Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

MORBILI

OLEH :
KOMANG WIDYASTUTI
K1A1 14 110

PEMBIMBING
dr. Jumhari Baco. M.Sc, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
MORBILI
Komang Widyastuti, Jumhari Baco

A. PENDAHULUAN
Campak, morbili, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular
sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya
ruam. Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet. Umur terbanyak
menderita campak adalah <12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan 5-14
tahun.1
Campak dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumonia, ensepalitis,
dan kematian. Sekitar 1 kasus ensefalitis, dan 2-3 kematian dapat terjadi setiap
1.000 kasus Campak. Satu gejala sisa yang jarang terjadi akibat infeksi virus
ini adalah subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu penyakit sistem
saraf pusat yang berkembang setelah 7-10 tahun terinfeksi. Risiko timbulnya
SSPE adalah 7-11 kasus per 100.000 kasus Campak. Risiko ini lebih tinggi
ketika Campak terjadi pada usia 2 tahun.2
Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit campak
adalah dengan vaksinasi. Namun, berdasarkan data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007, ternyata cakupan imunisasi campak pada
anak-anak usia di bawah 6 tahun di Indonesia masih relatif lebih rendah
(72,8%) dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara yang sudah
mencapai 84%. Pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara dengan tingkat
insiden tertinggi ketiga di Asia Tenggara. World Health Organization
melaporkan sebanyak 6300 kasus terkonfirmasi Campak di Indonesia
sepanjang tahun 2013. Dengan demikian, hingga kini, campak masih menjadi
masalah kesehatan yang krusial di Indonesia. Peran dokter di pelayanan
kesehatan primer sangat penting dalam mencegah, mendiagnosis,
menatalaksana, dan menekan mortalitas campak.3

1
B. DEFINISI
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabakan oleh
infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis
khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai cirri
khusus. (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium
prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan
enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa
konjungtiva dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan lengan dan kaki ruam timbul
dnegan didahului suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi
menghitam dan mengelupas.3

2
C. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan


lebih 20 juta orang di dunia terkena campak dengan 2,6 juta kematian setiap
tahun yang sebagian besar adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak
tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-negara berisiko tinggi telah
divaksinasi melalui program imunisasi, sehingga pada tahun 2012 kematian
akibat campak telah mengalami penurunan sebesar 78% secara global. Dari
gambaran tersebut menunjukkan Indonesia merupakan salah satu dari negara-
negara dengan kasus campak terbanyak di dunia. Setiap tahun melalui
kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect campak dan
dari hasil konfirmasi laboratorium, 12 – 39% diantaranya adalah campak pasti
(lab confirmed) sedangkan 16 – 43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010
sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak. Jumlah kasus ini
diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan,
mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari
pelayanan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.6

3
Pada jurnal studi epidemiologi berkala dikatakan bahwa kejadian campak
cenderung terjadi pada daerah yang cakupan imunisasi rendah. Pemberian
vitamin A tidak cenderung mencegah kejadian campak, tetapi berfungsi untuk
menurunkan komplikasi. Vitamin A yang diberikan pada saat bayi bertujuan
untuk meningkatkan status gizi bayi sehingga imunitasnya meningkat saat
diberikan imunisasi campak dan akan meningkatkan efektifitas dari imunisasi
campak.11

D. ETIOLOGI
Campak adalah penyakit infeksi virus akut yang dapat ditularkan melalui
batuk, bersin dan kontak langsung dengan cairan hidung atau tenggorokan
orang yang terinfeksi sebelumnya.Campak disebabkan oleh virus RNA famili
paramyxoviridae, genus Morbilivirus. Virus ini dari famili yang sama dengan
virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).5
Virus campak berukuran 100-250 nm danmengandung inti untai RNA
tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan
penting dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion)
meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di
permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan
virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein),
dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas
polimerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur
protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid,
maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan
kloroform. Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas
(>37˚C), suhu dingin (<20˚C), sinar ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrim (pH
<5 dan >10). Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu
kurang dari 2 jam.5
Penderita campak dapat menularkannya kepada orang lain sejak 4 hari
sebelum hingga 4 hari sesudah munculnya bercak kemerahan pada

4
kulit.2Setiap orang yang belum pernah divaksinasi Campak atau sudah
divaksinasi tapi belum mendapatkan kekebalan, berisiko tinggi tertular
Campak dan komplikasinya, termasuk kematian.

E. PATOMEKANISME
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkaninfeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi,penggandaan virus sangat
minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masukke dalam limfatik
lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear,
kemudianmencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel
jaringan Limforetikular seperti limpa. Selmononuklear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (selWarthin),
sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan
terhadapinfeksi, turut aktif membelah.4
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap,tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu
ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan
epitel orofaring, konjungtiva, salurannafas, kulit, kandung kemih dan
usus.Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva,akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis
sel. Pada saat itu virusdalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan manifestasiklinis dari sistem saluran nafas diawali
dengan keluhan batuk pilek disertai selaputkonjungtiva yang tampak merah.
Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitelpada sistem saluran
pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi,anak
tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang
disebutbercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.4

5
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensztivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari
ke-14 sesudah awal infeksidan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi
pada kulit. Kejadian ini tidak tampakpada kasus yang mengalami defisit sel-
T.Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak
secaramikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit.
Penelitian denganimunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya
antigen campak dan diduga terjadisuatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pemafasanmemberikan kesempatan infeksi
bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis mediadan lain-lain. Dalam
keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campakdapat
menyebabkan gizi kurang.4

Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus


1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

F. GEJALA KLINIS
Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi
terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga sehingga 90% anak
yang rentan akan tertular. Masa inkubasi campak adalah 14-21 hari. Dengan
masa penularan 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya
erupsi dengan cara penularannya melalui droplet.

6
Gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium.
a) Masa prodromal (2-4 hari). Demam tinggi terus menerus (≥38,50 C)

yang disertai batuk, pilek, faring hiperemis dan nyeri menelan. Stomatitis,

serta mata merah (konjungtivitis) dan fotofobia. Tanda patognomik ialah

eritema mukosa pipi didepan molar tiga yang disebut sebagai bercak

koplik. Kadang-kadang stadium ini disertai juga dengan diare.

b) Stadium erupsi. Pada demam hari ke-4 atau 5, muncul ruam

makulopapular, didahului oleh peningkatan suhu dari sebelumnya. Ruam

secara bertahap muncul dari batas rambut dibelakang telinga, lalu

menyebar kewajah, dan akhirnya ke estremitas. Ruam tersebut bertahan

selama 5-6 hari.

c) Stadium penyembuhan. Setelah 3 hari, ruam berangsur-angsur


menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam akan menjadi kehitan
(hipopigmentasi) dan mengelupas. Serta baru akan menghilang setelah 1-
2 minggu. Penderita campak sangat infeksius sejak 1-2 hari sebelum
stadium prodromal, hingga 4 hari setelah ruam menghilang.6

7
Modified Measles
Modified measles adalah infeksi yang terjadi pada individu dengan imun
parsial. Karakteristiknya adalah penyakitnya lebih ringan, periode
prodromal lebih pendek dengan batuk, pilek dan demam minimal. Koplik
spot hanya sedikit dan transien dan kadang tidak terjadi. Pada eksantemanya
tidak terjadi konfluens. Pada studi serologis beberapa anak ditemukan
antibodi campak, tidak ditemukan gejala klinis sehingga kemungkinan
terdapat modifikasi infeksi tanpa eksantema. Modified measles secara alami
kadang terjadi pada bayi<9 bulan karena mendapat antibodi trasnplasental
dari ibunya. Moddified measles muncul secara kebetulan karena kegagalan
vaksin hidup, didapatkan respon antibodi sekunder hanya (ig G)
Atypical measles
Atypical measles adalah sindrom klinis individu yang diimunisasi setelah
mengalami pajanan virus campak alamiah. Sebagian mendapatkan vaksin
yang dimatikan, tetapi sebagian individu mendapatkan vaksin hidup.

8
G. DIAGNOSIS
Pada umumnya penegakkan diagnosis morbili mengacu pada temuan-
temuan klinis, temuan dari pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,5˚C atau lebih disertai
batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena
cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.
b. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu
yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat
mengalami kejang demam.
c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga
anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit
kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda
penyembuhan

2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga
stadium:
a. Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam
yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan,
stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya
enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.
b. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular
yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher,
dan akhirnya ke ekstremitas.
c. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3 hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit
menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah
1-2 minggu
3. Pemeriksaan Penunjang

9
a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi infeksibakteri.
b. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM): sudah dapat terdeteksi sejak
hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya ruam dan dapat tetap
terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.5
c. Pemeriksaan untuk komplikasi
1. Ensefalopati: dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis,
kadar elektrolit darah,dan analisis gas darah
2. Enteritis: feses lengkap
3. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan
analisis gas darah

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Demam Didasarkan pada keadaan
Campak - Ruam yang khas
- Batuk, hidung berair, mata merah
- Luka di mulut
- Kornea keruh
- Baru saja terpapar dengan kasus
campak
- Tidak memiliki catatan sudah
diimunisasi campak
Campak Jerman /Rubella - Ruam yang khas
- Pembesaran kelenjar getah bening
postaurikular, suboksipital, colli
posterior
Eksantem Subitum - Terutama pada bayi (6-18 bulan)
- Ruam muncul setelah suhu turun
Demam Skarlet - Demam tinggi, tampak sakit berat
- Ruam merah kasar seluruh tubuh,
biasanya didahului di daerah lipatan
(leher, ketiak, inguinal)
- Peradangan hebat pada tenggorokan
dan kelainan pada lidah (strawberry

10
tongue)
- Pada penyembuhan terdapat kulit
bersisik
Demam Berdarah Dengue - Demam atau riwayat demam
mendadak tinggi selama 2-7 hari
- Manifestasi perdarahan (sekurang-
kurangnya uji bendung
- Pembesaran hati
- Tanda-tanda gangguan sirkulasi
- Peningkatan nilai hematokrit,
trombositopenia dan leukopenia
- Ada riwayat keluarga atau tetangga
sekitar menderita atau tersangka
demam berdarah dengue

I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan Campak bersifat suportif , terdiri dari pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi
infeksi sekunder, antikonvulsi apabila terjadi kejang dan pemberian
vitamin A. Umumnya tatalaksana Campak tanpa komplikasi tidak
memerlukan rawat inap, yaitu dengan :7,12
a. Tirah baring di tempat tidur
b. Beri Vitamin A. Tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A
pada bulan Agustus dan Februari. Jika belum, berikan 50 000 IU (jika
umur anak< 6 bulan), 100 000 IU (6–11 bulan) atau 200 000 IU (12
bulan hingga5 tahun). Untuk pasien gizi buruk berikan vitamin A tiga
kali.
c. Diet makanan cukup cairan dan kalori yang memadai.
d. Jika demam, berikan parasetamol.

11
e. Perawatan mata. Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang
jernih,tidak diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan
mata dengankain katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap
bersih yang direndamdalam air bersih. Oleskan salep mata
kloramfenikol/tetrasiklin, 3 kali sehariselama 7 hari. Jangan
menggunakan salep steroid.
f. Perawatan mulut. Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik
bilapasien dapat berkumur.
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam
waktu dua hariuntuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata
anak sembuh, atauapabila terdapat tanda bahaya.

Tatalaksana Campak dengan komplikasi memerlukan perawatan di


rumah sakit.Terapi Vitamin A: berikan vitamin A secara oral pada semua
anak. Jikaanak menunjukkan gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A
ataudalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan 3 kali: hari 1, hari 2, dan
2-4minggu setelah dosis kedua.Jika demam, berikan parasetamol. Berikan
dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Ukur suhu badan anak
dua kali sehari dan periksa apakah timbul komplikasi. Penyembuhan campak
akut sering terhambat selama beberapa minggu bahkan bulan, terutama pada
anak dengan kurang gizi. Pasien harus dirawat di ruang Isolasi. Pada kasus
campak dengan komplikasi bronkopneumonia dan gizi kurang perludipantau
terhadap adanya infeksi tuberkulosis (TB) laten. Pantau gejala klinis
sertalakukan uji tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.Imunisasi: semua
anak serumah umur 6 bulan ke atas. Jika bayi umur 6–9 bulan sudah
menerima vaksin campak, penting untuk memberikan dosis kedua segera
setelah bayi berumur lebih dari 9 bulan.5,7
Berikan pengobatan sesuai dengan komplikasi yang terjadi:7
1. Penurunan kesadaran dan kejang dapat merupakan gejala ensefalitis
ataudehidrasi berat. Jika kejang, berikan diazepam rektal 5 mg (BB <
12 kg) atau 10 mg (BB>12 kg). Dosis diazepam intravena adalah 0,2-

12
0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
2. Pneumonia
a. Ringan : Beri antibiotik kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2
kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2
kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5
hari.
b. Berat : Beri oksigen, Beri ampisilin/amoksisilin (25-50
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam
24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang
baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15
kg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
3. Masalah pada mata
a. Konjungtivitis ringan tanpa adanya pus, tidak perlu diobati.
b. Jika ada pus, bersihkan mata dengan kain bersih yang dibasahi
denganair bersih. Setelah itu beri salep mata tetrasiklin 3 kali
sehari selama 7hari. Jangan gunakan salep yang mengandung
steroid.
c. Jika tidak ada perbaikan, rujuk.
4. Otitis media
a. Berhubung penyebab tersering adalah Streptococus pneumonia,
Hemophilus influenzae dan Moraxella catharrhalis, diberikan
Amoksisilin (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) atau Kotrimoksazol
oral (4 mg TMP/kgBB/kali dan 20 mg SMZ/kgBB/kali dua kali
sehari) selama 7–10 hari.
b. Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu
cara mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain
atau tisyu kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk
membersihkan telinga 3 kali sehari hingga tidak ada lagi nanah
yang keluar.

13
c. Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam telinga
anak, kecuali jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga,
yang dapat dilunakkan dengan meneteskan larutan garam normal.
Larang anak untuk berenang atau memasukkan air ke dalam
telinga.
d. Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi (≥ 38,5°C)
yang menyebabkan anak gelisah, berikan parasetamol.
e. Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali
jika terdapat juga rinosinusitis alergi.
5. Luka pada mulut
a. Jika ada luka di mulut, mintalah ibu untuk membersihkanmulut
anak dengan air bersih yang diberi sedikit garam, minimal 4
kalisehari.
b. Berikan gentian violet 0.25% pada luka di mulut setelah
dibersihkan.
c. Jika luka di mulut menyebabkan berkurangnya asupan makanan,
anakmungkin memerlukan makanan melalui NGT.
6. Gizi buruk: sesuai dengan tatalaksana gizi buruk seperti

14
I. KOMPLIKASI
1. Laringitis Akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai
dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam
menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.4
2. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai
(75,2%). yang sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama
Pneumokokus, Stafilokokus, dan Hemophilus influenza. Pneumonia terjadi
pada sekitar 6% dari kasus campak dan merupakan penyebab kematian
paling sering pada penyakit campak.4
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam saat ruam keluar.4
4. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi,
biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil
pada periode pra-erupsi. Ensefalitis imptomatik timbul pada sekitar
1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi pada waktu awal penyakit maka
invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis yang timbul
kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan
predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan
glukosa dalam batas normal.4
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang
persisten,suatu penyulit lambat yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan

15
vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi sangat jarang. Kemungkinan untuk
menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah campak adalah 0,6-
2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun.
Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak
yang terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat
karena kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali
adalah protein matrix. Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam
sel otak pasien dengan SSPE menandakan kegagalan sistem imun untuk
membersihkan infeksi virus. Gejala SSPE didahului dengan gangguan
tingkah laku, iritabilitas dan penurunan intelektual yang progresif serta
penurunan daya ingat, diikuti oleh inkoordinasi motorik, dan kejang yang
umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya pasien menunjukkan gangguan
mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara
dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan.
Pada tahap akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma.
Aktivitas elektrik di otak pada EEG menunjukkan perubahan yang
progresif selama sakit yang khas untuk SSPE dan berhubungan dengan
penurunan yang lambat dari fungsi sistem saraf pusat. Laboratorium :
Peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
campak dalam serum meningkat (1: 1280).4
6. Otitis media
Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri menjadi otitis media purulenta.4
7. Enteritis dan diare persisten
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus. Diare persisten bersifat protein losing enteropathy sehingga
dapat memperburuk status gizi.4
8. Konjungtivitis

16
Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi
dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus
campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-
hari pertama sakit. Konjungtivitis diperburuk dengan terjadinya hipopion
dan pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan kebutaan.4

J. PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada
bayi berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru
dikembangkan pelaksanaannyapada tahun 1982. Pada tahun 1963 telah dibuat
dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak
yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan (2) vaksin yang berasal
dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalamlarutan
formalin yang dicampur dengan garam aluminium). Sejak tahun 1967
vaksinyang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan
lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat
menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Sebaliknya, vaksin campak
yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan,dikembangkan dari
Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudianmenjadi
strain Moraten (1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio
ayam.4
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI
tahun 2017, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin
penguat dapat diberikan pada usia 18 bulan dan 6-7 tahun. Apabila sudah
mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR
diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila vaksin MMR
diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 18
bulan. Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin vampak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada
usia 5 tahun. Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi

17
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau
transplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa
imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa
mendapat imunisasi campak.5
Akibat setiap pemberian imunisasi akan menyebabkan respons imun
anamnestik pada kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis dari
penyakitnya. Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer
dan sekunder. Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah
diimunisasi dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi
serokonversi. Berbagai kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya
serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak lahir yang dapat
menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnya yang rusak, (c)
Akibat pemberian irnunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan
sekunder dapat terjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga
respons imun yang terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan
perlindungan pada bayi terhadap serangan campak secara alami.4

K. PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting disease, namun sangat
infeksius. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor
risiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Morbili tanpa komplikasi
umumnya akan sembuh sendiri dalam waktu sepuluh hari. Komplikasi yang
dapat terjadi meliputi ensefalitis, trombositopenia, otitis media, pneumonia,
miokarditis dan subacute Sclerosing panechepalitis.

Prognosis baik apabila pada anak dengan keadaan umum yang baik,
tetapi menjadi buruk pada anak dengan keadaan menderita penyakit kronis
atau bila ada komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%,
dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Campak. Dalam:Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra


EP, Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis Ed. I. Ikatan Dokter
Indonesia. 2009. 33-35.
2. Gastanaduy PA, Redd SB, Clemmons NS, Lee AD, Hickman CJ, Rota PA,
Patel M. Measles. VPD Surveillance Manual. CDC. 2017. 1.
3. Morbili. Dalam : Panduan Pelayanan Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Kesehatan Primer. Ikatan Dokter Indonesia. 2017. 18-20
4. Campak. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri TropisEd. IV. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018.
109-118.
5. Halim RG. Campak pada Anak. RS Hosana Medica Lippo Cikarang,
Cikarang, Indonesia. CDK-238/ vol. 43 no. 3. 2016. 186-189.
6. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Measles Rubella. DITJEN P3
KEMENKES RI. 2017. Hal. 7-10

19
7. Campak. Dalam : Pelayaan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Pedoman Bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. World Health
Organization. 2009. Hal.161, 180-183
8. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. KEMENKES RI DIRJEN Bina
Gizi dan KIA. 2011. Hal. 3
9. 2015 Report of the Committee on Infectious Diseases. Early Release from
Red Book. American Academy of Pediatrics
10. Measles. Dalam: Klaus W, Richard AJ, editor. Fitzpatrick color atlas and

synopsis of clinical dermatology. Hal. 800-802

11. Dilita VGV, Hendrati LY. Peta Distribusi Kejadian Campak Menurut

Cakupan Imunisasi Campak dan Cakupan Pemberian Vitmin A. Jurnal

Berkala Epidemiologi Department of Epidemiology, Public Healt Faculty,

Universitas Airlangga. 7 (1) 2019, 51-59.

12. Campak. Dalam : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2009. 33-35

20

Anda mungkin juga menyukai