Anda di halaman 1dari 14

Makalah Penyakit Infeksi yang Berhubungan

Dengan Sistem Reproduksi Wanita


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Anatomi dan Fisiologi
Manusia

Disusun Oleh :

 Clara Evangelista Lase (O1A121016)


 Efi Triolni (O1A121020)
 Fadillah (O1A121024)
 Khafifah Nurfatma Sari Ahmad (O1A121036)
 Nur Aviarahma Sihani (O1A121051)
 Nur Azizah (O1A121052)
 Nurdiana (O1A121054)

Program Studi S1 Farmasi


Fakultas Farmasi
Universitas Halu Oleo
Kendari
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan hidayah-Nya, kami selaku penulis bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul " Penyakit Infeksi yang Berhubungan Dengan Sistem Reproduksi
Wanita."
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ilyas,
selaku dosen pengampu yang telah memberi kami tugas dengan topik mengenai
penyakit infeksi pada reproduksi wanita . Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah mendukung kami sekalian dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan pada karya ilmiah ini. Oleh sebab itu,
saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan makalah ini. Penulis juga
berharap semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan tentang
pentingnya menjaga kebersihan system reproduksi Wanita.

Kendari, 16 Desember 2021

Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………...…………………………….2
Daftar Isi……………………………………………………………………….3
Bab I :
Pendahuluan……………………………………………………………………4
Bab II :
Pembahasan…………………………………………………………………….6
Bab III :
Penutup……………………………..…………………………………………13
Daftar Pustaka……………………………………………………………...…14

Bab I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Infeksi adalah suatu penyakit atau gangguan kondisi kesehatan yang


disebabkan karena adanya serangan dan perkembangbiakan mikroorganisme
seperti bakteri, virus, dan parasit yang pada dasarnya tidak berasal dari dalam
tubuh. Infeksi bisa terjadi di satu area saja pada tubuh ataupun bisa menyebar
ke seluruh tubuh.
Demikian pula dengan system reproduksi, khususnya pada Wanita.
System reproduksi bisa terserang oleh berbagai jenis mikroorganisme, baik
karena gaya hidup yang tidak sehat (endogenus) maupun karena tertular.
Namun, terdapat juga jenis infeksi lain, yaitu Infeksi iatrogenic yang
disebabkan oleh kesalahan pada prosedur medis. ISR sangatlah berbahaya
karena tak sebatas menimbulkan efek pada system reproduksi, namun juga
dapat menimbulkan masalah pada bagian tubuh yang lain, seperti kulit, mata,
dan lidah.
Pentingnya edukasi tentang penyakit infeksi system reproduksi di
masyarakat dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa angka kejadian infeksi
saluran reproduksi (ISR) tertinggi di dunia adalah pada usia remaja (35%-
42%) dan dewasa muda (27%-33%). Lebih dari itu, diantara negara-negara di
Asia Tenggara, wanita Indonesia lebih rentan mengalami ISR yang dipicu
iklim Indonesia yang panas dan lembab. Oleh karenanya, diharapkan melalui
makalah ini dapat membuka mata masyarakat, khususnya Wanita tentang
betapa pentingnya menjaga organ reproduksi.

2. Rumusan Masalah
a. Apa saja contoh penyakit infeksi system reproduksi?
b. Apa saja gejala dari penyakit infeksi system reproduksi?
c. Apa saja penyebab dari penyakit infeksi system reproduksi?
d. Bagaimana Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan?
e. Bagaiamana Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui contoh-contoh penyakit infeksi sitem reproduksi
b. Untuk mengetahui gejala-gejala dari penyakit infeksi system reproduksi
c. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit infeksi system reproduksi
d. Untuk mengetahui Tindakan pencegahan terhadap penyakit infeksi system
reproduksi
e. Untuk mengetahui Tindakan pengobatan terhadap penyakit infeksi system
reproduksi

Bab II
PEMBAHASAN

Reproduksi dijadikan kegiatan organ kelamin laki-laki dan Wanita yang


khusus- testis menghasilkan sel kelamin laki-laki yaitu sperma dan ovari
menghasilkan sel kelamin Wanita yaitu ova (Pearce, 2013). Pada Wanita
sendiri, organ reproduksi terdiri atas organ internal meliputi ovarium yang
berfungsi untuk menghasilkan sel telur (ovum), saluran uterin (fallopian) yang
berfungsi mengangkut sel telur ke bagian uterus, rahim (uterus), vagina Adapun
organ eksternal meliputi vulva atau pudendum dan kelenjar payudara.
Infeksi saluran reproduksi merupakan suatu infeksi yang menyerang
organ genital seseorang dan dapat dialami pria maupun Wanita. Terdapat
berbagai macam jenis penyakit system reproduksi yang telah teridentifikasi,
beberapa diantaranya dapat disembuhkan dan beberapa bersifat sulit bahkan
tidak dapat disembuhkan.

1. Kandidiasis Vulvovaginalis

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis


merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin)
yang disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara
akut, subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen maupun eksogen
(Harnindya & Agusni, 2016). Penderita candidiasis memiliki gejala yang
berbeda-beda, tergantung pada lokasi infeksinya. Pada vaginal, gejala yang
diapati yaitu : Rasa gatal yang ekstrem di vagina; Rasa nyeri dan terbakar
saat buang air kecil; Rasa tidak nyaman selama berhubungan seks;
Pembengkakan pada vagina dan vulva; dan Keputihan yang menggumpal.
Pada keadaan normal, jamur candida memang hidup di kulit dan beberapa
bagian tubuh, seperti mulut, tenggorokan, saluran cerna, dan vagina, tanpa
menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, Pertumbuhan dan perkembangan
jamur candida yang tidak terkendali sering disebabkan oleh sistem kekebalan
tubuh yang lemah, seperti mengidap penyakit akut. Selain itu, cuaca lembap
dan jarang mengganti pakaian dalam juga dapat menyebabkan candidiasis.
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh tiap individu yaitu: Ganti
pakaian, secara teratur; Ganti pembalut secara rutin saat menstruasi;
Konsumsi makanan bergizi seimbang dan probiotik; Bersihkan area vagina
dengan air mengalir; serta hindari penggunaan panty liner dan sabun
pembersih kewanitaan tanpa anjuran dokter. Selain itu disarankan untuk
melakukan kontrol rutin ke dokter, jika Anda menderita penyakit yang bisa
melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti diabetes, kanker, atau
HIV/AIDS.
Penyakit ini tergolong cukup mudah untuk disembuhkan. Bagi
penderita berat membutuhkan waktu pengobatan sekitar 1-2 minggu.
Sementara itu untuk kasus ringan bisa sembuh total dalam waktu 3 hari.
Adapun obat yang dianjurkan adalah jenis obat-obatan antijamur seperti
Butoconazole, Caspofungin, Clotrimazole, dan Flukonazol.

2. Cervicitis

Servisitis adalah peradangan pada leher rahim, bagian bawah, ujung


sempit rahim yang membuka ke dalam vagina. Kemungkinan gejala servisitis
termasuk pendarahan di antara periode menstruasi, nyeri saat berhubungan
atau selama pemeriksaan panggul, dan keputihan yang tidak normal. Namun,
mungkin juga mengalami servisitis dan tidak mengalami tanda atau gejala
apa pun. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya servisitis. Dyan (2012), mengungkapkan servisitis disebabkan oleh
kuman-kuman seperti trikomas vaginalis, kandrada dan mikoplasma atau
mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus,
entamoeba coli, dan stapilococus”. Kuman-kuman ini menyebabkan
deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi komik dalam
jaringan serviks yang mengalami trauma. Menurut Christiana (2012), faktor
lain yang terkait servisitis adalah kebersihan organ kewanitaan atau vulva
higiene. Higiene adalah salah satu kegiatan dari tindakan personal higiene.
Personal higiene atau kebersihan perseorangan adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikisnya (Abrori dkk, 2016).
Servisitis disebabkan karena aktivitas seksual, seperti aktivitas seks
yang tidak aman, seperti tanpa mengguakan kondom, berhubungan seks
dengan banyak pasangan, melakukan hubungan seks dengan seseorang yang
berisiko tinggi, melakukan seks di usia dini, dan memiliki riwayat infeksi
menular seksual. Hal yang perlu digarisbawahi, servisitis juga bisa timbul
karena reaksi alergi. Misanya alergi lateks atau spermisida kontrasepsi di
dalam kondom. Reaksi terhadap produk kebersihan wanita, seperti douche
atau deodoran feminin juga dapat menyebabkan servisitis. Selain alergi,
servisitis juga bisa disebabkan akibat pertumbuhan bakteri yang berlebihan
pada vagina.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
terkena servisitis, yaitu: Melakukan hubungan seksual yang aman, dengan
memakai pengaman dan tidak berganti-ganti pasangan; menghindari produk-
produk kewanitaan yang mengandung pewangi, karena bisa menyebabkan
iritasi pada vagina dan serviks; dan menjaga kebersihan vagina untuk
mengurangi risiko infeksi. Meskipun berbahaya, namun servisitis bisa
disembuhkan dengan melakukan pengobatan yang tepat. Cara mengobati
servisitis bisa berbeda-beda, tergantung pada penyebabnya. Bila servisitis
disebabkan oleh reaksi alergi terhadap produk seperti spermisida atau produk
kebersihan wanita, biasanya kondisi tersebut tidak memerlukan perawatan.
Namun, bila servisitis yang dialami disebabkan oleh infeksi menular seksual,
kamu dan pasangan perlu mendapatkan pengobatan yang biasanya berupa
obat antibiotik. Obat yang diberikan tergantung pada organisme yang
menyebabkan infeksi. Selain itu, pengidap disarankan untuk tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu hingga akhirnya sembuh, karena dapat
memperparah penyakit dan menyebarkan ke pasangan. Perawatan penting
untuk pengidap dengan positif HIV. Hal ini karena servisitis meningkatkan
jumlah virus yang ada dari leher Rahim.

3. Condyloma Acuminata

Kondiloma akuminata (KA) atau genital warts atau lebih dikenal oleh
masyarakat awam dengan istilah penyakit kutil kelamin ataupun penyakit
jengger ayam digolongkan dalam penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Human Papiloma Virus (HPV). Saat ini telah dikenal lebih dari 120
subtipe HPV, namun yang bertanggung jawab terhadap terjadinya KA yang
tersering adalah subtipe 6 dan 11. Dan subtype 16 dan 18 diduga mempunyai
kecenderungan ongkogenik menjadi penyebab keganasan pada leher Rahim
(Ratnasari, 2019). Pada Wanita, penyakit ini menyerang di beberapa titik,
yaitu Paha bagian atas, vulva, dinding vagina, daerah antara alat kelamin luar
dan anus, saluran anus, serta leher Rahim.
Tanda-tanda dan gejala penyakit kutil kelamin atau genitalis adalah:
munculnya bengkak kecil di daerah kemaluan; beberapa kutil tumbuh
berdekatan menyerupai bentuk kembang kol; rasa gatal atau rasa tidak
nyaman di daerah kemaluan; dan keluar perdarahan saat hubungan seksual.
Seperti yang tekah dijelaskan sebelumnya, Sebagian besar kasus penyakit
kondilomata akuminata ini disebabkan oleh virus HPV tipe 6 dan 11.
Kontak fisik pada hubungan seksual adalah penyebab umum tersebarnya
virus HPV penyebab kutil kelamin. Dalam kebanyakan kasus, sistem
kekebalan tubuh yang baik akan mampu membunuh virus HPV genital.
Dalam kasus yang jarang, kondisi ini juga bisa menular ketika tangan seorang
yang terinfeksi menyentuh area genitalnya sendiri dan kemudian menyentuh
area genital pasangannya. Bayi baru lahir juga dapat terkena penyakit ini dari
seorang ibunya yang terinfeksi saat proses persalinan, entah melahirkan
normal maupun operasi caesar.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan kondom saat
berhubungan seks. Selain itu, sebagai langkah pencegahan kondiloma
akuminata ini, kita juga dapat melakukan vaksin HPV. Bagi penderita
penyakit ini, bisa diobati menggunakan 2 cara, yaitu menggunakan obat
(disarankan untuk kasus ringan) seperti Aldara, Zyclara, Veregen, Podofilox
dan Podofilin. Adapun car yang kedua adalah melalui pengangkatan kutil
atau operasi, seperti laser, elektrokauter, dan eksisi bedah.

4. Gonorrhea

Penyakit Gonore adalah penyakit yang diakibatkan adanya infeksi


menular seksual dan disebabkan oleh bakteri N. gonorrhoeae yang dapat
menyebabkan infeksi pada uretra, serviks, anus, dan tenggorokan (bergantung
bentuk kontak seks yang dilakukan). Mikroorganisme memerlukan kontak
langsung dengan mukosa dari individu yang terinfeksi, biasanya saat
hubungan seksual. Gonore menjadi salah satu penyakit infeksi menular
seksual yang sering terjadi dan merupakan tantangan kesehatan umum yang
dijumpai saat ini (Octiara & Ungu, 2018).
Dalam banyak kasus, infeksi gonore sering tidak menimbulkan gejala.
Itulah sebabnya pengidap gonore sering tidak menyadari bahwa dirinya sudah
terinfeksi. Namun gejala gonore pada wanita yang akan timbul antara lain:
Nyeri saat buang air kecil atau saat melakukan hubungan intim;
Bertambahnya frekuensi buang air kecil; Sakit perut dan panggul; Keputihan;
Keluar darah dari vagina setelah melakukan hubungan seksual; Keluar darah
dari vagina ketika tidak sedang menstruasi; Menstruasi yang lebih banyak
atau lebih lama dari biasanya. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko
seseorang terkena infeksi gonore, antara lain: Berusia muda; Memiliki
banyak pasangan seks; Berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki
banyak pasangan seksual; Memiliki infeksi menular seksual lainnya; dan
Pernah terdiagnosis oleh gonore sebelumnya.
Penyakit ini menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral atau
anal. Oleh karena itu, cara pencegahan penyakit ini adalah melakukan
hubungan intim yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom, baik
kondom pria maupun wanita, atau tidak bergonta-ganti pasangan. Pengobatan
utama untuk penyakit gonore adalah pemberian antibiotic (Ceftriaxone,
Azithromycin, dan Cefixime), karena penyakit ini disebabkan oleh infeksi
bakteri. Perlu diingat bahwa tidak hanya penderita saja yang perlu diobati,
tetapi pasangan seksual dari penderita juga perlu diobati, karena
kemungkinan besar juga menderita gonore. Setelah sembuh dari gonore, tidak
tertutup kemungkinan seseorang bisa terkena gonore lagi.

5. Shyphilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius


disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies
pallidum. Schaudinn dan Hoffmann pertama kali mengidentifikasi
Treponema pallidum sebagai penyebab sifilis pada tahun 1905. Schaudin
memberi nama organisme ini dari bahasa Yunani trepo dan nema, dengan
kata pallida dari bahasa Latin (Efrida & Elvinawaty,2014).
Sifilis memiliki gejala-gejala yang berbeda-beda tergantung pada
stadium yang dimiliki oleh penderita :
 Sifilis primer. Awalnya, gejala yang muncul berupa luka kecil pada
kulit (chancre) yang tidak terasa sakit. Luka ini timbul pada lokasi
bakteri masuk ke dalam tubuh, biasanya di area sekitar kelamin.
Selain di area kelamin, luka juga dapat muncul di area mulut atau
dubur. Tidak hanya muncul di bagian luar, luka akibat sifilis atau
sipilis ini, juga bisa muncul di bagian dalam vagina, dubur, atau mulut
sehingga tidak terlihat. Karena luka tersebut bisa tidak menimbulkan
rasa sakit, penderita bisa tidak menyadari terkena sifilis.
 Sifilis Sekunder. Gejala sifilis sekunder berbentuk ruam bisa muncul di
bagian tubuh mana pun, terutama di telapak tangan dan kaki. Ruam
tersebut dapat disertai kutil pada area kelamin atau mulut, namun tidak
menimbulkan rasa gatal. Biasanya ruam yang muncul berwarna merah
atau merah kecoklatan dan terasa kasar, tapi ruam tersebut sering
terlihat samar sehingga penderita tidak menyadarinya. Selain timbul
ruam, gejala sipilis (sifilis) tahap sekunder juga dapat disertai gejala
lain, seperti demam, lemas, nyeri otot, sakit tenggorokan, pusing,
pembengkakan kelenjar getah bening, rambut rontok, serta penurunan
berat badan.
 Sifilis laten. Bakteri tetap ada, tapi sifilis tidak menimbulkan gejala apa
pun selama bertahun-tahun. Selama 12 bulan pertama tahap sifilis
laten, infeksi masih bisa ditularkan. Setelah dua tahun, infeksi masih
ada di dalam tubuh, tapi tidak bisa ditularkan kepada orang lain lagi.
 Sifilis tersier. Infeksi pada tahap ini dapat muncul antara 10 hingga 30
tahun setelah terjadinya infeksi pertama. Sifilis pada tahap tersier
ditunjukkan dengan kerusakan organ permanen, sehingga bisa
berakibat fatal bagi penderitanya. Pada tahap ini, sifilis bisa sangat
berbahaya dan bahkan menyebabkan kematian. Sifilis tersier bisa
berdampak pada mata, otak, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan
sendi-sendi. Akibatnya, penderita bisa mengalami kebutaan, stroke,
atau penyakit jantung.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit sifilis adalah Treponema pallidum. Infeksi biasanya
terjadi karena adanya kontak seksual. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui
celah atau luka di kulit maupun selaput lendir setelah melakukan kontak
dengan orang yang terinfeksi sifilis. Penyakit ini tidak menular melalui
penggunaan toilet umum, bak mandi, pakaian, peralatan makan, gagang
pintu, kolam renang, dan pemandian air panas. Sipilis menular selama tahap
primer dan sekunder. Namun, kadang-kadang penyakit raja singa ini juga
dapat menular pada periode laten awal.
Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu:
Menghindari alkohol dan obat-obat terlarang; Memiliki satu pasangan tetap
untuk melakukan hubungan seksual; Berhenti untuk melakukan kontak
seksual dalam jangka waktu lama; Secara terbuka mendiskusikan riwayat
penyakit kelamin yang dialami bersama pasangan; Biasakan menggunakan
kondom bila harus berhubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal.
Sementara itu, Bagi sifilis primer dan sekunder, pengobatan dapat dilakukan
dengan antibiotik melalui pemberian suntikan dengan biasanya dilakukan
selama kurang lebih 14 hari. Untuk sifilis tersier dan sifilis pada wanita
hamil, waktu pengobatan akan lebih lama dan menggunakan antibiotik yang
diberikan melalui infus. Pengidap sifilis akan menjalani tes darah untuk
memastikan agar infeksi telah sembuh dengan total, setelah menjalani
pengobatan antibiotik.
4. Herpes Genital

Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada


daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya
atau herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok
di atas dasar macula eritematosa. Herpes simpleks genitalis merupakan
salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling sering menjadi
masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena
penularan penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala atau
asimtomatis (Bonita & Murtiastutik, 2017). Beberapa gejala yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu: Luka yang terbuka dan terlihat merah
tanpa disertai rasa nyeri atau gatal; Sensasi rasa nyeri, gatal, atau geli di
sekitar daerah genital atau daerah anal; Luka melepuh yang kemudian pecah
di sekitar genital, rektum, paha, dan bokong; Rasa nyeri saat membuang air
kecil; Nyeri punggung bawah; Demam; Kehilangan nafsu makan; Kelelahan;
Terdapat cairan yang keluar dari vagina.
Penyebab herpes genital adalah virus herpes simplex (HSV) yang
sangat menular dan dapat berpindah dari satu orang ke orang lainnya melalui
kontak langsung. Virus ini memiliki dua tipe, yakni: HSV tipe 1, tipe yang
umumnya menyebabkan luka atau lecet pada daerah sekitar mulut. Tipe ini
ditularkan melalui kontak kulit, walaupun juga dapat menyebar ke daerah
genital saat melakukan oral seks. HSV tipe 2, tipe yang umumnya
menyebabkan herpes genital. Tipe ini ditularkan melalui kontak seksual
maupun kontak kulit, meskipun seseorang tidak memiliki luka terbuka pada
tubuhnya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah herpes genital,
antara lain: Menggunakan kondom saat melakukan hubungan intim dengan
pasangan yang tidak jelas status infeksi menular seksualnya; Memeriksa
status infeksi menular seksual secara berkala bagi individu yang berhubungan
intim dengan lebih dari satu pasangan; Menghindari berciuman jika diri
sendiri atau pasangan memiliki luka pada daerah sekitar mulut. Sedangkan
pada penderita herpes, bisa diberikan obat antivirus, seperti Acyclovir,
Valacyclovir, dan Famciclovir.
Bab III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Terdapat banyak jenis penyakit reproduksi yang dapat menjangkiti


Wanita dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda pula. Hampir semua
penyakit ditimbulkan akibat aktivitas seks yang tidak menjaga kebersihan,
baik dari diri sendiri maupun dari pasangan. Oleh karenanya, penting bagi
setiap individu untuk selalu menjaga kebersihan organ reproduksinya.
Daftar Pustaka

Pearce C. E.. 2013. Anatomi dan Fisiologi Manusia, (Handoyono, Terj.).


Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Harnindya D. & Agusni I..2016. Studi Retrospektif: Diagnosis dan


Penatalaksanaan Kandidiasis Vulvovaginalis. BIKKK – Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology. Vol. 28(1).

Abrori, Hernawan A. D., & Inayati S.. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Terjadinya Servisitis Pada Wanita Di Lingkungan Keluarga Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Unnes Journal of Public
Health. Vol. 5(3).

Ratnasari D. T.. 2019. Kondiloma Akuminata. Jurnal Ilmiah


Kedokteran Wijaya Kusuma. Vol. 5(2).

Octiara D. L. & Ungu. B.. 2018. Electrochemical Biosensor Sebagai


Diagnostik Terbaru Terhadap Penyakit Gonore. Majority. Vol 7(3).

Efrida & Elvinawaty. 2014. Imunopatogenesis Treponema Pallidum dan


Pemeriksaan Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3(3).

Bonita L & Murtiastutik D. Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis


Herpes Simpleks Genitalis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and Venereology. Vol. 29 (1).

Anda mungkin juga menyukai