Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Ikterus

Dosen Pembimbing
dr. Lani Felani, Sp. PD

Disusun oleh:
Selvi Gunawan 11.2017.024

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
Rumah Sakit Bayukarta
Periode 26 Februari – 5 Mei 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam sirkulasi darah. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sklera,
mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah
dan jaringan.1
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre-hepatik (hemolitik), ikterus intra-hepatik dan
ikterus post-hepatik (obstruksi). Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu
ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.1
Gejala ikterus ini dapat terlihat pada berbagai macam penyakit, bukan
merupakan gejala spesifik pada suatu penyakit tertentu, sebab itu pendekatan
diagnosis pada pasien dengan gejala ini merupakan hal yang penting. Pada banyak
pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak
jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai
pemeriksaan lanjutan.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam sirkulasi darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum).1
Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning
dalam plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang
memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk
kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya.
Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan
prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibat proses
fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi
metabolit ini.1
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi
kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 mmol/L) atau sekitar 2
kali batas atas kisaran normal. Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk :
0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL.2
Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap
bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif
untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda
dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi
akibat ekresi bilirububin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada ikterus
yang mencolok kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin
yang beredar menjadi biliverdin.2

Gambar 1. Sklera ikterik

3
B. Fisiologi Metabolisme Bilirubin
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Bilirubin adalah produk akhir metabolisme protoporfirin besi atau heme, yang
sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim
sitokrom, katalase dan heme bebas), mioglobin otot serta eritropoesis yang tidak
efektif di sumsum tulang. Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan
eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah
120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250-350 mg
bilirubin. Pemecahan heme menghasilkan biliverdin yang akan diubah menjadi
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak dan tidak
larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin.3,4
2. Transportasi
Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut
air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul albumin mampu
mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin serum normal, semua
bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin, dengan sejumlah
kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain. Ambilan oleh sel hati
memerlukan dua protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z.3,4
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase
dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi
larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam air. Didalam hati
kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk (terkonjugasi atau
bilirubin II).3
4. Ekskresi
Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin
terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif.
Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses
fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II menjadi
serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini

4
menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin.3

Gambar 2. Fisiologi Metabolisme Bilirubin


C. Patofisiologi
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase, yaitu pre-hepatik, intrahepatik, post-hepatik, masih
relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan
metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh
gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.2
 Fase Pre-hepatik3
Fase prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh
hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4
mg/kg BB terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang oleh sel-sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-30%
berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang

5
dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
 Fase Intra-hepatik3
Fase intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati
yang mengganggu proses pembuangan bilirubin
c. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan
cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /
bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan
bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai
kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak
terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut
dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama
dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk
bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.
 Fase Post-hepatik3
Fase post-hepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati
oleh batu empedu atau tumor
e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus
bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin
menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja
yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam
empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas
pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.

6
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat
mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi
hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik
atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).3
 Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi / indirek
1. Over produksi3,5
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah
tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.
Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat
hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati)
atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus
hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai
bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya
bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam
air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria.
Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik :
hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer),
antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.
2. Penurunan ambilan hepatik5
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari
albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam
flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3. Penurunan konjugasi hepatik1,3
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase.
Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler
Najjar II.

7
 Hiperbilirubinemia konjugasi / direk3,6
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi
bilirubin ke dalam empedu.Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh
kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi
oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi
sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan
dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat
yang meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus
pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan
Rotor, ikterus pasca bedah.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
- Obstruksi sal.empedu didalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati,
hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder.
- Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris.
- Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor
saluran empedu.
- Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula
Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

D. Diagnosis
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada
apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Diagnosis
banding pada pasien yang datang dengan keluhan kekuningan pada kulit:1,3
 Pseudoikterik dapat terjadi pada keadaan seperti:
a. Karotenoderma. Hal ini dapat terjadi akibat konsumsi buah atau sayuran yang
banyak mengandung karoten.

8
b. Penggunaan kuinakrin. Kekuningan pada tubuh terjadi pada 4-37% dari
keseluruhan pasien yang menggunakan obat ini.

 Ikterus yang sesungguhnya dapat terlihat pada keadaan-keadaan seperti


berikut:1,3
a. Ikterus dengan peningkatan fraksi bilirubin terisolasi
- Hiperbilirubinemia indirek: kelainan hemolitik (sferositosis, defisiensi G6PD,
sickle cell anemia, paroksismal nokturnal hemoglobinuria, anemia hemolitik
autoimun), eritropoiesis inefektif (thalasemia), penggunaan obat-obatan
(rifampisin, probenesid, ribavirin), serta kelainan inheriter (sindrom Crigler-
Najjar tipe I & II, sindrom Gilbert).
- Hiperbilirubinemia direk: kelainan inheriter (sindrom Dubin-Johnson atau
sindrom Rotor).
b. Ikterus dengan pola kerusakan hepatoselular
- Hepatitis virus (Hepatitis A,B,C,D,E, virus Epsteinn Bar, CMV, virus herpes
simpleks).
- Penggunaan alkohol dan obat-obatan (asetaminofen, isoniazid).
- Penyakit Wilson dan hepatitis autoimun.
c. Ikterus dengan pola kolestatik
- Kolestasis intrahepatik: hepatitis virus, hepatitis alkoholik, penggunaan obat-
obatan (steroid, kontraseptif, klorpromazin, eritromisin), primary biliary
cirrhosis, primary sclerosing cholangitis, kolestasis pada kehamilan, sindrom
paraneoplastik, serta penyakit infiltratif (tuberkulosis, limfoma, amiloidosis).
- Kolestasis ekstrahepatik: keganasan (kolangiokarsinoma, kanker pankreas,
kanker kandung empedu, kanker ampula), koledokolitiasis, sindrom Mirizzi,
primary sclerosing cholangitis, striktur saluran bilier, serta ascariasis.

9
Berikut adalah beberapa temuan klinis dan laboratorium yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis ikterus:
Tabel 1. Tes Diagnostik

Ikterus Ikterus
Tes fungsi Ikterus hepatik
pre-hepatik post-hepatik

Normal /
Bilirubin total Meningkat
Meningkat

Konjugasi bilirubin Normal Meningkat

Normal /
Bilirubin tak terkonjugasi Normal
Meningkat Meningkat

Normal / Menurun /
Urobilinogen
Meningkat Negatif

Warna Urine Normal Gelap

Warna feses Normal Pucat

Alkaline fosfatase Meningkat

Alanin transferase dan Normal


Meningkat
Aspartat

Bilirubin terkonjugasi
Didapatkan Tidak didapatkan
dalam Urin

E. Pendekatan Diagnosis Ikterus1,3,5


 Anamnesis
Evaluasi pada pasien meliputi anamnesis mengenai onset dan durasi dari ikterus,
serta keadaan lain yang menyertai terjadinya ikterik seperti penurunan berat badan,
demam, rasa gatal, nyeri perut, serta perubahan pada urin dan feses. Pada pasien
perlu ditanyakan juga mengenai riwayat bepergian ke daerah endemis malaria,
penggunaan obat-obatan, jamu-jamuan, atau alkohol, serta risiko terjadinya infeksi
hepatitis virus (riwayat transfusi darah, penyalahgunaan obat intravena atau
intranasal, rajah tato serta promikuitas). Ikterus yang muncul sejak dini dan
berlangsung lama biasanya berhubungan dini dengan penyakit inheriter seperti

10
sindrom Crigler-Najjar, sindrom Gilbert, sindrom Dubin-Johnson, sindrom Rotor,
serta penyakit-penyakit lain seperti thalasemia, defisiensi G6PD, serta sickle cell
anemia. Penurunan berat badan secara mendadak umumnya berhubungan dengan
keganasan sistem hepatobilier. Nyeri pada bagian perut kanan atas yang disertai
dengan demam berhubungan dengan kolelitiasis atau kolangitis.
 Pemeriksaan Fisik
Tanda paling awal dari peningkatan bilirubin dapat terlihat pada sklera, dimana
sklera merupakan jaringan yang memiliki afinitas tinggi terhadap bilirubin.
Keberadaan dari sklera yang ikterik menunjukkan kadar dari bilirubin darah
sekurangnya 3,0mg/dl. Pewarnaan kekuningan akibat hiperbilirubinemia ini dapat
terlihat juga pada daerah di bawah lidah dan juga di kulit. Pewarnaan kehijauan pada
kulit dapat terlihat pada pasien dengan ikterus yang menetap lama, yakni sebagai
akibat dari oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Peningkatan bilirubin serum dapat
menyebabkan juga terjadinya urin yang berawarna kegelapan seperti teh, yakni
akibat ekskresi bilirubin terkonjugasi melalui ginjal.
Pada pemeriksaan fisik juga perlu dicari tanda-tanda klinis dari penyakit hati
atau penyakit saluran dan kandung empedu, tanda-tanda klinis dari penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan hemolisis sel darah merah (anemia hemolitik) misalnya
tampak konjungtiva anemis, penyakit-penyakit infeksi (malaria), serta penyakit
lainnya. Tanda-tanda (stigmata) dari sirosis hepatis meliputi spider nevi, eritema
palmaris, ginekomastia, kaput medusae, kontraktur dupuytren, pembesaran kelenjar
parotis, serta atrofi testis. Adanya pembesaran dari kelenjar getah bening
supraklavikula atau periumbilikal mengarah pada keganasan. Adanya splenomegali
mengarah pada penyakit hati kronik, thalasemia serta malaria. Perhatikan juga pada
pemeriksaan abdomen apakah ditemukan murphy sign, hepatomegali, shifting
dullness, dan dimana letak nyeri tekan berada.
 Pemeriksaan penunjang
- Pengukuran kadar bilirubin direk dan indirek di dalam serum maupun di dalam
urin.
- Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat ditemukan anemia hemolitik seperti
retikulosit, LDH (laktat dehidrogenase), haptoglobulin, serta pemeriksaan
gambaran darah tepi. Pada keadaan-keadaan tertentu pada pasien dapat

11
dilakukan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin (pada thalasemia dan sickle
cell anemia), pemeriksaan kadar G6PD (glucose-6-phosphate dehidrogenase),
pemeriksaan coomb’s test (pada anemia hemolitik autoimun). Dapat ditemukan
juga adanya parasit dalam darah seperti pada penyakit malaria.
- Pengukuran parameter fungsi hati seperti protrombin time dan albumin,
parameter kerusakan sel hati seperti AST (aspartate aminotransferase) dan ALT
(alanin aminotransferase), serta parameter kolestasis seperti fosfatase alkali.
- Penanda dari virus hepatitis
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis
B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B
- Biopsi hati untuk pemeriksaan histopatologi.
- Pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi (USG), CT (Computed
Tomography) scan, ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancretography)
dan MRCP (Magnetic Resonance Cholangio Pancretography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi
untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan
sekaligus duktus pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang
sangat bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam
terapi sejumlah kasus ikterus bedah yang inoperabel.2 Indikasi ERCP diagnostik
pada ikterus bedah meliputi: [2]
 Kolestasis ekstra hepatik
 Keluhan pasca operasi bilier
 Keluhan pasca kolesistektomi
 Kolangitis akut
 Pankreatitis bilier akut.

F. Pembahasan Beberapa Penyakit Dengan Ikterus


 Sindrom Gilbert
Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak terkonjugasi), yang
menjadi penting secara klinis, karena keadaan ini sering disalahartikan sebagai
penyakit hepatitis kronis. Penyakit ini menetap, sepanjang hidup dan mengenai
sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan

12
keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. Beberapa anggota keluarga sering
terkena tetapi bentuk genetika yang pasi belum dapat ditentukan. Patogenesisnya
belum dapat dipastikan. Adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam proses
pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5mg/dL yang
cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya. Keaktifan enzim
transferase rendah. Banyak pasien juga mempunyai masa hidup sel darah merah yang
berkurang. Sindrom ini dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes
faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi billirubi
indirek yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak adanya anemia atau
retikulositosis. Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.1

 Sindrom Crigler-Najjar
Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya kekurangan
glukoronil transferase, dan terdapat dalam 2 bentuk. Pasien dengan penyakit
autosomal resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat
dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit autosomal
resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat
(<20mg/dL) dan biasanya bisa hidup sampai masa dewasa tanpa kerusakan
neurologik. Fenobarbital yang dapat merangsang kekurangan glukoronil transferase
dapat mengurangi kuning.1,3

 Hepatitis virus
Merupakan penyakit inflamasi pada hati akibat infeksi virus hepatitis (A,B,C,D,E)
yang dapat terjadi secara akut (berlangsung <6 bulan) maupun kronis (>6 bulan).
Gambaran klinis hepatitis virus dapat dilihat dari fase prodormal dan fase ikterik.
Fase prodroma ditandai oleh tiga kumpulan gejala dan tanda : (1) gejala dan tanda
konstitusional nonspesifik malaise, kelelahan, dan demam ringan; (2) gejala dan
tanda saluran cerna : anoreksia , mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan rasa
tidak enak di perut kanan atas (mencerminkan pembesaran hati) dan; (3) gejala dan
tanda ekstrahepatik : nyeri kepala ,fotofobia, batuk, pilek , mialgia, ruam urtikaria
kulit, atralgia atau arthritis (10-15% pasien hepatitis B ) , dan meskipun jarang,
hematuria dan proteinuria. Pada fase ikterik gejala konstitusionl biasanya mereda,

13
meskipun dapat terjadi penurunan ringan berat badan. Pruritus timbul jika
kolestasisnya berat. Nyeri abdomen kuadran kanan atas akibat membesarnya hati
dengan nyeri tekan , yang terdapat sejak fase prodromal berlanjut. Splenomegali
ditemukan pada 10-20% pasien. Ikterus dapat ditemukan berupa menguningnya
sklera, kulit, atau membran mukosa. Ikterus umumnya tidak ditemukan pada
pemeriksaan fisik sebelum bilirubin serum meningkat melebihi 2,5 mg/dL.
Hiperbilirubin pada hepatitis virus adalah peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dalam darah. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan hepatosit
mengkonjugasikan bilirubin tidak terganggu tetapi terjadi gangguan dalam ekskresi
bilirubin ke dalam empedu akibat kolestasis intrahepatik, atau obstruksi saluran
empedu pascahepatik, disertai aliran bilirubin terkonjugasi yang keluar dari hepatosis
dan memasuki aliran darah. Perubahan warna tinja (lebih terang) dan warna urine
(lebih gelap) sering mendahului ikterus klinis. Hal ini mencerminkan berkurangnya
metabolit bilirubin dari tinja akibat gangguan aliran empedu. Metabolit bilirubin
yang larut air (terkonjugasi) diekskresikan dalam urine, sementara metabolit yang tak
larut air menumpuk di jaringan dan menyebabkan ikterus. Perhatikan bahwa pada
sebagian besar kasus hepatitis virus akut, derajat gangguan hatinya cukup ringan
sehingga tidak terjadi ikterus.1,3

Hepatitis Masa Inkubasi Transmisi Serologi Pengobatan


A 15-50 hari (rata2 30 hr) -Makanan IgM anti HAV -suportif
-Seks oral -kalori
-IVDU -hindari alkohol
B 15-180 hari (rata2 60- -suntikan -HbSAg -Suportif
90hr) -IVDU -IgM anti HBc -Lamivudin
-seksual -Anti HbS(sembuh) 1x100mg
-maternalneonatal
C 15-160 hari (puncak hari -IVDU -antiHCV -Ribavirin
50) -seksual -Interferon alfa
D 4-7 minggu -Darah -HbSAg dengan antiHDV -Suportif
-seksual
E Rata2 40 hari -makanan -IgM anti HCV -Suportif

14
 Sirosis hati
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Sirosis hati secara klinis dibagi
menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala dan tanda klinis yang
jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Untuk diagnosis sirosis
hati dekompensata, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan stigmata sirosis (palmar
eritema & spider nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites,
splenomegali, pada laboratorium didapatkan rasio albumin dan globulin terbalik.
Pada sirosis hepatis, komplikasi yang paling ditakuti ialah hipertensi portal.
Hipertensi portal terjadi akibat peningkatan resistensi vascular intrahepatik. Hati
yang mengalami sirosis kehilangan karakteristik fisiologis hati normal, yaitu sirkuit
bertekanan rendah untuk aliran darah. Peningkatan tekanan darah di dalam sinusoid
disalurkan kembali ke vena portae. Karena vena portae tidak memiliki katup,
peningkatan tekanan ini disalurkan balik ke jaringan vascular lain sehingga terjadi
splenomegali, pirau portal ke sistemik dan menyebabkan banyak penyulit sirosis.
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit , menghindarkan bahan
yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penangan komplikasi.
Bilamana tidak ada koma hepatik, diberikan diet yang mengandung protein dan
kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hr. Terapi pasien ditujukan untuk mengurangi
etiologi. Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid. Pada hepatitis virus,
berikan antiviral yang sesuai. Contohnya pada hepatitis B berikan lamuvudin 1x100
mg secara oral selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara parenteral. Pada
fibrosis hati, pengobatan antifibrotik dapat diberikan. Pada hepatitis C kombinasikan
ribavirin dengan interferon alfa. Pada asites: tirah baring diawali dengan diet rendah
garam , dikombinasikan dengan obat diuretik. Awalnya dengan spironolakton dengan
dosis 100-200 mg sekali sehari. Dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hr
tanpa adanya edema kaki. Jika spironolakton tidak adekuat, berikan furosemid
dengan dosis 20-40mg/hr. Untuk varises esophagus dapat diberikan obat penyekat
beta (propanolol).1,5

15
 Kolangitis sklerosis primer (primary sclerosing cholangitis/PSG)
Merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar
70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangio-
karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus kolestatik, seperti
asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin dan steroid estrogenik
atau anabolik.5

 Koledokolitiasis (batu saluran empedu)


Batu ductus choledochus biasanya terletak pada bagian distal ductus didekat ampulla
dan menyebabkan ikterus obstruktif. Jumlah batu bisa single atau multipel. Kadang
batu dapat bergeser sehingga berfungsi sebagai ball valve yang menyebabkan
fluktuasi dari ikterus. Gambaran khas batu pada USG tampak sebagai massa
hyperechoic disertai bayangan akustik, kadang choledocholithiasis tidak memberikan
bayangan akustik, atau hanya sedikit sekali. Duktus choledochus berdilatasi akibat
obstruksi batu, bersama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel
dan disebut double barrel gun sign atau sebagai paralel channel sign.5

 Kolelitiasis (batu empedu)


Kolelitiasis dua kali lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria . Faktor
risiko kolelitiasis adalah wanita (female) yang gemuk (fat), dalam masa subur
(fertile) dan umur diatas 40 tahun (forty) yang menjalani diet rendah serat. Batu
terbentuk dari batu kolesterol atau campuran. Gambaran klinis sebagian besar tidak
menimbulkan gejala tetapi dapat menyebabkan kolik biliaris, ikterus obstruktif yang
menyebabkan ikterik, demam, dan kolesistitis(radang saluran empedu). Batu
empedu mempunyai gejala yang mirip biasanya pasien datang dengan keluahan nyeri
perut kanan atas dan mata kuning. Batu empedu juga berhubungan dengan
pancreatitis akut dan kronik.5
Pemeriksaan penunjang :
Foto abdomen dan USG dengan bayangan akustik memperlihatkan banyak batu.
Penatalaksanaan :
Jika menimbulkan gejala , kandung empedu dan batu harus diangkat. Pada tanda
inilah batu pigmen diangkat dan digunakan untuk pemeriksaan hemolisis. Pada

16
pasien manula yang mempunyai kontraindikasi operasi , dapat dilakukan
sfingteretomi melalui ERCP bisa melepaskan batu jika terdapat di saluran biliaris.7

 Kolesistitis (radang kandung empedu)5,7


Definisi kolesistitis atau radang kandung empedu adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan,
dan demam.
Etiologi dan pathogenesis:
Faktor yang mempengarui timbulnya serangan kolesistitis adalah infeksi kuman,
statis cairan empedu , dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama adalah
batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan
statis cairan empedu.
Gejala klinis:
Keluhan yang agak khas untuk serang kolesistitis akut adalah kolik perut disebelah
kanan atas dan epigastrium , nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh, kadang terdapat
rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula dan dapat berlangsung sekitar 60 menit
tanpa reda. Pada kepustakaan sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut
umumnya perempuan , gemuk , dalam masa subur, dan berusia di atas 40 tahun. Pada
pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu , nyeri tekan disertai tanda
peritonitis lokal (Murphy sign).
Laboratorium:
Ikterus dijumpai pada 20% kasus , umumnya hiperbilirubinemia ringan (4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi , perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu
ekstra hepatic. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta
kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan
nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat,
kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu
dipertimbangkan.
Pengobatan:
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrsi parenteral, diet ringan,
obat penghilang nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada
fase awal sangat baik untuk mencegah komplikasi. Tindakan bedah kolesistektomi

17
masih diperdebatkan. Akan tetapi sebanyak 50% kasus akan sembuh tanpa tindakan
bedah.

 Pankreatitis akut1
Pankreatitis akut adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat peradangan akut dan
autodigesti desktruktif pancreas dan jaringan di dekat pancreas. Pancreatitis akut
adalah kausa yang umum dan penting bagi nyeri abdomen atas akut, mual, muntah
dan demam. Temuan laboratorium berupa peningkatan mencolok kadar amilase dan
lipase serum membantu membedakan pancreatitis dari penyakit lain yang
menimbulkan gejala serupa. Dua penyakit tersering yang berkaitan dengan
pankreatitis akut adalah penyalagunaan alkohol dan penyakit saluran empedu.
Refluks empedu atau isi duodenum ke dalam ductus pencreaticus menyebabkan
cedera pancreas. Pancreatitis akut dapat disebabkan oleh berbagai infeksi , termasuk
hepatitis virus , HIV dan bakteri. Trauma tumpul atau tembus dan cedera lain dapat
menyebabkan pancreatitis akut .
Gambaran klinis :
- Nyeri, pasien datang dengan pancreatitis akut biasanya datang dengan nyeri
epigastrium yang parah, konstan dan dalam yang sering menyebar ke punggung
dan pinggang.
- Mual, muntah , dan ileus. Peningkatan nyeri abdomen , iritasi peritoneum dan
ketidakseimabgan elektrolit dapat menyebabkan ileus paralitik disertai pergangn
abdmen yang mencolok .
- Demam, hampir 2/3 pasien dengan pancreatitis akut mengalami demam.
- Hiperamilasemia dan hiperlipasemia. Temuan laboratorium pada pancreatitis
akut adalah peningkatan kadar amilase serum sering hingga 10-20 kali nilai
normal. Hiperamilasemia juga dapat terjadi akibat gagal ginjal atau
makroamilasemia . Kadar lipase serum biasanya meningkat sekitar 72 jam
setelah awitan gejala.
- Ikterus, ikterus (hiperbilirubinemia) dan bilirubinuria terjadi pada sekitar 20%
pasien dengan pancreatitis akut. Beberapa faktor jelas berperan. Suatu batu
empedu yang mendasari timbulnya pancreatitis dapat menyebabkan obstruksi

18
transisen ducktus biliaris communis . Obstruksi parsial ductus biliaris communs
juga dapat terjadi akibat pembengkakan caput pancreatic.
- Hiperlipidemia, terutama jika oleh penyalahgunaan alkohol
- Hiperglikemia, hiperkalemia dan hipokalemia.

 Leptospirosis5
Merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili
Leptospiraceae. Pada anamnesis dapat ditemukan pasien mengalami demam tinggi,
menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah dan diare. Pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali,
penurunan kesadaran. Dalam hasil laboratorium dapat ditemukan leukositosis,
peningkatan amilase, lipase, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan
serologi leptospira positif (titer >1/100 atau terdapat peningkatan >4x pada titer
ulangan). Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah , lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terdapat luka terbuka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
tergenang atau mengalur lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deraspun dapat
berperan. Kadang penyakit ini diakibatkan karena gigitan binatang yang sebelumnya
terinfeksi leptospira. Penanganan penyakitnya berupa tirah baring, pertimbangkan
makanan/cairan tergantung komplikasi organ terlibat, antimikroba pilihan utama
ialah penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 7 hari, alternatifnya ialah tetrasiklin,
eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, fluorokuinolon.

 Sindrom Dubin-Johnson
Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa keluhan.
Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organik, seperti juga
bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom
Gilbert hiper-bilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin konjugasi dan empedu
terdapat dalam urin. Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin,
namun gambaran histologi normal. Penyebab deposisi pigmen tidak diketahui.5

19
 Sindrom Rotor
Penyakit yang jarang ini menyeripai sindrom Dubin-Johnson, tetapi hati tidak
mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lain yang nyata ditemukan.5

G. Penatalaksanaan
1. Ikterus Pre-hepatik
Seperti yang telah disebutkan dalam bahasan sebelumnya, beberapa penyebab
ikterus pre-hepatik antara lain anemia hemolitik, malaria tropika berat, sindroma
Gilbert atau sindroma Crigler Najjar.
Anemia hemolitik bisa disebabkan oleh reaksi tokosik-imunologi. Terapi untuk
anemia hemolitik meliputi Prednison 1-2mg/kgBB, obat-obatan imunosupresif,dan
spleenektomi bila gagal dengan terapi konservatif.
Sedangkan untuk penyakit yang diturunkan secara familial seperti sindroma
Gilbert atau sindroma Crigler Najjar (defisiensi enzim glukoronil transferase
merupakan kasus yang jarang terjadi. Menurut kepustakaan, terapi yang diberikan
adalah Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dalam jangka lama.3

2. Ikterus Intra-hepatik
Penyebab ikterus intra-hepatik yang sering ditemui di klinis antara lain hepatitis
virus, sirosis hepatis, dan hepatoma. Penatalaksanaan spesifik dari masing-masing
penyakit ini berbeda sesuai dengan etiologinya.
Hepatitis yang paling sering ditemui di klinis dan sering menimbulkan
penampakkan ikterus adalah hepatitis A (ditularkan melaui fekal-oral) dan hepatitis
B (ditularkan melaui darah). Hepatitis A merupakan self limiting disease dan tidak
ada obat spesifik untuk penyakit ini. Sedangkan hepatitis B merupakan penyakit
serius yang bila tidak diterapi dengan tuntas akan menyebabkan komplikasi jangka
panjang yang buruk. Berbagai obat alternatif yang dapat diberikan untuk hepatitis B
antara lain Lamivudin 100mg/hari selama 2 tahun, interferon, dsb. Manifestasi
ikterus pada hepatitis viral akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya.
Sedangkan hepatoma dan sirosis hepatis adalah dua penyakit yang saling
berhubungan dan mungkin didahului oleh riwayat hepatitis kronis sebelumnya. Pada
dua kondisi penyakit ini, terapi yang diberikan hanyalah bersifat simptomatis.

20
Transplantasi hepar adalah satu-satunya terapi definitif yang bisa memberikan hasil
yang memuaskan.3

3. Ikterus Post-hepatik
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi
tumor.
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan
penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk
mengalihkan aliran empedu tersebut.3

BAB III
KESIMPULAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam sirkulasi darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum).1
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre-hepatik (hemolitik), ikterus intra-hepatik dan
ikterus post-hepatik (obstruksi).Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik
sangat penting untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus.
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar
serta beberapa prosedur diagnostik khusus.
Penatalaksanaan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterus akan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Sedangkan pada ikterus
obstruktif, pengobatan bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau
mengalihkan aliran empedu.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan I, Hambali W. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit


dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2011.h. 43-7.
2. Baldy CM, Boldt MA, Brown CT, Brudon MC, Carleton PF, Carter MA, et al.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit volume 1. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006.h.481-5.
3. Sulaiman A. Buku ajar ilmu penyakit dalam: pendekatan terhadap pasien
ikterus. Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2009.h.630-8.
4. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical
Series, 2006.
5. Ismail D, Alwi I, Rahman M, Waspadji S,Soewondo P, Subekti I, et al. Panduan
pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.
Jakarta: Interna Publishing; 2008.
6. Weisiger RA, dkk. 2009. Hyperbilirubinemia, Conjugated. Diakses melalui
http://emedicine.medscpae.com/article/178757. Diakses pada tanggal 11 April
2018.
7. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id.
Diakses 12 April 2018.

22

Anda mungkin juga menyukai