Anda di halaman 1dari 40

Case Report Session

Demam Berdarah Dengue pada Anak

Oleh:
Muhammad Arif Shah Bin Jamaludin 2040312154
Muhammad Adzka Putra A 2140312047

Preseptor:
dr. Elfitrimelly, Sp.A, M.Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.ADNAAN WD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
KOTA PAYAKUMBUH
2022

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah case report session yang
berjudul Demam Berdarah Dengue. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Elfitrimelly, Sp.A, M.Biomed
sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Payakumbuh, Mei 2021

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, infeksi virus dengue masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
dunia.1 Virus ini dapat menyebabkan penyakit demam dengue (DD), yang nantinya
dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok
dengue (dengue shock syndrome atau DSS).2 Penyakit ini disebabkan oleh virus
dengue yang memiliki empat jenis serotipe, yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4.3
Penyakit dengue dijumpai terutama di daerah-daerah beriklim tropis dan
subtropis, dan sekitar 2,5 milyar penduduk berisiko terkena. Setiap tahun,
diperkirakan 50 juta orang terinfeksi virus dengue, dengan 500.000 orang di
antaranya perlu dirawat inap, dan hampir 90% adalah anak-anak.1,2 Penyakit ini dapat
terjadi pada semua usia, termasuk bayi berusia kurang dari satu tahun.4 Di Indonesia,
kasus DBD berfluktuasi setiap tahun, namun angka kesakitan cenderung bertambah
dan daerah sebarannya semakin luas. Pada tahun 2016, angka kesakitannya 78,13 per
100.000 penduduk, tetapi angka kematiannya 0,79 persen.5

Diperkirakan kasus infeksi dengue, termasuk DBD, akan terus meningkat dan
cakupan sebarannya semakin luas. Vektor utama dalam penularan penyakit ini,
nyamuk Aedes aegypti, tersebar luas di mana saja, termasuk permukiman penduduk.5
Penyebaran virus dengue tergantung pada faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
meliputi virus, vektor, dan host (inang), sedangkan faktor abiotik mencakup suhu dan
kelembaban. Terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan DD maupun
DBD, di antaranya distribusi air yang kurang memadai, perubahan demografi dan
sosial, dan kurangnya infrastruktur untuk mengendalikan vektor pembawa virus
dengue.2
Sampai sekarang, belum ada obat atau vaksin yang secara spesifik untuk
infeksi virus dengue. Akan tetapi, bila seseorang yang telah terinfeksi ditangani
dengan cepat dan tepat, biasanya masih dapat diselamatkan. Upaya pengendalian
penyakit ini adalah dengan cara mengendalikan nyamuk pembawa virus tersebut
dan mengurangi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


kematian karena infeksi virus dengue. Agar upaya tersebut berjalan dengan baik,
diperlukan kerja sama yang baik dengan program dan sektor terkait, dan masyarakat
juga perlu dilibatkan dalam pencegahan maupun penanganan infeksi virus dengue.2,5

1.2 Batasan Penulisan


Makalah ini mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis, dan laporan kasus
tentang demam berdarah pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai demam berdarah pada anak.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini dibuat dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penyakit ini ditandai dengan demam 2-7 hari diikuti dengan gejala perdarahan,
penurunan trombosit, dan adanya hemokonsentrasi.1,2,5 Virus ini memiliki empat jenis
serotipe, yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue bisa terinfeksi lebih dari satu kali semasa hidupnya, baik oleh serotipe yang
sama maupun yang berbeda. Yang perlu diperhatikan, infeksi dengan salah satu
serotipe virus memicu terbentuknya antibodi terhadap serotipe tersebut, namun tidak
pada serotipe lainnya.3 Infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe lain atau infeksi
berulang dengan serotipe yang berbeda dapat memicu manifestasi klinis yang lebih
serius, yakni demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue (DSS).2
Infeksi virus dengue dapat menimbulkan tampilan klinis yang bervariasi, mulai
dari demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), hingga sindrom syok
dengue (DSS).6

2.2 Epidemiologi
Sejak 50 tahun terakhir, infeksi virus dengue sudah meningkat lebih dari 30 kali
lipat.7 Epidemi dari infeksi dengue pertama kali dijumpai di Asia, Afrika, dan
Amerika Utara pada 1980, namun etiologinya baru diketahui pada tahun 1940-an.
Setelah Perang Dunia II, virus dengue menyebar secara global hingga sekarang.
Lebih dari 2,5 miliar penduduk di seluruh dunia berisiko terinfeksi dengue, dengan 50
juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 500.000 pasien
DBD memerlukan rawat inap di rumah sakit setiap tahun, dimana sekitar 90% kasus
terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dan 2,5% di antaranya meninggal
dunia.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Angka kematian akibat infeksi dengue pada kawasan yang terdampak adalah
sekitar 1%, namun untuk India, Indonesia, dan Myanmar, angka kematian (di luar
area perkotaan) yang dilaporkan berkisar antara 3 hingga 5 persen.7

Gambar 2.1 Jumlah kasus DD dan DBD yang dilaporkan


pada WHO.2

Gambar 2.2 Endemisitas dari DD dan DBD pada negara-negara di Asia.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Demam dengue maupun demam berdarah dengue endemik pada lebih dari 100
negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.
Dua kawasan yang disebutkan terakhir merupakan kawasan yang paling terdampak
infeksi dengue. Ada delapan negara yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
infeksi dengue dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.2.2

Di Indonesia, infeksi dengue pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya


pada 1968.5 Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 150.000 kasus infeksi dengue,
dengan 25.000 di antaranya dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.7 Penyakit dengue
sudah tersebar di seluruh provinsi pada tahun 2010. Jumlah kasus DBD terus
meningkat setiap tahun, namun angka kematiannya cenderung menunjukkan
penurunan. Angka insidensi (IR) DBD pada tahun 2014 telah melampaui target (≤51
per 100.000 penduduk), yaitu 39,76 per 100.000 penduduk. Walaupun demikian,
masih terdapat 8 provinsi dengan IR DBD lebih dari 51 per 100.000 penduduk, yaitu
Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.5

Namun, data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2016 menunjukkan bahwa


masih banyak provinsi yang memiliki IR dengue >49 tiap 100.000 penduduk. Pada
periode 2008-2013, dari enam rumah sakit provinsi di Indonesia, dilaporkan 13.940
kasus infeksi dengue, yang terbanyak adalah kelompok usia 5-14 tahun (61,4%). Pada
tahun 2016, yang terbanyak adalah kelompok usia 15-44 tahun (39,9%). Hal ini
memperlihatkan bahwa infeksi dengue di Indonesia meningkat pada remaja dan
dewasa muda, namun kematian masih lebih banyak terjadi pada usia muda. Pada
awalnya, infeksi dengue hanya ditemukan di daerah perkotaan, tetapi saat ini
penyebarannya sudah mencapai pedesaan.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Gambar 2.3 Angka insidensi DBD pada seluruh provinsi di Indonesia pada
tahun 2014.5

Gambar 2.4 Peta persebaran angka kesakitan (IR) infeksi dengue di Indonesia
per 100.000 penduduk pada tahun 2016. Keterangan: Merah: ≥49, Kuning: 25-
49, Hijau: <25.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.3 Etiologi dan Vector Dengue
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA
virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid.
Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm,
mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC.3
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Vektor
utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes
albopictus betina.3
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka
virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu
virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur
nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu
dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku 2. Bersama dengan air
liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.3

2.4 Klasifikasi
Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakkan
diagnosis.Pendapat para pakar mengatakan bahwa dengue merupakan suatu entitas
penyakit dengan presentasi klinis beragam dan perubahan klinis serta outcome yang
tidak dapat diprediksi. WHO dalam panduannya telah melakukan klasifikasi terhadap
infeksi dengue mulai dari WHO 1997, kemudian WHO 2009 dan yang terakhir yaitu
WHO 2011. Klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 dibagi menjadi
undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome terdiri dari
isolated organopathy dan unusual manifestation (Gambar 2.8). 2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Gambar 2.5 Klasifikasi Infeksi Dengue menurut WHO
20112

Tabel 2.1 Klasifikasi infeksi virus dengue menurut WHO dan tingkat keparahan
DHF2
DF/DHF Grade Tanda dan gejala Labor
DF Demam dengan dua tanda - Leukopenia
berikut : (leukosit
- Sakit kepala ≤5000 sel/mm3)
- Nyeri retro-orbital - Trombositopeni
a (trombosit
- Myalgia <150.000
- Arthalgia/nyeri tulang sel/mm3)
- Ruam - Peningkatan
hematokrit (5-
- Manifestasi perdarahan
10%)
- Tidak ada bukti - Tidak ada
kebocoran plasma bukti
kehilangan
plasma

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


DHF I Demam dan manifestasi Trombositopeni
perdarahan (tourniquet test <100.000 sel/mm3 ;
positif) dan adanya bukti hematokrit meningkat
kebocoran plasma ≥20%

II Tanda dan gejala pada grade I Trombositopenia


ditambah dengan perdarahan <100.000
spontan sel/mm3;
hematokrit meningkat ≥
20%
III Tanda dan gejala pada grade I Trombositopenia
dan II ditambah dengan <100.000 sel/mm3;
kegagalan sirkulasi (nadi yang hematokrit meningkat ≥
lemah, tekanan nadi sempit 20%
(≤20mmHg), hipotensi, gelisah
IV Tanda dan gejala pada grade III Trombositopenia
ditambah dengan syok yang <100.000 sel/mm3;
mendalam dengan tekanan darah hematokrit meningkat ≥
dan nadi tidak dapat 20%
dideteksi.

2.5 Patogenesis Dengue


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi
yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada
demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat
reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran
darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag
akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di
makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T- helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang
akan melisis makrofag yang sudah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis
antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.7
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.7
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS
yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga
virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian
terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.3,8
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa
jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi
tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam
tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen- antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran
sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent
enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2.6. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.3,8
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding
pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan
asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis
dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian.3,8

Gambar 2.6 Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga
trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID; koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation
product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 3,8
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.3,8

Gambar 2.7 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


2.5.1 Perjalanan Penyakit Dengue
Setelah masa inkubasi, penyakit mulai tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase -
demam, kritis dan pemulihan (Gambar 2.8)7

Gambar 2.8 Perjalanan Penyakit Dengue7


2.5.1.1 Fase demam
Pasien biasanya mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fase
demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai kemerahan
pada wajah, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit
kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit tenggorokan, faring
hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi.
Sulit untuk membedakan demam berdarah secara klinis dari penyakit demam
non-dengue pada fase awal demam. 7
Tes tourniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan
demam berdarah3,4. Selain itu, gambaran klinis ini tidak dapat dibedakan antara
kasus demam berdarah yang parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan
tanda- tanda peringatan dan parameter klinis lainnya sangat penting untuk
mengenali perkembangan kefase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti
petechiae dan perdarahan membran mukosa (misalnya hidung dan gusi) dapat
terlihat3,5. Perdarahan vagina masif (pada wanita usia subur) dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini tetapi tidak umum5. Hati sering
membesar dan nyeri tekan setelah beberapa hari demam. Kelainan paling awal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


dalam hitung darah lengkap adalah penurunan progresif jumlah sel darah putih
total, yang seharusnya mengingatkan dokter akan kemungkinan tinggi demam
berdarah. 7
2.5.1.2 Fase kritis
Pasien mengalami penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-38oC selama 3-
7 hari dan meningkatkan permeabilitas kapiler dengan meningkatnya
hematokrit. Ini merupakan awal dari kebocoran plasma yang terjadi setelah 24-
48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopenia progresif disertai
penurunan trombosit. Derajat dari kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura
dan ascites merupakan tanda adanya kebocoran plasma yang dapat dideteksi.
Peningkatan nilai hematokrit pada fase ini biasanya memperlihatkan keparahan
dari adanya kebocoran plasma. Syok terjadi disebabkan adanya kebocoran
plasma yang berkurangnya perfusi jaringan. Bila terjadi syok berkepanjangan
dapat terjadi hipoperfusi jaringan, asidosis metabolik, dan DIC. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang berat sehingga nilai hematokrit aka
turun saat terjadi syok berat. 7
2.5.1.3 Fase penyembuhan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskular ke intravascular secara perlahan pada 48-78 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan membaik, hemodinamik
stabil dan diuresis membaik. Nilai hematokrit kembali stabil dikarenakan efek
dari adanya reabsorbsi cairan ekstravascular. Jumlah leukosit biasanya akan
menigkat disertrai dengan peningkatan jumlah trombosit.7

2.6 Diagnosis
2.6.1 Kriteria diagnosis klinis5
 Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih
gejala/tanda penyerta:
- Nyeri kepala

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
- Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
 Demam Berdarah Dengue (DBD)5
1) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus
b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif.
c. Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda
berikut:
o Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai
baseline atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
o Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia
2) Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:
a. Demam
• Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
• Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun,
hati- hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari
ke-3 sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.

• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk


membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak
yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan
tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva
atau hematuria.
c. Hepatomegali (pembesaran hati)
d. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)


• Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


• Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi

 Expanded Dengue Syndrom (EDS)5


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik
yang disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi
infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa,
seperti tanda dan gejala:
• Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Perdarahan hebat
• Gagal ginjal akut
• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
• Infeksi ganda

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


2.6.2 Kriteria Diagnosis Laboratoris5
Kriteria Diagnosis Laboratoris infeksi dengue baik demam dengue,
demam berdarah dengue maupun expanded dengue syndrom terdiri atas:

1. Probable; apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan


serologi antidengue (deteksi antibodi) serum tunggal dan/atau penderita
bertempat tinggal/ pernah berkunjung ke daerah endemis DBD dalam
kurun waktu masa inkubasi.

2. Confirmed; apabila diagnosis klinis diperkuat dengan sekurang kurangnya


salah satu pemeriksaan berikut:
a. Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.
b. Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4
kali pada pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan
antibodi IgM spesifik untuk virus dengue
c. Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan,
serum atau cairan serebrospinal (LCS) dengan metode
immunohistochemistry, immunofluoressence atau serokonversi
pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada
pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
d. Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR) atau pemeriksaan NS1 dengue.

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium5


1) Hematologi
a. Leukosit
• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil.
• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma
biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada
hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


b. Trombosit
Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara
hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam
sampai terbuktibahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan
indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya
efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan dinding
kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
Ultra Sonografi (USG).
3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita
terinfeksi virus dengue
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku
emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel
darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase
konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


terhadap

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue
Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.

2.7 Tatalaksana5
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.

2.7.1 Pertolongan pertama penderita5


Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang
timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati,
tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan
pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan
bila bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit DBD.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka
pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/ kali
untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat
menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat

2.7.2 Tatalaksana Demam Dengue5


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap. Pada fase demam
pasien dianjurkan:
1. Tirah baring, selama masih demam.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3. Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parase-tamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5.Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens. Pada
pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat
terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan
kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan
tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan
pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan
dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau
pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai
berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera
dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah
suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.

2.7.3 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)5


Tatalaksana DBD Tanpa Syok
Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase.
a. Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


b. Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena.
 Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda
vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila:

1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat (10-20%) pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit; dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat
7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
3. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi
sedang (6-7 ml/kgBB/jam). onitor tanda vital, diuresis setiap jam dan
hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan
kadar
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25
Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam
observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi
3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.

c. Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat
terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila
pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema
paru dan distres pernafasan.

Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)5


Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume replacement)
adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume
plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera
dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah,
tekanan nadi menyempit (≤ 20mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari
kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah
diberi cairan intravena.Pada penderita SRD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi
≤20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit,
bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara
intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan
sesuai berat BB ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan
kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60
menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal
pemberian koloid

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah
pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila
nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil
(10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan
klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar
hematokrit.
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik
dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang
terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit
telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/ jam atau
lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya,
cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.
Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat
terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar
hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan
hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan
hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda
perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah
normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase
reabsorbsi.
c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian
cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


heparin tidak diperlukan.
d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi
harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang
masker oksigen.
e) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata.
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma,
sel darah merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID(Koagulasi Intravascular
Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan
menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :
1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinispasien stabil.
3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


sudah mencukupi.
4) Jumlah dan frekuensi diuresis Pada pengobatan renjatan/ syok, kita harus
yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar
terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload
antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS
rujukan.

2.8 Prognosis
Anak dengan sindrom syok dengue yang mengalami syok
berkepanjangan mempunyai prognosis meninggal 16 kali lebih besar atau 88%
lebih tinggi dibanding anak dengan sindrom syok dengue yang tidak mengalami
prolonged shock. Kondisi syok pada DBD berhubungan dengan angka kematian
yang tinggi (9%) dan meningkat menjadi 47% jika syok tidak tertangani dengan
baik dan menjadi profound shock. Syok berkepanjangan diikuti dengan asidosis
metabolik, hipoksemia dan dapat menimbulkan DIC sehingga menyebabkan
terjadinya perdarahan berat yang berakhir dengan kematian.9

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : EPU
Umur : 16 th 8 bln/ 11-09-2005

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku bangsa : Minang

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah


Seorang pasien anak perempuan berumur 18 tahun 8 bulan dirujuk ke
RSUD Adnaan WD Payakumbuh, dengan :
Keluhan utama : Demam semenjak kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Demam semenjak ± 6 hari yang lalu. 1 minggu sebelumnya pasien demam
tinggi, suhu tidak diukur, bebas demam selama 4 hari, lalu hari kamis tanggal
15 mei pasien demam kembali
 Disertai muntah ± 6 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali jumlah
¼ gelas , muntah berisikan makanan yang dimakan, tidak disertai darah dan
tidak menyemprot
 Perdarahan hidung, gusi, kulit tidak ada
 Batuk dan pilek tidak ada
 Nyeri perut bagian atas ada
 Nyeri sendi ada sejak 6 hari yang lalu, nyeri dirasakan di lutut.
 Bintik bintik merah ada, terutama di perut sejak masuk RSUD Adnaan WD
 Nafsu makan menurun
 BAK warna dan jumlah biasa
 BAB jumlah dan konsistensi biasa
 Ruam ruam pada kulit tidak ada

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


 Pasien merupakan rujukan dari puskesmas HCMP 50 kota dengan diagnosa
suspek DBD dengan uji Rampelit positif, dan telah diberikan antasida 2x1,
metaaloparamid 3x1, BG 3x1, PCT 3x1

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Anak belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya

Riwayat keluarga :
 Tidak ada keluarga dengan demam yang sama

Riwayat kehamilan :
 Pemeriksaan kehamilan ke bidan, teratur. Lama hamil 38-39 minggu,
persalinan dibantu oleh bidan lahir spontan pervaginam, langsung menangis
kuat, berat badan lahir 3300 gr, Panjang badan 50 cm

Riwayat Makanan dan Minuman


 Bayi : ASI : 0-6 bulan Susu formula : -

Buah, Biskuit : 6 bulan s/d 2 th Bubur susu : 6 bulan s/d 2 th


Nasi tim : 6 bulan s/d 2 th
 Anak : Makanan utama : Nasi 3x /hari, menghabiskan 1porsi
Daging : 5 x/minggu

Ayam : 5 x/minggu
Ikan : 5 x/minggu
Telur : 3 x/minggu
Sayur : 5-7 x/minggu
Buah : 3 x/minggu

Kesan : ASI eksklusif, Gizi kualitas dan kuantitas cukup

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
BCG 1 bulan
DPT : 1 2 bulan 18 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Polio : 0 0 bulan 18 bulan
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Hepatitis B : 1 1 bulan 18 bulan
2 2 bulan
3 3 bulan
4 4 bulan
Haemofilus influenza B :
1. 2 bulan 18 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Umur Riwayat gangguan Umur
pertumbuhan & perkembangan
perkembangan mental
Ketawa 3 bulan Isap jempol -
Miring 3 bulan Gigit Kuku -
Tengkurap 4 bulan Sering mimpi -
Duduk 8 bulan Mengompol -
Merangkak 10 bulan Aktif sekali -
Berdiri 11 bulan Apatik -
Berjalan 13 bulan Membangkak -
Gigi pertama 6 bulan Ketakutan -
Bicara 18 bulan Pergaulan jelek -
Membaca 6 tahun Kesukaran belajar -
Prestasi di Sekolah baik

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

Riwayat keluarga :
Ayah Ibu
Nama : Nasrullah Ny M

Umur : 43 tahun 42 tahun


Pendidikan : SLTP SLTP
Pekerjaan : Petani Petani
Penghasilan : Rp. 4000.000 Rp. 1000.000
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak Ada Tidak Ada

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
1. Laki-laki - meninggal
2. Perempuan 16 tahun (pasien)
3. Laki laki 7 tahun sehat

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


Rumah Tempat Tinggal : Rumah Permanen
Sumber Air Minum : Galon
Buang Air Besar : Toilet Di luar rumah
Pekarangan : sempit
Sampah : dibuang
Kesan : Higiene dan sanitasi kurang

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 112 x/ menit
Nafas : 20 x/ menit
Suhu : 36.2oC
Tinggi Badan : 150 cm Berat Badan : 50 kg
BB/U : 13/13.5 = 96%
TB/ U : 89/90 = 98%
BB/TB : 13/13.5 = 96%
Gizi : Baik
Kulit : pucat (-), sianosis (-), ptekie (+)
Kepala : normocephal, simetris
Rambut : hitam, tidak mudah di cabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-) , sklera tidak ikterik (-/-)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1
Dada :
Inspeksi : normochest,simetris saat dinamis dan statis, retraksi (-)
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis di 2 jari medial dari linae mid
clavicula sinistra
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada, ptekie (+)
Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (+),
nyeri Lepas (-)

Perkusi : timpani, Shifting dullnes (-)


Auskultasi : bising usus normal
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas :
Atas : akral hangat, perfusi baik
Bawah : akral hangat, perfusi baik
Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah :
Hb : 14.3 g/dL
Leukosit : 4500/mm3
Trombosit :61.000/mm3
Ht :37 %
Kesan : Trombositopenia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


Diagnosa kerja :
- DHF grade I

Tatalaksana :
 Makanan biasa tinggi karbohidrat tinggi protein (MBTKTP)
 IVFD Ringer Laktat 60 tpm makro
 Injeksi ranitidin 1 amp
 Paracetamol infus 1000 mg
 Injeksi ondansentron 1 amp
 Domperidon 3x1 tab
 Vitamin c

Edukasi :
 Tirah baring
 Minum air putih cukup, boleh ditambah dengan minuman lain seperti jus
buah, susu dll.
 Melakukan 3M+ (Menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air,
mengubur sampah, memakai kelambu/obat nyamuk).

Rencana Pemeriksaan
 Cek darah rutin

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


`BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 16 tahun 8 bulan dirujuk ke RSUD


Adnaan WD pada tanggal 23 Mei 2022 dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya dibawa ke Puskesmas HCMP 50 Kota
diberikan terapi antasida 2x1, metaaloparamid 3x1 BG 3x1, PCT 3x1.
Dari alloanamnesis dengan orang tua pasien di dapatkan riwayat demam sejak
6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam didefinisikan sebagai peningkatan
temperatur tubuh lebih dari 37,5 C akibat peningkatan pusat pengatur suhu
dihipotalamus yang disebabkan oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari dalam
tubuh sendiri maupun eksogen, seperti bakteri, virus, jamur.
Pola demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada pasien ini
didapatkan demam tinggi tiba-tiba, terus menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat..
Dari keterangan ini kemungkinan demam yang dialami pasien adalah akibat infeksi
virus dengue. Nyamuk yang merupakan vektor dari virus dengue memiliki jarak
terbang sejauh kurang lebih 20m. Hal ini dapat menyebabkan penularan infeksi
dengue melalui gigitan nyamuk terhada orang- orang yang berada disekitar
lingkungan pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini ditegakkan
diagnosis demam dengue dengan diagnosis banding demam berdarah dengue derajat
I. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan laboratorium. Didapatkan hasil Hb
14,3g/Dl, leukosit (4500/mm3), trombosit (61.000/mm3), Ht 37%. Dari hasil
laboratorim didapatkan adanya trombositopenia.
Berbeda dengan demam dengue, pada demam berdarah dengue dapat terjadi
hemokonsentrasi akibat penurunan volume plasma dan juga trommbositopenia.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya perdarahan. Virus dengue dapat menyebabkan peningkatan destruksi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


trombosit yang menyebabkan pendeknya masa hidup trombosit dan meyebabkan
peningkatan megakariosit muda dalam sumsum tulang, lebih lanjut fungsi trombosit
pada DBD terbukti menurun yang disebankan oleh proses imunologis yaitu adanya
kompleks imun dalam darah.
Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD Ringer laktat dan paracatemol infus 1000
mg. Pasien juga mengeluhkan muntah 2 kali disertai nyeri perut bagian atas sehingga
diberikan terapi injeksi ranitidin 1 amp, injeksi ondansentron 1 amp, dan domperidon
tablet 3x1. Disamping tatalaksana medikamentosa, yang juga penting adalah
bagaimana mengedukasi pasien dan keluarga. Infeksi dengue merupakan suatu
penyakit tropis yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Hal ini
dikarenakan lingkungan yang tidak bersih dan banyak genangan air merupakan
tempat yang sangat baik untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector
penularan infeksi dengue. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan usaha pencegahan
infeksi dengue dengan cara membersihkan lingkungan sekitar. Langkah-langkah yang
bisa dilakukan adalah melakukan 3M+ yaitu menguras bak mandi, menutup
penampungan air, mengubur barang-barang bekas, menggunakann obat nyamuk dan
kelambu saat tidur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SRS, Moedjito I, Chairulfatah A (penyunting). Pedoman diagnosis


dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. Jakarta: UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis IDAI; 2014
2. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for prevention
and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India, 2011.
3. Hadinegoro SRS. Dengue virus. Dalam: Buku ajar infeksi & penyakit tropis.
Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2014. p.189-205
4. Mariko R, Hadinegoro SRS. Profil klinis, laboratorium, dan serologi infeksi
virus dengue pada bayi. Sari Pediatri. 2015;16(6): 441-6
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pencegahan dan pengendalian demam
berdarah dengue di Indonesia. Jakarta, 2017.
6. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI (penyunting). Infeksi
virus dengue. Dalam: Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Jakarta: IDAI, 2008.
p.155- 182
7. World Health Organization (WHO). Dengue: Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New edition. France, 2009.
8. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
9. Pangaribuan A, Prawirohartono A, Laksanawati I, Faktor Prognosis Kematian
Sindrom Syok Dengue Sari Pediatri, 2014 ;15: 332- 40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40

Anda mungkin juga menyukai