PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada otak sendiri
(intrakranial) atau dari luar otak (ekstrakranial). Penurunan kesadaran dapat terjadi secara
akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran yang terjadi secara cepat
merupakan kasus gawat darurat dan butuh penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran terdiri dari isi (awareness) yang ditentukan oleh fungsi kortikal yang berada di
kedua hemisfer serebri dan derajat (arousal)
Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan
sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau
network system yang dari kaudal medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain
stem sehingga lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter
yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma
aminobutyric acid (GABA).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunan
kesadaran, patofisiologi , diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik dan
struktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum maupun
khusus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. 2 Pasien dengan
gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik
beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau
simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung. Penurunan kesadaran
atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak
pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada
gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.3 Dalam
beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik
secara akut maupun secara kronik/progresif.2 Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:
lebih tampak pada pagi dan siang hari, sedangkan pada malam harinya pasien akan
terlihat gelisah.
Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini
suatu masalah.
Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat
keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi
kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer
cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami
perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten
vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru yang
menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak hanya terjadi
pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak.
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik
yaitu kompos mentis, confusion/delirium, somnolen/drowsiness, stupor atau sopor, dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai
secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya
berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.
1.1
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.
Confusion/ Delirium
berpikir dengan kecepatan, kejelasan, dan koheren. Kondisi ini juga disertai dengan
disorientasi yang ringan ataupun kurang fokus.
Somnolen atau drowsiness , berarti mengantuk, mata tampak cenderung
menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan
walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara sopor
dan koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
4
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai
tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
2.
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan pada lintasan
ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun
mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah
lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial, dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada baiknya
mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS (reticular activating system)
adalah merupakan suatu sistem yang mengatur
bangun, perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak jantung. Sistem ini berada
pada batang otak, dibagian
descending (yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan). Area yang
6
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses
tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini
menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang
otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik oleh
proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
3.1 Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Hipoksia
7
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan
fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit
akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 0 2/100 gram
otak/menit terjadi koma.
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut
Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai
pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada
hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit
metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien
mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan
koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak
menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan
metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri.
Keterangan
2
3
4
5
6
7
Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ
3.2
edema
sekitarnya
misalnya
tumor
otak,
abses
dan
hematom
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui
celah tentorium.
b. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau
lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan
mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium
dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya.
Ditemukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) pada kelainan struktural yang
menyebabkan penurunan kesadaran dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
(CT-Scan) untuk menentukan lokasi terjadinya lesi/kerusakan.
Penyebab struktural
Vaskular
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Herniasi
Peningkatan tekanan
intrakranial
Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
Proses desak ruang
10
4.
11
petunjuk
bahwa
integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),
-
12
Funduskopi
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh
nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari
cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari
sistem vestibular dan vestibulocerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa
dengan menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien trauma
yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical. Selain dengan
menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem oculomotor dan
membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan
pemeriksa. Pada pasien sadar, refelks memfokuskan pandangan menutupi
reflex tesebut, sehingga pemeriksaan dolls eye tidak dilakukan pada pasien
sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran, reflex okulosefalik
lebih dominan.
13
14
dalam keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu
pada pasien dalam persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras
sensoris aferen ke batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif
dalam menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada cortex
yang mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak
pada respon langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan
elevasi kedua bola mata (Bells Phenomenon) menandakan jaras reflek dari
nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus
oculomotor dan facial masih dalam keadaaan intak/baik. Lesi struktural pada
mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya Bells phenomenon, tetapi
respon mengedip tetap ada.
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga
untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati, faal
ginjal dan elektrolit.
Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto
toraks dan foto kepala.
5.
- Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi apnoe.
Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang otak
masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi transtentorial.
Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik dan
gangguan jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi
biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang
respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah,
pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan mengubah pola
pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau
hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi
transtentorial.
Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1-11/2
per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.
Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada kerusakan pons
varolii.
Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya. Kerusakan
terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
Pernapasan
abnormal
17
- Pergerakan spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal seperti twitching,
mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/ metabolik. Apabila tampak
pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi keluar) menunjukkan defisit
fokal motorik.
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah, berkedip dan
menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab koma.
- Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai lesi
struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka menunjukkan
kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat-obatan seperti barbiturat,
diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik dan intoksikasi etanol dapat menekan
refleks okular tetapi refleks pupil tetap baik. Impending herniasi dapat terjadi pada
herniasi supratentorial dan infratentorial yang ditandai oleh penurunan level kesadaran,
pola pernafasan tidak teratur, reflex patologis yang positif pada kedua tungkai,
hemiparese yang muncul terlambat, pupil yang anisokor dan reflex pupil yang
menghilang.
- Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya
menunjukkan
kerusakan
struktur,
sedangkan
meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi,
lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv,
berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin,
berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih
6.2
(maksimal 2 mg).
Khusus
- Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20
menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv
lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural
hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.
19
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi
korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang.
20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam R.D., Victor M., Ropper A.H. 2014. Principles of Neurology. 10th ed. McGraw
Hill. New York.
2. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK
USU. Hal 85-87.
3. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners Diagnosis of
Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9.
4. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. (2007). Diagnosis & Tatalaksana Penyakit
Saraf. Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC
5. Harris, S. (2004). Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
6. Harsono. (2005). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
7. Lindsay, KW dan Bone I. (1997). Coma and Impaired Conscious Level dalam
Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
8. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY.
Hal 119-123
21