Anda di halaman 1dari 15

Tugas Essay

“Infeksi Virus dan Parasit Terkait Hematologi”

Disusun Oleh:

Nama : I Gede Wiyana

NIM : 020.06.0029

Kelas :A

Blok : Hematologi dan Imunologi

Dosen : dr. I Gusti Putu Winangun, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
Latar Belakang
Dengue yang disebabkan virus disebarkan oleh nyamuk Aedes
(Stegomyia). Selama dua dekade terakhir, frekuensi kasus dan epidemi penyakit
demam dengue (Dengue Fever, DF), demam berdarah (Dengue Hemorragic Fever,
DHF), dan sindrom syok dengue (Dengue Syok Syndrom, DSS) menunjukkan
peningkatan yang dramatis di seluruh dunia. The World Health Report 1996,
menyatakan bahwa ”Kemunculan kembali penyakitinfeksisus merupakan suatu
peringatan bahwa kemajuan yang telah diraihsampai sejauh ini terhadap keamanan
dunia dalam hal kesehatan dankemakmuran sia-sia belaka”. Laporan tersebut lebih
jauh menyebutkan bahwa”Penyakit infeksius tersebut berkisar dari penyakit yang
terjadi di daerah tropis(seperti malaria dan DHF yang sering terjadi di negara
berkembang) hingga penyakit yang ditemukan di seluruh dunia (seperti hepatitis
dan penyakitmenular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS) dan penyakit yang
disebarkanmelalui makanan yang mempengaruhi sejumlah besar penduduk dunia
baik dinegara miskin maupun kaya.
Pada Mei 1993, pertemuan kesehatan dunia yang ke-46 mengajukan
suaturesolusi tentang pengendalian dan pencegahan dengue yang menekankan
bahwa pengokohan pencegahan dan pengendalian DF, DHF, DSS baik ditingkat
lokal maupun nasional harus menjadi salah satu prioritas dari NegaraAnggota
WHO tempat endemiknya penyakit. Resolusi tersebut juga meminta: (1) strategi
yang dikembangkan untuk mengatasi penyebaran dan peningkataninsiden dengue
harus dapat dilakukan oleh negara terkait, (2) peningkatan penyuluhan kesehatan
masyarakat, (3) mengencarkan promosi kesehatan, (4) memperkuat riset, (5)
memperluas surveilens dengue, (6) pemberian panduandalam hal pengendalian
vektor, dan (7) mobilisasi sumber daya eksternal untuk pencegahan penyakit harus
menjadi prioritas.
Untuk menanggapi resolusi WHA dalam pencegahan dan
pengendaliandengue, strategi global untuk operasionalitas kegiatan pengendalian
vector dikembangkan berdasarkan komponen utama seperti, tindakan
pengendaliannyamuk yang selektif terpadu dengan partisipasi masyarakat dan kerja
samaantarsektor, persiapan kedaruratan, dll. Salah satu penopang utama
dalamstrategi global adalah peningkatan surveilans yang aktif dan didasarkan pada
pemeriksaaan laboratorium yang akurat terhadap DF/DHF dan vektornya. Agar
berjalan lancar, setiap negara endemik harus memasukkan penyakit DHF menjadi
salah satu jenis penyakit yang harus dilaporkan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,India,
Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya seperti bidan dan pak mantri. Seringkalisalah dalam penegakkan
diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yangmenyerupai penyakit lain seperti
flu dan tipes (typhoid).

Pembahasan
Definisi
Dengue merupakan salah satu penyakit virus yang memiliki penyebaran
paling luas di dunia. Keparahan dengue bermanifestasi sebagai penyakit spektrum,
mulai dari asimptomatis sampai dengan demam berdarah dengue berat.
Komplikasi utama dengue adalah terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular
yang dapat menyebabkan SSD. Tata laksana utama untuk pengobatan demam
berdarah adalah pemberian cairan yang tepat. Sampai saat ini belum ada terapi
vaksin maupun antivirus yang direkomendasikan untuk pengobatan demam
berdarah. DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus
dengue ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan beberapa spesies Aedes
lainnya (Ae. albopictus, Ae. polysiensis, Ae. scutellaris complex). DBD memiliki
manifestasi klinis berupa spektrum yang kontinyu, antara lain: asimptomatis,
demam tidak jelas (undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam berdarah
(DBD) dan SSD. Terdapat manifestasi infeksi dengue yang tidak umum berupa
Expanded Dengue Syndrome atau Isolated Organopathy.
Epidemiologi
DBD merupakan penyakit endemik di daerah tropik dan sub-tropik (antara
lintang 30° Utara dan 40° Selatan). Sekitar 3 milyar orang memiliki risiko untuk
terinfeksi. Sekitar 75% kasus demam berdarah terjadi di wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat. Sekitar 50–100 juta kasus demam berdarah didiagnosis di dunia
per tahun, dengan beberapa ratus ribu kasus di antaranya merupakan kasus berat.
Dengue menyebabkan kematian sekitar 20 ribu kasus di seluruh dunia per tahun.
Angka ini melebihi jumlah kematian akibat demam berdarah yang disebabkan virus
yang lain (termasuk Ebola, Marburg, Lassa, Crimean-Congo). Terdapat perubahan
ekspansi infeksi dengue yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir yang
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: pertumbuhan penduduk, urbanisasi,
peningkatan perjalanan dari dan ke daerah endemis (termasuk daerah yang endemik
dengan serotipe dengue tertentu). Walaupun dengue sebelumnya merupakan
penyakit infeksi yang terutama terjadi pada anak-anak, saat ini dengue terjadi pada
semua kelompok umur. Wabah terjadi apabila terdapat serotipe virus dengue yang
endemik secara simultan maupun epidemik secara sekuensial, serta bila sering
terdapat infeksi dengan serotipe heterologus. Di daerah endemik, kasus demam
biasanya berhubungan dengan infeksi dengue sekunder, atau infeksi primer pada
bayi kurang dari 1 tahun yang lahir dari ibu dengan imunitas terhadap dengue.

Etiologi
Demam berdarah disebabkan oleh virus dari famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. Virus ini merupakan virus RNA single-stranded, non-segmented.
Genom virus dengue tersusun dari 3 gen protein structure [yang mengkode
nukleocapride atau core (C), protein terkait- membran (M), dan protein envelope
(E)] dan 7 gen protein non-struktural (NS). Salah satu protein non-struktural yang
penting untuk diagnostik dan patologi infeksi adalah NS1. Terdapat 4 serotipe
dengue: DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4. Empat serotipe tersebut mirip
secara antigenik, namun tidak menimbulkan proteksi-silang pascainfeksi dari salah
satu serotipe tersebut. Infeksi terhadap satu serotipe tertentu akan menyebabkan
imunitas jangka-panjang terhadap serotipe tertentu tersebut, namun tidak
menyebabkan imunitas terhadap serotipe yang lain. Infeski sekunder dengan
serotipe atau infeksi multipel dengan serotipe yang berbeda dapat memunculkan
berbagai bentuk yang berat dari dengue (DBD/SSD). Terdapat variasi genetik
dalam setiap serotipe dalam bentuk subtipe atau genotipe yang secara filogenetik
berbeda. Saat ini terdapat 3 subtipe yang dapat diidentifikasi dari DENV-1, 6
subtipe dari DENV-2, 4 subtipe dari DENV-3 dan 4 subtipe dari DENV-4. Virus
dengue dengan 4 serotipe tersebut berhubungan dengan epidemi infeksi dengue
dengan berbagai derajat keparahan.
Virus ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes, subgenus Stegomya, dan
terutama oleh spesies Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Ae. aegypti dapat
ditemukan di sebagian besar wilayah tropik dan subtropik, dan merupakan vektor
utama dan paling efisien dalam penularan dengue. Nyamuk ini tertular virus
dengue, menyukai darah manusia, memiliki yang tidak terlalu terasa, menggigit
pada siang hari, dan perlu menggigit beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan
makannya. Ae. aegypti mudah beradaptasi dengan lingkungan perkotaan, dan
berbiak pada air bersih yang stagnan buatan manusia, seperti: air di ban bekas,
kaleng, pot bunga, penampungan air. Ae. albopictus berasal dari Asia, namun saat
ini dapat ditemukan di daerah yang lebih dingin (termasuk Eropa bagian selatan
dan Amerika Utara bagian selatan, sehingga menimbulkan risiko kespansi dengue.
Ae. albopictus bersifat eksofilik dan kurang efisien dalam transmisi dengue
dibandingkan Ae. agypti. faktor risiko transmisi dengue, antara lain:berdiam
didaerahendemikdengue, perjalanan/wisata ke daerah endemik
dengue.Suseptibilitas manusia terhadap infeksi dengue tergantung pada status imun
dan predisposisi genetik. Faktor risiko terkena dengue dengan stadium berat, antara
lain : infeksi dengue sebelumnya dengan serotipe yang lain, usia ekstrem (sangat
muda atau sangat tua), komorbiditas dengan penyakit lain, virulensi strain virus
tertentu.

Patofisiologi
DBD terjadi pada sebagian kecil proporsi pasien dengan infeksi dengue.
sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan
antara terjadinya DBD/SSD dan infeksi sekunder menunjukkan adanya peran
sistem imun dalam patogenesis DBD. Patogenesis DBD melibatkan peran imunitas
bawaan (sistem komplemen, sel NK) dan imunitas adaptif (imunitas humoral dan
imunitas seluler). Penguatan aktifasi imun, terutama pada infeksi sekunder (ADE;
antibody-dependent enhancement), menyebabkan peningkatan respons sitokin
yang mengubah perubahan permeabilitas vaskular. Protein virus, misalnya NSI,
memiliki peran dalam patogenesis dalam regulasi aktifasi komplemen dan
permeabilitas vaskular. Patofisiologi yang khas pada DBD adalah peningkatan
permeabilitas vaskular yang menyebabkan kebocoran plasma, penurunan volume
intravaskular, dan syok pada kasus berat. Kebocoran plasma pada DBD merupakan
hal yang unik, sebagai contohnya: tidak adanya kebocoran plasma selektif yang
terjadi pada cavum pleura dan peritoneal, dan berlangsung singkat (24-48 jam).
Perbaikan yang cepat dari syok tanpa sekuele dan tidak adanya inflamasi di pleura
dan peritoneal menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi adalah fungsional dari
integritas vaskular, dan bukan karena kerusakan struktural terhadap endotelium.
Berbagai sitokin dengan efek meningkatkan permeabilitas berperan dalam
patogenesis DBD. Namun demikian, peran relatif dari masing-masing sitokin
tersebut masih belum jelas diketahui. Pola respons sitokin mungkin terkait pola
pengenalan silang terhadap berbagai epitop oleh sel-T. Sel-T dengan kemampuan
reaksi-silang kita memiliki kemampuan sitolitik yang tidak sempurna secara
fungsional, namun mengekspresi produksi sitokin yang lebih banyak, termasuk
TNF-a, IFN-y dan kemokin. TNF-a mampu menyebabkan manifestasi berat pada
beberapa model hewan, termasuk perdarahan. Peningkatan permeabilitas vaskular
juga dimediasi oleh aktivasi sistem komplemen (termasuk C3a dan C5a), serta NS1
antigen yang juga memiliki peran terhadap regulasi aktifasi komplemen. Pada
DBD terdapat kadar viral load dan NS1 yang lebih tinggi dibandingkan DD.
Tingginya viral load berkorelasi dengan derajat keparahan penyakit, misalnya efusi
pleura dan trombositopenia, yang menunjukkan bahwa jumlah virus merupakan
salah satu faktor penting dalam keparahan penyakit.
Manifestasi Klinik
Diagnosis cepat dan akurat untuk demam berdarah diperlukan untuk tata
laksana pasien. Infeksi virus dengue dapat berupa panas yang tidak jelas
(undiferentiated febrile illness) yang merupakan sindroma infeksi virus, DD, DBD,
serta SSD.

Demam Dengue
DD memiliki masa inkubasi sekitar 4–6 hari (berkisar antara 3-14 hari). DD
ditandai oleh panas tinggi mengagumkan. Panas biasanya antara 39–40°C, bifasik
dan berlangsung sekitar 5–7 hari pada kebanyakan kasus. disertai dengan wajah
kemerahan (flushing) serta nyeri kepala. Dapat terjadi ruam difus kulit, dengan
bentuk makulopapular atau rubeliformis pada hari ke-3 atau 4; ruam perlahan
menghilang pada akhir fase panas atau awal fase defervesens. Gejala konstitusional
lainnya bervariasi: nyeri retro- orbita, fotofobia, nyeri punggung, otot, nyeri
persendian/tulang, anoreksia, pengecapan berubah, konstipasi, nyeri kolik, nyeri
perut, nyeri tenggorok, depresi. Keluhan dan gejala tersebut biasanya bertahan
beberapa hari. Pasien dewasa dengan DD mengalami manifestasi yang lebih berat
dibandingkan anak-anak, antara lain: nyeri kepala, otot, sendi dan tulang yang
berat, depresi, insomnia, serta kelemahan otot. Sinus bradikardia dan aritmia sering
terjadi selama fase konvalesens lebih sering pada pasien dewasa. DD dengan
perdarahan harus dibedakan dengan DBD. Pada daerah endemis, tes torniket positif
dan lekopenia (lekosit < 5000 sel/mm³) dapat menjadi dugaan diagnosis dini infeksi
dengue dengan nilai prediksi positif 70–80%. Jumlah lekosit pada onset panas
biasanya normal, dan kemudian menurun dengan netrofil yang menurun.
Trombosit dapat normal, menurun ringan (100.000–150.000 sel/mm), atau kurang
dari 100.000 sel/mm³ (sebagian besar kasus); jarang didapatkan trombosit < 50.000
sel/mm³. Dapat diperoleh peningkatan hematokrit ringan sekitar 10% akibat
dehidrasi (panas tinggi, muntah, anoreksia atau asupan oral yang kurang). Enzim
hati biasanya meningkat. Beberapa tanda bahaya (warning sign) yang
menunjukkan potensi yang lebih besar untuk terjadinya komplikasi infeksi dengue
yang lebih berat, antara lain: tidak ada perbaikan saat fase afebril, muntah persisten,
nyeri perut berat, kelemahan badan, perdarahan, perdarahan, oliguria/anuria dalam
4–6 jam, serta akral dingin, pucat dan basah.
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus dengue, antara lain:
Tes hematologi:
• darah lengkap: pemeriksaan standar untuk infeksi dengue; dengan monitor
ketat terhadap hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit
• kimia klinik: gula darah, BUN, serum kreatinin, SGOT, SGPT, albumin,
elektrolit; untuk diagnosis dan terapi terhadap komplikasi dan komorbiditas
• faal koagulasi: untuk kasus perdarahan aktif
• analisis gas darah, kalsium serum, serum laktat: untuk kasus syok refrakter
atau berkepanjangan

Rapid diagnostic test (RDT)


• kit test serologi untuk antibodi IgM dan IgG dengan hasil dalam 15 menit
pada beberapa produk
• akurasi tidak dapat ditentukan karena sebagian besar belum divalidasi
dengan baik
• hasil positif palsu dapat diperoleh akibat reaksi-silang dengan: flavivirus
yang lain, malaria, leptospirosis, dan penyakit imunologis (misalnya: artritis
rematoid, lupus )
• sebagian besar sampel serum yang diambil dalam 5 hari pertama demam
tidak dapat mendeteksi IgM, sehingga dapat menimbulkan negatif palsu

Tes serologi dasar untuk diagnosis infeksi dengue; memerlukan interpretasi untuk
menentukan kasus sugestif atau konfirmasi :
• Haemmagglutination-inhibition(HI)
• Complement fixation (CF)
• Neutralization test (NT)
• IhM capture enzyme-linked immunosorbent assay(MAC-ELISA)
• Indirect IgG ELISA
Tes untuk mendeteksi virus asam nukleat:
• Reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR)
• Nested RT-PCR
• One-step multiplex RT-PCR
• Real-time RT-PCR (qPCR)
• Isothermal amplification method

Tes untuk mendeteksi virus antigen (NS1): NSl muncul hari pertama onset demam
dan menurun sampai tidak terdeteksi dalam 5-6 hari dapat digunakan untuk
diagnosis dini, dengan sensitivitas 80,5% dan spesivisitas 100%
Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan untuk membantu diagnosis dan terapi) :
• Foto toraks
• USG abdomen
• Elektrokardiografi
Faktor resiko
Faktor host berikut memiliki kontribusi terhadap derajat penyakit yang
lebih berat beserta komplikasinya:
• Bayi dan lanjut usia
• Obesitas
• Hamil
• Ulkus peptik
• Menstruasi atau perdarahan abnormal vagina
• Penyakit jantung kongenital penyakit kronis, misalnya: diabetes
melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung iskemik, gagal ginjal
kronis, sirosis hati
• Pasien dengan steroid atau NSAID.

TERAPI
Prinsip terapi infeksi dengue sampai saat ini adalah terapi suportif, dengan
pemantauan ketat terhadap tanda bahaya serta resusitasi cairan dengan hati-hati
untuk pasien dengan tanda-tanda kebocoran plasma.
Modalitas terapi untuk infeksi dengue:
• terapi cairan dengan cairan elektrolit isotonik, koloid hiperonkotik atau
transfusi darah/produk darah sesuai indikasi
• terapi suportif: untuk demam, muntah
• saat ini belum ada obat antivirus yang terlisensi untuk dengue
• saat ini belum ada vaksin demam berdarah yang digunakan secara rutin;
tahap riset 3 untuk vaksin dengue saat ini sedang dilakukan - terapi
adjungtif:
1. IVIG belum direkomendasikan
2. kortikosteroid tidak direkomen-dasikan untuk penggunaan rutin
secara luas; hanya digunakan untuk kasus tertentu atau untuk riset
klinik untuk efikasi steroid.
Indikasi untuk observasi ketat, antara lain:
• syok: perlu resusitasi dan rawat inap
• hipoglikemia tanpa lekopenia dan/atau trombositopenia
• terdapat tanda bahaya
Anjuran untuk pasien yang belum memerlukan rawat inap :
• istirahat cukup
• asupan cairan berupa: susu, jus buah, cairan isotonik elektrolit, oralit, serta
tidak boleh minum air saja (air biasa)
• jaga suhu tubuh kurang dari 39° C, termasuk dengan pemberian: kompres
badan, parasetamol 3-4 kali per hari; namun aspirin atau NSAID yang lain
tidak direkomendasikan.
Indikasi penggunaan cairan intravena :
• asupan cairan per oral tidak adekuat, atau terjadi muntah persisten
• hematokrit tetap naik 10-20%, walaupun rehidrasi oral telah dilakukan
• syok yang akan datang.

Secara umum pemilihan cairan intravena: cairan intravena isotonik


kristaloid selama fase kritis; cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas > 300
mOsm/l) dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran masif plasma, dan untuk
pasien yang tidak merespon cairan kristaloid. Komplikasi terapi yang paling sering
terjadi adalah kelebihan cairan. Transfusi trombosit tidak direkomendasikan untuk
trombositopenia; tidak perlu profilaksis transfusi trombosit. Transfusi trombosit
dapat dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan hipertensi berat dan
trombositopenia <10.000 sel/mm. Pasien dengan syok yang berkepanjangan
memerlukan evaluasi yang lebih komprehensif.
Beberapa gejala dan tanda yang menunjukkan perbaikan pasien, antara lain:
• nadi, tekanan darah, dan nafas stabil
• suhu badan normal
• tidak ada tanda perdarahan
• kembalinya nafsu makan
• tidak ada muntah dan nyeri perut
• produksi urin baik
• hematokrit stabil tidak
• ruam konfluens pada ektremitas saat konvalesens
Kriteria pemulangan pasien:
• tidak ada demam dalam 24 jam terakhir, tanpa antipiretik
• kembalinya nafsu makan
• perbaikan klinis yang nyata
• produksi urin yang baik
• setidaknya 2-3 hari setelah sembuh dari syok
• tidak ada distres nafas
• tidak ada asites
• trombosit lebih dari 50000 sel/mm3

PROGNOSIS
Sebagian besar kasus demam berdarah akan membaik setelah 7 hari.
sekuele pasca demam berdarah dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bulan,
namun biasanya bukan kondisi yang serius, misalnya: astenia, rambut rontok dan
lemah. kematian karena komplikasi syok atau perdarahan akibat demam berdarah
berat. Morbiditas dan mortalitas dapat terjadi karena komplikasi lain terkait
manifestasi atipikal, adanya faktor risiko tinggi atau adanya penyakit komorbid.
Bila tidak diterapi, demam berdarah dapat menyebabkan kematian sampai 20%,
namun demikian jumlah tersebut berkurang menjadi 1% bila diterapi secara dini
dan benar.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa DHF atau dikenal
dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yangdisebabkan oleh Arbovirus
(arthro podborn virus) dan ditularkan melaluigigitan nyamuk Aedes (Aedes
Albopictus dan Aedes Aegypti). Nyamuk Aedesaegypti adalah vektor pembawa
virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Penyebab utama penyakit
demam berdarah adalah virus dengue,yang merupakan virus dari famili
Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengueyang diketahui dapat menyebabkan
penyakit demam berdarah. Keempat virustersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang pada umumnya mencari makan di
malam hari, Aedes aegypti dan Aedes albopictus umumnya menggigit di pagi hari
sampai sore hari menjelang petang. Demam berdarah diklasifikasikan menjadi
Derajat I, Derajat II, DerajatIII, dan Derajat IV.
Tanda dan Gejala bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masainkubasi 3-15 hari, tetapi rata-rata 5-8 hari. Penderita biasanya
mengalamidemam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil.
Denganadanya gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya DHF
sepertiadanya gejala pendarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom) dan
pendarahan lain (epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) tingkatkeparahan
yang ditemui dari hasil pemeriksaan darah lengkap.
Tindakan pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan 3M yaitu,
menguras, menutup,dan mengubur. Pengobatan yang bisa dilakukan
denganmemberi minum sebanyak mungkin, kompres dengan air es, beri obat
penurun panas, dan segera dibawa kedokter atau puskesmas terdekat untuk
diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi
9. Singapura: Elsevier Saunders.
Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI; 2005.
Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Indonesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing.
Shinta Sunaryati, Septi. 2011. 14 penyakit paling sering menyerang dansangat
mematikan. Jakarta:FlashBooks2.
Soegijanto,Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue Edisi2.Surabaya:Airlangga
University Press3.
WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003.
Wirahjanto A, Soegijanto S. Epidemilogi Demam Berdarah Dengue, dalam Demam
Berdarah Dengue Edisi 2. Surabaya: Air- langga University 2006
World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. New Edition 2009.
Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:CV.
Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai