengan sekret. Pada infeksi akan terlihat bilsa mata
bergerak akan terasa nyeri dengan pembesaran kelenjar preaurikuler. Pada
keadaan kronik terdapat gambaran yang hamper sama dengan keadaan akut
tetapi tidak disertai nyeri. Apabila pembengkakan cukup besar, bola mata
terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis.
Pengobatan dakrioadenitis aka dilakukan beberapa kemungkinan yaitu
kompres hangat, antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan
insisi. Jika dilakukan pengobatan yang baik, cepat, dan tepat umunya
prognosisnya dubia ad bonam.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Vaughan dan Asburys. 2012. Apparatus Lakrimalis. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.: 89-99.
3. Kanski JJ, Bowling B. 2011. Lacrimal Drainage System. Clinical
Ophtalmology. Seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
4. Scott, Clifford A., etc. Care of the Patient with Occular Surrface
Disorders. USA: American Optometric Association. Pp 4-10.
5. D. Nancy Kim M. 2005. Orbit or Oculoplastics. Digital Journal of
Ophtalmology.

Diakses

tanggal

24

Juli

2016.

<http://www.djo.harvard.edu/>.
6. Srivastava, VK. 2000. Acute Suppurative Dacryoadenitis. MJAFI.
Classified Specialist (Ophtalmology), Military Hospital, Jabalpur. Volume
56. Pp 151-152.
7. Thanc Foundation. 2016. Orbital Tumors. Head and Neck Cancer Guide.
Diakses tanggal 25 Juli 2016. http://www.headandneckcancerguide.org/
8. Singh, Gagan J, etc. 2015. Dacryoadenitis. Medscape. Diakses tanggal 24
Juli 2016. <http://emedicine.medscape.com/article/1210342-overview>

13

Anda mungkin juga menyukai