Anda di halaman 1dari 21

Dry Eye Syndrome

Hanna Damayanti
10.2012.337 / C - 6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Email : hannadamayanti12@gmail.com
Pendahuluan
Mata kering merupakan penyakit mata yang umum, yang sering menyebabkan iritasi
okular yang membuat pasien mencari penanganan dari dokter spesialis mata. Ketika gejala
biasanya membaik dengan pengobatan, penyakit ini biasanya tidak bisa sembuh, yang
mungkin menjadi sumber frustasi bagi pasien dan dokter. Mata kering dapat menyebabkan
kecacatan visual dan dapat menjadi korneal, katarak, dan operasi refraksi6. Di Amerika
Serikat, sebanyak 6% dari populasi yang berusia diatas 40 tahun dan lebih dari 15% populasi
yang berusia diatas 65 tahun menderita mata kering.
Menurut National Eye Institute mata kering adalah gangguan film air mata oleh karena
defisiensi air mata yaitu gagalnya glandula memproduksi komponen air mata yang cukup atau
evaporasi air mata yang berlebihan yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan
intrapalpebra dan berhubungan dengan gejala ketidaknyamanan. Sindroma mata kering
(keratokeratokonjungtivitis sika) dapat dibagi menjadi sindroma non-Sjogren, sindroma
Sjogren dan penyakit glandula meibom. Secara klinis, gejala yang berhubungan dengan mata
kering termasuk mata terasa terbakar, sensasi benda asing, sensasi nyeri, fotofobia dan
penglihatan kabur.
Air mata diperlukan untuk mempertahankan kesehatan permukaan depan mata dan
untuk memberikan pandangan yang jelas. Orang dengan dry eye tidak menghasilkan air mata
yang cukup atau memiliki kualitas buruk air mata. Dry eye merupakan masalah umum dan
sering bersifat kronis, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.

Anatomi Kelopak Mata


Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip membantu menyebarkan lapisan
tipis air mata, yang melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior
berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi1.
Kelopak mata terdiri atas lima jaringan yang utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapisan kulit, otot rangka (orbicularis oculi), jaringan areolar, jaringan fibrosa (lempeng
tarsus), dan lapisan membran mukosa (konjungtiva palpebralis)1.

Struktur Palpebra1
A. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dari kulit di kebanyakan bagian lain tubuh karena tipis, longgar
dan elastis, dengan sdikit folikel rambut serta tanpa lemak subkutan.
B. Muskulus Orbicularis Oculi
Fungsi muskulus orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Serat-serat ototnya
mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan menyebar dalam jarak pendek
mengelilingi tepi orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang
terdapat didalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitale
adalah bagian praseptal. Segmen diluar palpebra disebut bagian orbita. Orbicularis oculi
dipersarafi oleh nervus fascialis.
C. Jaringan Areolar
Jaringan areolar submuskular yang terdapat di bawah musculus orbicularis oculi
berhubungan dengan lapisan subaponeurotik kulit kepala.
D. Tarsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa padat yang
bersama sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut lateral dan medial serta
juluran tarsus tertambat pada tepi orbita dengan adanya ligamen palpebra lateralis dan

medialis. Lempeng tarsus superior dan inferior juga tertambat pada tepi atas dan bawah
orbita oleh fasia yang tipis dan padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbitale.
E. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva palpebra, yang
melekat erat pada tarsus. Insisi bedah melalui garis kelabu tepian palpebra membelah
palpebra menjadi lamella anterior kulit dan musculus orbicularis oculi serta lemella
posterior lempeng tarsal dan konjungtiva palpebra.

Tepian Palpebra1
Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini
dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior.
A. Tepian anterior
1. Bulu Mata Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur. Bulu
mata atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu mata bawah serta
melengkung ke atas; bulu mata bawah melengkung kebawah.
2. Glandula Zeis Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
3. Glandula Moll Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
bermuara membentuk satu barisan dekat bulu mata.
B. Tepian Posterior
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat
muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (glandula Meibom, atau
tarsal).
C. Punctum Lakrimal
Pada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil dengan lubang
kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini berfungsi
menghantarkan air mata ke bawah.

Gambar 1. Anatomi Kelopak Mata2

Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 m yang menutupi epitel kornea dan
konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah (1) membuat kornea menjadi permukaan
optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel; (2)
membassahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut; (3)
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek
antimikroba; dan (4) menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan1.

Lapisan-Lapisan Film Air Mata1


Film air mata terdiri atas tiga lapisan:
1.

Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari kelenjar meibom.
Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap-air saat
palpebra ditutup.

2.

Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor;
mengandung substansi larut-air (garam dan protein).

3.

Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik.
Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin
diadsorpsi sebagian pada membran sel-sel epitel permukaan. Ini menghasilkan
permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian
yang dibasahinya dengan cara menurunkan tegangan permukaan.

Komposisi Air Mata


Volume air mata normal diperkirakan 72 L di setiap mata. Albumin mencakup 60%
dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak.
Terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah IgA, yang berbeda
dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja; IgA juga diproduksi sel-sel
plasma didalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal,
konsentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-25% protein
total-bekerja secara sinergis dengan gamma-globulin dan faktor antibakteri non-lisozim lainmembentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis, hexoseaminidase untuk
diagnosis penyakit Tay-Sachs1.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada di plasma.
Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL). Perubahan
kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar glukosa dan urea dalam air mata. pH
rata-rata air mata adalah 7,35, meskipun ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam
keadaan normal, air mata bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295
sampai 309 mosm/L1.

Sistem Sekresi Air Mata


Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase
air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.

Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi


sistem ini yang mengalirkan sekret ke dalam hidung.
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa
glandula lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi
oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus
palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktulusnya yang bermuara ke
forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan
palpebra superior. Persarafan kelenjar-utama datang dari nukleus lacrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maksilaris nervus trigeminus1.
Kelanjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama,
mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar
utama, tetapi tidak memiliki duktulus. Terletak di konjungtiva, terutama diforniks superior.
Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam
bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis ditepian palpebra memberi lipid
pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk
film air mata. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan
air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius
dikenal sebagai pensekresi dasar. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk
memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
banyak air mata dari kelenjar lakrimal1.

Sistem Ekskresi Air Mata


Bila sudah memenuhi saccus konjungtivalis, air mata akan memasuki puncta sebagian
karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pratarsal yang
mengelilingi ampula akan mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu
palpebra ditarik kearah crista lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi saccus
lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam
saccus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam saccus, yang kemudian berjalan
melalui ductus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam
meatus inferior hidung1.

Gambar 2. Sistem ekskresi air mata16


Dry Eye Syndrome
0

Definisi
National Eye Institute (NEI)/ Industry Dry Eye Workshop melihat kembali definisi mata
kering pada tahun 1995 yang menyatakan bahwa dry eye meruakan gangguan dari lapisan air
mata akibat defisiensi air mata atau evaporasi berlebihan, yang menyebabkan kerusakan pada
permukaan okular interpalpebra dan dikaitkan dengan gejala ketidaknyamanan okular. Komite
sepakat bahwa definisi mata kering dapat berkembang dengan pengetahuan tentang peranan
hiperosmolaritas air mata dan inflamasi permukaan okuular pada mata kering dan berakibat
gangguan fungsi penglihatan. Sehingga terbentuk versi yang telah digabungkan pada
workshop tahun 2007 untuk membuat definisi dry eye merupakan penyakit air mata
multifaktorial dan permukaan okular yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan
visual, dan ketidakstabilan air mata dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular.
Hal ini disertai dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan
okular7,8.
Sindroma mata kering (keratokonjungtivitis sika) dapat disebabkan oleh sembarang
penyakit yang berkaitan dengan defisiensi komponen-komponen air mata (akuosa, musinosa,
7

atau lipid), kelainan permukaan palpebra, atau kelainan-kelainan epitel. Walaupun terdapat
berbagai bentuk keratokonjungtivitis sika, yang berhubungan dengan arthritis rheumatoid dan
penyakit autoimun lainnya biasanya dikategorikan sebagai sindrom Sjorgen1.
1

Epidemiologi
Ellwein dkk menemukan angka kejadian kasus mata kering per 100 pembayaran
pelayanan pengobatan meningkat sebesar 57,4% dari 1,22 pada 1991 menjadi 1,92 pada
19989. Sejumlah 17% dari 2127 pasien rawat jalan didiagnosis dengan mata kering diketahui
dengan pemeriksaan yang komprehensif. Sedangkan pada populasi 2520 orang tua (65 tahun
atau lebih) penduduk Salisbury, Maryland, 14,6 % mengeluhkan satu atau lebih gejala mata
kering sering atau sepanjang waktu. Pada populasi di US usia 65-84 tahun diperkirakan 1 juta
dari 4,3 juta orang mengalami mata kering6.
Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan 15% pada pria
antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60 tahun didapati sebanyak
22% wanita dan 10% pria yang mengalami gejala keratokonjungtivitis sika14.

Faktor Resiko
Tingkat Bukti
Konsisten

Mungkin

Belum Jelas

Usia tua

Ras Asia

Merokok

Wanita

Pengobatan:

Tricyclic Pengobatan:

antidepresan,

selective antikolinergik, anxiolytics,

serotonin

reuptake antipsikosis

inhibitor, diuretik dan beta


bloker
Terapi

estrogen

paska Diabetes melitus

Penggunaan alkohol

menopause
Diet rendah asam lemak Infeksi HIV/HTLV1

Menopause

omega 3
Pengobatan antihistamin

Kemoterapi sistemik

Injeksi botulinum toksin

Penyakit

jaringan Insisi

luas

ECCE

dan jerawat

connective

keratoplasty

LASIK

Isotretinoin

Asam urat

Terapi radiasi

Sarcoidosis

Kontrasepsi oral

Transplantasi

Disfungsi ovarium

Hamil

hematopoietik stem sel


Defisiensi vitamin A
Infeksi hepatitis C
Defisiensi androgen
2

Etiologi
Banyak diantara penyebab dry eye mempengaruhi lebih dari satu komponen film air
mata atau berakibat perubahan permukan muka yang secara sekunder menyebabkan film air
mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering kornea
dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi1.
Etiologi dari dry eye syndrome/keratokeratokonjungtivitis sika yaitu1:
A.

Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal


1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Apalasi kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a.

Penyakit sistemik
1)

Sindroma sjorgen

2)

Sklerosis sistemik progresif

3)

Sarkoidosis

4)

Leukemia, limfoma

5)

Amiloidosis

6)

Hemokromatosis

b.

Infeksi
1)

Trachoma

2)

Parotitis epidemica

c.

Cedera
1)

Pengangkatan kelenjar lakrimal

2)

Iradiasi

3)

Luka bakar kimiawi

d.

e.
B.

Medikasi
1)

Antihistamin

2)

Antimuskarinik; atropin, skopalamin

3)

Anestetika umum; halothane, nitrous oxide

4)

Beta-adregenik blocker; timolo, practolol


Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)

Kondisi ditandai defisiensi musin


1.

Avitaminosis A

2.

Sindrom steven-johnson

3.

Pemfigoid okuler

4.

Konjungtivitis menahun

5.

Luka bakar kimiawi

10

6.

Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen betaadregenic blocker

C.

Kondisi ditandai defisiensi lipid


1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis

D.

Penyebaran defektif film air mata disebabkan:


1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium

11

b. Symblepharon
3. Proptosis

Mekanisme Mata Kering


Secara umum, mata kering disebabkan oleh gangguan pada unit fungsi lakrimal (UFL),
mencakup integrasi system glandula lakrimal, permukaan ocular dan kelopak mata, dan saraf
motorik dan sensorik yang menyambungkan mereka. Unit fungsional ini mengatur komponen
utama film air mata dalam regulasi dan berespon pada pengaruh lingkungan, endokrin dan
kortikal. Keseluruhan fungsi ini untuk memroses integritas film air mata, kejernihan kornea
dan kualitas gambar yang diproyeksikan ke retina. Ketika penyakit dan kerusakan pada
komponen UFL dapat menyebabkan mata kering, mekanisme inti dari mata kering
dikendalikan oleh hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan film air mata8.
Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan pada permukaan epitel dengan
mengaktifkan kaskade inflamasi pada permukaan okular dan melepaskan mediator inflamasi
kedalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel dengan apoptosis, hilangnya sel
goblet dan gangguan paparan musin, memicu ketidakstabilan film air mata. Eksaserbasi
ketidakstabilan hiperosmolaritas permukaan okular dan melengkapi kemantapan lingkaran.
Ketidakstabilan film air mata dapat dimulai, tanpa kehadiran hiperosmolaritas air mata, oleh
beberapa etiologi, seperti xeroptalmia, alergi okular, penggunaan topikal dan pemakaian lensa
kontak8.
Kerusakan epitel disebabkan oleh mata kering yang menstimulasi akhir persarafan
kornea, mengarahkan pada gejala ketidaknyamanan, meningkatkan penutupan mata dan
secara potensial mengkompensasi refleks sekresi air mata. Hilangnya musin normal pada
permukaan okular berkontribusi pada gejala peningkatan resistensi gesekan antara kelopak
mata dan bola mata8.
Hal utama yang diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata adalah berkurangnya aliran
akuos air mata, menghasilkan kegagalan lakrimal, dan/atau meningkatkan evaporasi film air
mata. Peningkatan evaporasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang rendah kelembaban
dan tingginya aliran udara dan menyebabkan secara klinis disfungsi glandula meibom
(DGM), yang menyebabkan ketidakstabilan lapisan lipid air mata. Kualitas minyak kelopak

12

mata dimodifikasi oleh aksi esterase dan lipase yang dilepaskan oleh flora komensal di
kelopak mata, yang jumlahnya meningkat pada blepharitis. Penurunan aliran akuos air mata
adalah akibat terganggunya pengiriman cairan lakrimal ke saccus konjungtiva. Masih belum
jelas apakah hal ini diakibatkan kejadian yang normal pada penuaan, tetapi ini dapat dipicu
oleh obat-obatan sistemik tertentu, seperti antihistamin dan agen antimuskarinik. Hal utama
yang paling umu menyebabkan kerusakan inflamasi lakrimal, terlihat pada kelainan autoimun
seperti sindroma Sjorgen dan juga non-Sjorgen. Inflamasi menyebabkan kerusakan jaringan
dan hambatan neurosekretorik yang reversibel. Penghambatan reseptor dapat juga disebabkan
oleh sirkulasi antibodi di reseptor M38.
Pengiriman air mata dapat terhambat oleh sikratiks konjungtiva akibat luka atau
penurunan refleks sensorik ke glandula lakrimal dari permukaan okular. Akhirnya, kerusakan
permukaan yang kronik dari mata kering mengarahkan pada gagalnya sensitivitas kornea dan
penurunan refleks sekresi air mata. Berbagai etiologi dapat menyebabkan mata kering, oleh
mekanisme blok refleks sekresi, termasuk operasi refraksi (LASIK), pemakaian lensa kontak
dan penyalahgunaan anastesi topikal yang kronik8.

13

Gambar 3. Mekanisme Mata Kering8

Manifestasi Klinis
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda asing
(berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik, fotosensitivitas,
mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari hanya akibat lingkungan yang
kecil seperti tiupan angin, dingin, kelembaban rendah, atau membaca dalam waktu yang
lama16,17. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah
tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada
konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan
hiperemik1.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva
dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada epitel kornea terpulas
dengan fluorescein. Pada tahap lanjut keratokonjungtivitia sika tampak filamen-filamen
dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas.
Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom
sjorgen1.

5
6

Diagnosis
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai
cara diagnostik berikut:1,3,16
A.

Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer

(kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga

14

tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit setelah
dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang
aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan
setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil false
positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes
normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.

Gambar. Tes Schirmer

B.

Tear film break-up time


Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk memperkirakan

kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes
Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan
itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan
epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat
dipulas dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras berflouresein
pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa

15

dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip.
Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan flouresein kornea
adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang
nyata oleh anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih
pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
C.

Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan dengan

mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning)


mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut
(pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang
atau hilang.
D.

Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan

konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-nasal.
Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sika, trachoma, pemphigoid
mata sikatriks, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.
E.

Pemulasan Flouresein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflouresein adalah indikator

baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat. Flouresein akan
memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.
F.

Pemulasan Bengal Rose


Bengal rose lebih sensitif dari flouresein. Pewarna ini akan memulas semua sel epitel

non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.

16

Gambar . Pemulasan Bengal Rose

G.

Penguji Kadar Lisozim Air Mata


Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal perjalanan sindrom

Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas
Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.
H.

Osmolalitas Air Mata


Hiperosmolitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sika dan pemakaian

kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan
menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis
sika. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan Schirmer normal dan
pemulasan bengal rose normal.
I.

Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar

lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.

Penatalaksanaan
Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa mengontrol
gejala dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung pada tingkat keparahan
penyakit3.
17

1.

Suplementasi dengan substitusi air mata. Air mata artifisial tetap menjadi pengobatan
mata kering. Tersedia dalam bentuk tetes dan salap. Mengandung derivat selulosa (0,250,7% metil selulosa dan 0,3% hipromelosa) atau polyvinyl alkohol (1,4%).

2.

Siklosporin topikal (0,05%, 0,1%) dilaporkan sebagai obat yang sangat efektif untuk
mata kering di banyak studi terbaru. Ini membantu mengurangi inflamasi cell-mediated
pada jaringan lakrimal.

3.

Mukolitik, seperti 5 persen acetylcystine dipakai 4 kali sehari membantu menyebarkan


mukus dan menurunkan viskositas air mata.

4.

Retinoid topikal baru-baru ini dilaporkan bermanfaat menunda perubahan selular


(metaplasia skuamosa) yang terjadi di konjungtiva pada pasien mata kering.

5.

Menurunkan evaporasi dan drainase. Evaporasi dapat dikurangi dengan menurunkan suhu
ruangan, menggunakan ruang lembab dan kacamata proteksi2.

6.

Tetrasiklin sistemik dapat diberikan untuk mengatasi blepharitis dan mengurangi


mediator inflamasi di air mata.

7.

Oklusi punktal. Mengurangi drainase dan dapat menyelamatkan air mata alami

dan memperpanjang efek artificial tears. Ini sangat bermanfaat pada pasien dengan
keratokonjungtivitis sedang hingga berat yang tidak berespon pada pengobatan topikal.
Sementara, oklusi dapat dilakukan dengan menginsersi kolagen ke dalam kanalikuli.
Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata
kering baik.1
Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit terganggu. Dengan
memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada kasus lanjut, dapat timbul
ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri
sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan
penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.1,2,3,7,10

18

Kesimpulan
0

Dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular yang

menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air mata dengan
kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai dengan meningkatnya
osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan okular.7,8
1

Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan 15% pada

pria antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60 tahun didapati
sebanyak 22% wanita dan 10% pria yang mengalami gejala keratokonjungtivitis sika.14
2

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda asing

(berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik, fotosensitivitas,


mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari hanya akibat lingkungan yang
kecil seperti tiupan angin, dingin, kelembaban rendah, atau membaca dalam waktu yang
lama.16,17 Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah
tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada
konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan
hiperemik1.
3

Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa mengontrol

gejala dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung pada tingkat keparahan
penyakit3.
Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka
panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab,
kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang. pemeriksaan mata secara eksternal
termasuk struktur kelopak mata dan dinamik berkedip; evaluasi kelopak mata dan kornea
menggunakan cahaya terang dan magnifikasi; serta pengukuran kuantitas dan kualitas air
mata untuk semua abnormalitas.
Langkah awal untuk mengobati penyakit ini adalah dengan mengidentifikasi etiologi
yang mendasarinya dan mencoba untuk mengeliminasi dan/atau mengobatiya.

Daftar Pustaka

19

1. Salmon, JF. 2007.Lid Lacrimal Apparatus and Tears. In General Ophthalmology


Vaughan D, Asbury T, Rordian Eva P.The McGraw-Hill ED 17 : 95-98
2. James, B., Chew, C., Bron, A. Lecture Notes on Ophtalmology. Anatomy. 4-5, 593. Kanski, Jack J., 2007. Kanski Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Ed_6.
Elsevier;151, 205-212.
4. Modis, L., Szalai, E. 2012. Dry Eye Diagnosis and Management. Available from:
http://www.medscape.org/viewarticle/737035_7. [Accessed 20 Maret 2016].
5. Mitra, S. 2012. Dry Eyes: Common Eye problem in the Middle East. Available from:
http://www.gulfmd.com/dr_articles/Dryeyes_dr_Sandip_Mitra.asp? id=24. [Accessed
20 Maret 2016].
6. Amerian Optomeric

Association.

2006-12.

Dry

Eye.

Available

from:

http://www.aoa.org/x4717.xml. [Accessed 20 Maret 2016].


7. The Ocular Surface. Special Issue: 2007 Report of International Dry Eye Workshop
(DEWS). The Ocular Surface Vol. 5, No. 2.
8. Lemp, M A, Foulks, G N. 2008. The Definition & Classification of Dry Eye Disease
Guidelines from the 2007 International Dry Eye Workshop.
9. The Ocular Surface. Special Issue: The Epidemiology of Dry Eye Disease : Report of
the Epidemiology Subcommittee of the International Dry Eye Work Shop (2007). Vol.
5, No. 2.
10. Foster,

C.S.

2012.

Dry

Eye

Syndrome.

Available

http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview#aw2aab6b2b4.

from:
[Accessed

20 januari 2013].
11. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and Diagnosis.
Available from: http://www.ajmc.com/publications/ supplement/2008/2008-04-vol14n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/. [ Accessed 20 Maret 2016].
12. Remington, A. 2005. Chapter 9 Ocular Adneksa dan Sistem Lakrimalis. In: Clinical
Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p160-1, 163-4.
13. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and Diagnosis.
Available from: http://www.ajmc.com/publications/ supplement/2008/2008-04-vol14n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/. [ Accessed 20 Maret 2016].
14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 4 Lacrimal Apparatus.
Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p34.
15. Ilyas S. 2009. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 140-141.
16. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 3 Lacrimal System. In: Lang,G.K.
Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p50-51

20

21

Anda mungkin juga menyukai