Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu prioritas penting bagi
Pemerintah Indonesia. Program yang selalu mendapat perhatian hingga saat ini adalah
penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) di lingkungan keluarga. Secara lebih spesifik,
masalah IMS yang sering tidak disadari oleh penderitanya adalah servisitis. Salah satu
masalah ginekologi yang paling umum adalah servisitis kronis (Sinclair, 2010) .
Servisitis adalah sindrom peradangan serviks dan merupakan manifestasi umum dari
Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia
trachomatis (McGough, 2008). Lima puluh persen wanita yang terinfeksi dengan
Neisseria gonorrhoeae tidak menunjukkan gejala. Skrining yang tepat, diagnosis dini,
dan pengobatan sangat penting pada wanita, karena dapat berakibat komplikasi serius
yang dapat mengakibatkan penyakit radang panggul, kehamilan ektopik dan kemandulan.
Endoserviks adalah tempat umum infeksi lokal (Rosen T, 2012). Begitu juga dengan
servisitis non spesifik, yang sering disebabkan oleh Chlamydia trachomatis sebagian
besar asimtomatis, dan 75-80% tempat yang paling umum terkena adalah serviks
(Muriastutik, 2011).
Pada pemeriksaan wanita dengan servisitis, lebih dari 30% di tandai dengan sekret
mukopurulen atau mukopurulen cervisitis (MPC) pada pemeriksaan inspekulo pada
endoserviks. MPC ditandai juga dengan serviks yang rapuh dan mudah berdarah
(Muriastutik, 2011)
Faktor-faktor seperti pendidikan dengan tingkat pendidikan yang rendah sampai
menengah, tingkat kesulitan ekonomi yang rendah, dan sedikitnya penggunaan kondom
dapat meningkatkan resiko penularan IMS (Depkes RI, 2011).
Di negara Amerika Serikat, Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan
bahwa lebih dari 19 juta IMS terjadi setiap tahun, hampir separuh dari mereka adalah
berusia 15-24 tahun. Disamping berpotensi parah, IMS menimbulkan beban ekonomi
yang luar biasa (Arthur, 2012).
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya servisitis. Dyan (2012), mengungkapkan
servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti trikomas vaginalis, kandrada dan
mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti
streptococcus, entamoeba coli, dan stapilococus”. Kuman-kuman ini menyebabkan
deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi komik dalam jaringan serviks
yang mengalami trauma (Mallesappha, 2011).
Menurut Christiana (2012), faktor lain yang terkait servisitis adalah kebersihan organ
kewanitaan atau vulva higiene. Higiene adalah salah satu kegiatan dari tindakan personal

1
higiene. Personal higiene atau kebersihan perseorangan adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Penelitian Nur Azizah (2011), di Poli Kandungan RSUD Kelas B Dr R
Sosodoro Djatikoesoemo menunjukkan bahwa “servisitis disebabkan oleh praktek
douching vagina”. Dampak servisitis antara lain; menyebabkan pendarahan saat
melakukan hubungan seksual.
Pada tahun 2011, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Pedoman
Nasional Penanggulangan Infeksi Menular Seksual merekomendasikan penanganan
untuk sindrom duh tubuh serviks mukopurulen karena infeksi servisitis dengan
pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi di tambah dengan pengobatan untuk klamidia
berupa sefiksim 400 mg dosis tunggal per oral di tambah azitromisin 1 gram dosis
tunggal, per oral (Depkes RI, 2011)
Melalui pedoman penatalaksanaan penyakit infeksi menular 2011, merupakan
program untuk mengurangi angka kesakitan dan angka penyebaran penyakit infeksi
menular seksual di Indonesia, khususnya servisitis gonore dan servisitis klamidia.
Program ini dilaksanakan terutama disarana kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
dan klinik yang mempunyai unit pelayanan kesehatan infeksi menular seksual (Depkes
RI, 2011)
Di Indonesia, yang merupakan daerah dengan prevalensi IMS yang tinggi dan akses
layanan kesehatan yang kurang, intervensi jangka pendek dapat mengurangi angka
kesakitan IMS yang dapat disembuhkan dengan melakukan Pengobatan Presumtif
Berkala (PPB) atau Periodic Presumtive Treatment (PPT). Intervensi yang dilakukan
meliputi satu kali pemberian pengobatan secara presumtif kepada kelompok berperilaku
risiko tinggi dengan prevalensi IMS yang tinggi, promosi penggunaan kondom dan
tatalaksana IMS secara pendekatan (CDC,2015)
Tidak ada data spesifik yang lengkap terkait servisitis di tingkat nasional, Sumatera
Barat , Maupun Kota Padang. Namun data IMS menunjukkan penderita IMS selain
Human Immunodeficiency Virus infection (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency
Syndrome(AIDS) tercatat sebanyak 1.251 kasus di Sumatera Barat tahun 2017 (Dinkes
Sumbar, 2018)
Ny. R adalah WUS usia 43 tahun pergi memeriksakan diri ke puskesmas Padang
Pasir setelah saya melalukan penyuluhan kesehatan tentang serviks dan iva test. Ny. N
datang dengan keluhan nyeri saat berhubungan suami istri. Setelah dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan spekulo tampak terlihat adanya keputihan yang
purulent keluar dari kanalis servikalis, dan tampak adanya seperti “stobery”/ merah
menyala pada portio ibu.

2
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memutuskan untuk membahas
kasus yang di alami ibu tersebut yang selanjutnya ibu tersebut akan diberikan beberapa
informasi melalui konseling tentang penyebab terjadinya servisitis serta cara
mengatasinya.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan kebidanan pada WUS tentang masalah kesehatan
reproduksi.
1.2.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan kepada Ny. R mengenai masalah
penyebab terjadinya servisitis dan cara mengatasinya, serta bagaimana menjaga
personal hygine.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi WUS
1. Memberikan motivasi dan koreksi dalam peningkatan derajat
kesehatan khususnya kesehatan reproduksi pada WUS
2. Memberikan informasi pada ibu tentang servisitis dan penyebabnya
serta cara mengatasi keluhan tersebut.
3. Dapat menambah wawasan ibu tentang kesehatan reproduksi
1.3.2 Bagi Puskesmas
1. Dapat meningkatkan pelayanan dan asuhan bagi WUS yang sedang
mengalami masalah dalam kesehatan reproduksi
1.3.3 Bagi Mahasiswa
1. Dapat menerapkan asuhan pelayanan kebidanan pada wanita usia
subur dalam pelayanan kesehatan secara langsung sesuai dengan teori
yang sudah di dapatkan di bangku kuliah
2. Memperoleh pengalaman nyata dalam kehidupan bermasyarakat
khususnya dalam pengembangan dan pengorganisasian masalah
kesehatan reproduksi
3. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa

3
1.4 Sasaran Penulisan
Sasaran dalam penulisan ini adalah WUS Ny. R

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Servisitis
Serviks merupakan filter dan barier infeksi aseden yang berasal dari vagina
dengan cara mengeluarkan lendir yang mengandung makrofag, antibodi dan dengan
epitel bertatahnya (Manuaba,2012:285).
Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam
genetalia interna, dalam hubungan ini seorang nullipara dalam keadaan normal
kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum
sudah lebih terbuka, batas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri
internum sehingga lebih rentan terjadinya infeksi oleh berbagai kuman yang masuk
dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri (Fauziyah,2012:105).
Servisitis (radang serviks) merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks
sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi
karena hubungan seks (Manuaba,2012: 553).
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. Karena
epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris
sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina. Terjadinya
servisitis dipermudahkan oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan
ectropion. Servisitisnya juga merupakan :
a)  Infeksi non spesifik dari serviks
b)  Erosi ringan ( permukaan licin ), erosi kapiler (permukaan kasar ), erosi folikuler (
kistik )
c)  Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior (Fauziyah,2012:106).

1.2 Penyebab Servisitis


Penyebab servisitis antara lain ( Fauziyah,2012:107).:
1. Benda asing (IUD, tampon)
2. Infeksi
a. Neisseria gonorrhoeae
b. Clamydia trachomatis
c. Herpes simplex virus

5
d. Trichomonas vaginalis
e. Kuman penyebab lainnya: Mycoplasma genitalium, Ureaplasma
urelyticum, Treponema pallidum, Bacteroides, Gardenella vaginalis.
3. Trauma saat melahirkan
4. Iritasi bahan kimia

1.3 Tanda Gejala Servisitis


a. Flour atau keputihan hebat,biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau.
b. Sering menimbulkan erusi (erythroplaki ) pada portio yang tampak seperti
daerah merah menyala.
c. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent
keluar dari kanalis servikalis.
d. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
e. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput
lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh
ovulonobothi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena
f. peradangan.
g. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan
kemih.
h. Perdarahan saat melakukan hubungan seks (Fauziyah,2012:107).
1.4 Patofisiologi Servisitis
Beberapa gambaran patologis servisitis :
1) Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Servisitis ini tidak menimbulkan
gejala kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
2) Pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan
yang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan
terdiri atas mukus bercampur nanah.
3) Sobekan pada serviks uteri lebih luas dan mukosa endoserviks lebih kelihatan dari
luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian ini mudah kena infeksi dari

6
vagina, karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras,
sekret bertambah banyak (Fauziyah,2012:108).

2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis dari servisitis ditegakkan melalui (Wilson, 2010):
1. Anamnesa
Pada umumnya servisitis memberikan keluhan berupa peningkatan discharge
(simtomatik) tetapi ada pula yang tidak (asimtomatik).
2. Pemeriksaan klinis:
Inspekulo serviks untuk melihat adanya discharge mukopurulen, eritema, ulserasi,
edema, pembengkakan ektopik, leukoplakia.
3. Pemeriksaan laboratorium:
Pap Smear
Pemeriksaan pap smear dilakukan dengan mengambil mukus dari serviks
penderita sesuai prosedur, mukus diusap di object glass, difiksasi basah atau kering,
kemudian dilakukan pewarnaan Papanicolaou. Pengambilan swab serviks dilakukan
ketika wanita yang akan diperiksa tidak dalam keadaan menstruasi dan tidak melakukan
coitus minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
2.6 Penatalaksanaan
Pada situasi umum, hasil pemeriksaan untuk menentukan penyebab servisitis
seperti C.trachomatis atau N.gonorrhoeae dengan kultur dan pemeriksaan khusus harus
dilakukan untuk memulai terapi, bagaimanapun terapi presumtif tetap diindikasikan pada
situasi tertentu.Terapi empiris diberikan kepada pasien dengan gejala dan tanda mengarah
pada N.gonorrhoeae dan atau C.trachomatis.
1. Prevalensi kesakitan oleh karena kuman C.trachomatis atau N.gonorrhoeae adalah
signifikan dengan keluhan servisitis mukopurulen.
2.Regimen terapi empiris harus mencakup untuk C.trachomatis atau N.gonorrhoeae,
terapi single dose lebih disarankan untuk meningkatkan pengawasan terapi.
3. Diperlukan tes konfirmasi setelah diberikan terapi empiris untuk menegakkan
diagnosis dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap terapi dan meningkatkan
partisipasi partner pasien (CDC, 2015).

7
4. Servisitis persisten
Setelah terbukti tidak ada kemungkinan relaps dan reinfeksi, penatalaksanaan dari
Mucopurulen endocervicitis adalah tidak jelas, tambahan antibiotik hanya memberikan
manfaat yang kecil sehingga kemungkinan penyebab dari inflamasi lainnya
dipertimbangkan. Kemungkinan adalah penyebab non infeksi dan vaginitis oleh
Trichomonas (Cunningham, et al., 2013).

8
BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. V UMUR 25 TAHUN


DENGAN KANDIDIASIS VAGINALIS DIPUSKESMAS RAWANG

Hari/Tanggal : Selasa, 4 Februari 2020


Pukul : 10.00 WIB
1. DATA SUBJEKTIF
A. Identitas
Nama : Ny. R Nama suami : Tn. G
Umur : 43 Tahun Umur : 43 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Minang Suku/Bangsa : Minang
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Jl. Purus V Alamat : Jl. Purus V

B. Anamnesa
1. Alasan berkunjung : ibu mengatakan nyeri saat berhubungan suami
istri
2. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 Tahun
b. Siklus : 28 Hari
c. Teratur / tidak : Teratur
d. Lama : 3-5 Hari
e. Banyaknya : 2-3 ganti pembalut per hari
f. Sifat darah : Encer
g. Dismenorea : Tidak
h. Fluor albus : Tidak

9
3. Riwayat perkawinan
- Status perkawinan : sah
- Lama perkawinan : 20 Tahun
4. Hamil/diduga hamil : tidak
5. Jumlah GPA
Gravid : 0 persalinan : 2 abortus : 0

6. riwayat persalinan: normal 2/SC 0


7. Alat Kontrasepsi Yang Pernah Digunakan : Implan
8. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : Tidak ada
- PerdarahanPervaginam Yang Tidak Diketahui Sebabnya : tidak
ada
- Keputihan Yang Lama : tidak ada
- Tumor : tidak ada
- Payudara: tidak ada
- Rahim : tidak ada
- Ovarium : tidak ada
b. Riwayat penyakit yang lalu : Tidak ada
c. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
d. Riwayat operasi : Tidak ada
9. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Aktifitas sehari-hari : ibu mengerjakan pekerjaan rumah
tangga
b. Pola makan dan minum : makan 3x sehari porsi 1 piring nasi
Lauk pauk, tempe , tahu, telur.
Minum 6-7 gelas sehari
Jenis : Air putih
c. Istirahat : Tidur siang 0 jam, tidur malam 7
jam
d. Personal higiene : ganti pembalut 3x sehari, ganti

10
celana dalam 1-2x sehari, mandi 2x
sehari, sikat gigi 2x sehari, keramas
1x 2 hari, ibu menggunakan sabun
khusus pembersih vagina
e. Pola kebiasaan
- Merokok : Tidak pernah
- Minum alkohol : Tidak pernah
- Minum jamu : Tidak pernah
- Obat-obatan : Tidak pernah
10. Data Psikologis : Ny. R merasa cemas dengan keluhan yang
dialaminya dan takut hal ini tidak normal
11. Pelaksanaan Kegiatan Spiritual : sholat 5 waktu

2. DATA OBJEKTIF
1) Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV
TD : 120/80 mmHg R : 19 X/menit
N : 79 x/menit S : 36,5 oC
d. TB : 152 cm BB : 58 kg
e. LILA : 27 cm
2) Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Wajah : Tidak pucat, tidak odema, dan tidak ada kelainan
b. Mata : Konjuntiva merah muda, sklera tidak ikterik
c. Mulut : tidak kering, tidak ada sariawan, sedikit pucat
d. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening dan tiroid
e. Dada dan Aksila : Dada simetris, tidak ada pembengkakan dan masa pada
aksila dan dada, tidak ada nyeri tekan
f. Abdomen : simetris, tidak ada bekas luka operasi
g. Ekstremitas : simetris, dan tidak pucat, akral tidak dingin

11
h. Genitalia : Tidak terdapat pengeluaran cairan, tidak terdapat massa

i. Anus : tidak ada hemoroid


3) Pemeriksaan inspekulo
Inspeksi
1. Dinding vagina : tidak ada benjolan.
2. Porsio : tidak polip, ada servicitis, tidak ada lesi, tidak terdapat
keputihan
3. Posisi Rahim : Antefleksi

3. ASSESMENT
1. Diagnosa : Ny. R usia 43 tahun dengan Servisitis
2. Masalah : Ny. R merasa cemas dengan keadaannya
3. Kebutuhan : Pemberian Pendidikan kesehatan mengenai personal
hygiene daerah kewanitaan

4. PLANNING

1. Informasikan hasil pemeriksaan pada klien

2. Jelaskan keadaan yang dialami pasien

3. Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene yang benar pada daerah
genetalia.

4. Anjurkan ibu untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual supaya


tidak terlalu sakit

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat antibiotik.

6. Anjurkan pasien untuk makan-makanan bergizi seperti ikan, daging, tempe dan
sayur-sayuran

7. Anjurkan ibu untuk konsumsi air putih minimal 8 gelas/ hari

8. Anjurkan ibu untuk menghentikan penggunan sabun khusus untuk vagina

9. Anjurkan ibu untuk menghindari stress

10. Anjurkan ibu untuk olahraga ringan

11. Anjurkan pasien untuk kontrol kembali setelah obat habis

12
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Ny.R usia 43 tahun datang ke puskesmas Padang Pasir dengan keluhan merasakan
nyeri saat berhubungan, hal ini telah dirasakannya sejak 1 minggu yang lalu. Ia
mengatakan sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual dan memiliki anak 2
orang. Ibu mengatakan sering menggunakan sabun khusus untuk membersihkan
vaginanya. Dari hasil pemeriksaan BB:58 kg, TB: 152 cm, LiLA : 27 cm, Tekanan
darah ; 120/80 mmHg, Nadi : 79 x/I, pernapasan : 19x/I, suhu : 36.5c.
Servisitis (radang serviks) merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks
sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena
hubungan seks (Manuaba,2012: 553).
Servisitis disebabkan oleh infeksinya leher Rahim oleh bakteri seperti Neisseria
gonorrhoeae, Clamydia trachomatis, infeksi karena trauma saat persalinan dan bekas luka
kecil yang tidak dirawat (Fauziyah,2012:107).
Faktor lainnya seperti infeksi karena berhubungan seksual yang tidak bersih,
penggunaan IUD, dan penggunaan bahan kimia saat membersihkan organ reproduksi
(Fauziyah,2012:107).
Dari hasil anamnesa Ny. R mengatakan tidak sedang menggunakan alat
kontrasepsi IUD, dan pada saat persalinan tidak terdapat luka infeksi. Namun ny. R
sering menggunakan sabun khusus untuk membersihkan vagina, dan berhubungan
seksual lebih dari 3 kali seminggu, dan tidak menggunakan kondom.
Penggunaan bahan kimia/ Vaginal douching merupakan faktor resiko terjadinya
servisitis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Abrori, dkk) Tahun 2016
menunjukkan bahwa praktek penggunaan Vaginal douching meningkatkan terjadinya
servisitis ini dikarenakan penggunaan bahan kimia tersebut merubah keadaan vagina
yang asam untuk tempat hidup flora normal di vagina menjadi basa sehingga bakteri
tersebut mengingeksi bagian leher Rahim.
Kebersihan vagina memang perlu dijaga namun tidak dianjurkan menggunakan
produk yang berbahan kimia, membersihkan vagina cukup dengan air saja. Secara
teoritis, (Christiana, dkk, 2012) sudah menegaskan bahwa faktor lain yang terkait

13
servisitis adalah kebersihan organ kewanitaan atau vulva higiene. Vulva Higiene adalah
salah satu kegiatan dari tindakan personal higiene. Pada wanita terdapat hubungan dari
dunia luar dengan rongga peritoneum melalui vulva, vagina, uterus dan tubafalopii dan
masing-masing alat traktus genetalis memiliki risiko untuk terkena infeksi. Infeksi
saluran reproduksi seperti servisitis menurut (Widyastuti dkk, 2009) dapat terjadi sebagai
akibat dari kurangnya kebersihan alat kelamin.
Tidak hanya kebersihan organ reproduksi saja yang menjadi penyebab servisitis
kebersihan pakaian dalam juga menjadi penyebab servisitis. Masalah yang paling umum
adalah kelembaban celana dalam, ini dikarenakan tidak kering secara keseluruhan organ
reproduksi wanita ersebut, dan tidak dilakukan pencukuran bulu sehingga vagina menjadi
lembab dan senang di tumbuhi bakteri yang dapat menyebabkan servisitis (Christiana,
dkk, 2012).
Secara teoritis, salah satu faktor risiko servisitis adalah perilaku seksual
(Rosdarni, 2015). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penyebab servisitis dapat mencakup
cedera pada serviks uterus karena masuknya benda asing ke dalam vagina, seperti
terjadinya reaksi alergi terhadap spermisida (Akmal, 2013).
Dengan terbuktinya hubungan antara frekuensi hubungan seksdengan servisitis
membawa konsekwensi perlunya setiap pasangan melakukan hubungan seks secara sehat
sesuai dengan usia suami dan istri (Muantaen, 2015). Frekuensi hubungan seks sebaiknya
tidak dilakukan secara berlebihan. Menurut Uyung dalam Priyo (2012), untuk wanita usia
40 tahun sebaiknya setiap 3 hari dan wanita usia 50 tahun setiap 5 hari. Ketika penelitian
ini dilakukan, ada beberapa kasus menarik yang disampaikan oleh responden sebagai
bagian dari proses konseling.
Solusi yang diharapkan dapat ditempuh untuk mengurangi risiko terjadinya
servisitis antara lain adalah dengan mengurangi frekuensi hubungan seks, terutama pada
wanita yang sedang menderita servisitis. Keterbukaan komunikasi antar suami-istri
seputar persoalan hubungan seks dan keluhan masalah-masalah seksual perlu dilakukan
secara intensif. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah suami harus lebih pengertian
menghadapi istri yang menderita servisitis agar frekuensi hubungan seksnya tidak
memperburuk masalah yang dihadapi. Penggunan kondom juga bisa dijadikan altrenatif
mengurangi cidera saat melakukan hubungan seksual.

14
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Servisitis (radang serviks) merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks
sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena
hubungan seks (Manuaba,2012: 553). Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir
dari kanalis servikalis. Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari
satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina.
Terjadinya servisitis dipermudahkan oleh adanya robekan serviks, terutama yang
menimbulkan ectropion.
Servisitis dapat disebabkan oleh infeksi khusus seperti gonokokus, chlamydia,
trichomonas vaginalis, candida dan mycoplasma. Tanda gejala servistis seperti keputihan
hebat, portio tampak seperti daerah merah menyala, Perdarahan saat melakukan
hubungan seks
Penatalaksanaan servisitis dengan menggunakan antibiotic berspektrum luas.
5.2 SARAN
5.2.1 Bagi WUS
Saran kepada para WUS adalah untuk menjaga kebersihan organ reproduksi dan
menghentikan penggunaan sabun pencuci organ reproduksi.
5.2.2 Bagi Puskesmas
Saran kepada puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kepada WUS terutama
dalam masalah kesehatan reproduksi dengan cara melakukan skrining terhadap WUS
yang memiliki masalah kesehatan reproduksi atau tidak agar bisa ditindaklanjuti.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abrori, Henawan, Inayati. 2016. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya
Servisits Pada Wanita Di Lingkungan Keluarga Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Journal Unnes. ISSN 2252-6781

Akmal, Ramadhan. 2013. “Refrat Servisitis”.


http://www.scribd.com/doc/130106538/refrat- servisitis (diunduh tanggal 16
Februari 2020 jam 16.32 WIB)

Arthur, M.D., Michel, M.D. 2012. Cervicitis Treatment and Management. h. 5-10

Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Sexually Transmitted Disease
Surveilallance 2008. Georgia .U.S.Department of Health and Human Services,
Division of STD Prevention. h. 5-14.

Christiana, Ari. dkk. 2012. “Hubungan Antara Vulva Hygiene dengan Kejadian Servisitis
di Desa Sambigede Kecamatan Sumber Pucung Kabup aten Malang”
http://www.scribd.com/doc/ 111995066/ Jurnal-Ari-Christiana- Servisitis
(diunduh tanggal 16 Februari jam 16.37 WIB)

Cunningham. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2009. Pengendalian Infeksi Menular Seksual dengan Pengobatan Presumtif
Berkala (Periodic Presumtive Treatment). Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk
teknis Jakarta.h. 90-94.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.2018. Laporan Infeksi Menular seksual di


Sumatera Barat Tahun 2017.

Ditjen PPM dan PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dilapor 1 April
s.d 30 30 juni 2011. Availabel from : http://spirita.or.id/StatsCur,pdf. [ Accesed
15 Februari 2020]

Manuaba I. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Jakarta: EGC.

16
Muntaen, N. et al. (2015). Addressing the Sexual and Reproductive Health Needs People
in Ethiopia: An Analysis of the Current Situation. African Journal of
Reproductive Health, 19 (3): 87-99

Murtiastutik D. 2011, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.

Surabaya : Airlangga University Press,pp. 211-231

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC; 2012.

Priyo, 2012, Tesis Hubungan Pola Adaptasi Akibat Bencana Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Seksual pada Keluarga di Hunian Sementara Pasca Bencana Merapi
Kabupaten Magelang, Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Komunitas Universitas Indonesia. Jakarta

Rosdarni & Dasuki, D., & Waluyo, S, D. (2015). Pengaruh Faktor Personal terhadap
Perilaku Seks Pranikah pada Remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9
(3): 214-221.

Sinclair. Faktor risiko Infeksi Menular Seksual (IMS), Jakarta : cv Infomedika,2010.

Widyastuti, E. S. (2009). Personal dan Sosial yang Mempengaruhi Sikap Remaja


terhadap Hubungan Seks Pranikah. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 75-85

Yulia Fauziyah. 2012. Obstetri Patologi.Yogyakarta : Nuha Medika.

17

Anda mungkin juga menyukai