PENYUSUN:
Arfan, S.Ked
K1A1 14 139
PEMBIMBING:
dr. Ashaeryanto, M.Med
1
2
2.1.2. Etiologi
Demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue. Infeksi serotipe manapun memberi kekebalan
seumur hidup terhadap virus tersebut. Infeksi sekunder dengan serotipe
lain atau beberapa infeksi dengan serotipe berbeda akan menyebabkan
demam berdarah dengan bentuk yang parah (dengue hemorrhagic fever,
DHF/dengue shock syndrome, DSS).4
2.1.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis. Resiko terkena DBD pada laki – laki dan perempuan
hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. Kasus cenderung
meningkat pada musim penghujan (Desember-Maret) dan menurun
pada musim kemarau (Juni-September). Di Malaisia, insidensi DBD
mencapai 1.638 kasus per tahun yang meninggal di antaranya
bermanifestasi secara klinis, dengan apapun tingkat keparahannya.5 Dari
jumlah tersebut, sekitar 75% berada di wilayah Asia Pasifik, dan
3
4
2.1.5. Patogenesis
Perjalanan penyakit penyakit dengue dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase febris, kritis, dan penyembuhan (recovery). Akibat perjalanan
penyakit DBD yang dinamis, gejala yang parah biasanya muncul
selama periode defervesens (transisi antara fase febris dengan afebris),
yang sering bersamaan dengan awitan fase kritis.6
Hingga saat ini masih dianut the secondary heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus
dengue pertama kali terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue
5
suhu naik pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 sakit dan
berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang dengan tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh, serta
abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Pada lebih dari
separuh pasien, gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri retroorbita, punggung, otot, sendi
disertai rasa menggigil. Dapat pula dijumpai bentuk kurva suhu
menyerupa pelana kuda atau bifasik. Anoreksia dan obstipasi
sering dilaporkan, juga nyeri epigastrium disertai nyeri kolik.
Gejala klinis lain yang sering adalah fotofobia, keringat
bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelainan
darah tepi demam dengue adalah leukopenia selama periode pra
demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh
neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit
dan pada masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil
bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada
periode puncak penyakit disertai trombositopenia. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam 1 minggu.7
c. Demam berdarah dengue (Dengue hemorrhagic fever/DHF)
Ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan
kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama yang
membedakan DF dan DHF adalah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DHF terdapat
perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar, dan hematom pada
tempat pengambilan darah vena. Petekie halus yang tersebar di
anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi terkadang dijumpai,
sedangkan perdarahan saluran cerna hebat agak jarang dan
8
Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki,
tangan dan hidung, dan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang tidak memadai yang menyebabkan peningkatan
aktivitas saraf simpatis secara refleks.
menjadi cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba karena kolaps
sirkulasi.
9
atau kurang.
kurang.
a. Demam Dengue
Demam akut yang disertai: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia,
arthralgia nyeri tulang, ruam, manifestasi perdarahan (tes
tourniquet (TT) positif, petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan
mukosa, traktus gastrointestinal, perdarahan ditempat injeksi atau
daerah lain, hematemesis atau melena), leukopenia
(≤5.000sel/mm3), trombositopenia (<150.000 sel/mm3),
peningkatan hematokrit (5-10%), dan ditambah minimal satu
diantara:
tekanan diastolik.
Hipotensi (<80 mmHg pada usia <5 tahun, atau 80-90 mmHg
2.1.7. Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.8 Pasien
yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien
yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah
12
sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi
dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif.
a. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning
signs dan mampu mempertahankan asupan oral cairan yang
adekuat dan memproduksi urine minimal sekali dalam 6 jam.
Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap
harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat
dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi
edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan
oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta
keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara
jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah
sakit jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.8
b. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan
pasien dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions).
Pasien dengan kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi,
usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus
dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi
asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan
intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9%
atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes maintenance.
Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan
cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.8
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah
sebagai berikut:
13
c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma
(plasma leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau
akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas, perdarahan
berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi
terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok
hipotensif (hypotensive shock).8
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
14
2.1.8. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat
16
I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi
secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok
yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian
cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan
daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi
sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.7
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik.
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain
a. Pengaspan dengan menggunakan malation dan fenition berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat tempat
penampungan air.
4. Perilaku
Memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari
gigitan nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang,
menggunakan kelambu saat tidur, merapikan pakaian kotor yang
bergantungan di balik balik pintu, memakai lotion atau obat
nyamuk lain pada saat tidur.
3.1. Simpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. DBD ditandai khas dengan
demam tinggi yang mendadak, peningkatan hematokrit, penurunan jumlah
trombosit yang bermakna, penurunan hitung leukosit, dan adanya manifestasi
perdarahan spontan. Tatalaksana DBD harus dilakukan dengan cepat dan
berfokus pada rehidrasi (pemulihan volume plasma darah), pengendalian
nyeri, pengendalian demam, dan pencegahan komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi dari hipoperfusi. DBD terutama dapat dicegah dengan tindakan
3M dengan memberantas habitat nyamuk vektor ( Aedes aegypti dan Aedes
albopictus), agar rantai transmisi penyakit ini terputus.
20
DAFTAR PUSTAKA
21