Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

PEMBIMBING :
dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A(K)

PENYUSUN :
Nike Nindiyati
030.11.215

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE DESEMBER – FEBRUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Nike Nindiyati


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Periode : Periode Desember – februari 2018
Judul :Kejang Demam
Pembimbing : dr.Tri yanti Rahayuningsih , Sp.A(K)

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Jakarta, Januari 2018

dr. Tri Yanti Rahayuningsih,Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Kejang Demam” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode
Desember – februari 2018.Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang kejang demam.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–
besarnya kepada dr.Tri yanti Rahayuningsih Sp.A(K) selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini, serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Bekasi.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan.Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta, Januari 2018


Penulis

Nike Nindiyati

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
1
tubuh (suhu rektal lebih dari 38,5oC) akibat suatu proses ekstra kranial. Dalam
praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karena
setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak.Kejang
merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak.Insiden kejang demam
2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun.Kemungkinan kejang demam berulang pada
90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100
anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.Kejang demam kompleks dan
khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya
epilepsi.Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian
harisekitar 2-5 %.2

4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. F Tn. E Ny. S
Umur 9 bulan 35 tahun 32 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki Laki-laki Perempuan
Alamat KAV SAWAH INDAH II Jln mawar 2 no 49
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Betawi
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Wiraswasta Wiraswasta
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung
Tanggal Masuk 10 januari 2018
RS

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 11 januari 2018
pukul 13.00 di bangsal Melati RSUD Bekasi
a. Keluhan Utama :
Kejang seluruh tubuh sejak pagi hari SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Demam tinggi sejak 1 hari SMRS
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi pada siang hari tanggal 10
januari 2018 oleh ibunya dengan keluhan kejang seluruh tubuh dengan
penurunan kesadaran dan mata mendelik keatas sejak pagi hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Sebelum kejang terjadi, pasien mengalami
demam yang tinggi hingga 39 C sejak 1 hari SMRS, demam tidak naik turun,
tinggi terus menerus.Kejang dialami kurang dari 10 menit hanya 1 kali dan
tidak berulang.Keluhan lain seperti mual, muntah disangkal oleh ibu pasien.

5
Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal tidak ada keluhan.
Batuk, pilek, sesak, keluar cairan dari telinga tidak dialami pasien. Riwayat
trauma juga disangkal oleh ibu pasien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat kejang yang diawali demam tinggi 1x saat
1 bulan lalu, kejang berlangsung kurang dari 10 menit dan tidak berulang
dalam 24 jam. Pada saat itu demam hanya berlangsung 1 hari karena langsung
membaik ketika diberikan obat tempra.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Di dalam keluarga pasien, saat ibu pasien masih kecil ia mengaku
beberapa kali mengalami kejang yang diawali demam sebelumnya.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol, 1x perbulan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah sakit

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinan SC atas indikasi


oligohidramnion

Masa gestasi Cukup bulan (40 minggu)

Keadaan bayi BBL :3200 gram


PB :49 cm
Apgar Score tidak
diketahui
Tidak ada kelainan bawaan

6
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I :usia 5 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
 Tengkurap :6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
 Duduk :6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
 Berdiri : Belum (Normal: 9-12 bulan)
 Berjalan : Belum (Normal: 12-18 bulan)
 Bicara : Belum (Normal: 12-18 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim

0-2 -/+

2-4 -/+

4-6 -/+

6-7 -/+

8-10 -/+ +

Kesan : Pasien tidak mendapat ASI karena ASI tidak keluar, pasien mendapatkan
susu formula sejak lahir. Pasien mulai mendapatkan bubur susu sejak usia 8 bulan

i. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG 1 bln

DPT 2 bln 4 bln 6 bln

POLIO lahir 2 bln 4 bln 6 bln

CAMPAK -

7
HEPATITIS B lahir 1 bln 6 bln

Kesan :Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.

j. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu

Nama Tn.E Ny. O

Perkawinan ke 1 1

Umur perkawinan 35 tahun 32 tahun

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Pasien tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat
darigenteng, dan ventilasi cukup.Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan
lingkunganrumah padat, ventilasi, dan pencahayaan baik.Sumber air bersih berasal
dari PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 11 januari 2018 di bangsal Melati
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis (Anak laki-laki, 9 bulan, BB: 9 kg, TB: 77 cm)
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda Vital
 Kesadaran :Compos mentis
 Frekuensi nadi :128 x/m
 Frekuensi pernapasan :30 x/m
 Suhu tubuh :38,10C
c. Data antropometri
 Berat badan :9 kg
 Tinggi badan : 77cm

8
o BB/TB :- 1 SD (Gizi normal)
o BB/U :0 SD (Gizi normal)
o TB/U :+ 2 SD (Gizi normal)

d. Kepala
 Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun tidak
cekung, facies cooley -
 Rambut : Rambut hitam, distribusi merata.
 Mata :Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
pupil bulat isokor.
 Telinga : Normotia, keluar sekret -/-, otalgia -/-
 Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, NCH -/-,
terdapat hematom (-)
 Mulut : Bibir tidak kering, lidah kotor –
 Leher : Bentuk simteris, trakea ditengah
e. Thorax

9
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -, napas
Kusmaul -
 Palpasi : Gerak napas simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : BJI dan II reguler, murmur -, gallop –
f. Abdomen
 Inspeksi : Perut datar
 Auskultasi :Bising usus normal, frekuensi 4x/menit
 Palpasi :Terabasupel, nyeri tekan -, Turgor kembali cepat.
 Perkusi : Shifting dullness -, nyeri ketuk - perkusi timpani
g. Kulit :Pucat -, ikterik -, petekie -
h. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), oedem (-), ikterik(-),
.

i. Status neurologis
Kesadaran kuantitatif : GCS (E4 V6 M5)

Orientasi :Baik

Refleks Fisiologis

Pemeriksaan Kanan Kiri

Sup dan Inf

Bisep +2 +2

Trisep +2 +2

Patela +2 +2

Achiles +2 +2

10
Refleks Patologis

Pemeriksaan Kanan Kiri

Hoffman Trommer - -

Babinski - -

Chaddock - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Openheim - -

Klonus patella - -

Klonus achilles - -

Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk :-

Brudzinski I : -/-

Brudzinski II : -/-

Kernig : -/-

Laseq : -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium hematologi (10/1/2018)

Pemeriksaan Nilai normal

Hemoglobin 11,6 11 - 14,5

Hematocrit 35,6 40 - 54

11
Eritrosit 4,99 4–5

LED

Leukosit 10,5 5 – 10

Trombosit 290000 150 – 400

MCV 75,6 75 – 87

MCH 24,2 24 – 30

MCHC 32,3 31 – 37

Basophil 0 <1

Eosinophil 1 1-3

Batang 7 2-6

Segmen 65 52 – 70

Limfosit 26 20 – 40

Monosit 7 2-8

GDS 92 60 - 110

Natrium 135 135 – 145

Kalium 4.9 3,5 – 5,0

Clorida 99 94 - 111

V. RESUME

Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi pada siang hari tanggal 10 januari 2018 oleh
ibunya dengan keluhan kejang seluruh tubuh dengan penurunan kesadaran dan mata
mendelik keatas sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sebelum
kejang terjadi, pasien mengalami demam yang tinggi hingga 39 C sejak 1 hari
SMRS, demam tidak naik turun, tinggi terus menerus.Kejang dialami kurang dari 10
menit hanya 1 kali dan tidak berulang.Keluhan lain seperti mual, muntah disangkal
oleh ibu pasien. Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal tidak ada
keluhan. Batuk, pilek, sesak, keluar cairan dari telinga tidak dialami pasien. Riwayat
trauma juga disangkal oleh ibu pasien.

12
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, tanda vital
ditemukan RR normal 30x/menit, HR normal128x/menit dan suhu didapatkan 38,2 C.
Status gizi pasien menurut WHO BB/U adalah gizi normal.Status generalis dan
pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tidak ditemukan leukositosis.

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Kejang demam sederhana

VII.DIAGNOSIS BANDING
- Kejang demam kompleks
- Meningitis

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Hematologi rutin ulang
- urinalisa

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Kaen 3B 960 cc/ 24 jam
 Anbacim 2x 500 mg
 Paracetamol drip 90 mg
 Sibital 2 x 25 mg
Non medikamentosa
- Observasi pasien untuk melihat adanya kejang berulang
- Edukasi orang tua

X. PROGNOSIS
Ad vitam :dubia ad bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam
Ad sanationam :dubia ad malam

13
XI. FOLLOW UP

S O A P
11/1/2018 Demam (+) KU: CM, TSS Kejang demam Kaen 3B 960
Kejang (-) HR: 128x/m sederhana cc/ 24 jam
Minum susu RR: 32x/m Anbacim 2x
baik T: 38,2 C 500 mg
Keluhan lain Mata: CA -/- Paracetamol
seperti mual, SI -/- drip 90 mg
muntah, batuk Thorax: Rh -/- Sibital 2 x 25
pilek tidak ada. wh -/- murmur mg
BAK dan BAB – gallop –
normal. Abd: datar,
supel, BU +
(N), NT –
Ekstremitas:
Akral hangat +
CRT < 2”
12/1/2018 Demam (-) KU: CM, TSS Kejang demam Kaen 3B 960
Kejang (-) HR: 130x/m sederhana cc/ 24 jam
Minum susu RR: 36x/m Anbacim 2x
baik T: 36,3 C 500 mg
Keluhan lain Mata: CA -/- Paracetamol
seperti mual, SI -/- drip 90 mg
muntah, batuk Thorax: Rh -/- Sibital 2 x 25
pilek tidak ada. wh -/- murmur mg
BAK dan BAB – gallop –
normal. Abd: datar,
supel, BU +
(N), NT –
Ekstremitas:
Akral hangat +

14
CRT < 2”
12/1/2018 Keluhan tidak KU: CM, TSS Kejang demam Boleh pulang
ada HR: 128x/m sederhana
RR: 32x/m
T: 36,6 C
Mata: CA -/-
SI -/-
Thorax: Rh -/-
wh -/- murmur
– gallop –
Abd: datar,
supel, BU +
(N), NT –
Ekstremitas:
Akral hangat +
CRT < 2”

XII. ANALISA KASUS


TEORI PADA PASIEN
ANAMNESIS ANAMNESIS
1. Kejang berlangsung singkat < 15 - Kejang berlangsung singkat < 15
menit. menit.
2. Kejang berhenti sendiri tanpa - Kejang berhenti sendiri tanpa
pengobatan. pengobatan.
3. Kejang bersifat umum tonik atau - Kejang bersifat umum tonik atau
klonik tanpa gerakan umum. klonik tanpa gerakan umum.
4. Kejang tidak berulang dalam - Kejang tidak berulang dalam
waktu 24 jam. waktu 24 jam.

15
TEORI PADA PASIEN
PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK
 Suhu tubuh mencapai 39°C.
  Suhu tubuh mencapai 39°C.

 Anak sering kehilangan kesadaran  Anak sering kehilangan kesadaran
saat kejang. saat kejang.
 Kepala anak sering terlempar  Kepala anak sering terlempar
keatas, mata mendelik, tungkai keatas, mata mendelik, tungkai
dan lengan mulai kaku, bagian dan lengan mulai kaku, bagian
tubuh anak menjadi berguncang. tubuh anak menjadi berguncang.
Gejala kejang tergantung pada Gejala kejang tergantung pada
jenis kejang. jenis kejang.
 Kulit pucat dan mungkin menjadi
biru.
 Serangan terjadi beberapa menit
setelah anak itu sadar

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 38,50 celcius) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Nilai ambang kejang antara suhu (38,8 - 41,4)0C. Biasanya terjadi pada anak berusia 6
bulan sampai dengan 5 tahun.1,4
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intracranial
atau penyebab tertentu. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan tersebut
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasari
mengenai sistem saraf pusat.5,6,7
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsy yang diprovokasi oleh demam
(epilepsy triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi
prospektif epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsy atau
berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.5 Akhir-akhir ini,
kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana,
yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks,
yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam).6,7
Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 380C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak
diketahui1
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.8

17
Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3

2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak yang berusia 6 bulan
hingga 5 tahun. Kejang pertama terbanyak terjadi antara usia 17-23 bulan, dimana
anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam.3
Studi populasi di Eropa dan Amerika melaporkan insiden kejang demam
3,4
sebesar 2-5% dari anak . Insiden di bagian lain dunia bervariasi, antara 5-10 %
(India), 8,8% (Jepang). Data dari negara-negara berkembang sangat terbatas,
frekuensinya mungkin didapatkan lebih tinggi di Asia.2,3 Sebanyak 2-5% anak-anak
yang berumur kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam. 4 Puncak
umur mulainya adalah sekitar 14-6 bulan.1 Sekitar 9-35% dari seluruh kejang demam
awal merupakan kejang demam kompleks.10

3. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Faktor
yang memegang peranan penting dalam perlangsungan kejang demam adalah faktor
genetik. Pewarisannya autosomal dominan dengan minimal 3 lokus abnormal yaitu
pada kromosam 8q13-q21 (FEB1), 19p (FEB2) dan 5q14-q15 (FEB4). Kejang demam plus
adalah kejang demam dengan riwayat epilepsi pada keluarga. Pada bayi atau anak
dengan kejang demam plus ini mempunyai resiko paling besar untuk terjadinya
kejang demam, kemudian diikuti kejang selanjutnya tanpa demam.11
Kejadian kejang demam pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
perempuan dengan rasio 1,5 : 1. Jumlah episode serangan pada anak dengan riwayat
epilepsi pada keluarga 6 kali lebih tingi daripada tanpa riwayat epilepsi.11
Dari penjelasan diatas, faktor resiko untuk terjadi kejang demam yaitu:
 Umur (terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun)
 Keterlambatan perkembangan ( contohnya cerebral palsy, retardasi mental
 Riwayat kelainan kejang dalam keluarga
 Sering demam(disebabkan infeksi virus atau bakteri)
 Demam tinggi (diatas 102°F)
 Saat kehamilan, ibu pasien merokok dan pengguna alcohol

18
 Meningitis (Inflamasi membrane yang mengelilingi otak dan spinal cord)

4. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih.5
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat, misalnya infeksi virus, tonsillitis, otitis media akut, ISK,
Gastrointeritis, ISPA, furunkulosis, meningitis, post imunisasi dan lain-lain.1

5. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.11
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.Dalam keadaan normal, membran sel
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-).Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi
sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraselular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan pathofisiologi dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan.11, 14
Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2)0C
dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang
paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi dan non infeksi.

19
Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas
disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak. Pada keadaan demam, kenaikan
suhu 10 celsius akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10%-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. 1
Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui membran
tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-sel
tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.Tiap anak
memiliki ambang kejang yang berbeda.Tergantung dari ambang kejang yang
dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C dan pada
anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
400 C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.11
Sedangkan terjadinya demam berasal dari adanya bahan-bahan pirogen.
Eksogenous pirogen berasal dari luar tubuh, contohnya bakteri, virus, jamur dan
toksin. Eksogenous pirogen ini bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang
pembentukkan leukosit maupun sel phagosit (monosit, neutrofil, limfosit, sel glial
endothelium, sel mesangium mesenchymal) untuk memproduksi bahan-bahan
endogenous pirogen seperti IL-1, TNF. Endogenous pirogen diproduksi diluar CNS
(sirkulasi sistemik) akan membentuk prostaglandin E2, dimana prostaglandin E2 ini
akan menganggu fungsi thermoregulasi di hipothalamus. Akibatnya akan terjadi
peningkatan titik pusat suhu di hipothalamus dan bagian perifer tubuh ikut merespon
terjadinya peningkatan suhu tubuh.13

20
Gambar 2.1. Patofisiologi Demam (Atlas of Pathofisiology)

6. Klasifikasi
Kejang demam menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI
2006memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan kejang
demam komplek.80% dari kasus kejang demam merupakan kejang demam sederhana
sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.

6.1. Kejang Demam Sederhana


Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) memiliki beberapa
kriteria, yakni:

21
5. Kejang berlangsung singkat < 15 menit.
6. Kejang berhenti sendiri tanpa pengobatan.
7. Kejang bersifat umum tonik atau klonik tanpa gerakan umum.
8. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

6.2. Kejang Demam Komplek


Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri
gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh
suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Menurut Livingstone, kejang demam komplek digolongkan sebagai epilepsi


yang diprovokasi oleh demam. Kejang tipe ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan factor pencetus
saja.7
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama, lebih
dari 15 menit, biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang pada akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial, disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin
meningkat disebabkan oleh meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian peristiwa diatas adalah penyebab rusaknya
neuron otak selama berlangsung kejang yang lama.Faktor terpentiang adalah
terjadinya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama, dapat menjadi ”matang” sehingga
dapat terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi.7

22
7. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses
infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dan dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.7

8. Diagnosis
8.1. Anamnesis
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik
langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain
(aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam anamnesa khususnya pada
penyakit anak dapat digali data – data yang berhubungan dengan kejang demam
meliputi:
a. Identitas.
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur
penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada anak
laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.6
b. Riwayat Penyakit.
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan
penyakit.Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa
berobat.Pada riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci, dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak
dibawa berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan
kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan
tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat.6
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan
kejang itu sendiri.Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama demam
berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten, intermitten,
kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang menyertai demam juga

23
perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran menurun, merancau,
mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb. Demam
didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari anamnesa diharapkan kita bisa
mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam itu sendiri.6
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi;
apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang;
apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah
pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang
pertama); apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali
kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik,
tonik, umum, atau fokal.
Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan,
kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga
penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan
apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan
apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone).6
c. Riwayat Kehamilan Ibu.
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit,
serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.6
d. Riwayat Persalinan.
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan
bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa
kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan
mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat
persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya
asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan
riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam.6
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari
kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur.Data ini dapat
diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya.Status perkembangan

24
pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada
anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-
personal, dan bahasa.6

f. Riwayat Imunisasi.
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal
yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi.6
g. Riwayat Makanan.
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.6
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami
kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf
sebelumnya.6
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah, ibu,
atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial penderita.6

8.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan
keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda – tanda vital
pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu tubuh); status gizi
pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar
dada).6
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung
rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis.Pada pemerikasaan
kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya
kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang
paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bias infeksi maupun non infeksi,
namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur
suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam,
apakah ada kecurigaan yang mengarah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur;
ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan
darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau perdarahan.6

25
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah
kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien
dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,
umum, atau fokal.Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu
diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas;
pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.6

8.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang terdiri dari:
a. pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber
infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah).20
b. pemeriksaan radiologi
Foto X-ray kepala dan CT scan atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan
atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis
meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
- bayi< 12 bulan : diharuskan
- bayi antara 12-6 bulan : dianjurkan
- bayi> 6 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis
Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan pada anak dengan kejang demam pertama kali
dengan umur dibawah 6 bulan karena tidak tampaknya tanda meningeal pada umur
dibawah 6 bulan, sehingga sulit mendeteksi adanya meningitis maupun infeksi
intrakranial lain tanpa dilakukannya lumbal pungsi. Namun, jika yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi.4

26
d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh
sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal).4
Pemeriksaan EEG yang dibuat 8-10 hari setelah panas tidak menunjukkan
kelainan. Dan hanya sebanyak 5% dari anak normal memiliki gambaran EEG yang
abnormal.EEG abnormal juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi di kemudian hari.1,4

9. Diagnosis Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti
hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang
demam. Meningitis, ensefalitis, anak dengan demam tinggi dapat mengalami
delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.1

10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis.
10.1 Pengobatan fase akut
 Penanganan Kejang
Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua
pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Penghisapan lendir
dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu intubasi. Awasi keadaan vital
seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung.1
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada saat datang ke tempat
pelayanan kesehatan, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali secara perlahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 2 menit dengan dosis maksimal 20 mg.11

27
Obat yang praktis dan dapat diberikan kepada orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal dengan dosis 0,5 - 0,75 mg/kgBB/kali atau diazepam rektal 5
mg untuk anak berat badan di bawah 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan
diatas 10 kg. Atau diazepam rectal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak usia di atas 3 tahun.11
Kejang yang tetap belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan
diazepam rektal masih kejang, dianjurkan orang tua untuk segera ke rumah sakit.Dan
disini dapat dimulai pemberian diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB/kali. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenithoin secara iv dengan
loading dose 10-20 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti, selanjutnya diberikan dosis rumatan 4-8
mg/kgbb/hari (12 jam setelah pemberian loading dose). Bila kejang belum berhenti,
maka pasien harus dirawat di ruang intensif Bila kejang telah berhenti, pemberian
obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya apakah
kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.16
Pemakaian antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang (1/3 s.d 2/3 kasus). Begitu
pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu > 38,5
0C.Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.16

28
Diagram 1.Algoritme Penanganan Kejang Demam

 Menurunkan Demam
Pada dasarnya demam tidak mengakibatkan kerusakan otak jika suhu berada
di bawah 41,70C. Untungnya, otak tetap menjaga keseimbangan suhu didalamnya dari
demam yang tidak teratasi sampai batas suhu 41,10C. Meskipun setiap anak
mempunyai kemungkinan untuk demam, namun hanya 4% yang berkembang menjadi
kejang demam.
Untuk anak dengan kejang demam, demam dengan delirium ataupun
peningkatan suhu diatas 41,10C, terindikasi untuk dilakukan kompres dengan air biasa
(lukewarm = hangat kuku), dan tidak dengan alkohol., ataupun air es.
Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam.
Obat-obat penurun panas yang dapat digunakan adalah :

29
 Asetaminophen / parasetamol
Asetaminofen diindikasikan untuk anak yang berumur diatas 2 bulan, jika
suhu tubuh diatas 390C atau jika anak terlihat tidak nyaman. Namun beberapa
referensi menyatakan bahwa seringkali suhu saat panas tidak diketahui secara pasti,
sehingga penggunaan obat antipiretik bisa digunakan dengan melihat kondisi anak
(merasakan suhu anak dengan perabaan). Dosis yang digunakan adalah 10-15
mg/kgbb/kali.10,12 Dapat diberikan tiap 4-6 jam dan akan menurunkan suhu 1-20C
dalam waktu 2 jam.18 Pemberian asetaminofen sebaiknya dilakukan 30 menit
sebelum dikompres, karena apabila kompres dilakukan sebelum munculnya efek dari
asetaminofen, akan berdampak terhadap peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi
lagi dan anak akan menggigil.20
 Ibuprofen Sirup
Ibuprofen sama halnya dengan asetaminofen, memiliki kesamaan dalam
keaamanan dan kemampuannya mengatasi demam. Ibuprofen dapat diberikan dengan
dosis 10 mg/kgbb/kali, diberikan tiap 6-8 jam sekali.20
 Metampiron (Novalgin, Xylomidon)
Keamanan obat golongan ini masih diragukan. Sebaiknya obat golongan ini
hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-antipiretik suntikan atau bila pasien tidak
tahan dengan antipiretik yang lebih aman. Novalgin terdapat dalam sediaan berupa
tablet (500 mg/tab), sirup (250 mg/5 ml), dan injeksi (500 mg/ml). Pada dewasa dosis
diberikan 0,3-1 gram sehari, sementara untuk dosis anak belum ada referensi yang
menyatakan mengenai dosis yang diperkenankan. Efek samping obat ini adalah dapat
terjadi agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.31
Sementara obat jenis lain seperti aspirin pernah menjadi antipiretik yang
populer di masyarakat, tetapi penggunaannya sebagai antipiretik untuk pediatri saat
ini dilarang, karena dapat mengakibatkan Reye’s syndrome.16

10.2 Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan rutin seperti elektrolit serum, glukosa, kalsium, dapat dilakukan
untuk menyingkirkan adanya gangguan elektrolit dan metabolisme.Angka leukosit
diatas 20.000/ul atau Shift to the left yang extreme menandakan adanya bakteremia.
Sodium serum terkadang menunjukkan angka di bawah normal, tetapi tidak cukup
rendah hingga membutuhkan terapi ataupun dapat menyebabkan kejang. Pemeriksaan

30
cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami
meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering
manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien yang berumur kurang dari 6
bulan. Untuk usia diatas 6 bulan, lumbal pungsi tidak dianjurkan lagi kecuali bila
ditemukan gejala klinis meningitis, infeksi intrakranial yang lain atau status
konvulsivus.Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari
penyebab.1,16,20

10.3 Pengobatan profilaksis


Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan
dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara
profilaksis yaitu :
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

1) Profilaksis intermittent
Pengobatan profilaksis intermittent disertai edukasi pada orangtua penderita
sangat bermanfaat untuk mencegah kejang demam berulang.1 Anti konvulsan
hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang tua pasien
atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat
yang diberikan harus cepat diabsorbsi dan harus cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapat hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent
memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat
digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan
berat badan kurang dari 10 Kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan
lebih dari 10 Kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih.
Diazepam dapat juga diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/KgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.1
2) Profilaksis terus menerus (jangka panjang) dengan antikonvulsan tiap hari

31
Pengobatan jangka panjang tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana,
tetapi diberikan pada kejang demam yang dengan pengobatan profilaksis
intermittent masih sering terjadi kejang berulang. Obat-obat yang dapat
digunakan untuk profilaksis jangka panjang adalah :
a. Fenobarbital.
Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan
dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas
bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih
merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah.
Dosis efektifnya relatif rendah dan kadar stabil tercapai dalam 14-21 hari.
1
Pemberian fenobarbital 4-8 mg/KgBB/hari dengan kadar darah sebesar
16 ug/ml dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa
fenobarbital tidak lagi dianjurkan sebagai pengobatan jangka panjang
karena efek sampingnya yang tidak menyenangkan (perubahan watak
berupa iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif).1 Efek samping tersebut
ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat diturunkan dengan
menurunkan dosis fenobarbital.1,20

b. Asam Valproat
Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam
adalah asam valproat.Kadar stabil tercapai dalam 4-7 hari. Dosis yang
digunakan adalah 15-40 mg/kgbb/hari diberikan selama 1 tahun. Valproat
telah terbukti keefektifannya terhadap epilepsi umum, tetapi bukan
merupakan obat terpilih karena efek toksisitasnya terhadap hati. Gangguan
pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali
terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus
kematian telah dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Kerugiannya adalah
bahwasanya obat ini lebih mahal dan lebih sulit didapat bila dibandingkan
dengan fenobarbital. 1, 20
Fenitoin dan karbamazepin tidak dianjurkan karena tidak mempunyai efek
mencegah terjadinya kejang demam berulang.4 Profilaksis terus menerus
berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

32
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi di kemudian hari.1,20
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat
dipakai untuk pemberian pengobatan profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah :
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
kelainan perkembangan neurologi (Cerebral Palsy, retardasi mental,
mikrosefali).
2. Ada riwayat tanpa demam pada orang tua saudara kandung.
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti oleh kelainan
neurologis sementara atau menetap.
4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis.
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang >15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi
umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organic.16, 20
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1
Selain ketiga hal tersebut diatas, dalam penatalaksaan kejang demam juga
diperlukan penanganan suportif, edukasi pada orang tua pasien, dan penggunaan
vaksinasi pada pasien kejang demam.

 Penanganan Supportif lainnya


Meliputi bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air
dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah.20
 Edukasi pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya ”benign”
2. Memberikan cara penanganan kejang

33
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsy.20
Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali
kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal selama kejang dan jangan diberikan jika kejang
telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
Lebih.20
 Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam.Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat
jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak
yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak.
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama
setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan
parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.6

11. Komplikasi
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh kejang demam terhadap terjadinya kerusakan otak. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa kejang demam tidak dapat berakibat buruk maupun sebaliknya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaborative Perinatal Project di
Amerika Serikat, dimana penelitian dilakukan terhadap 1706 anak paska kejang
demam, dan diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, hasilnya tidak didapatkan
kematian sebagai akibat dari kejang demam. Sementara The National Child
Development Study di Inggris, menyatakan bahwa anak yang pernah mengalami

34
kejang demam, kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada
usia 7 dan 11 tahun. Menurut Verity dkk, yang mengikuti 303 anak dengan kejang
demam sampai usia 5 tahun, dengan hasil tidak ada perbedaan dalam dalam bidang
intelegensia, ukuran kepala maupun tingkah laku pada anak dengan kejang demam
maupun pada anak tanpa kejang demam.
Ada pula penelitian yang mendapatkan hasil akhir yakni kejang demam dapat
berakibat buruk, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Aicardi dan Chevrie.
Mereka meneliti 402 anak dengan kejang demam, sebanyak 131 anak mendapatkan
1/lebih sekuele, yaitu 141 menderita epilepsi, 54 retardasi mental, 37 anak menderita
kelainan neurologis lain (misal hemiplegia).20

12. Prognosis
Sampai saat ini belum tuntas masalah apakah kejang demam sendiri dapat
merusak otak atau tidak. Didapat kesan bahwa kejang demam yang singkat umumnya
benigna dan kejang demam yang lama mungkin dapat mengakibatkan kerusakan pada
otak.Mortalitas pada kejang demam sangat rendah yakni sebesar 0,64-0,74%.1
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
a. Kejang demam berulang
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
terjadinya kejang demam berulang adalah:
- riwayat kejang demam dalam keluarga
- usia kurang dari 15 bulan
- temperatur yang rendah saat kejang
- cepatnya kejang saat demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan
berulang adalah pada tahun pertama.10
b. Epilepsi
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsi adalah:
- kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
- kejang demam kompleks
- riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

35
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy
sampai 4-6%.Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.10
c. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. 22

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Talsim. S. Soetomenggolo, Sofyan Ismail. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.


IDAI. Jakarta.
2. Pusponegoro, Hardiono. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak
Edisi I. IDAI. Jakarta.
3. Hirz, DG. Febrile Seizures. Ped in Rev 1997; 18:5-9
4. AAP, Provisional Committee on Quality Improvement. Pediatrics 1996;
97:769-74
5. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of
Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.
6. Febrile Seizures. Cited Mei 2003.
http://www.emedicine.com/emerg/topic376.htm.

7. Masnsjoer, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
8. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34; 592-
B
9. http://adc.bmjjournals.com/cgi/content/full/89/8/751. Febrile Seizures : An
Update. Cited February 28th 2004.
10. C M Verity. 1999. Risk of epilepsy after febrile convulsions: a national cohort
study. BMJ Volume 303: 1373 -1376
11. Sunartini. 2003. Simposium Ilmiah Manajemen Baru untuk Kejang Demam
dan Epilepsi pada Anak, di RS DR. Sardjito 27 Mei 2003. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjahmada Yogyakarta.
12. Anonim. 2005. Kejang Demam. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta
13. Rudolf. M. 2002. Rudolf’s Pediatrics 21th Edition. USA. The McGraw-Hill
Companies, Inc
14. Carol S. Camfield. 2006. Febrile Seizure.
15. http://www.prodigy.nhs.uk/ProdigyKnowledge/PatientInformation/Content/pil
s/PL63.htm. Febrile Convulsion. Cited November 2005.

37
16. Craig R. Warden. 2003. Evaluation and Management of Febrile Seizures in
the Out-of-Hospital and Emergency. [Ann Emerg Med. 2003;41:215-222
17. Tonia Jones. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications.
Int. J. Med. Sci. 2007, 4
18. Komite Medik RSUP DR. Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP.DR.
Sardjito. 1999. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada
Yogjakarta.
19. Lumbantobing. 1999. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
20. Wong V dkk,. 2002. Clinical Guideline on Management of Febrile
Convulsion. HK J Paediatr (new series) 2002;7:143-151
21. Mark A. Klebanoff. 2009. The Collaborative Perinatal Project: A 50-Year
Retrospective. Epidemiology Branch, Eunice Kennedy Shriver National
Institute of Child Health and Human Development, National Institutes of
Health, Department of Health and Human Services
22. National Institutes of Health. Consensus Development Conference Statement
May 19-21, 1980
23. Talsim. S. Soetomenggolo,dkk. 2005. Konsesus Penanganan Kejang Demam.
IDAI . Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai