Anda di halaman 1dari 4

TRAUMA URETRA

 Definisi
Ruptur uretra merupakan penyakit urologi berupa diskontinuitas jaringan
pada uretra, baik parsial/inkomplit maupun komplit, yang umumnya
disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan ruptur uretra dapat
disebabkan oleh trauma tumpul (misalnya akibat jatuh), fraktur pelvis,
trauma tembus akibat tembakan, ataupun iatrogenik akibat pemasangan
kateter ataupun pembedahan.

 epidemiologi

Data epidemiologi yang ada kebanyakan hanya mencatat kejadian


cedera uretra, namun tidak spesifik untuk ruptur uretra. Cedera uretra
paling sering disebabkan oleh iatrogenik seperti pembedahan atau
pemasangan kateter urine. Kejadian striktur uretra 32% terkait
kateterisasi, 2.2-9.8% terkait operasi trans-uretra (transurethral
resection of the prostate/TURP maupun transurethral resection of the
bladder/TURB), 6% terkait radioterapi, 0.5-32% terkait prostatektomi
radikal.[4]

-Global
Sebuah publikasi tahun 2011 melaporkan insidensi ruptur uretra
sekitar 3.5-28.8% pada pasien laki-laki dengan fraktur pelvis.

 etiologi

Etiologi ruptur uretra dibagi menjadi etiologi iatrogenik dan


noniatrogenik. Penyebab iatrogenik seperti pembedahan prostat lebih
sering terjadi.

-Etiologi Iatrogenik
Etiologi tersering cedera uretra adalah akibat iatrogenik, seperti
tindakan kateterisasi, tindakan operatif transuretra, serta
radiasi/pembedahan prostat
 patofisiologi

Patofisiologi ruptur uretra tergantung etiologi trauma yang


mendasarinya (misalnya trauma tumpul, tembus, atau fraktur), namun
secara umum dibagi menjadi 2 menurut lokasinya: ruptur uretra
anterior dan posterior. Perlu diingat bahwa pembagian uretra secara
anterior dan posterior ini hanya pada laki-laki, karena perempuan
hanya memiliki uretra posterior saja. Uretra anterior pada perempuan
menjadi labia minora akibat pemisahan lipatan uretra pada sisi
ventral genital tubercle.

-Uretra Anterior
Cedera pada uretra anterior mencakup uretra pada bagian distal dari
membran perineal, yang terbagi menjadi uretra pars bulbosa (bulbar
urethra) dan uretra pars spongiosa (penile urethra). Cedera uretra pars
bulbosa kebanyakan disebabkan trauma tumpul ke perineum yang
mengakibatkan penekanan (crush injury) jaringan uretra hingga dapat
menyebabkan ruptur. Sementara cedera uretra pars spongiosa
kebanyakan berupa laserasi/robekan atau intraluminal akibat luka
tembus, kesalahan tindakan seksual, atau benda asing.

 diagnosis

Diagnosis ruptur uretra dapat dicurigai dari mekanisme terjadinya


trauma sekitar area perut bawah atau selangkangan, serta adanya
gejala secara klinis seperti keluhan berkemih, adanya darah pada saat
berkemih, hingga hilangnya kemampuan berkemih. Kecurigaan ini
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, terutama untuk
mengevaluasi adanya darah pada meatus uretra, butterfly hematoma,
high riding prostate. Diagnosis ruptur uretra sendiri ditegakkan dengan
baku emas uretrografi retrograd.

Anamnesis

Anamnesis dimaksudkan untuk menggali kemungkinan terjadinya


ruptur uretra, terutama pada pasien trauma seperti fraktur pelvis,
cedera area selangkangan, ataupun trauma tembus di area sekitar
uretra.
 tata laksana

Karena erat terkait dengan trauma, penatalaksanaan ruptur


uretra tergantung dari stabilitas kondisi awal pasien.
Ketidakstabilan akibat kondisi medis yang mengancam
nyawa harus ditangani terlebih dahulu. Penatalaksanaan
awal untuk ruptur uretra sendiri pada dasarnya mengacu
pada drainase kandung kemih dan realignment primer jika
memungkinkan. Operasi repair hanya dilakukan bila pasien
sudah stabil dan waktunya sebaiknya disesuaikan hingga
hematoma pelvis sudah mereda.[2]

Penatalaksanaan Ruptur Uretra Anterior

Penatalaksanaan ruptur uretra anterior berbeda tergantung


jenis traumanya: trauma tumpul, penile fracture, atau
trauma tembus.

 edukasi

Edukasi yang perlu disampaikan pada pasien ruptur uretra


mencakup penjelasan terkait ruptur uretra itu sendiri,
prosedur medis yang harus dijalani pasien, serta
kemungkinan komplikasi yang terjadi, seperti inkontinensia
urine, disfungsi ereksi, adanya striktur, dan kemungkinan
diperlukannya tindakan operatif ulang di masa mendatang.

Kebanyakan pasien tidak membutuhkan tindakan operatif


ulang untuk skar yang timbul setelah repair karena fungsi
kontinensia yang kembali normal hingga 100%[3]

Trauma yang menyebabkan ruptur uretra posterior juga


dapat merusak saraf yang berjalan di samping uretra
sehingga menyebabkan disfungsi ereksi.[4,6]
Hampir separuh pasien yang mengalami ruptur uretra
posterior juga mengalami disfungsi ereksi. Proses repair
sendiri umumnya tidak menyebabkan disfungsi ereksi[4]

Sedikit pasien ruptur uretra posterior juga mengalami


inkontinensia urin (2-5 %), namun terkait kerusakan saraf
yang mengontrol kandung kemih, bukan akibat langsung
dari prosedur operatif[6]

Bila terjadi striktur uretra di kemudian hari, ada


kemungkinan perlu tindakan operatif. Namun, angka
kejadiannya kecil, 10-15% memerlukan dilatasi atau insisi,
sementara 1-2% saja yang memerlukan operasi mayor.

 PROGNOSIS

Prognosis cedera uretra tergantung dari kecepatan dan ketepatan


diagnosis serta penatalaksanaan yang adekuat.

 Komplikasi
Komplikasi tersering yang terjadi akibat ruptur uretra, baik uretra
anterior maupun posterior, adalah striktur. Striktur ini dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Pada kasus ruptur uretra
yang tidak ditangani secara adekuat, komplikasi dapat berupa infeksi,
sepsis, uremia, hingga kematian.

Anda mungkin juga menyukai