Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM Laporan Kasus

INFEKSI TROPIS September 2016


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh:
\

Andi Raisyah Akrima Imran


Din Suryajani Siregar

Dosen Pembimbing :
dr. Risna Halim,Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMUPENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa


Nama : Andi Raisyah Akrimah Imran
NIM : C11112013
Universitas : Hasanuddin

Nama : Din Suryajani Siregar


NIM : C11112028
Universitas : Hasanuddin

Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul Dengue Hemorrhagic Fever


dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu Pemyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2016

Pembimbing

Dr. dr. Risna Halim Mubin,


Sp.PD-KTI

2
A. Pendahuluan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor
nyamuk (mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia
terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum
klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue
(DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling
berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1

Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan


endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112
negara di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan
lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap
tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita
demam berdarah dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun. 1
Walaupun demikian tidaklah benar jika dikatakan DD/DBD adalah penyakit
pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004 di enam rumah
sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa. 2
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami
penurunan dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara
masih diatas 4% akibat penanganan yang terlambat.1

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe
virus yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu
serotipe akan memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi
tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan
dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut
antibody dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe
pertama memperberat infeksi serotipe kedua. 1

Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut


endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai

3
misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada
stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan
diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa,
oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun
laboratoris. 2

B. Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh
arthropod borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia,
rash, leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali
fatal. 3

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas


vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue
(DD) dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria
WHO untuk DBD. 1

C. Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae
8
dengan ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat
ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1,4

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya.


Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping
spesies lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang
merupakan vektor sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat
yang diakibatkan Aedes aegypty.8 Tempat berkembangnya vector nyamuk
adalah air, terutama pada penampungan seperti ember, ban bekas, bak
mandi, dan sebagainya. Biasanya nyamuk Aedes menggigit pada siang hari.5

4
Gambar 1. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

D. Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah
adanya perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan
bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya
perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam berdarah
dengue. 9,10

Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum diketahu dengan


pasti. Namun ada teori berupa secondary heterologous infection yang
diperkirakan berperan dalam munculnya tanda dan gejala pada penyakit ini
yang akan disajikan dalam bagan berikut.3

5
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali
dipublikasikan oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan
patofisiologi DD/DBD

Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari


serotipe berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi
dan hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun.
Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata
merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti
dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus
dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi DBD.1

Terdapat 3 sistem organ yang diperkirakan berperan penting dalam


aptogenesis DD/DBD. Yakni sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh
darah. Selain itu, respon imun pejamu yang diturunkan (faktor genetik) juga
berperan dalam manifestasi klinis yang ditimbulkan.

6
Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk vektor ke aliran darah. Virus ini
secara tidak langsung juga menghenai sel epidermis dan dermis sehingga
menyebabkan sel langerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel-sel yang
terinfeksi ini bermigrasi ke nodus limfe dimana makrofag dan monosut
kemudian direkrut dan menjadi target berikutnya. Selanjutnya, terjadi
amplifikasi infeksi dan virus tersebar melalui darah (viremia primer).
Viremia primer ini menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ seperti
limpa, sel hati, sel stromal, sel endotel, dan sumsum tulang. Infeksi
makrofag, hepatosit, dan sel endotel memengaruhi hemostasis dan respon
imun pejamu terhadap virus dengue.

Sel-sel yang terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya


sedikit yang melalui nekrosis. Nekrosis mengakibatkan pelepasan produk
toksin yang mengaktivasi sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung
kepada luasnya infeksi pada sumsum tulang dan kadar IL-6, IL-8, IL-10, dan
IL-18. Hemopoiesis ditekan sehingga menyebabkan penurunan
trombogenitas darah. Produk toksik juga menyebabkan peningkatan
koagulasi dan konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia.
Trombositopenia juga terjadi akibat supresi sumsum tulang. Destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit akibat pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi, dan sekuestrasi di perifer. Trombosit memiliki
interaksi yang dekat dengan sel endotel. Sejumlah trombosit fungsional
diperlukan untuk mempertahankan stabilitaas vaskuler. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan
kadar b-tromboglobulin, dan platelet factor 4. Koagulopati terjadi karena
interaksi virus dengan endotel yang memicu disfungsi endotel (jalur
ekstrinsik) dan aktivasi faktor Xia (jalur intrinsik). Namun sel endotel
memiliki tropisme tersendiri terhadap virus dengue. Bersamaan dengan
tingginya kadar virus dalam darh, trombositopenia, serta disfungsi
trombosit, keempat faktor ini emnyebabkan peningkatan kerapuhan kapiler
yang bermanifestasi sebagai petekie, memar, dan perdarahan mukosa saluran
cerna.

7
Pada waktu yang bersamaan, infeksi menstimulasi berkembangnya
antibodi spesifik dan respon imun seluler terhadap virus dengue. Antibodi
spesifik (IgM) ini bereaksi silang dengan endoteliosit, plasmin, dan
trombosit, memperkuat peningkatan permeabilitas vaskular dan koagulopati.
Sedangkan antibodi IgG berperan dalam peningkatan jumlah titer virus pada
infeksi sekunder.

Respon imun seluler yang timbul berupa stimulasi sel T yang dapat
bereksi silang dan sel T regulator. Sel T yang bereaksi silang akan
memperlambat bersihan virus dan memprosduksi sitokin pro inflamasi dan
mediator lainnya. Tingginya jumlah mediator ini menginduksi perubahan
pada sel endotel sehingga menyebabkan koagulopati dan kebocoran plasma.

Infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda memicu peningkatan


aktivitas antibodi spesifik terhadap infeksi pertama. Antibodi ini memediasi
serotipe verus dengue lain untuk berikatan dengan reseptor Fc Gamma pada
makrofag sehingga saat virus berada dalam makrofag tidak dapat dicerna
dengan baik. Akibatnya virus semakin bereplikasi dan infeksi semakin
berlanjut.1,5

8
Gambar 3. Teori secondary heterologous infection

Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap


pencegahan infeksid an patogenesis DBD/DS

E. Manifestasi Klinis
Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit,
manifestasi perdarahan dan leukopenia. 11 Awal penyakit biasanya mendadak
dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan
ruam. 4,12

9

Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.

Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode
demam dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam
skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-
12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi


fotofoi, berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal
dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis
sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat
menyertai.4,12

Gambar 5. Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam


kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir
Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam
mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya
terjadi trombositopeni

10
Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin
meningkat. 8

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus


DBD ditandai 4 manifestasi klinis yaitu :

Demam tinggi
Perdarahan terutama perdarahan kulit
Hepatomegali
Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di
anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan
saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam
kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.1-4

Tabel 1. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue

11
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran +
++ cerna +++
+ Hepatomegali +++
++ Nyeri perut ++++
0 Trombositopenia +++
Syok

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia


sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis
utama menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan
DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi
sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

12
Gambar 6. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,

saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi


lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin
dan lembab dan pasien tampak gelisah. 11

13
Gambar 7. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran
plasma pada DBD

F. Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk
spektrum infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD
karena DBD adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian
yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang
bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah
sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil

14
laboratorium tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
serologi.2

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :

Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7
hari
Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif,
petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
melena
Pembesaran hati
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium :

Trombositopenia (100.000/l atau kurang)


Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 1,4,5

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya


manifestasi perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah
memar.

Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan


perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat
lain.

15
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu
tubuh rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diperiksa. 1,4,5

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa
ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan


peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia)
atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering
ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.1,4

Pencitraan pencitraan
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih

16
baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri
apalagi berbaring.

Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

-Uji hambatan hemaglitinasi


-Uji Netralisasi
-Uji fiksasi komplemen
-Uji Hemadsorpsi Immunosorben
-Uji Elisa Anti Dengue Ig M
-Tes Dengue Blot.1

H. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa
syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan.1,4,5

I. Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan
memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya
Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).1,5

Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

Tirah baring selama fase demam akut

17
Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40
C, sebaiknya diberikan parasetamol
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien
yang mengalami nyeri yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah.

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD


lebih berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini
adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD
tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga
yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan
tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau
penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD
ialah dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam
sekali) perlu dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD


berhasil diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan
koloid dan 15% memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang
direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi
hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD

18
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2

Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi.
Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan
pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan,
gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul
cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular
lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2

Tabel 2. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid


(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat
segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan
pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2

19
Tabel 3. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP


bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular
dan homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping
prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak
banyak.2

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan


pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID.
Bila diperlukan suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan
pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor
pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali


dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena
untuk mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah
hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti
perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya

20
menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak
perlu diberikan transfusi. 2

21
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

22
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.

23
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

24
25
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok DengueKriteria
memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).7

J. Pencegahan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan
tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap
keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3
bulan
Pengasapan, dengan Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog

26
Daftar Pustaka
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid FKUI III edisi V. Jakarta: Interna
Publishing. 1996. Hal : 417-426
2. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev
Cubana Med Trop 2002; 54(3):h.171-79
3. World Health Organization Regional Office for South East Asia.
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever :
Comprehensive Guidelines. New Delhi : WHO.1999
4. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV.
Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-
31 Juli 2001. h. 41-55
5. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV . Jakarta : Media Ausculapius. 2014.
Hal. 715-721
6. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/
modules.php? name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada
tanggal 27 Juni 2006.

27

Anda mungkin juga menyukai