Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PSIKIATRI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Oleh

Nama : Irin Nabila Hasanusi

NIM : 2015-83-060

Konsulen

Dr. Sherly Yakobus, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN PSIKIATRI

KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas

kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul

“Gangguan Cemas Menyeluruh” yang dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan

klinik di bagian psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.

Penulis menyadari bahwa terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan

dalam proses penyusunan namun dengan bimbingan dan bantuan dari pembimbing,

penulis dapat menyelasaikan laporan kasus ini. Penulis berharap pembahasan kasus ini

dapat menjadi sumber pembelajaran, pengalaman, menambah wawasan dan dapat

membantu pada praktik klinik di kemudian hari.

Ambon, Juli 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II PEMBAHASAN 6

1. DEFINISI GAD 6

2. PREVALENSI GAD 7

3. ETIOPATOGENESIS GAD 7

4. ASPEK ANSIETAS………………………………………………….... 13

5. ALUR DIAGNOSIS GAD 14

6. GAMBARAN KLINIS GAD………………………………………….. 19

7. PENATALAKSANAAN GAD 28

8. KOMPLIKASI GAD 34

9. DIAGNOSA BANDING GAD 35

10. PROGNOSIS GAD 35

11. PENCEGAHAN GAD 36

BAB III PENUTUP 38

DAFTAR PUSTAKA 41

3
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk yang sempurna ciptaan Tuhan, dimana fisik dan pikiran

senantiasa saling terhubung dan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga ada

faktor internal dan eksternal yang dapat menimbulkan suatu ansietas yang

mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, misalnya ujian mendadak, presentasi tugas,

terlambat masuk kelas, dan sebagainya. Sehingga ansietas merupakan suatu

kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak

pasti dan tidak berdaya yang dapat mengancam keamanan individu tersebut1

Dalam praktek sehari-hari ansietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas,

perasaan bingung, bimbang dan sebagainya. Ansietas dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal.2 Individu yang mengalami ansietas ini memiliki

asumsi bahwa situasi yang dihadapi sebagai suatu situasi yang berbahaya dan

menimbulkan ancaman.3

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)4 tahun 2018, prevalensi ansietas

nasional tahun 2013 yaitu sebesar 6% menjadi 9.8% pada tahun 2018. Gangguan

ansietas merupakan masalah yang banyak dialami pada anak sekitar 10 sampai 21%.

Sekitar 75% ansietas muncul pada usia 11 dan 21 tahun.5 Gejala ansietas dapat meliputi

kesulitan untuk dapat beristirahat atau sering merasa gelisah, kesulitan untuk

4
berkonsentrasi, irritability, perasaan tegang yang berlebihan, gangguan tidur,

semuanya dapat diakibatkan karena ansietas yang berlebihan.6

Gangguan kecemasan merupakan salah satu gangguan yang paling sering

dijumpai pada klinik psikiatri. Banyak pasien dengan gangguan kecemasan ini

mengalami gejala fisik dan biasanya mereka akan segera mencari dokter untuk

mendapatkan pertolongan. Disamping itu begitu banyaknya prevalensi kejadian

gangguan kecemasan ini, banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai

gangguan kecemasan.7

Berdasarkan pemaparan di atas, maka referat ini memberikan informasi penting

untuk memahami batasan-batasan yang jelas kapan kecemasan yang dialami, dikatakan

sebagai sebuah gangguan, apa saja simptom atau gejala yang dimunculkan, apa saja

jenisnya, bagaimana perspketif teoritis menjelaskan mengenai terjadinya gangguan

tersebut, serta upaya penanganan apa yang dapat diberikan untuk mengatasi gangguan

kecemasan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI GAD

Ansietas adalah pengalaman subjektif dari seseorang yang membuat tidak

nyaman selalu berkaitan dengan perasaan yang tidak berdaya dapat memberikan

dampak yang mempengaruhi fungsi fisiologis dan psikologis. Dampak fungsi fisiologis

yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningkatkan

frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, gelisah,

menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering buang air kecil.

Seseorang yang mengalami ansietas menimbulkan dampak psikologis antara lain

khawatir, mudah tersinggung, gelisah, mudah terkejut, takut pada keramaian.7

GAD (Generalized Anxiety Disorder) atau gangguan cemas menyeluruh adalah

suatu gangguan kecemasan yang ditandai dengan perasaan cemas dan kekhawatiran

yang berlebihan dan tidak rasional bahkan realistik terhadap berbagai peristiwa

kehidupan sehari-hari. GAD ditandai dengan kecemasan yang dirasakan sulit untuk

dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot,

kesulitan tidur dan kegelisahan sehingga dapat menyebabkan penderitaan yang jelas

dan gangguan yang bermakna dala fungsi sosial dan pekerjaan seseorang. GAD

merupakan suatu gangguan yang dialami hampir sepanjang hari, berlangsung

sekurangnya sekama 6 bulan.8,9

6
2.2 PREVALENSI GAD8

Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi

pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.

tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang dirawat inap di Rumah Sakit untuk

gangguan ini sekitar 1:1.

Pasien gangguan cemas menyeluruh sering memiliki komorbiditas dengan

gangguan mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif,

gangguan stres pasca trauma dan gangguan depresi berat.

2.3 ETIOPATOGENESIS GAD

Penyebab pasti gangguan kecemasan tidak diketahui, banyak gangguan ini

disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk perubahan di otak dan stres lingkungan.

Seperti penyakit tertentu, seperti diabetes, gangguan kecemasan dapat disebabkan oleh

ketidakseimbangan dalam tubuh. Terdapat beberapa teori yang mengemukakan

etiopatogenesis gangguan cemas menyeluruh,9 yakni:

1. Teori psikologis

Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah

memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing

7
memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan

kecemasan.10,11

a. Teori psikoanalitik

Ansietas didefinisikan sebagai sinyal adanya bahaya pada ketidaksabaran. Ansietas

dipandang sebagai akibat dari konflik psikis antara keinginan tidak disadari yang

bersifat seksual atau agresif dan ancaman terhadap hal tersebut dari superego atau

realitas eksternal. Sebagai respon terhadap sinyal ini, ego memobilisasi mekanisme

pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima agar tidak

muncul ke kesadaran.10 Individu yang mengalami gangguan ansietas menggunakan

secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari mekanisme pertahanan.11

b. Teori perilaku

Menurut teori ini, ansietas adalah respon yang dipelajari terhadap stimulus

lingkungan spesifik. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan oleh ayah yang

kasar, dapat menjadi cemas ketika melihat ayahnya. Hal tersebut dapat berkembang,

anak tersebut kemungkinan tidak mempercayai semua laki-laki. Sebagai kemungkinan

penyebab lain, mereka belajar memiliki respon internal ansietas dengan meniru respon

ansietas orangtua mereka.10 Ansietas dapat dipelajari oleh individu melalui

pengalaman dan dapat diubah melalui pengalaman baru.11

c. Teori eksistensial

8
Teori ini digunakan pada gangguan ansietas menyeluruh tanpa adanya stimulus

spesifik yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab perasaan cemas kronisnya. Konsep

utama teori eksistensial adalah individu merasa hidup tanpa tujuan. Ansietas adalah

respon terhadap perasaan tersebut dan maknanya.10

d. Teori kognitif

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan

oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya

distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap

kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.10

e. Teori genetik

Studi genetik menghasilkan bukti bahwa sedikitnya beberapa komponen genetik

turun berperan dalam timbulnya gangguan ansietas. Hereditas dinilai menjadi salah

satu faktor predisposis timbulnya gangguan ansietas. Hampir separuh dari semua

pasien dengan gangguan ansietas setidaknya memiliki satu kerabat yang juga

mengalami gangguan tersebut. Gambaran untuk gangguan ansietas lainnya, walaupun

tidak setinggi itu, juga menunjukkan adanya frekuensi penyakit yang lebih tinggi pada

kerabat derajat pertama pasien yang mengalaminya daripada kerabat orang yang tidak

mengalami gangguan ansietas.10

2. Teori biologis

9
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis yang

mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan

korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien

GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal.

Neurotransmitter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin,

norepinefrin. Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter yang

berfungsi sebagai anticemas alami dalam tubuh dengan mengurangi eksitabilitas sel

sehingga mengurangi frekuensi bangkitan neuron.12 Peran GABA pada gangguan

cemas didukung oleh efektifitas benzodiazepin yang meningkatkan aktivitas GABA di

reseptor GABA tipe A (GABAA) di dalam terapi beberapa gangguan cemas. Beberapa

peneliti berhipotesis bahwa sejumlah pasien dengan gangguan cemas memiliki fungsi

abnormal reseptor GABAA, walaupun hubungan ini belum terlihat langsung.11

Benzodiazepin terikat pada reseptor yang sama seperti GABA dan membantu reseptor

pascasinaps untuk lebih reseptif terhadap efek GABA. Hal tersebut mengurangi

frekuensi bangkitan sel dan mengurangi ansietas.10 Serotonin (5-HT) memiliki banyak

subtipe. Serotonin subtipe 5-HT1A berperan pada terjadinya gangguan cemas, juga

mempengaruhi agresi dan mood. Peningkatan pergantian atau siklus serotonin di

korteks prefrontal, nukleus akumben, amigdala, dan hipothalamus lateral menyebabkan

tipe stres akut yang berbeda. Norepinefrin merupakan neurotransmiter yang

meningkatkan ansietas. Norepinefrin yang berlebihan dicurigai ada pada gangguan

panik, gangguan ansietas umum dan gangguan stres pascatrauma. Teori mengenai

peran norepinefrin pada gangguan ansietas adalah pasien yang mengalami ansietas

10
dapat memiliki sistem regulasi noradrenergik yang buruk dengan ledakan aktifitas yang

sesekali terjadi. Sel dari sistem noradrenergik utamanya dibawa ke locus cereleus

(nukleus) di pons dan memproyeksikan akson ke korteks cerebral, batang otak, dan

tulang belakang (medulla spinnalis).12

Stres fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari

sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon

emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain.

Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal

dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin-

releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu

ACTH (adrenocorticotropic hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya

menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil yang

berada di atas ginjal. Semakin berat stres, kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol

semakin banyak dan menekan sistem imun.13

Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk

merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem otonom sendiri diperlukan

dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis

dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulasi atau

stres. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, napas yang cepat,

penurunan aktivitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh

kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan

pernapasan, meningkatkan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan

11
terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stres yang berulang-ulang dan

menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua

sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan demikian tubuh dipersiapkan

untuk melawan atau reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon

saraf, jangka pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama.13

Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak

nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas motorik, agitasi, dan

peningkatan tanda-tanda vital. Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman, individu

mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman tersebut dengan melakukan perilaku

adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal yang

positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar, misalnya: menggunakan teknik

imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian pada pemandangan yang indah,

relaksasi tubuh secara berurutan darikepala sampai jari kaki, dan pernafasan yang

lambat dan teratur untuk mengurangi ketegangan otot dan tanda-tanda vital. Respons

negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku maladaptif, seperti sakit kepala

akibat ketegangan, sindrom nyeri, dan respons terkait stres yang menimbulkan

efisiensi imun.13

Ansietas dapat disampaikan dari satu individu kepada individu lain melalui kata-

kata, misalnya mendengar seorang berteriak “kebakaran” di ruang yang penuh sesak

atau mendengar suara bergetar dari ibu yang tidak dapat menemukan anaknya di mal

yang padat. Ansietas dapat disampaikan secara nonverbal melalui empati, suatu

kesadaran menepatkan diri pada posisi orang lain untuk beberapa waktu. Ketika

12
individu menjadi cemas, mereka menggunakan mekanisme pertahanan untuk

mengurangi rasa cemas. Mekanisme pertahanan merupakan distorsi kognitif yang

digunakan oleh seseorang untuk mempertahankan rasa kendali terhadap situasi yang

menimbulkan stres. Proses ini mencakup muslihat diri, kesadaran yang terbatas

terhadap situasi, atau komitmen emosional yang kurang. Kebanyakan mekanisme

pertahanan timbul dari alam bawah sadar sehingga individu tidak sadar

menggunakannya. Ketika pasien tidak dapat menjelaskan kecelakaan yang baru saja

dialaminya, pikirannya sedang menggunakan mekanisme represi (melupakan peristiwa

yang menakutkan secara tidak sadar).13

2.4 ASPEK ANSIETAS

Ansietas dapat dikelompokan dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif,

diantaranya.14

1. Perilaku, diantaranya: 1) gelisah, 2) ketegangan fisik, 3) tremor, 4) reaksi

terkejut, 5) bicara cepat, 6) kurang koordinasi, 7) cenderung mengalami cedera,

8) menarik diri dari hubungan interpersonal, 9) inhibisi, 10) melarikan diri dari

masalah, 11) menghindar, 12) hiperventilasi, dan 13) sangat waspada.

2. Kognitif, diantaranya: 1) perhatian terganggu, 2) konsentrasi buruk, 3) pelupa,

4) salah dalam memberikan penilaian, 5) preokupasi, 6) hambatan berpikir, 7)

lapang persepsi menurun, 8) kreativitas menurun, 9) produktivitas menurun,

10) bingung, 11) sangat waspada, 12) kehilangan objektivitas, 13) takut

13
kehilangan kendali, 14) takut pada gambaran visual, 15) takut cedera atau

kematian, dan 16) mimpi buruk.

3. Afektif, diantaranya: 1) mudah terganggu, 2) tidak sabar, 3) gelisah, 4) tegang,

5) gugup, 6) ketakutan, 7) waspada, 8) kengerian, 9) kekhawatiran, 10) ansietas,

11) mati rasa, 12) rasa bersalah, dan 13) malu.

Sedangkan berdasarkan analisis fungsional gangguan ansietas, dapat dibagi

menjadi:13

1. Suasana hati, diantaranya: ansietas, mudah marah, perasaan sangat tegang.

2. Pikiran, diantaranya: khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, dan

merasa tidak berdaya.

3. Motivasi, diantaranya: menghindari situasi, ketergantungan tinggi, dan ingin

melarikan diri.

4. Perilaku, diantaranya: gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan.

Gejala biologis, diantaranya: gerakan otomatis meningkat, seperti berkeringat,

gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, dan mulut kering.

2.5 ALUR DIAGNOSIS GAD

Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh

dan menetap (bertahan lama). Gejala yang dominan sangat bervariasi, tetapi keluhan

tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, palpitasi, dan

saikt kepala adalah keluhan-keluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya

14
atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam

waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan.

• Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005)15 ada beberapa ciri-ciri kecemasan, yaitu:

1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan

Diantaranya: kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang

bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi,

kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak

tangan yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa

kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras

atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang

menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan

merasa tersekat, leher atau punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau

tertahan, tangan yang dingin dan lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mual,

panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan merasa

sensitif atau “mudah marah”.

2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan

Diantaranya: perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan

perilaku terguncang.

3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan

Diantaranya: khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan

atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa

15
sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas,

terpaku pada sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan,

merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak

mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan

ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami

keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa

semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-

hal yang sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang,

berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan,

pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan

pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak

menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan

sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.

• Kriteria Diagnostik menurut DSM-IV16, sebagai berikut:

A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,

sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau

kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).

B. Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan kekhawatiran.

C. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini

(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak

selama 6 bulan terakhir). Catatan: hanya satu nomor yang diperlukan pada anak

16
1. Kegelisahan

2. Merasa mudah lelah

3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4. Iritabilitas

5. Ketegangan otot

6. Gangguan tidur (sulit tertidur, atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak

memuaskan).

D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,

misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu

serangan panik (seperti pada gangguan situasi), merasa malu pada situasi umum

(seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif

kopulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan

cemas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa),

menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau

menderita penyait serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan

kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang

bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi

penting lain.

F. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu

zat (misalnya penyalahgunaan zat, mediasi) atau kondisi medis umu (misalnya

17
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,

gangguan psikoti, atau gangguan perkembangan pervasif.

• Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh menurut PPDGJ-III (F41.1):17

1. Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu sampai beberapa

bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus

tertentu saja (sifatnya “free floating” atau mengambang)

2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut :

• Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,

sulit konsentrasi, dsb)

• Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat

santai); dan

• Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing, mulut kering,

dsb)

3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya

depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh, selama hal

tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan ansietas

fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-kompulsif.

18
2.6 GAMBARAN KLINIS GAD8

Gejala utama GAD adalah ansietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas autonom,

dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai sesuatu

yang dapat menimbulkan getaran, kelelahan, dan sakit kepala. Hiperaktivitas autunom

tibmul dalam bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala

saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

Pasien GAD juga biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatis, atau

ke dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya

memperlihatkan mencari perhatian (seeking behavior).

2.7 PENATALAKSANAAN GAD

Penatalaksanaan gangguan cemas menyeluruh terdiri atas 2 cara, yakni:

2.7.1 Farmakamologi

A. Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai

dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.

Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat

mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6

19
minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum

klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia,

dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam

golongan Benzodiazepin antara lain:8,18

- Diazepam: dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg

(im/iv), broadspectrum.

- Chlordiazepoxide: dosis anjuran 2-3 x 5-10 mg/hari, broadspectrum.

- Lorazepam: dosis anjuran 2-3 x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,

untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.

- Clobazam: dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,

psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa

dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.

- Bromazepam: dosis anjuran 3 x 1,5 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.

- Alprazolam: dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk ansietas

tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen

efek anti-depresi.

B. Buspiron

20
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif

dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik pada penderita

GAD. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya

baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah

menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan

Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan

Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu,

disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal. 8,18

C. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada

fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. SSRI

sefektif terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi. 8

2.7.2 Non Farmakologi8

A. Terapi kognitif-perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi

kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatiknya secara

langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral

adalah relaksasi dan biofeedback

B. Terapi suportif

21
Pasien akan diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi

yang ada dan belum tampa, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi

optimal dalam fungsi sosial dan pekerjannya.

C. Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengaja pasien untuk mencapai penyingkapan konfli bawah

sadar, menilik egostrength, relasasi obyek, serta keutuhan self pasien. Dari

pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkiran sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur.

Tetapi, apabila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat

beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

2.8 KOMPLIKASI GAD

Bila GAD tidak diobati dapat mengakibatkan komplikasi parah yang

mempengaruhi hampir setiap bidang kehidupan, beberapa mungkin begitu takut

memiliki serangan ini kembali sehingga pasien hidup dalam keadaan takut secara

konstan, sehingga merusak kualitas hidupnya.16

Komplikasi yang disebabkan atau berkaitan dengan gangguan panik menyeluruh

meliputi : 8,16

- Berkembangnya fobia spesifik, seperti takut mengemudi atau meninggalkan

rumah

22
- Riwayat berobat yang sering /banyak karena kekhawatiran akan penyakit dan

kondisi medis lainnya

- Menghindari situasi sosial

- Masalah di tempat kerja atau sekolah

- Depresi dan gangguan psikiatrik lainnya

- Peningkatan risiko bunuh diri atau pikiran untuk bunuh diri

- Penyalahgunaan zat atau alkohol

- Masalah keuangan

Untuk beberapa orang, gangguan cemas menyeluruh biasanya disertai

agoraphobia yakni suatu kondisi dimana pasien menghindari suatu tempat atau situasi

yang menyebabkan kecemasan pada seseorang karena mereka takut tidak bisa lari atau

mendapatkan bantuan. Atau menjadi bergantung pada orang lain saat ingin

meninggalkan orang / harus ditemani. 16

2.9 DIAGNOSIS BANDING GAD

Diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh mencakup semua gangguan

medis yang dapat menyebabkan ansietas. Perlu dibedakan dari kecemasan akibat

kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.

Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes

fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan

23
stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik sedatif, dan

anxiolitik.16

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah

gangguan panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan

somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.8

Umumnya, pada pasien dnegan gangguan panik akan mencari terapi lebih dini

dikarenakan gejala penyaitnya, onset mendadak, dan gejala somati kurang menonjol

dibandingkan GAD. Membedakan GAD dengan gangguan depresi dan distmik tidak

mudah, dan gangguan-gangguan ini sering kali bersama-sama GAD.8,16

2.10 PROGNOSIS8

Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan atau kondisi kronis yang

mungkin dapat berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya

mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

2.11 PENCEGAHAN GAD

Pada dasarnya, pencegahan kecemasan adalah kesadaran terhadap kemampuan

diri dalam mengatasi masalah atau tekanan hidup. Hal tersebut penting untuk

perkembangan mekanisme koping untuk menangani stres. Pencegahan bertujuan untuk

24
mencegah, memperlambat atau mengurangi masalah yang terjadi akibat gangguan

kecemasan. Sudah terdapat berbagai program pencegahan yang telah digunakan di

dunia.9 Program pencegahan dirancang sesuai dengan populasi yang dituju,

meliputi:9,16

2.11.1. Pencegahan universal

Program pencegahan universal berlaku untuk seluruh masyarakat dengan

mendeteksi dini atau skrining adanya gangguan kecemasan.

2.11.2. Pencegahan selektif

Program pencegahan selektif ditujukan kepada keluarga dan anak dengan

risiko tinggi atau telah menunjukan beberapa gejala kecemasan namun tidak

memenuhi kriteria untuk ditegakkannya sebuah gangguan. Salah satu intervensi

yang dapat dilakukan adalah edukasi teradap orang tua tentang pola asuh, strategi

manajemen kecemasan, dan pentingnya kemandirian.

2.11.3. Pencegahan terindikasi

Program pencegahan terindikasi ditujukan terhadap kasus khusus dalam suatu

keluarga yang disfungsional. Salah satu cara adalah dilakukannya pendekatan kognitif-

perilaku.

Masing-masing program tersebut dapat dilakukan di berbagai tempat misalnya di

rumah, sekolah, komunitas, tempat kerja dan lain-lain. Program-program pencegahan

25
terbaik dirancang dan dibuat berdasarkan teori dan data yang memperhatikan faktor

risiko dan faktor protektif.

26
BAB III

KESIMPULAN

GAD (Generalized Anxiety Disorder) atau gangguan cemas menyeluruh adalah

suatu gangguan kecemasan yang ditandai dengan perasaan cemas dan kekhawatiran

yang berlebihan dan tidak rasional bahkan realistik terhadap berbagai peristiwa

kehidupan sehari-hari. GAD ditandai dengan kecemasan yang dirasakan sulit untuk

dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot,

kesulitan tidur dan kegelisahan sehingga dapat menyebabkan penderitaan yang jelas

dan gangguan yang bermakna dala fungsi sosial dan pekerjaan seseorang.

Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain

teori biologik, teori genetik, teori psikoanalitik, dan teori kognitif-perilaku. Diagnosis

GAD dapat ditegakkan melalui kriteria – kriteria yang tercantum pada PPDGJ-III

maupun DSM-V. Namun, di praktik sehari – hari lebih sering menggunakan PPDGJ-

III. Menurut PPDGJ-III, GAD dapat ditegakkan jika penderita menunjukkan

kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari dalam beberapa

minggu sampai beberapa bulan, bersifat tidak terbatas pada keadaan situasi tertentu

saja atau “free floating”.

Gejala – gejala yang muncul biasanya mencakup kecemasan (khawatir akan

nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi), ketegangan motorik

27
(gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan overaktivitas otonom (kepala

terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar – debar, sesak napas, keluhan lambung).

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah

gangguan panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan

somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan GAD dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi dengan obat –

obatan (farmakoterapi) dan terapi non-farmakologi psikologis (psikoterapi).

Psikoterapi yang dapat dilakukan meliputi terapi kognitif-perilaku, terapi suportif dan

psikoterapi berorientasi tilikan. Obat pilihan yang digunakan adalah golongan

benzodiazepine khususnya diazepam dan alprazolam. Anti depresan juga dapat

dikombinasikan misalnya golongan SSRI seperti fluoxetine.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanine E dan Paputungan S. Pengaruh Pengukuran Tekanan Darah Terhadap

Perubahan Ansietas Pada Klien Hipertensi Di Desa Kobo Kecil Kotamobagu

Timur. Jurnal keperawatan. 2018; 6(2): 1-7.

2. Rahangga D.G.O, Hair L, Sasmita W.O.I dan Sahidin. Efek Ansiolitik Ekstrak

Etanol Kangkung Air (Ipomea aquatica) dalam Mengurangi Perasaan Cemas.

Pharmauho. 2018; 4(1): 34-38.

3. Sari APK, dan Subandi. Pelatihan Teknik Relaksasi untuk Menurunkan

Kecemasan pada Primary Caregiver Penderita Kanker Payudara. Gadjah Mada

Journal of Professional Psychology. 2015, 1(3); 175.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Indonesia. 2018.

5. Bilqis A. M, Yaunin Y dan Darwin E. Hubungan Tingkat Ansietas dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Andalas

Angkatan 2015-2016. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(3): 319-324.

6. Halqin, Richard P. Psikologi Abnormal Perspektif Klinis pada Gangguan

Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika. 2012.

7. Nisa R.M, Livana P.H dan Arisdiani T. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Tingkat Ansietas Pasien Pre Operasi Mayor. Jurnal Keperawatan Jiwa. 2018; 6

(2): 116- 120.

29
8. Elvira S D, Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FK

UI. 2013.

9. Nevid, J.S, Rathus, S.A., Greene B. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. 2005.

10. Sadock B.J, Sadock V.A dan Ruiz P. Kaplan Sadock’s Synopsis of Psychiatry:

Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 11. Wolters Kluwer Health. New

York-USA. 2015.

11. Rahmita N. Tingkat Kecemasan Pada Ibu Hamil Primigravida Trimester Ketiga Di

Puskesmas Kecamatan Tamalanrea Makassar. Skripsi. Program Studi Pendidikan

Dokter. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makasar. 2017.

12. Nisa R.M, Livana P.H dan Arisdiani T. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Tingkat Ansietas Pasien Pre Operasi Mayor. Jurnal Keperawatan Jiwa. 2018; 6 (2):

116- 120.

13. Annisa D.F dan Ifdil. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).

Konselor. 2016; 5(2): 1-7.

14. Novitasari I. Gambaran tingkat kecemasan, stres, depresi dan mekanisme koping

pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr.

Moewardi. Skripsi. Jurusan Keperawatan. Fakultas Kedokteran. Universitas

Diponegoro. Semarang. 2015.

15. Jeffrey S. Nevid, dkk. Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:

Erlangga. 2005.

30
16. Sadock BJ, Sadoc VA. Buku Ajar Psikiatri Kaplan dan Sadock. Edisi 2. Jakarta:

EGC; 2010.

17. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ

III, Jakarta : PT Nuh Jaya. 2003.

18. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ke-3.

Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2007.

31

Anda mungkin juga menyukai