1
BAB I
PENDAHULUAN
2
sirkulasi, yang disebut Dengue Syok Syndrome (DSS). Perjalanan penyakit
demam berdarah dapat dibagi menjadi tiga fase utama: fase demam, fase kritis dan
fase pemulihan. Manifestasi penyakit klinis yang parah terjadi selama fase kritis
yang dimulai sekitar hari 4-7 setelah onset demam dan berlangsung biasanya
48-72 jam.
Selama fase kritis, kondisi pasien dapat membaik atau memburuk dengan
cepat; membutuhkan pemantauan yang ketat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.3 Epidemiologi
4
anak. Menurut WHO, sekarang ada lebih dari 2,5 miliar orang yang tinggal di
daerah endemis dengue dan beresiko untuk terinfeksi virus dengue. Beberapa
faktor berkontribusi pada penularan virus oleh Aedes aegypti; termasuk suhu,
curah hujan, migrasi desa-kota, pertumbuhan populasi, air yang tersimpan,
meningkatkan limbah padat yang memungkinkan habitat larva untuk vektor. Juga
dapat terjadi KLB perjalanan terkait DBD. Demam berdarah adalah infeksi
arbovirus paling luas di seluruh dunia.
2.4 Patogenesis
a. Respon imun humoral
Respon imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan
menghasilkan antibody spesifik terhadap virus dengue. Antibody
spesifik untuk virus dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat
menimbulkan reaksi silang dengan serotipe lain selama enam bulan.
Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenic
berbeda. Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat
menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe yang
bersangkutan (antibody homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai
bagian dari kekebalan silang (cross immunity) akan dibentuk antibodi
untuk serotipe lain (antibody heterotipik).
c. Mekanisme autoimun
Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam
pembentukan antibody spesifik yaitu protein F, prM dan NS1. Protein
5
yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam patogenesis
infeksi virus dengue yaitu protein NS1. Antibody terhadap protein NS1
dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit,
sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat
memacu respons inflamasi.
6
Gambar 1. Manifestasi Infeksi Virus Dengue
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul
oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam
tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap
virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda,
dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala
klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia
terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :
Bentuk reaksi pertama
7
Gambar 2. Imunopatogenesis DHF
Dengue Fever
8
anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya
berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam
bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu
anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu
demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya
menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh
(gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola
mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri
ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya
penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat
awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka,
leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-
bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam
tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi
bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul
setelah panas turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk
perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat
berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi
perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
9
Gambar 3. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue
Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai
manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas
keberadaan virus dengue juga didapatkan pada DHF. Yang membedakan DHF
dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat
adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke
dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera
ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat
masif. Yang dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter
terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.
10
2.6 Diagnosis
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.
2. Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
a. Petekie, ekimosis, atau purpura
b. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau
perdarahan gusi), atau perdara-han dari tempat lain.
c. Hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai
penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), tekanan darah
menurun (tekanan sistolik <80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di
sekitar mulut.
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000/ ul).
2. Terdapat peningkatan hematokrit >20% dibandingkan
dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa
konvalesen.
3. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama
disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup
untuk menegakkan diagnosa DBD.
11
Gambar 4. Perjalanan Dengue Fever
12
Warning Signs pada Demam Berdarah Dengue
1. Nyeri abdomen
2. Muntah persisten
3. Akumulasi cairan; edema palpebra, perut tegang, efusi pleura,
edema ekstremitas
4. Pendarahan mukosa; epistaksis, gusi berdarah, bibir berdarah
5. Letargi atau gelisah
6. Pembesaran hati >2cm
7. Peningkatan hematokrit dengan penurunan cepat jumlah trombosit
13
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Gambar 9. Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue
pada infeksi primer dan sekunder
14
untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.
2.8 Penatalaksanaan
A. Penggantian Cairan
1. Jenis cairan
Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid isotonic.
Penggunaan cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% hanya untuk pasien
<6 bulan atas dasar pertimbangan fungsi fisiologis yang berbeda dengan
anak yang lebih besar. Dalam keadaan normal setelah satu jam
pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam
ruang intravascular sedangkan caira isotonis ¼ volume yang bertahan,
sisanya terdistribusi ke ruang intraselular dan ekstraselular. Pada
keadaan permeabilitas yang meningkat volume cairan yang bertahan
akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan
pada pemberian cairan hipotonis. Cairan koloid hiperonkotik
(osmolaritas>300 mOsm/L) seperti dextran 40 atau HES walaupun
lebih lama vertahan dalam ruang intravascular tetapi memiliki efek
samping seperti alergi, mengganggu fungsi koagulasi dan berpotensi
mengganggu fungsi ginjal.
2. Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan,
kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi
hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan
(maintenance) ditambah dengan perkiraan deficit cairan 5%. Pemberian
cairan dihentikan bila keadaan umum stabil dan telah melewati fase
kritis, pada umumnya pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam
keadaan umum anak stabil.
15
5 500 750
10 1.000 1.500
15 1.250 2.000
20 1.500 2.500
25 1.600 2.850
30 1.700 3.200
B. Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38.5oC
dengan interval 4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen.
Berikan kompres hangat.
C. Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.
D. Pemantauan
- Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan,
muntah, perdarahan, dan tanda peringatan (warning signs).
- Perfusi perifer, harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok.
- Tanda-tanda vital, seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi nafas
dan tekanan darah harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali.
- Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau
pemberian cairan intravena (sebagai data dasar), diupayakan
dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
16
- Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam.
- Diupayakan jumlah urin ≥1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur
dari berat badan ideal).
- Pada pasien dengan risiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu
hamil, komorbid (diabetes mellitus, hipertensi, thalassemia,
sindrom nefrotik dan lain-lain) diperlukan pemeriksaan
laboratorium atas indikasi.
- Pantau: darah perifer lengkap, kadar gula darah, uji fungsi hati,
dan system koagulasi sesuai indikasi.
- Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi
adanya efusi pleura, pemeriksaan yang diminta adalah foto
radiologi dada dengan posisi lateral kanan decubitus (right
lateral decubitus).
- Periksa golongan darah
Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ultrasonografi
abdomen, EKG dan lainnya.
DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer
laktat 10-20 mL/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
Apabila syok belum teratasi tetap berikan ringer laktat 20 mL/kgbb
ditambah koloid 20-30 mL/kgbb/jam, maksimal 1500 mL/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca
syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7mL/kgbb/jam, selanjutnya
5mL, dan 3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
- Jumlah urin 1 mL/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi
membaik.
17
- Indikasi pemberian darah: Terdapat perdarahan secara klinis
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgbb.
- Apabila kadar hematokrit tetap >40%, maka berikan darah dalam
volume kecil.
- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata
(KID) pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu
disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan),
untuk mencegah perdarahan lebih hebat.
Pemberian Cairan pada DBD Derajat III DAN IV (SSD)
18
Kriteria memulangkan pasien
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
Nafsu makan membaik.
Secara klinis tampak perbaikan.
Hematokrit stabil.
Tiga hari setelah syok teratasi.
Jumlah trombosit > 50.000/ml.
Tidak dijumpai distres pernapasan.
19
2.9 Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan malaria.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
membedakan DHF dari penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic
Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya
seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti dengan
ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir
sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan
demam yang cepat menghilang dan tidak dijumpai
hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia
aplastik. Pada leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat
teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak sangat
anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
2.10 Komplikasi
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa
syok.
Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan.
Edema paru, akibat over loading cairan
20
BAB III
KESIMPULAN
Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih dari
gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia, leukopenia
atau manifestasi perdarahan (tes torniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis,
epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau feses, serta perdarahan
vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD. Anoreksia, mual, muntah yang
terus- menerus, nyeri perut bisa ditemukan tetapi bukan merupakan kriteria DD.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini
mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk.
21
DAFTAR PUSTAKA
Antonius, Pudjiadi., dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Ed. II hal 306. Jakarta.
Claire, A., et al. 2017. Proteinuria during Dengue Fever in Children. International
Journal of Infectious Diseases 55 (2017) 38–44.
Garna, H., Heda, M. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Ed. 5 hal 485-490. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Hasan Sadikin.
Halstead, SB. Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever. Dalam: Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics
Ed.
17. Philadelphia; 2004, h. 1092-4. https://www.creative-diagnostics.com/Dengue-
Virus.htm
Kusama, Y., Ken, I., Shigeru, T., Satoshi, K. 2017. A Pediatric Case of Imported
Dengue Hemorrhagic Fever in Japan. J Gen Fam Med. 2017 Dec; 18(6):
414– 417.
Mishra, S., Ramya, R., Sunil, K. 2016. Clinical Profile of Dengue Fever in
Children : A Study from Southern Odisha, India. Scientifica (Cairo). 2016;
2016
22
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. Review Article
5(6): 00179. DOI: 10.15406/jhvrv.2017.05.00179.
23