Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Tear film normal diperlukan untuk mempertahankan fungsi permukaan okuler.


Perubahan patologis yang terlihat pada sindrom mata kering (dry eye disease)
mempengaruhi semua komponen tear film. Sindrom mata kering adalah suatu
gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan
fungsi dari lapisan air mata.1
Angka kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan
cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Banyak diantara penyebab
sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau
berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air
mata menjadi tidak stabil. 1
Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan
epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
penambahan keratinasi.1
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir. Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak
mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan
sulit menggerakkan palpebra.2 Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada
pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas
pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di
tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-
kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak
tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori,
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.1
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh
kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian
ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus orbikuaris
okuli, dan septum orbitale.1,6
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen
temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius
lakrimalis, yang bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil,
menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis
dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae
dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan
demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.1,6
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring)
terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior
dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam
fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus
dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal, lateral
terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam punktum oleh
isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari
isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan dan kerja memompa dari otot

2
Horner, yang merupan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di
belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata
ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung. 1,6
3. Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria lakrimalis.
Vena yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena
oftalmika. Drenase lime menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva
untuk mengalir ke dalam limfonodus pra-aurikula.1,6
4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari
nukleus salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus
lakrimalis.1,6

3
2.2 Fisiologi
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak
di fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar
yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi
lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing
dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal superior. Persarafan
kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius
dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus. 1
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus. Kelenjar-
kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel
goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam
bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra
memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat
yang ikut membentuk tear film. 1
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal. 1
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah 1
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear
film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk
memfokuskan refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada
kestabilan dan volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas

4
penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up”
menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus gambaran
yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada tear film
preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue dan
fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang
lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang
mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi
efek yang dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada
keratokonjungtivitis, perubahan lapisan musin menyebabkan epitel
permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut yang menyebabkan
deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV,
alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi
paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk
perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang
dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi
penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear
flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan
lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea
bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat
nutrisi dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk
epitel kornea sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari difusi
dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-kira 4%
dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang dibutuhkan

5
oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada tear film juga
mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film juga
mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan
penyembuhan epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film


(Sumber: http://tearscience.com/image )

Lapisan-Lapisan Tear Film 1


1. Lapisan Superfisial
Merupakan film lipid monomokuler yang berasal dari kelenjar
meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk
sawar kedap air saat palpebra ditutup. Lapisan ini terdiri dari lipid polar
dan non polar yang menyebar ke seluruh permukaan mata saat mata
berkedip. Penyebaran lipid ini penting karena penumpukan lipid,
khususnya lipid nonpolar, dapat mengkontaminasi lapisan musin yang
dapat mengakibatkan lapisan ini tidak bisa dibasahi.
2. Lapisan akueosa tengah
Lapisan yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor,
mengandung substansi larut air (garam dan protein). Lapisan ini
mengandung oksigen, elektrolit dan banyak protein seperti growth
factors, yang berfungsi sebagai sumber nutrisi dan menyediakan
lingkungan yang cocok untuk epitel permukaan. Keadaan epitel

6
permukaan bergantung pada growth factors seperti EGF, HGF dan KGF.
Immunoglobulin dan protein lainnya seperti laktoferin, lisozim,
defensin dan IgA, menjaga pemukaan mata dari infeksi bakteri dan
virus. Protein lain seperti interleukin, meminimalkan inflamasi pada
permukaan mata.
Kandungan elektrolit pada tear film, memiliki konsentrasi yang
sama dengan elektrolit serum dengan osmolaritas 300mOsm/L yang
mempertahankan volume volume sel epitel. Ion juga membantu proses
enzimatik dengan melarutkan protein. Osmolaritas yang tepat
dibutuhkan untuk mempertahankan potensial membran saraf,
homeostasis seluler, dan fungsi sekresi

Gambar 2. Tear film layer


(Sumber: http://lasik1.com/322208 )
3. Lapisan musinosa
Terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya
relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran
epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel permukaan.
Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akueosa untuk

7
menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara
menurunkan tegangan permukaan. 1
Fungsi lapisan ini sebagai surfaktan yang membantu air mata
membasahi epitel kornea yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini juga
berfungsi dalam mempertahankan kejernihan penglihatan dan kekuatan
refraksi.Lapisan musin yang intak melindungi epitel dari ancaman
lingkungan dan meminimalkan pengaruh gaya yang muncul akibat mata
yang berkedip. 1

Gambar 3. Normal tear film structure and components


(sumber: Steven C. et al, 2004 )

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin


mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah
IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja;
IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan
alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata
meningkat. 1
Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis
dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk
mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa

8
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase
untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.1

2.3 Disfungsi Tear Film


Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat1
1. Perubahan jumlah tear film.
2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang
irregular.
Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi
aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau
abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan
osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau pada
blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air mata
yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau limbus
yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau penggunaan
lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan pada kelopak
mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik, atau disfungsi
mekanisme berkedip. 1

2.4 Keratokonjungtivitis Sicca


2.4.1 Definisi
Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah penyakit
mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air
mata film meningkat.1 Ter\jemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa
Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".6

2.4.2 Etiologi
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari
satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik

9
termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva,
pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel
epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.1,2,6
A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukimia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)

10
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis1,2,6

11
2.4.3 Epidemiologi
Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata,
persentase insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang
usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Frekuensi insidensia
sindrom mata kering lebih banyak terjadi pada ras Hispanic dan Asia dibandingkan
dengan ras kaukasius.4

2.4.4 Manifestasi Klinis


Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus
berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,
merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.2 Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal.
Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental
kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior.
Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
beredema dan hiperemik.1
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis
sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel
kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen,
kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran
kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen. Diagnosis dan
penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai cara
diagnostik berikut:
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal

12
dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit
setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa
anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar
lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal
(tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-
kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata
kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.1,5

Gambar 4. Test Fluoresin


(Sumber : http://webeye.ophth.uiowa.edu/233120#/fluoresin-test )

B. Tear film break-up time


pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan
musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat
berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan
itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata,
sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada

13
akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose.
Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-
daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik
keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien
berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan
cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak berkedip.
Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan
flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini
lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal,
memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka.
Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata
dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi
musin.1,5

Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular


( Sumber : http://www.systane.ca )

C. Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca

14
obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata
normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut
(pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus),
arborisasi berkurang atau hilang.1,5
D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling
tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus
keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom
stevens johnson, dan avitaminosis A.1,5,6
E. Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein
adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air
mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerah-daerah tererosi
dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.1,5,6
F. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea
konjungtiva.1,5

Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose


Sumber : ( http://www.uptodate.com/bengalrosetest)

15
G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit
ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara
paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.1,5
H. Osmolalitas Air Mata
Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat
berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis
sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan
Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.1,5
I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.1,5

2.4.5 Terapi
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan
pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan
epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel.1 Air mata buatan adalah terapi
yang kini dsering digunakan. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang,
terutama saat tidur. 2,10
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin
adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer
larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha
memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban permukaan.agen
mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri
sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen
mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.6,9
 Topikal cyclosporine A
 Topikal corticosteroids

16
 Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat
sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-
alpha. Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi
spesifik untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin
diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin
berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.
Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi
sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang
paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya
memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan
reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal.1
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar
kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus
diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne
rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan
pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.1,2
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada
punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon),
untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen
dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.1,2,6
3. Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik.1
4. Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit
terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu.
Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan
vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat
mencegah komplikasi-komplikasi ini.1-3,7,10

17
BAB III
KESIMPULAN

Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang
ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka
kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Pasien dengan mata kering paling
sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum
lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air
mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan
palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata
adaah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan
slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis
aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Air mata
dihasilkan juga oleh kelenjar air (kelenjar lakrimal). Lapisan ini berfungsi untuk
membersihkan mata dan mengeluarkan benda-benda asing atau iritan.
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari
satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Pasien dengan mata
kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing).
Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit
menggerakkan palpebra. Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep
berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan
diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau kacamata
berenang. Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan
kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan
berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan
penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaugan, Asbury T, et al. General Ophtalmology: Palpebra and Lacrimal


Gland, edisi 18. USA: 2011. Hal 110. Mc Graw Hill.
2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit
Eyelids and Lacrimal System. San Fransisco: 2011. American Academy of
Ophtalmology.
3. Vaugan, Asbury T, et al. General Ophtalmology: Dry Eye Syndrome. edisi
18. USA: 2011. Hal 114. Mc Graw Hill.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit
FKUI.
5. Holland J, Mannis J et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New york
: 2013. Saunders Elsevier.
6. Mc Fadden, murray. Dry eye Syndrome. Diakses dari
http://www.lasik1.com/Dry-Eye/Dry-Eye-Treatment.html pada tanggal 10
September 2015.
7. James B, Chew C et al. Sistem Lakrimal dalam Oftalmology. Edisi
kesembilan. Jakarta: 2003. Erlangga.
8.Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. Diakses dari:
http://tearscience.com pada tanggal 10 maret 2015
9. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk
10. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses tanggal
7 September 2015

19

Anda mungkin juga menyukai