Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

PPOK Eksaserbasi Akut Derajat Berat

Disusun oleh:
Novika Sherly
07120110088

Pembimbing:
Dr. dr. Allen Widysanto , Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 14 AGUSTUS 2015 – 30 OKTBER 2015
LAPORAN KASUS RSU SILOAM

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 77 tahun
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
No.Rekam Medis : 66-35-xx
Status Pembayaran : BPJS
Tanggal Masuk RS : 29 September 2015
Tanggal Pemeriksaan : 30 September 2015

B. DATA DAN RIWAYAT PENYAKIT PASIEN


Informasi diperoleh secara autonamnesis.

Keluhan Utama :
Sesak nafas memberat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak nafas sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS, namun dirasakan


memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak nafas yang dirasakan terutama ketika sedang
berjalan dan melakukan aktivitas. Sesak biasanya berkurang bila pasien
beristirahat. Sesak disertai bunyi ‘ngik’. Sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Pasien mengatakan ia selalu tidur dengan menggunakan 2 bantal untuk
menghilangkan rasa sesak. Pasien belum pernah terbangun dari tidurnya di malam
hari karena sesak nafas yang dialaminya. Pasien tidak mengalami nyeri dada, dada
berdebar dan kaki bengkak. Kemudian pasien mengaku batuk berdahak, dahak
berwarna kuning dan konsistensinya kental, tidak ada darah. Setiap kali batuk
dahak yang dikeluarkan sebanyak sekitar satu setengah sendok makan. Pasien
mengaku tidak pernah batuk dalam waktu. Pasien mengaku adanya mual, akan

2
tetapi tidak muntah. Pasien mengaku tidak ada demam, pusing dan keringat
malam serta tidak ada penurunan berat badan yang signifikan.
BAB (+) normal, konsistensi lunak warna kekuningan, darah (-), lendir (-).
BAK (+) normal, warna kekuningan, kencing batu atau berpasir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien memiliki riwayat asthma tidak terkontrol sejak remaja.
 Pasien memiliki riwayat TB paru yang telah dinyatakan sembuh pada tahun
2010.
 Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol kurang lebih
selama 10 tahun.
 Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis dan jantung serta keganasan.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan sesak yang sama dengan
pasien.
 Tidak ada keluarga pasien yang menderita batuk lama.
 Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi,
kencing manis, asthma, keganasan, dan TB.

Riwayat Pengobatan :
Tidak ada riwayat pengobatan jangka pendek maupun jangka panjang.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus per hari selama 30 tahun.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien adalah seorang pensiunan.

Riwayat Diet :
Pasien biasanya makan 3 kali sehari dengan porsi proporsional.

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum
Kesan Sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
[GCS E3V5M6]
Gizi : Baik
IMT : 160cm/65 kg (25.3)
Tekanan darah : 140/90
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 36,2°C
Laju Pernapasan : 38 kali/menit

Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kepala Normosefali tanpa tanda trauma dan deformitas. Wajah tidak
edema dan simetris, tidak ada bekas trauma.
Rambut Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Mata Kelopak mata cekung -/-. Konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik –/–. Pupil bulat isokor 3mm, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+. Kornea jernih.
Telinga Bentuk daun telinga normal dan simetris. Tidak ada lesi,
perdarahan, dan cairan.
Hidung Bentuk normal, septum nasi di tengah. Tidak ada lesi,
perdarahan, dan cairan.
Tenggorokan Faring tidak hiperemis. Tonsil T1/T1.
Mulut, Gigi dan Mukosa mulut dan bibir tidak kering, Gigi dan gusi baik,
Lidah tidak ada perdarahan. Pada lidah tidak tampa kelainan.
Kebersihan cukup baik. Pursed lips breathing (+).
Paru
Inspeksi Barrel chest (+). Dinding dada simetris kanan dan kiri –
statis dan dinamis. Bentuk dada normal. Tidak ada retraksi,
penggunaan otot pernapasan tambahan (+).

4
Sternocleidomastoideus hipertrofi (+). Tidak ada lesi dan
massa.
Palpasi Dada simetris kanan dan kiri. Taktil fremitus pada kedua
lapang paru menurun
Perkusi Hipersonor pada kedua lapang paru. Batas organ paru
hepar saat inspirasi : ICS VIII , saat ekspirasi : ICS VII,
ekskursi 1 ICS. Nyeri ketok (-).
Auskultasi Vesikuler +/+ menurun, ronchi +/+ pada apex paru,
wheezing +/+ di ekspirasi.
Jantung
Inspeksi Tidak tampak iktus kordis.
Palpasi Tidak ada heave,lift,thril.
Perkusi Batas-batas jantung normal.
Auskultasi S1, S2 (+) regular. Tidak ada bunyi tambahan, murmur (-)
gallop (-).
Abdomen
Inspeksi Dinding abdomen simetris, cembung. Tidak ada massa dan
lesi.
Auskultasi Bising usus (+) ± 6x/menit. Bruit (–).
Palpasi Nyeri tekan hipogastrik (-). Hati dan limpa tidak teraba.
Ginjal tidak teraba. Nyeri ketok CVA (-/-).
Perkusi Timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (–).
Punggung Tidak ada lesi dan massa.
Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan.
Anus Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ektremitas Atas Akral hangat. CRT < 2 detik. Tidak ada deformitas, edema
dan sianosis.
Ekstremitas Bawah Akral hangat. CRT < 2 detik. Tidak ada deformitas, edema
dan sianosis.
Kulit/Status Turgor baik. Terasa lembab, tidak ikterik dan sianosis. Tidak
Lokalis ada lesi atau jejas.

5
D. PEMRIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN
1. Pemeriksaan Tes Darah
29 September 2015 Nilai Normal
Hb 12.80 13.2-17.3 g/dL
Ht 39.60 40-52%
WBC 14.89 3800-10600/µL
RBC 4.36 4.4-5.9 x 106/µL
Trombosit 320 150-440 x 103/µL
MCV 90.8 80-100 fL
MCH 29.40 26-34 pg
MCHC 32.30 32-36 g/dL
Fungsi Ginjal
Ureum 16 <50 mg/dL
Kreatinin 0.77 0.5-1.1 mg/dL
eGFR 104.1 mL/mnt/1.73 m2
Fungsi Hati
SGOT 14 5-34 U/L
SGPT 18 0-55 U/L
Elektrolit
Na 135 137-145 mmol/L
K 4.6 3.6-5 mmol/L
Cl 100 98-107 mmol/L
Gula Darah 129 < 200 mg/dL
Sewaktu

2 Oktober 2015 Nilai Normal


Na 137 137-145 mmol/L
K 4.1 3.6-5 mmol/L
Cl 102 98-107 mmol/L

6
2. Pemeriksaan Elektrokardiografi 29 September 2015

Hasil EKG: Sinus takikardia HR 120kali/menit, Normoaxis, gelombang P


normal, PR interval 0,12 detik, R/S di V1 < 1, S V1 + R V5 < 35, ST-T
change (-).

7
3. Pemeriksaan Xray Thorax 29 September 2015

Hasil Xray Thorax:

- Kedua sinus costophrenicus dan diafragma normal


Cor : CTR < 50%
Aorta : Kalsifikasi
Kedua Hilus : Kasar
Pulmo :Tampak infiltrat pada lapangan tengah paru kiri,
pericardial bilateral dengan fibroinfiltrat pada lapangan tengah paru kanan.
Corakan bronkovaskular kasar irregular.
Tulang-tulang dada baik

Kesan : Suspect TB paru lama aktif


COPD
Cor dalam batas normal, aorta kalsifikasi

8
E. RINGKASAN/RESUME

Laki-laki, 77 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 1


hari SMRS. Sesak sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Sesak yang dirasakan
terutama ketika sedang berjalan dan melakukan aktivitas. Sesak akan berurang
bila pasien beristirahat. Sesak disertai bunyi ‘ngik’. Pasien mengaku selalu tidur
dengan menggunakan 2 bantal untuk menghilangkan rasa sesak nafas. Pasien juga
mengaku batuk berdahak, dahak berwarna kuning dan konsistensinya kental
sebanyak sekitar satu setengah sendok makan. Pasien mengaku adanya mual,
tetapi tidak disertai muntah.
Pasien memiliki riwayat asthma tidak terkontrol sejak remaja. Pasien juga
memiliki riwayat TB paru yang sudah dinyatakan sembuh pada tahun 2010 serta
pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol selama bertahun-tahun. Pasien
memiliki riwayat kebiasaan merokok 2 bungkus per hari selama 40 tahun dan
sudah berhenti sejak 1 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, takipnea (laju nafas : 38 kali per menit),
terdapat pursed lips breathing (+). Pada pemeriksaan thoraks, ditemukan barrel
chest (+), penggunaan otot pernafasan tambahan (+), taktil vokal fremitus pada
kedua lapang paru menurun, hipersonor di kedua lapang paru, suara vesicular di
kedua lapang paru menurun, rhonki basah pada apex paru dan wheezing di fase
ekspirasi pada kedua lapang paru.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan anemia (Hb : 12.80, Ht : 39.60),
leukositosis (WBC : 14890), hiponatremia (Na : 135). Kemudian pada Xray
thorax didapatkan cor normal, terdapat infiltrat pada lapang tengah paru kiri dan
perihiler bilateral, pericardial bilateral dengan fibroinfiltrat pada lapangan tengah
paru kanan serta corakan bronkovaskular kasar iregular.

F. DAFTAR MASALAH
1. Anemia normositik normokromik
2. Hipertensi gr. I tidak terkontrol
3. COPD eksaserbasi akut derajat berat

9
4. Hipokalemia

G. PENGKAJIAN

1. Anemia normositik normokromik, dipikirkan atas dasar:


Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12.80, Ht 39.60
Untuk dipikirkan Anemia mikrositik normokromik
Rencana diagnostik : Reticulocyte count
Rencana terapi : Pemberian cairan NS 500 ml/24 jam
Rencana monitoring : Monitor balance cairan (output dan input cairan), Cek
ulang kadar Hb dan Ht

2. Hipertensi grade I, dipikirkan atas dasar:


Pada hasil anamnesis pasien mengaku bahwa memiliki riwayat hipertensi yang
tidak terkontrol selama kurang lebih 10 tahun. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 140/90. Menurut klasifikasi JNC VII, tekanan darah
140/90 termasuk di dalam kategori hipertensi grade 1 (mild).
Untuk dipikirkan Hipertensi grade I menurut Klasifikasi Tekanan Darah
Berdasarkan Joint National Committee VII.
Rencana terapi :
Edukasi : Modifikasi gaya hidup
Medikamentosa : ACE – I / ARB
Rencana monitoring : Pengukuran tekanan darah secara berkala

3. Hiponatremia, dipikirkan atas dasar:


Hasil laboratorium didapatkan Na 125 mEq/L.
Untuk dipikirkan Hiponatremia
Rencana terapi :
Medikamentosa : koreksi Natrium dengan NaCl 20 mEq/jam/L
Rencana monitoring : Cek ulang kadar elektrolit natrium
Post koreksi Natrium : Na 137 mEq/L (terkoreksi)

10
4. PPOK eksaserbasi akut derajat berat, dipikirkan atas dasar:
Pada hasil anamnesis, pasien mengaku adanya sesak nafas yang memberat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, adanya batuk berdahak berwarna
kuning dengan jumlah banyak, pasien juga merupakan seorang perokok berat
yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 2 kotak per hari selama 40 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takipnea, lips pursed breathing, barrel
chest, penggunaan otot pernafasan tambahan, taktil vokal fremitus menurun di
kedua lapang paru dan perkusi hipersonor di kedua lapang paru, suara
vesikular di kedua lapang paru menurun, rhonki basah di kedua apex paru, dan
wheezing di ekspirasi pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan Xray
thoraks, didapatkan gambaran kesan PPOK.
Untuk dipikirkan PPOK Eksaserbasi Akut Derajat Berat
Rencana Terapi : bronkodilator, kortikosteroid, antibiotik spectrum luas dan
mukolitik.

H. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad Bonam


Ad functionam : Dubia ad Bonam
Ad sanactionam : Bonam

11
ANALISA KASUS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan,
sampai gejala yang berat. Namun diagnosa PPOK dapat ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada gambaran klinis, bila ditemukan sesak
nafas yang kronik dan progresif, serta riwayat terpajan oleh faktor-faktor resiko. Maka
diagnosa dari PPOK harus dipertimbangkan, dan kemudian dikonfirmasi dengan
melakukan spirometri.
Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 77 tahun dengan keluhan sesak hebat
yang memberat sejak 1 hari SMRS. Dari anamnesis, ditemukan adanya sesak, disertai
batuk berulang yang berdahak hingga terdapat perubahan warna dahak dan ada riwayat
terpajan faktor resiko (merokok 2 bungkus selama 40 tahun). Kemudian pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya pursed lips breathing, barrel shaped chest,
penggunaan otot bantu nafas, terdapat ronkhi dan mengi. Dari data tersebut kecurigaan
adanya PPOK dapat ditegakkan, dan kemudian dipastikan dengan menggunakan rontgen
thorax PA dan spirometri. Dari hasil rontgen thorax PA untuk menunjang diagnosis
PPOK dan dicurigai adanya Tb paru lama aktif dengan gambaran infiltrat pada lapangan
tengah paru kiri, pericardial bilateral dengan fibroinfiltrat pada lapangan tengah paru
kanan. Corakan bronkovaskular kasar irregular serta gambaran dengan kesan PPOK.
Dari seluruh hasil pemeriksaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis
pasien ini adalah PPOK Eksaserbasi Akut derajat berat + suspek kasus baru TB paru.
Maka terapi farmakologis yang dilakukan adalah pemberian bronkodilator, kortikosteroid,
antibiotik spektrum luas, mukolitik. Selanjutnya juga diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan yang menunjang. Oleh karena itu saran untuk dilakukan spirometri. Pada
kasus ini juga seharusnya dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk menegakkan
diagnosis TB paru kasus baru. Oleh karena itu diagnosis pada pasien ini yaitu, PPOK
eksaserbasi akut derajat berat dan Suspek TB paru kasus baru dan hipertensi grade I tidak
terkontrol.

12
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Paru Obstruktif Kronik [Chronic Obstructive Pulmonary Disease-COPD]

Definisi

Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di up-date tahun 2005, Chronic Obstructive
Pulmonary Diseases (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) didefinisikan
sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi saluran pernapasan yang tidak
reversible sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya.
Dua gangguan yang terjadi pada PPOK adalah bronkhitis kronis dan emfisema.
a. Emfisema adalah suatu definisi anatomis, yaitu pelebaran kantung udara kecil
(alveoli) di paru-paru, yang disertai dengan kerusakan pada dindingnya. Dalam keadaan
normal, sekumpulan alveoli yang berhubungan ke saluran nafas kecil (bronkioli),
membentuk struktur yang kuat dan menjaga saluran pernafasan tetap terbuka. Pada
emfisema, dinding alveoli mengalami kerusakan, sehingga bronkioli kehilangan struktur
penyangganya. Dengan demikian, pada saat udara dikeluarkan, bronkioli akan mengkerut.
Struktur saluran udara menyempit dan sifatnya menetap.
b. Bronkitis kronis adalah suatu definisi klinis, yaitu batuk menahun yang menetap,
yang disertai dengan pembentukan dahak yang terjadi pada hampir setiap hari selama
sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut dan bukan merupakan
akibat dari penyebab yang secara medis diketahui (misalnya kanker paru-paru). Pada
saluran udara kecil terjadi pembentukan jaringan parut, pembengkakan lapisan,
penyumbatan parsial oleh lendir dan kejang pada otot polosnya. Penyempitan ini bersifat
sementara.

Bronkitis kronis dapat dibagi menjadi :

 Simple chronic bronchitis; bila sputumnya mukoid


 Chronic atau Recurrent mucopurulent bronchitis; bila dahaknya mukopurulen

13
 Chronic obstructive bronchitis; jika disertai obstruksi saluran napas yang menetap

2. Epidemiologi:

 16,2 juta orang Amerika (bronchitis kronik dan emfisema atau keduanya, dengan
112.584 kematian tahun 1998)
 Insiden COPD meningkat 459% sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab
kematian terbanyak keempat.
 COPD menyerang pria 2x lebih banyak daripada wanita diperkirakan karena pria
merupakan perokok berat.

3. Etiologi
a. kebiasan merokok
b. polusi udara terutama cadmium, salica dan sebu
c. faktor gentik  defisiensi alpha 1 antitripsin (suatu serum aprotein yang diproduksi
oleh hati dan pada keadaan normal terdapat di paru-paru yang berguna untuk
mengahambat kerja enzym neutrofil elastase)
d. riwayat infeksi salauran nafas  penurunan fungsi paru dan mempermudah ganggaun
nafas saat dewasa
e. usia
f. jenis kelamin, pda pria lebih banyak daripada wanita hal ini dipengaruhi oleh peran
rokok, serta pada wanita estrogen yang ada kan menstimulasi sintesis AA1
g. hipersponsif jalan nafas
h. status sosial ekonomi
i. ras
j. makanan, : konsumsi alkohol dan asam linolear akan meningkatkan resiko copd
k. alergi dan Ig E

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Tiga faktor utama yang berpengaruh dalam patogenesis PPOK

1. Peradangan Paru

14
PPOK ditandai dengan adanya peningkatan jumlah netrofil, makrofag, dan T limfosit
(khususnya CD8+) di paru. Bisa juga terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien
terutama saat eksaserbasi. Peningkatan jumlah sel tersebut melalui peningkatan
rekruitmen sel peradangan, survival, dan atau aktivasi. Beberapa penelitian mendapatkan
adanya hubungan antara jumlah sel inflamasi di paru dan berbagai derajat beratnya
PPOK.

Peningkatan jumlah neutrofil ditemui dalam sputum dan cairan bilasan bronkus pada
pasien PPOK, walaupun peranan neutrofil dalam PPOK belum jelas. Neutrofil juga
bertambah pada perokok tanpa PPOK. Pada keadaan eksaserbasi akut ditemukan adanya
peningkatan neutrofil pada cairan bilasan bronkus. PPOK dan aktivasi sel ini
menghasilkan protease dan oksigen radikal bebas yang merupakan hal penting dalam
patogenesis PPOK. Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara IL-8,
jumlah neutrofil dan derajat disfungsi paru.

Peningkatan jumlah makofag dalam saluran napas kecil dan besar serta parenkim paru
pada pasien PPOK, dapat dilihat secara histopatologi dari cairan bilasan bronkus, biopsi
bronkus, dan sputum. Pada pasien dengan emfisema, makrofag terlokalisir pada dinding
alveolar yang rusak. Makrofag berperan pada inflamasi PPOK melalui pelepasan
mediator seperti TNF-α, IL-8, dan leukotrien B4 (LTB4), yang memicu peningkatan
netrofil. Histopatologi dari peningkatan bronkus pada pasien PPOK memperlihatkan
peningkatan T limfosit, terutama CD8+. Peranannya dalam peradangan PPOK belum
seluruhnya dimengerti. Juga dilaporkan adanya peningkatan jumlah limfosit seperti
natural killer cells pada pasien dengan PPOK berat.

Keberadaan dan peranan eosinofil pada PPOK masih belum pasti. Beberapa penelitian
biopsi bronkus memperlihatkan eosinofil bertambah dalam saluran napas pada pasien
dengan PPOK irreversibel. Penelitian lain melaporkan tidak ada penambahan eosinofil
pada pasien PPOK.

Sel peradangan aktif pada PPOK menghasilkan berbagai mediator; termasuk proteinase,
oksidan dan pepsida toksik. Beberapa mediator yang penting keberadaannya dalam
PPOK, antara lain LTB4, IL-8 dan TNF-α, yang mampu merusak struktur paru dan atau
membantu peradangan.

2. Ketidakseimbangan Proteinase- antiproteinase

15
Berdasarkan beberapa observasi, terlihat jelas bahwa ketidakseimbangan proteinase dan
anti-proteinase dapat memicu pertambahan produksi atau aktivasi proteinase, atau
inaktivasi atau pengurangan produksi antiproteinase. Seringkali ketidakseimbangan
tersebut merupakan konsekuensi dari peradangan yang disebabkan oeh inhalan.
Ketidakseimbangan dapat juga disebabkan oleh pengurangan aktivitas antiproteinase oleh
stress oksidatif, rokok, dan faktor-faktor risiko PPOK lainnya.

3. Stres Oksidatif
Ada suatu bukti bahwa pada PPOK terjadi ketidakseimbangan oksidan/anti oksidan dalam
paru yang disebut sebagai stres oksidatif. Stres oksidatif ini diperkirakan memiliki
peranan penting dalam patogenesis PPOK dengan berbagai cara. Oksidan akan bereaksi
dan menimbulkan kerusakan macam-macam biologi molekuler sperti protein, lipid dan
asam nukleat, dan hal ini dapat menimbulkan disfungsi sel atau kematian sel. Juga stress
oksidatif dapat menimbulkan kerusakan secara langsung pada paru melalui
ketidakseimbangan proteinase-anti proteinase dengan cara penghambatan antiproteinase
dan pengaktifan proteinase.

Pada dasarnya PPOK dibagi menjadi dua jenis yang masing-masing memiliki
patogenesis yang berbeda, yaitu bronkitis kronik dan emfisema.

Faktor pencetus dari bronkitis kronik adalah suatu iritasi kronik yang disebabkan
oleh asap rokok dan polusi. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada tiap
hembusan asap rokok terdapat l0-14 radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-).
Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.
Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh
oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi anti
elastase pada saluran napas. Anti elastase berfungsi menghambat netrofil. Oksidan
menyebabkan fungsi ini ter-ganggu, sehingga timbul kerusakan jaringan intersititial
alveolus. Partikulat dalam asap rokok dan udara terpolusi mengendap pada lapisan mukus
yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktivita silia. Pergerakan cairan
yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal
ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini dit dengan gangguan aktifitas
silia menimbulkan gejala batuk kronik dan ekpektorasi. Produk mukus yang berlebihan
memudahkan timbulnya infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini
merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi di
16
saluran napas terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan
parut. Selain itu terjadi pula metaplasi skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini
menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel.

BAGAN : faktor risiko (perokok)  terdapat radikan bebas (radikal hidroksida)/inhalasi


zat berbahaya  inflamasi  terjadinya kerusakan jaringan paru  penyempitan saluran
napas dan fibrosis, destruksi parenkim, serta hiperskresi mukus.

Partikulat dalam asap rokok  mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa
bronkus  menghambat aktivitas silia - berkurangnya pergerakan cairan yang melapisi
mukosa  meningkatnya iritasi pada sel epitel mukosa  terjadi perangsangan kelenjar
mukosa  hal ini menyebabkan gangguan silia  batuk dan ekpektorasi. Bila iritasi dan
oksidasi di T.R. berlangsung terus menerus  erosi epitel serta pembentukan jaringan
parut, serta metaplasi skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa  obstruksi saluran
napas yang irreversibel.

Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang permanen


dan destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan dengan penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) yaitu emfisema pan acinar dan emfisema sentri-acinar. Pada
jenis pan-acinar kerusakan acinar relatif difus dan dihubungkan dengan proses menua
serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya elastic
recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran napas. Pada jenis sentri-acinar kelainan
terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer acinar, kelainan ini sangat erat hubungannya
dengan asap rokok dan penyakit saluran napas perifer.

5.KLASIFIKASI PPOK EKSASERBASI AKUT [Klasifikasi Anthonisen]

*dikutip dari Acute Exacerbation of Chronic Obstruction Pulmonary Disease

17
6.PENATALAKSANAAN

PENATALAKSANAAN SECARA UMUM.

Tujuan penatalaksanaan PPOK :


- Mengurangi gejala.
- Mencegah eksaserbasi berulang.
- Memperbaiki dan mencegh penurunan faal paru.
- Meningkatkan kualitas hidup penderita.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi.
Edukasi merupkan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang irreversible dan progresif, inti edukasi adalah
penyesuaian keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK.
b. Obat-obatan, manfaat, dan efek sampingnya.
c. Cara pencegahan perburukan penyakit.
d. Menghindari pencetus.
e. Penyesuaian aktivitas.

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilakukan, maka ditentukan skala
prioritas bahan edukasi :

a. Berhenti merokok.
b. Pemakaian obat-obatan.
c. Penggunaan oksigen.
d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen.
e. Penilaian dini eksaserbasi akut.
f. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.
g. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.

2. Obat-obatan.
a.Bronkodilator.

18
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan betuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Macam-macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari )
- Golongan agonis beta-2.
Bentuk inhaler untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
- Golongn xanthin.
Bila rawat jalan b-2 agonis dan anti koligernik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Golongan xanthin bersama-sama diberikan dengan bronkodilator
lainnya karena mempunyai efek memperkuat diafragma.

b. Kortikosteroid.
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi IV,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan mtil prednsolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka pnjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodiltor meningkat >20%
dan miniml 250 mg.
Tidak selalu diberikn tergantungderajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat
sedang dapat dberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 mingu, pada derajat berat
diberikan secara IV.

c. Antibiotik.
Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini :
- Peningkatan sesak.
- Pningkatan jumlah sputum.
- Sputum beubah menjadi purulen.

3. Terapi oksigen.

19
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan tama
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mngancam jiwa.
Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi kett hiperkapni.
Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan 24%, 28%, dan 32%.

4. Ventilasi mekanik.
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat akan mengurangi
mortality dan morbidity, an memperbaiki symptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila
gagal dipikiran penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.

5. Nutrisi.
Nutrisi yang adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak-rendah karbohidrat.

6. Rehabilitasi.
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan dalam program rehabilitasi
adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal ang disertai :
a. Simptom pernapasan erat.
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat.
c. Kualitas hidup yang menurun.

Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu :

a. Latihan fisik.
b. Psikososial.
c. Latihan pernapasan.

7.Prognosis

Untuk pasien COPD bergantung pada keparahan obstruksi aliran udara. Pasien dengan
FEV1 < 0,8 L mempunyai mortalitas tahunan ~25%. Pasien dengan kor pulmonal,
hiperkapnia, kebiasaan merokok, dan penurunan berat baan memiliki prognosis buruk.

20
Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal napas akut, embolus paru dan aritmia
jantung.

Dubia et malam, sebab sudah pada tingkat III (severe COPD), terjadi emphysema
progressive, dan kemungkinan AECB. Pengobatan hanya untuk memperlambat
pengerusakan selanjutnya, pengobatan tidak dapat menyembuhkan pasien, kecuali
dilakukan tindakan intervensi (surgery) namun tingkat keberhasilannya rendah.
Kepatuhan Mr. X untuk mengobah pola hidupnya (khususnya berhenti merokok) dan
menjalankan terapi yang adekuat akan meningkatkan qualitas hidup dan jangka lama
hidup secara berarti

Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronkitis kronik dan
emfisema lanjut dan FEV1 < 1 L survival rate selama 5-10 tahun mencapai 40%.

8.Komplikasi
- Infeksi berulang
- Pneumotoraks spontan
- Eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik
- Gagal napas
- Kor pulmonale

9.Pencegahan

1. Agar keadaan pasien tidak semakin memburuk maka pasien harus berhenti
2. merokok
3. Hindari terpapar polusi udara
4. Vaksinasi melawan influenza dan pneumococcus dan penyakit lain
5. Gunakan masker saat berada di tempat yang polusi udaranya tinggi

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim, Hadi. Ahmad Rasyid, Zen Ahmad, Joni Anwar. Naskah Lengkap
Workshop Pulmonologi. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV PAPDI Sumbagsel.FK
UNSRI:2002.
2. Kapita Selekta Kedokteran.2000. Editor:Arif Mansjoer.Jilid 1 edisi ke-3.
Jakarta:Media Aesculapius.FKUI.
3. Sudoyo, Aru W.dkk.2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Ed IV, jilidII. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Price,Sylvia A dan Lorainne M, Wilson.2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC

22

Anda mungkin juga menyukai