Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ENDOMETRITIS DAN PERITONITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-kuman ke
dalam alat-alat genital pada saat kehamilan dan persalinan.
Dinegara-negara berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari keaadaan
sempurna kejadian infeksi nifas masih besar. Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri
yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir.

Salah satu contoh infeksi nifas yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu endometritis.
Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium pada lapisan sebelah dalam.
Sama-sama kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada masa nifas diindonesia masih
tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam penanganan mengenai hal ini baik
dalam masa kehamilan maupun persalinan .
Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal higiene,
kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang endometritis bagi ibu
menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk membahas tentang infeksi nifas mengenai
endometritis.
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan
intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka
tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi
kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun,
dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis
selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga
oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Endometritis ?
2. Apakah penyebab Endometritis ?
3. Apa saja faktor predisposisi Endometritis ?
4. Bagaimana klasifikasi Endometritis ?
5. Bagaimana tanda dan gejala Endometritis ?
6. Bagaimana penatalaksanaan Endometritis ?
7. Apakah pengertian peritonitis ?
8. Apakah penyebab peritonitis ?
9. Apa saja faktor predisposisi peritonitis?
10. Bagaimana klasifikasi peritonitis?
11. Bagaimana tanda dan gejala peritonitis?
12. Bagaimana penatalaksanaan peritonitis?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian Endometritis
 Untuk mengetahui penyebab Endometritis
 Untuk mengetahui faktor predisposisi Endomentritis
 Untuk mengetahui klasifikasi Endometritis
 Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
 Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
 Untuk mengetahui pengertian peronetritis
 Untuk mengetahui penyebab peronetritis
 Untuk mengetahui faktor predisposisi peronetritis
 Untuk mengetahui klasifikasi peronetritis
 Untuk mengetahui tanda dan gejala peronetritis
 Untuk mengetahui tanda dan gejala peronetritis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ENDOMETRITIS
2.1.1 Pengertian Endometritis
 Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan ( Ben-zion Tuber, 1994 ).
 Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. (
Prof.dr.Ida Bagus, ).
 Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B. G.,
1998).- Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
 Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan
jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis.
Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam
populasi.
 Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti
abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang sukar
(distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada
kelahiran yang sukar.

2.1.2 Tipe Endometritis


1. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
2. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan
trofoblas yang banyak)
3. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi,
biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)

2.1.3 Etiologi
Macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari
luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir
sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva, dan endometrium. Kuman inimerupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab
lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan
melahirkan.
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Kelahiran secara bedah.
8. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

Miroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus,


Brucella sp., Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh
bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan
Fusobacterium necrophorum .Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran
kembar , serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.

2.1.4 Faktor Predisposisi


1. Aborsi
2. Kelahiran kembar
3. Kerusakan jalan lahir
4. Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi
menurun
5. Adanya korpus luteun persisten.
6. Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya endometritis pada
tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu pada
ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama dan pemeriksaan dalam berulang, maka
kejadian endometritis akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis
intrapartum, maka kejadian endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
7. Persalinan SC
SC merupakan faktor predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan
status sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanya
proses persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat
monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america college of obsetricians
andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada tindakan secsio caesarea.

2.1.5 Tanda dan Gejala Endometritis


Tanda dan gejala endometritis antara lain :
1. Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada keparahan
infeksi.
2. Takikardia
3. Menggigil dengan infeksi berat
4. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6. Subinvolusi
7. Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8. Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9. Perdarahan pervaginam
10. Shock sepsis maupun hemoragik
11. Abdomen distensi atau pembengkakan.
12. Abnormal pendarahan vagina
13. Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14. Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

2.1.6 Klasifikasi Endometritis


Menurut Wiknjosastro (2002),
1. Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post partum
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada
umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus
provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang
banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea
dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan
melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium,
dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh
gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras,
keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra
uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis
akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada
umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang
paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a. Demam
b. Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar lochea yang purulent.
c. Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi
tidak menjalar.
Terapi :
a. Uterotonika.
b. Istirahat, letak fowler.
c. Antibiotika.
d. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi
estrogen.

2. Endometritis kronika
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi.
Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi.
Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan
meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel
plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC,
dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki
riwayat kanker leher rahim atau kanker endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda
darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti
menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya.

Endometritis kronis ditemukan:


a. Pada tuberkulosis.
b. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d. Pada polip uterus dengan infeksi.
e. Pada tumor ganas uterus.
f. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada


pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang
menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan
vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan
polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya
benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :
o Flour albus yang keluar dari ostium.
o Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
 Terapi :
 Perlu dilakukan kuretase.

2.1.7 Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat
banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden
masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme
terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis. Kejadian
endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang
kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E.
coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella
sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat implantasi
plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan.bakteri yang berkoloni diserviks akan dan
vagina akan menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka
dengan diameter kurang lebih 4 cm dengan permukaan luka berbenjol–benjol karena banyaknya
vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-
kuman patogen
Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi selain
infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.

2.1.8 Gambaran Klinis


Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan
penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-
sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang
sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah
normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal
yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi
berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1. Nyeri abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran :
a. Miometritis
b. Parametritis
c. Salpingitis
d. Ooforitis
e. Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses. (Manuaba, I. B. G., 1998)

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:


1. Takikardi 100-140 bpm.
2. Suhu 30 – 40ᵒ celcius.
3. Menggigil.
4. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5. Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6. Sub involusi.
7. Distensi abdomen.
8. Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.
9. Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10. Jumlah sel darah putih meningkat.
2.1.9 Diagnosis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis
dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal
dan biopsi. Keluhan kasus endometritis biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting,
siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan vaginal
dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang
leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi
per rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak
dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada
vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak didasarkan
pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan
vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk
diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas
pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu
mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau
vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah
digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami.
Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi
dari vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus
endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum
dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang rutin. Kejadian
endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi
rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang
harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan
dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang
trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat
membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet
inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis.
Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas
seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan
pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus
endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan
mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding
uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya
organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil
granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan
mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan
informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada
vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih,
sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding
vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan
biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan
tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau
menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin
memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable
plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi
dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa
tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan
mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk
mengeluarkan isi vagina.

2.1.10 Komplikasi Endometritis


Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut:
1. Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap
meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema,
indurasi, dan drainase insisi.

2.Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya
tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri
mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke peritonium di dekatnya
(peritonitis panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata akibat
cedera usus atau nekrosis insisi uterus, sebaiknya diterapi secara bedah .
3.Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis
parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang disebut
flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan kandung
kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat meluas ke
lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap
setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca sesar.
4.Panggul abses
Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum
yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat
dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed tomography, kolpotami, atau
melalui abdomen, bergantung pada lokasi abses.
5.Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah terbukanya
insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya
pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada wanita dengan
demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.
6.Septik panggul thrombophlebitis
Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus. Infeksi
dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena di ovarium.

2.1.11 Penatalaksanaan Endometritis


1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi
klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang
diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi
pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut.
Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta
yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui
endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal
ginjal)

2.2 PERITONITIS
2 .2.1 Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi
peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau
divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat
diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau
empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.
Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
2.2.2 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi
pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang
paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif
yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan
Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural)
organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi
peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat,
bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau
kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi
kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

2.2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha
untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada
rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya
terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala,
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan
umum ang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung
dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi
ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama
dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut
pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam
yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala
peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala
karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul
gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum
dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi
dua, yaitu: Spesifik : misalnya Tuberculosis.
2.Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
 Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia,
perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
 Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:


Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
 Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah
lambung, getah pankreas, dan urine.
D.Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
 Aseptik/steril peritonitis
 Granulomatous peritonitis
 Hiperlipidemik peritonitis
 Talkum peritonitis

2.2.5 Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita
dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,
atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,
syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan
sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit
dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap
abses

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Endometritis ini terjadi karena karena kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal
personal higiene dan merawat luka perineum. Padahal infeksi ini dalam jangka pendek dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan dan dalam jangka panjang menggannggu sistem
reproduksi karena perubahan saluran reproduksi. Pengobatan dan penanganan yang tepat sangat
dibutuhkan dalam kasus endometritis.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari
rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

3.2 Saran
Kepada mahasisiwi kebidanan agar lebih dapat memahami jenis infeksi pada ibu nifas
terutama endometritis dan peritnonitis.
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tindak lanjut penanganan
endometritis pada ibu nifas, dan bidan dapat mengenali tanda dan gejala terjadinya endometritis
dan perinotritis.

Anda mungkin juga menyukai