Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

INFEKSI SALURAN KEMIH

Syahdan Millenia Danurwendra

201810330311051

KELOMPOK D1

CLERK RSIA MALANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada anak sering
ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak,
sesudah infeksi saluran napas. Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5% dan
pada anak pria ± 1%. Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan
penyebab terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa
penderita. Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi
karena adanya kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan adanya stasis urin atau refluks, sehingga perlu pengenalan dini dan
pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah
kerusakan lebih lanjut.

Insidens ISK masih tinggi dan sebagai penyakit infeksi yang hanya ditandai
dengan badan demam, menempati urutan kedua penyakit infeksi yang paling
sering setelah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Komplikasi akut pada anak
sehat saat ini jarang kecuali pada bayi yang dapat berkembang menjadi infeksi
sistemik. Komplikasi jangka panjang ISK adalah keadaan yang berhubungan
dengan parut ginjal yaitu hipertensi dan gagal ginjal kronik.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi dan


patogenesis ISK pada anak.
2. Untuk mengetahui gejala klinis ISK pada anak dan bagaimana untuk
mendiagnosisnya.
3. Untuk mengetahui komplikasi ISK pada anak.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis ISK pada anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

ISK adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan


perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim
ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang
bermakna.

Infeksi saluran air kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran air kemih,
mulai dari uretra, vesika urinaria, ureter, sampai jaringan ginjal. Infeksi ini dapat
berupa pielonefritis akut, pielonefritis kronik, infeksi saluran air kemih berulang,
bakteriuria bermakna, bakteriuria asimtomatis.

B. Epidemiologi

Angka kejadian ISK bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin ISK
dapat terjadi pada 3,5% anak perempuan dan 1,1% anak laki-laki pada kelompok
anak kurang dari 10 tahun. Pada kelompok anak berusia kurang dari 2 tahun
angka kejadian ISK mencapai 5 %. Angka kejadian pada neonatus kurang bulan
sebesar 3 %, sedangkan pada neonatus cukup bulan 1%.

Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi


tanpa gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8%
dibandingkan dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah,
angka insidensi bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan
pada anak laki-laki.

Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK


(17%). Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki
vaginitis bersamaan.

3
C. Etiologi

Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan penyebab


terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita.
Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena
adanya kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan
adanya stasis urin atau refluks, sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan
yang adekuat untuk mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih
lanjut.

Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%)


pada ISK serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah
Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii,
Stafilokokus, dan Enterokokus.

Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah


seperti Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau
epidermidis. Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai
penyebab ISK pada anak.

Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks, diantaranya


adalah:
Outflow obstruction Kelainan ginjal
Striktur uretra Parut ginjal
Pelviureteric junction Refluks vesikoureter
Posterior urethral valves Displasia ginjal
Bladder neck obstruction Ginjal dupleks
Batu/tumor
Neuropathic bladder
Kista ginjal
Benda asing Metabolik
Indwelling catheter Imunosupresi

4
Batu Gagal ginjal
Selang nefrostomi Diabetes
Tabel 1. Faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks.

D. Klasifikasi

Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan


simtomatik. ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK
simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda
klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang
menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam, dan
infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama
berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).

Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK
bawah. ISK atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim
ginjal, lazimnya disebut sebagai pielonefritis, sedangkan ISK bawah (lower UTI)
adalah bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan
bawah adalah hubungan vesikoureter.

Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks


dan ISK kompleks. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi
pada saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional
saluran kemih yang menyebabkan stasis urin. ISK kompleks (complicated UTI)
adalah ISK yang disertai dengan kelainan anatomik dan atau fungsional saluran
kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih,
kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.

ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada sebagian
kecil (10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis,
baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang yang tersedia.

5
E. Patogenesis

Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara


asending (anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik
vesikoureter (refluks vesikoureter), uropati obstruktif, kelainan kongenital vesika
urinaria atau ginjal, dan diaper rash.

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari


banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organismenya. Bakteri
dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari
uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur,
urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak-
anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending.
Bakteri uropatogenik yang melekat pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik
ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi
bakteri tersebut.

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang


berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri
dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus
epitel  dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik
ke ureter dan sampai ke  ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi
bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria
yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema,
meradang dan perdarahan (hematuria).

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula
ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks
berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear
6
dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada
pielonefritis kronik  akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator
toksik  yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal
scarring).

Gambar 1. Patogenesis dari ISK asending .(2)

F. Manifestasi klinis

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai


berikut:

1. 0-1 bln : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang,


koma , panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

2. 1 bln – 2 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan


pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit
keras), air  kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri
perut/pinggang.

7
3. 2 - 6 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan
kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna,
diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.

4. 6 - 18 thn : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat


menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan
berubah warna.

G. Diagnosis

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Gangguan
kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat
sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan
tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK
pada anak.

Pemeriksaan genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan fimosis,


hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada perempuan.
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh
sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk menegakkan
diagnosis.

American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada


bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK
dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan
demam yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus dipikirkan
dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai pielonefritis.
Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat patokan
sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:

1) Suhu tubuh 39°C atau lebih

2) Demam berlangsung dua hari atau lebih

8
3) Ras kulit putih

4) Umur di bawah satu tahun

5) Tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya.

Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.

H. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Pemeriksaan dengan stik
urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat di dalam
lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.

Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam


urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak
dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas
dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.

Biakan Urin
Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil
dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteria >100.000 koloni/
ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan >10.000 koloni tetapi disertai
dengan gejala klinis yang jelas dianggap ada ISK.

Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urine yang


diperoleh dari aliran urin pancar tengah (mid stream urine) diperoleh sesudah
membersihkan meatus uretra dengan larutan povidon-iodium dan
membersihkannya dengan air steril atau larutan garam faali, biasanya memuaskan.
Pada wanita, labia harus dibuka secara manual untuk menghindarkan kontaminasi
9
atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki yang tidak dikhitan, preputium harus
ditarik ke belakang.

Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitungan koloni seringkali digunakan


untuk membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang terkontaminasi. Biakan
yang menunjukkan lebih dari 105 koloni/ mL organisme tunggal spesifikasinya
lebih dari 90% untuk infeksi saluran kemih. Namun demikian, harus diketahui,
bahwa hitungan koloni yang lebih rendah pada penderita terinfeksi mungkin
disebabkan karena kekeringan yang berlebihan, pengosongan kandung kemih
yang terlalu dini, atau karena pengobatan dengan antibiotika. Hitungan demikian
tidak mengesampingkan infeksi. Penggunaan pungsi suprapubik kandung kemih
yang penuh dengan jarum suntik berukuran 25 atau 22 menyajikan hasil yang
terpercaya. Dengan anak telah terhidrasi secara tepat (bila kandung kemih dapat
diperkusi atau dipalpasi), kulit didisinfeksi dan pungsi dilakukan selebar jari di
garis tengah di atas pubis.

Tabel. Interpretasi Hasil Biakan Urin


10
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan membedakan ISK atas dan bawah. Indikator non-spesifk ISK atas pada
pemeriksaan darah yaitu leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil,
peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang positif.
Kadar prokalsitonin dan sitokin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor
yang valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary
tract infection) dan skar ginjal.

I. Tatalaksana

Eradikasi infeksi akut


Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal.

 Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter
spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
 Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .
Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti
sefalosporin atau ko-amoksiklav.
Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.
 Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat.

11
Jenis antibiotik Dosis per hari
Amoksisilin 1) 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3
dosis
Sulfonamid
1) Trimetroprim (TMP) dan 1) 6-12 mg TMP dan 30-60 mg
Sulfametoksazol (SMX) SMX /kgbb/hari dibagi dalam 2
2) Sulfisoksazol 2) Dosis 120-150 mg/kgbb/hari
dibagi dalam 4 dosis
Sefalosporin
1) Sefiksim 1) 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
2) Sefpodiksim dosis
3) Sefprozil 2) 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
4) Sefaleksin dosis
5) Lorakarbef 3) 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
dosis
4) 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam
4 dosis
5) 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
dosis
Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih.
Jenis antibiotik Dosis per hari
Seftriakson 75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.
12
Pengobatan sistitis akut
Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit, indikasi mondok adalah rasa sakit yang
hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
pengobatan parenteral seama 5 – 7 hari. Untuk sistitis akut, direkomendasikan
pemberian antibiotik oral seperti trimetoprim, sulfametoksazol, nitrofurantoin,
amoksisilin, Amoksisilin klavulanat, sefaleksin, dan sefiksim.

Pengobatan pielonefritis
Pemberian antibiotik pada pielonefritis akut diberikan selama 7-10 hari atau
10-14 hari. Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam
mengatasi infeksi pada pielonefritis akut. Perbaikan klinis sudah terlihat dalam
24-48 jam pemberian antibiotik parenteral, sehingga setelah perbaikan klinis,
antibiotik dilanjutkan dengan pemberian antibiotik per oral sampai selama 7-14
hari pengobatan.

Pemberian profilaksis antibiotik diberikan setelah pengobatan fase akut


sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus yang dihadapi
termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau obstruksi) maka
pengobatan profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama.

Pengobatan ISK pada neonatus


Pengobatan ISK pada neonatus terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi
bakteri Gram negatif yaitu dengan kombinasi aminoglikosida dan ampisilin
selama 10-14 hari. Pemberian profilaksis antibiotik segera diberikan setelah
selesai pengobatan fase akut.

Bakteriuria asimtomatik
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL dalam
urin tanpa gejala klinik, telah disepakati bahwa bakteriuria asimtomatik tidak
memerlukan terapi antibiotik.

13
Pengobatan suportif
Pada ISK pengobatan suportif dan simtomatik juga perlu diperhatikan,
misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan harus adekuat
untuk menjamin diuresis yang lancar. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/kgbb/hari.

Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tata laksananya


Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk melihat adanya kelainan anatomi
maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan faktor risiko
terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Jenis pemeriksaan pencitraan antara lain
ultrasonografi (USG), miksio -sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi inravena),
skintigrafi DMSA (dimercapto succinic acid), CT-scan atau magnetic resonance
imaging (MRI).

Deteksi dan mencegah infeksi berulang


Deteksi ISK berulang dilakukan dengan biakan urin berkala, misalnya setiap
bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan. Beberapa faktor berperan
dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada anak perempuan, antara lain
infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian bubble bath, pakaian dalam
terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat iritatif terhadap mukosa
perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah, konstipasi, ketidak
mampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik akibat gangguan
neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non neurogenic bladder),
RVU, preputium yang belum disirkumsisi.

ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien


termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko.

14
Pemberian profilaksis
Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang dan
mencegah terjadinya parut ginjal. Berbagai penelitian telah membuktikan
efektivitas antibiotik profilaksis menurunkan risiko terjadinya ISK berulang pada
anak, dan kurang dari 50% yang mengalami infeksi berulang selama pengamatan
5 tahun.

Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis:


• Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
• Kotrimoksazol
- Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
• Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
• Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
• Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
• Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
• Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
• Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari. (1)

J. Komplikasi

ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan


meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal
ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi
pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko
terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik
dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih.

15
BAB III
KESIMPULAN

ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak
setelah infeksi pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak
diderita oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya
setelah tahun pertama kehidupan anak perempuan lebih banyak menderita
penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki. Sirkumsisi bisa menurunkan risiko
anak laki-laki terkena penyakit ini.

Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia


coli, namun tidak menutup kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan
merupakan bagian dari flora normal tubuh) bisa menjadi penyebab dari ISK pada
anak. Proses patogenesis dari ISK terbagi menjadi dua cara yaitu ascending
route dan bloodborne.

Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan
mengalami demam hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya.
Jarang sekali kasus yang disertai dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga
untuk menegakkan diagnosis ISK pada anak akan dibutuhkan analisis urin dan
kultur urin. Pada beberapa kasus yang meragukan, diagnostik imaging bisa
dilakukan untuk membantu diagnosis walaupun sampai sekarang pemeriksaan ini
masih kontroversial.

Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini dan
pengobatan segera akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang bisa
dihindari. Tapi tentu saja yang paling penting adalah pencegahan dengan cara
menjaga higien dan sebaiknya pasien yang pernah menderita ISK benar-benar
diperhatikan agar tidak terjadi ISK berulang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi Nefrologi.


Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.
Rusdidjas, Rafita Ramayati. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
Behrman, Kliegman. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol. 3. Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000.
Noer M.S., Ninik Soemyarso. Infeksi Saluran Kemih. Diakses dari
http://pediatrik.com
Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks; Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung..
Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta :
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010

17

Anda mungkin juga menyukai