Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Syahdan Millenia Danurwendra


201810330311051
KELOMPOK D1

CLERK RSIA MALANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai oleh manifestasi hemoragik dan


efusi yang progresif. Meskipun demam berdarah biasanya merupakan penyakit
yang membatasi diri dengan tingkat mortalitas <1%, DHF adalah penyakit yang
parah dan berpotensi mematikan, karena DBD lebih sering terjadi di antara kasus
infeksi ulang daripada di antara kasus infeksi primer. DHF jarang terjadi di daerah
nonendemik. Secara global 50 juta infeksi dengue dilaporkan setiap tahun.
Demam Dengue pertama di India dilaporkan pada tahun 1956 dari Vellore dan
demam berdarah dengue pertama terjadi di Calcutta pada tahun 1963. Di India,
insiden tahunan diperkirakan 7,5 hingga 32,5 juta. Di Odisha, sebuah negara
bagian di India Timur, wabah pertama dilaporkan pada tahun 2010, diikuti oleh
wabah ekstensif pada tahun 2011, yang mempengaruhi sejumlah besar orang.
Menurut WHO, tingkat kematian kasus untuk demam berdarah adalah sekitar 5%.
Aedes albopictus ditemukan menjadi vektor yang paling melimpah di daerah yang
disurvei, diikuti oleh Aedes aegypti. DENV-2 adalah serotipe yang banyak
ditemukan. Tingkat kematian kasus pada pasien dengan infeksi dengue berat
yang terdiri dari demam dengue haemorrhagic (DBD) dan sindrom syok dengue
(DSS) dapat setinggi 44%. Pada tahun 2010, 25 kasus dan lima kematian
dilaporkan dari Odisha. Peningkatan cepat dalam kasus demam berdarah pada
tahun 2012 menjadi perhatian kesehatan masyarakat di India Timur karena
mayoritas kasus mempengaruhi remaja muda.
Dengue adalah penyakit virus yang paling banyak ditularkan oleh nyamuk.
Sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau menghasilkan penyakit
demam ringan, tetapi virus dengue (DENV) juga mampu menghasilkan penyakit
yang mengancam jiwa. Gejala utama dari demam berdarah berat ditandai dengan
kebocoran plasma dengan atau tanpa pendarahan, yang dapat menyebabkan kolaps

2
sirkulasi, yang disebut Dengue Syok Syndrome (DSS). Perjalanan penyakit
demam berdarah dapat dibagi menjadi tiga fase utama: fase demam, fase kritis dan
fase pemulihan. Manifestasi penyakit klinis yang parah terjadi selama fase kritis
yang dimulai sekitar hari 4-7 setelah onset demam dan berlangsung biasanya
48-72 jam.

Selama fase kritis, kondisi pasien dapat membaik atau memburuk dengan
cepat; membutuhkan pemantauan yang ketat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh


Arbovirus (Arthropod Borne Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
(Aedes Albopictus dan Aedes Aegypt). Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.
2.2 Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan


virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyebab
DD/DBD adalah oleh virus dengue anggota genus Flavivirus, diketahui empat
serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus
Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular
penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti
sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies
tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai
habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di
permukiman dengan air yang relatif jernih. Pemukiman yang padat penduduk
meningkatkan risiko penularan DB/DBD, satu individu nyamuk yang infektif
dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih
dari satu orang.

2.3 Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 50 hingga 100


juta infeksi demam berdarah terjadi setiap tahun. Dari kasus-kasus ini 500.000
kemajuan menjadi DBD mengakibatkan 22.000 kematian, kebanyakan anak-

4
anak. Menurut WHO, sekarang ada lebih dari 2,5 miliar orang yang tinggal di
daerah endemis dengue dan beresiko untuk terinfeksi virus dengue. Beberapa
faktor berkontribusi pada penularan virus oleh Aedes aegypti; termasuk suhu,
curah hujan, migrasi desa-kota, pertumbuhan populasi, air yang tersimpan,
meningkatkan limbah padat yang memungkinkan habitat larva untuk vektor. Juga
dapat terjadi KLB perjalanan terkait DBD. Demam berdarah adalah infeksi
arbovirus paling luas di seluruh dunia.

2.4 Patogenesis
a. Respon imun humoral
Respon imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan
menghasilkan antibody spesifik terhadap virus dengue. Antibody
spesifik untuk virus dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat
menimbulkan reaksi silang dengan serotipe lain selama enam bulan.
Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenic
berbeda. Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat
menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe yang
bersangkutan (antibody homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai
bagian dari kekebalan silang (cross immunity) akan dibentuk antibodi
untuk serotipe lain (antibody heterotipik).

b. Respon imun selular


Respon imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T).
Sama dengan respon imun humoral, respons sel T terhadap infeksi
virus dengue dapat menguntungkan sehingga tidak menimbulkan
penyakit atau hanya berupa infeksi ringan, namun juga sebaliknya
dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu.

c. Mekanisme autoimun
Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam
pembentukan antibody spesifik yaitu protein F, prM dan NS1. Protein

5
yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam patogenesis
infeksi virus dengue yaitu protein NS1. Antibody terhadap protein NS1
dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit,
sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat
memacu respons inflamasi.

d. Peran sitokin dan mediator inflamasi lain


Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang
sangat beragam dan berperan penting dalam respons imun tubuh
melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara umum
sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan
respons fisiologis, terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin
tersebut. Apabila sitokin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak
dan reaksinya berlebihan, akan merugikan pejamu.

2.5 Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi


mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), dengue fever, dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom.
Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal
penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

6
Gambar 1. Manifestasi Infeksi Virus Dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul
oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam
tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap
virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda,
dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala
klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia
terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :
Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk


netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan


jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan
manifestasi perdarahan.
Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya


komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga
perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.
Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang
tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi
terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

7
Gambar 2. Imunopatogenesis DHF

Dengue Fever

Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa


demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi
pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-
40ºC) dan dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali
dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas
putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang
putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat

8
anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya
berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam
bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu
anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu
demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya
menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh
(gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola
mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri
ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya
penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat
awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka,
leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-
bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam
tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi
bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul
setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk
perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat
berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi
perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

9
Gambar 3. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue

Dengue Haemoragic Fever

Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai
manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas
keberadaan virus dengue juga didapatkan pada DHF. Yang membedakan DHF
dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat
adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke
dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera
ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat
masif. Yang dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter
terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.

Dengue Syok Syndrome (DSS)

Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi


kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20
mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.
Dengan kata lain demam berdarah dengue yang telah memasuki keadaan syok
(sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO).

10
2.6 Diagnosis
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.
2. Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
a. Petekie, ekimosis, atau purpura
b. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau
perdarahan gusi), atau perdara-han dari tempat lain.
c. Hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai
penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), tekanan darah
menurun (tekanan sistolik <80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di
sekitar mulut.

B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000/ ul).
2. Terdapat peningkatan hematokrit >20% dibandingkan
dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa
konvalesen.
3. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama
disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup
untuk menegakkan diagnosa DBD.

11
Gambar 4. Perjalanan Dengue Fever

Gambar 5. Dignostic of Dengue Fever

12
Warning Signs pada Demam Berdarah Dengue
1. Nyeri abdomen
2. Muntah persisten
3. Akumulasi cairan; edema palpebra, perut tegang, efusi pleura,
edema ekstremitas
4. Pendarahan mukosa; epistaksis, gusi berdarah, bibir berdarah
5. Letargi atau gelisah
6. Pembesaran hati >2cm
7. Peningkatan hematokrit dengan penurunan cepat jumlah trombosit

Gambar 8. Klasifikasi Demam Dengue

13
2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Deteksi antigen virus dengue


Deteksi antigen virus dangue yang banyak dilaksanakan pada saat ini
adalah pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen),
yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting
bagi kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan
dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah
5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin
menurun setelahnya.

Gambar 9. Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue
pada infeksi primer dan sekunder

b. Deteksi respon imun serum


Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue
Imunoglobin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya
dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah
Sembilan puluh hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue, namun
pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahun
lama dalam serum. Kinetic NS-1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM
antidengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan

14
untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.
2.8 Penatalaksanaan
A. Penggantian Cairan
1. Jenis cairan
Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid isotonic.
Penggunaan cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% hanya untuk pasien
<6 bulan atas dasar pertimbangan fungsi fisiologis yang berbeda dengan
anak yang lebih besar. Dalam keadaan normal setelah satu jam
pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam
ruang intravascular sedangkan caira isotonis ¼ volume yang bertahan,
sisanya terdistribusi ke ruang intraselular dan ekstraselular. Pada
keadaan permeabilitas yang meningkat volume cairan yang bertahan
akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan
pada pemberian cairan hipotonis. Cairan koloid hiperonkotik
(osmolaritas>300 mOsm/L) seperti dextran 40 atau HES walaupun
lebih lama vertahan dalam ruang intravascular tetapi memiliki efek
samping seperti alergi, mengganggu fungsi koagulasi dan berpotensi
mengganggu fungsi ginjal.
2. Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan,
kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi
hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan
(maintenance) ditambah dengan perkiraan deficit cairan 5%. Pemberian
cairan dihentikan bila keadaan umum stabil dan telah melewati fase
kritis, pada umumnya pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam
keadaan umum anak stabil.

Tabel 3. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal


BB ideal Rumatan Rumatan + Defisit
(kg) (mL) 5% (mL)

15
5 500 750
10 1.000 1.500
15 1.250 2.000
20 1.500 2.500
25 1.600 2.850
30 1.700 3.200

Tabel 4. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal


Jumlah cairan Kecepatan (mL/kgBB/jam)
½ rumatan 1,5
Rumatan 3
Rumatan + defisit 5% 5
Rumatan + deficit 7% 7
Rumatan + defisit 10% 10

B. Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38.5oC
dengan interval 4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen.
Berikan kompres hangat.
C. Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.

D. Pemantauan
- Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan,
muntah, perdarahan, dan tanda peringatan (warning signs).
- Perfusi perifer, harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok.
- Tanda-tanda vital, seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi nafas
dan tekanan darah harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali.
- Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau
pemberian cairan intravena (sebagai data dasar), diupayakan
dilakukan setiap 4-6 jam sekali.

16
- Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam.
- Diupayakan jumlah urin ≥1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur
dari berat badan ideal).
- Pada pasien dengan risiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu
hamil, komorbid (diabetes mellitus, hipertensi, thalassemia,
sindrom nefrotik dan lain-lain) diperlukan pemeriksaan
laboratorium atas indikasi.
- Pantau: darah perifer lengkap, kadar gula darah, uji fungsi hati,
dan system koagulasi sesuai indikasi.
- Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi
adanya efusi pleura, pemeriksaan yang diminta adalah foto
radiologi dada dengan posisi lateral kanan decubitus (right
lateral decubitus).
- Periksa golongan darah
Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ultrasonografi
abdomen, EKG dan lainnya.

DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer
laktat 10-20 mL/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
Apabila syok belum teratasi tetap berikan ringer laktat 20 mL/kgbb
ditambah koloid 20-30 mL/kgbb/jam, maksimal 1500 mL/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca
syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7mL/kgbb/jam, selanjutnya
5mL, dan 3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
- Jumlah urin 1 mL/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi
membaik.

- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah


syok teratasi.
- Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok.
- Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

17
- Indikasi pemberian darah: Terdapat perdarahan secara klinis
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgbb.
- Apabila kadar hematokrit tetap >40%, maka berikan darah dalam
volume kecil.
- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata
(KID) pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu
disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan),
untuk mencegah perdarahan lebih hebat.
Pemberian Cairan pada DBD Derajat III DAN IV (SSD)

18
Kriteria memulangkan pasien
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
 Nafsu makan membaik.
 Secara klinis tampak perbaikan.
 Hematokrit stabil.
 Tiga hari setelah syok teratasi.
 Jumlah trombosit > 50.000/ml.
 Tidak dijumpai distres pernapasan.

Tatalaksana Kelebihan Cairan


 Nilai keadaan klinis, hitung kembali cairan yang telah
diberikan, cek A- B-C-D.
 Turunkan jumlah cairan menjadi 1 mL/kgBB/jam, bila
tersedia cairan koloid, ganti kristaloid dengan koloid.

 Bila terdapat tanda edema paru, furosemide 1


mg/kgBB/dosis segera diberikan apabila tekanan darah
stabil serta kadar ureum dan kreatinin normal. Pantau setiap
15 menit untuk menilai keberhasilan pengobatan.
 Ukur volume diuresis melalui kateter urin.
 Bila ada perbaikan setelah pemberian furosemide, periksa
status volume intravascular.
Tatalaksana Gangguan Elektrolit
 Hiponatremi : bila terdapat kejang berikan Natrium 3%, bila
tidak ada kejang cukup berikan cairan dektrose 5%-NaCl
0,9%.
 Hipokalsemi : beri kalsium glukonas 10% dengan dosis 1
mL/kgBB/dosis (maksimum 10 mL) diencerkan dengan
aquadet, diberikan setiap 6 jam hanya untuk kasus SSD
dekompensasi atau pasien dengan kelebihan cairan.

19
2.9 Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan malaria.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
membedakan DHF dari penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic
Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya
seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti dengan
ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir
sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan
demam yang cepat menghilang dan tidak dijumpai
hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia
aplastik. Pada leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat
teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak sangat
anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.

2.10 Komplikasi
 Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa
syok.
 Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan.
 Edema paru, akibat over loading cairan

20
BAB III
KESIMPULAN

Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih dari
gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia, leukopenia
atau manifestasi perdarahan (tes torniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis,
epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau feses, serta perdarahan
vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD. Anoreksia, mual, muntah yang
terus- menerus, nyeri perut bisa ditemukan tetapi bukan merupakan kriteria DD.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini
mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk.

21
DAFTAR PUSTAKA

Akhtar, N., et al. 2016. Prevalence of Dengue Serotype (DENV-2) in Pakistan.


Department of Zoology, Abdul Wali Khan University Mardan, Khyber
Pakhtunkhwa Pakistan. Akhtar et al., 2016. Journal of Genes and Cells,
2(1): p, 8-10.

Antonius, Pudjiadi., dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Ed. II hal 306. Jakarta.

Claire, A., et al. 2017. Proteinuria during Dengue Fever in Children. International
Journal of Infectious Diseases 55 (2017) 38–44.

Garna, H., Heda, M. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Ed. 5 hal 485-490. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Hasan Sadikin.

Halstead, SB. Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever. Dalam: Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics
Ed.
17. Philadelphia; 2004, h. 1092-4. https://www.creative-diagnostics.com/Dengue-

Virus.htm

Kusama, Y., Ken, I., Shigeru, T., Satoshi, K. 2017. A Pediatric Case of Imported
Dengue Hemorrhagic Fever in Japan. J Gen Fam Med. 2017 Dec; 18(6):
414– 417.

Mishra, S., Ramya, R., Sunil, K. 2016. Clinical Profile of Dengue Fever in
Children : A Study from Southern Odisha, India. Scientifica (Cairo). 2016;
2016

Rezeki, S., dkk. 2012. Update Management of Infectious Disease and


Gastrointestinal Disorders Ed. 1 hal 29-37. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM.

Sanyaolu A, Okorie C, Badaru O, Adetona K, Ahmed M., et al. 2017. Global

22
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. Review Article
5(6): 00179. DOI: 10.15406/jhvrv.2017.05.00179.

World Health Organization (WHO). 2012. Handbook for Clinical Management of


Dengue. ISBN 978 92 4 150471 3.

23

Anda mungkin juga menyukai