Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM ET CAUSA RHINITIS AKUT

Pembimbing :
dr. Monique Noorvitry, Sp. A

Penyusun :
Valentina Verrell Purnomo
20190420189

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM e.c.
RINOFARINGITIS AKUT

Laporan kasus dengan judul “Kejang Demam et cause Rhinitis Akut” telah diperiksa
dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi Kepaniteraan
Dokter Muda yang dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji Surabaya.

Surabaya, Juni 2019

Pembimbing,

dr. Monique Noorvitry, Sp.A


KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Kejang Demam et causa Rhinitis
Akut”.

Dalam penulisan tugas laporan kasus ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak, khususnya penulis ingin berterima kasih kepada dr. Monique Noorvitry,
Sp.A atas bimbingan beliau penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas ini dengan
baik.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan umpan balik berupa saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
tugas laporan kasus ini dan perkembangan diri penulis.

Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN

Contents
KATA PENGANTAR...................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 4
BAB I ........................................................................................................................................... 5
LATAR BELAKANG....................................................................................................................... 5
BAB 2 .......................................................................................................................................... 6
LAPORAN KASUS ........................................................................................................................ 6
2.1 Identitas Pasien ........................................................................................................... 6
2.2 Perjalanan Penyakit ..................................................................................................... 6
2.2.1 Anamnesis ............................................................................................................ 6
2.2.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................. 8
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................... 12
2.3 Resume ...................................................................................................................... 13
2.4 Daftar Masalah .......................................................................................................... 13
2.5 Diagnosis Kerja .......................................................................................................... 13
2.6 Tatalaksana................................................................................................................ 13
2.7 Prognosis ................................................................................................................... 14
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 15
3.1 Definisi ....................................................................................................................... 15
3.2 Epidemiologi .............................................................................................................. 15
3.3 Klasifikasi ................................................................................................................... 15
3.4 Faktor Resiko ............................................................................................................. 16
3.5 Patofisiologi ............................................................................................................... 17
BAB I
LATAR BELAKANG

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium tanpa adanya
infeksi intrakranial atau penyebab lain.
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. VC

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 10 bulan

PB/BB : 70cm/8,5kg

Nama Ibu/umur : Ny. M / 27 tahun

Alamat : Manyar Sambongan 108

Tanggal MRS : 17 Juni 2019, 15:00 WIB

Tanggal pemeriksaan : 19 Juni 2019, 07:00 WIB

2.2 Perjalanan Penyakit

2.2.1 Anamnesis
Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSU Haji Surabaya dibawa oleh ibunya pada hari Senin, 17 Juni
2019 pukul 15.00 WIB dengan keluhan kejang. Kejang terjadi hanya satu kali selama tiga
menit saat pasien digendong oleh ayahnya di rumah. Saat kejang pasien sempat tidak sadar
dan setelah kejang berhenti pasien langsung sadar dan diam. Selama kejang terjadi seluruh
tubuh dan tangan kaki pasien terasa kaku dengan posisi tangan seperti menekuk dan kaki
lurus. Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke RS Haji. Perjalanan ditempuh dalam 10
menit. Saat tiba di IGD pasien tidak kejang tapi masih panas. 2 hari SMRS pasien mengalami
pilek dengan ingus jernih. Tidak bersin-bersin lebih dari lima kali, hidung tidak tersumbat,
hidung tidak terasa gatal-gatal, namun tidak diobati oleh ibunya. 1 hari SMRS pasien
mengalami panas yang mendadak tinggi sehingga dibelikan obat tempra drop di apotek
tetapi tetap masih panas. Tidak disertai batuk, muntah dan sesak napas. BAB sekali sehari,
lembek dan berwarna kuning, BAK kuning jernih terakhir 4 jam SMRS. Pasien tidak sering
rewel ketika sakit hanya diam saja seperti lemas. Sebelumnya pasien masih bermain dengan
kakaknya di rumah.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat kejang yang didahului demam sebelumnya pernah terjadi saat hari raya Idul
Fitri hari ketiga dengan kondisi saat kejang mata melirik keatas, kejang selama tiga menit
lalu sadar dan seluruh badan kaku. Setelah kejang pasien langsung muntah sekali tetapii
tidak dibawa oleh ibunya ke RS. Karena sudah tidak kejang lagi.

Riwayat alergi makanan, obat, suhu ekstrim yang dingin, debu rumah disangkal.

Riwayat Kehamilan :

Pemeriksaan dilakukan di bidan trimester pertama sekali, trimester kedua dua kali,
trimester ketiga dua kali, kesehatan ibu sewaktu hamil baik, tidak mengalami sakit saat
hamil, obat yang dikonsumsi selama kehamilan berupa vitamin dan tablet tambah darah.

Riwayat Kelahiran :

Usia kandungan 38 minggu, berat lahir 3kg, lama kelahiran 1,5jam (waktu datang di
bidan langsung bukaan 2 dan cepat), cara kelahiran spontan. Keadaan saat lahir baik (lahir
langsung menangis dan pernapasan spontan).

Riwayat Neonatal :

Apgar score : warna kulit merah muda, langsung reflex menangis kuat dan aktif
bergerak. Sianosis (-), pucat (-), kuning (-), kejang (-), perdarahan (-), lumpuh (-), gangguan
minum (-).

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1x saat lahir

Hepatitis B : 3x saat lahir, 1 bulan, 6 bulan

DPT : 3x usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Polio : 3x saat lahir, usia 2 bulan, 3 bulan

Campak : 1x usia 9 bulan

Riwayat Tumbuh dan Kembang :

Motorik kasar :
Mulai mengangkat kepala usia 3 bulan, telungkup 5 bulan, duduk sendiri 6/7 bulan,
merangkak 10 bulan, berjalan dituntun 10 bulan, jalan sendiri 10 bulan.
Motorik halus :
Memegang benda usia 3 bulan
Bahasa :
Bicara “aah ooh” 2-3 bulan, berkata (tidak spesifik) 9-10 bulan.
Personal sosial :
Tersenyum usia 3 bulan, mulai makan 5-6 bulan, tepuk tangan 9-10 bulan.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
Riwayat Gizi :

ASI dari lahir sampai 6 bulan. Usia 7-10 bulan ASI dan susu formula serta makanan
halus seperti bubur ditumbuk dan diselingi kuah bakso, kuah ayam, dll. Nafsu makan baik,
sehari makan 2-3 kali.

Riwayat Keluarga :

Ibu An. VC mengalami keluhan yang sama saat usia kurang dari lima tahun, yaitu
mengalami kejang demam. Riwayat alergi makanan keluarga disangkal. Riwayat asma
disangkal.

Riwayat Kepribadian :

Sering bermain dengan kakak kandungnya di rumah, setiap hari An. VC diasuh oleh
ibunya.

Riwayat Sosial :

An. VC tinggal bersama ibu, ayah, dan kakaknya. Lingkungan tempat tinggal cukup
nyaman dan rumah tidak saling berdempetan.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6

Status gizi : baik

Vital sign :

o Suhu axilla : 38,50C


o TD : 80/50 mmHg
o Nadi : 104x/menit
o RR : 30x/menit
o BB : 8,5 kg
o TB/PB : 70 cm

Kepala / leher :

o Kepala : A/I/C/D : -/-/-/-, Normocephalli dengan lingkar kepala 41cm, ubun-


ubun besar belum menutup, cekung .
o Mata : mata cowong -/-
o Hidung : sekret (+), darah (-), pernafasan cuping hidung (-)
o Mulut : mukosa bibir kemerahan, lidah kotor (-), gusi berdarah (-), faring
hiperemi (+), pembesaran tonsil (+)
o Telinga : sekret -/- , darah -/-
o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi trakea (-)

Thorax :
Pulmo
o Inspeksi : normochest, gerak dinding dada simetris, retraksi -/-
o Palpasi : ekspansi dinding dada simetris
o Perkusi : semua lapang paru sonor
o Auskultasi : suara vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Cor
o Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
o Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
o Perkusi : batas kiri jantung ICS V midclav sinistra, batas kanan jantung ICS IV
parasternal dextra
o Auskultasi : S1 S2 single, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
o Inspeksi : simetris, distended (-), jejas (-),darm contour(-)
o Auskultasi : BU (+) normal
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba, turgor cukup
o Perkusi : timpani seluruh area abdomen

Extremitas : Ekstremitas atas dan bawah kiri dan kanan akral hangat kering
merah tanpa oedema, CRT <2 detik

Genitalia : perempuan, labia mayor normal

Status neurologis :
o GCS : 4-5-6
o Meningeal sign : kaku kuduk (-), brudzinky I/II (-/-), kernig sign (-)
o Nervus cranialis : dbn
5|5
o Motorik : 5|5
o Sensorik : dbn
+2 |+2 +2 |+2
o Refleks fisiologis : BPR/TPR +2 |+2 , KPR/APR +2 |+2
o Refleks patologis : babinsky -/-, chaddock -/-

Status gizi :
Tinggi badan : 70 cm
Berat badan : 8,5kg
IMT : 17,34 m2

Interpretasi BMI menurut umur


o Sangat kurus : <-3SD
o Kurus : -3SD sampai dengan <-2SD
o Normal : -2SD sampai dengan 2SD
o Gemuk : >2SD
Interpretasi Berat Badan menurut Umur
o Gizi buruk : <-3SD
o Gizi kurang : -3SD sampai dengan <-2SD
o Gizi baik : -2SD sampai dengan 2SD
o Gizi lebih : >2SD

Interpretasi Panjang Badan menurut Umur


Sangat pendek : <-3SD
Pendek : -3SD sampai dengan <-2SD
Normal : -2SD sampai dengan 2SD
Tinggi : >2SD
Interpretasi Berat Badan menurut Panjang Badan
o Sangat kurus : <-3SD
o Kurus :-3SD sampai dengan <-2SD
o Normal : -2SD sampai dengan 2SD
o Gemuk : >2SD

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Darah lengkap
Hemoglobin : 9.9 g/dl (normal : 10.5-13.5 untuk 0,5-2 tahun)
Lekosit : 8,340/mm3 (normal : 6,000 – 17,500 untuk bayi 1-12 bulan)
Hct : 31.5% (normal : 33-36 untuk 0,5-2 tahun)
Trombosit : 454,000/mm3 (normal : 180.000 – 550.000 untuk bayi 0-12 bulan)
Kimia klinik
GDA STIK : 123mg/dl (normal <150)
Serum elektrolit
Kalium : 4.3 mmol/L (normal bayi 0-12 bulan 3.3-5.6)
Natrium : 140 mmol/L (normal bayi 0-12 bulan 132-143)
Chlorida : 107 mmol/L (normal bayi 0-12 bulan 96-116)
Urine lengkap
Bj : 1.005
pH : 7.0
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : normal
Keton : negatif
Urobilin : normal
Bilirubin : negatif
Sedimen eri : 0-1 plp
Leko : 0-1 plp
Cylind : negatif plp
Epithel : 0-1 plp
Bact : negatif plp
Cryst : negatif plp
Lain-lain negatif plp

2.3 Resume
o An. VC 10 bulan kejang didahului demam. 2 hari sebelum demam mulai pilek. Kejang
1x selama 3 menit lalu sadar.
o Riwayat kejang 1x selama 3 menit.
o Riwayat imunisasi dasar lengkap di bidan.
o Riwayat tumbuh kembang baik.
o Riwayat kelahiran usia kelahiran cukup bulan, spontan, post natal baik.
o Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, compos mentis, tensi-nadi-rr normal, suhu
meningkat 38.50C, pemeriksaan lab DL, UL, GDA, SE dbn.
o Pemeriksaan neurologis dbn.
o Pemeriksaan status gizi baik.

2.4 Daftar Masalah


o Demam hari ke-4
o Kejang (1x selama 3 menit, setelah kejang pasien sadar)
o Riwayat ISPA (pilek)

2.5 Diagnosis Kerja


Post kejang demam sederhana general hari ke-3 SMRS ec rhinitis akut

2.6 Tatalaksana
Planning diagnosis :
DL, SE, GDA, UL
Planning terapi :
o Infus cairan D5 1⁄4 NS 850cc/24jam
o Lanjutkan ASI
o Parasetamol 100mg/ml drops 3x sehari
o O2 nasal 1-2lpm bila kejang
o Injeksi diazepam 0.6ml IV jika kejang
Planning monitoring :
o Keadaan umum, TTV
o Awasi timbulnya kejang
o Keluhan utama
Planning edukasi :
o Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai diagnosis, komplikasi dan prognosis.
o Mengedukasi orang tua tentang beberapa hal yang harus dilakukan apabila kembali
kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan memasukkan apapun
kedalam mulut termasuk obat.
4. Ukur suhu, observasi dan catat berapa lama dan bentuk kejang.
5. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan apabila kejang telah berhenti.
6. Bawa ke dokter atau RS apabila kejang berlangsung lebih dari 5 menit
7. Edukasi kepada orang tua bahwa kejang dapat timbul lagi apabila terjadi demam
pada anak, oleh karena itu harus sedia obat penurun panas, termometer, dan
kompres hangat jika panas, diseka seluruh tubuh terutama di kepala, leher,
inguinal.
8. Serta perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk
menurunkan resiko terjadinya kejang yang terulang.

2.7 Prognosis
Dubia ad bonam
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik cerebral yang berlebihan
(Betz&Sowden,2002).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang demam memiliki batasan :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit
atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai
kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun
jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan
batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama
infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus. (IDAI, 2016)

3.2 Epidemiologi
Kejadian kejang demam di Indonesia sebesar 2-5% dari keseluruhan penyakit yang
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun (IDAI, 2016)

3.3 Klasifikasi
Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri.

Kejang Demam Kompleks


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
1. Kejang lama (>15 menit)
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam.
2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami
kejang demam. (IDAI,2016)

3.4 Faktor Resiko


Faktor demam
Berdasarkan hasil uji statistik dari penelitian yang dilakukan Fuadi dkk (2009)
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tinggi suhu demam dengan
bangkitan kejang demam. Hasil tersebut menunjukan bahwa anak dengan demam lebih dari
390C mempunyai risiko untuk mengalami demam 4,5 kali lebih besar dibanding anak yang
mengalami demam kurang 390C.
Selain itu juga terdapat hubungan yang bermakna antara kategori lama demam
dengan bangkitan kejang demam. Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk
terjadinya bangkitan kejang demam 2,4 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam.
Faktor usia
Pada anak usia kurang dari 2 tahun merupakan masa developmental window
(keadaan otak belum matang) dimana reseptor GABA yang bertindak sebagai inhibitor
masih kurang aktif sehingga eksitasi lebih dominan daripada inhibisi. Serta CRH
(Corticotropin Releasing Hormone) yang berpotensi sebagai prokonvulsan kadarnya tinggi
pada otak belum matang sehingga memicu bangkitan kejang apabila terjadi demam.
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada anak usia 18-24 bulan.
Faktor riwayat kejang dalam keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam,
apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Bila kedua orangnya tidak mempunyai
riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam 20%-22%. Apabila kedua orang tua
penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko untuk
terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59%-64%.30 Kejang demam diwariskan
lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.
Faktor prenatal dan perinatal
Apabila hamil dan melahirkan diatas usia 35 tahun dapat memicu berbagai macam
masalah kesehatan baik pada ibu maupun pada bayi. Untuk bayi dapat menyebabkan
keadaan asfiksia dan trauma kepala saat lahir. Asfiksia dapat menimbulkan lesi pada
hipokampus dan lesi tersebut dapat menjadi fokus epileptogen. Pada asfiksia dapat terjadi
hipoksia iskemia ensefalopati yang berakibat kelainan neuropatologis. Kelainan neurologis
yang ditimbulkan dapat berupa gangguan saraf yang tidak progresif seperti kejang, retardasi
mental, gangguan perkembangan psikomotor dan kelainan motor.

3.5 Patofisiologi
Adanya kenaikan suhu tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan
eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan
metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat Celsius
akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10%-15%, sehingga dengan adanya
peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Pada
demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan
metabolisme di siklus Crebs normal, satu molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP.
Sedangkan pada keadaan hipoksi jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul
glukosa hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksia akan terjadi
kekurangan energi dan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat
oleh sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya Na+ ke dalam sel meningkat dan
timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ sehingga semakin meningkatkan
ion Na+ yang masuk ke dalam sel. Ion Na+ ke dalam sel dipermudah pada keadaan demam,
sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel.
Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan
perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan
depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi
inhibisi terganggu.

3.6 Diagnosis
Anamnesa

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,

frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar infeksi susunan saraf pusat

(infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, Otitis media akut, dll)

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan

gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang sehingga

hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik

o Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran


o Suhu tubuh : apakah terdapat demam
o Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinki I&II, Kernique, Laseque dan
pemeriksaan nervus cranial
o Tanda peningkatan tekanan intrakranial : UUB menonjol, papil edema
o Tada infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran pernafasan, otitis
media, infeksi saluran kemih dsb sebagai penyebab demam.
o Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, reflex fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah

2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
demam sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal :
o Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
o Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis
o Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
yang telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
3. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG : EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
bangkitan kejang bersifat lokal.
Keterangan : EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
4. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
papil edema.

3.7 Tatalaksana
a. Pada saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum,
penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.
b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan

Pemberian obat antikonvulsan intermiten


Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam.
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12
kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.
Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of
evidence 3, derajat rekomendasi D).

Indikasi pengobatan rumat:


1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
 Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.
 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal.
 Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.
c. Edukasi
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan
ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
3.8 Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum
maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada
anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang
demam yang berpotensi menjadi kejang lama.
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
3.9 Follow up pasien

Kondisi pasien Terapi Pembahasan


17 Juni 2019 (sore) Inj. Diazepam 3ml IV jika Pemilihan cairan infus
Riwayat kejang tadi kejang berdasarkan usia karena
siang 1x 3 menit, O2 nasal 1-2lpm jika kejang <3tahun dan hanya untuk
pilek, demam, tidak Infus D5 1/4NS 850cc/24jam memenuhi kebutuhan dasar
diare. Paracetamol drops 100mg/ml cairan perhari.
Ampicilin 1x250mg Diberikan paracetamol untuk
Pseudoepedhrine 1x 1/2tab menurunkan demam.
Ampicilin diberikan untuk
mengatasi pilek apabila
disebabkan oleh bakteri,
meski mayoritas disebabkan
oleh virus.
18 Juni 2019 Infus D5 1/4NS 850cc/24jam Suhu tubuh tidak demam
Pilek dan demam naik Paracetamol drops 100mg/ml karena diberi penurun
turun. 3xsehari demam, naik lagi karena efek
Ampicilin 4x250mg parasetamol sudah menurun.
Pseudoepedhrine 3x1/2tab
Lanjutkan ASI
Observasi kemungkinan kejang
19 Juni 2019 Infus D5 1/4NS 850cc/24jam
Pilek dan demam naik Paracetamol drops 100mg/ml
turun, makan minum 3xsehari
sedikit. Ampicilin 4x250mg
Pseudoepedhrine 3x1/2tab
Lanjutkan ASI
Observasi kemungkinan kejang
20 Juni 2019 Infus D5 1/4NS 850cc/24jam Mual, muntah, nafsu makan
Pilek, demam naik Paracetamol drops 100mg/ml menurun merupakan gejala
turun, mual, muntah 3xsehari flu like syndrome sehingga
1x, makan sedikit Pseudoepedhrine 3x1/2tab pemberian antibiotik
Lanjutkan ASI dihentikan.
Observasi kemungkinan kejang
21 Juni 2019 KRS
Sudah tidak ada
keluhan

Anda mungkin juga menyukai