Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PENYAKIT RADANG PANGGUL”


Disusun untuk memenuhi salah satu tuga mata kuliah Kesehatan perempuan

Oleh Kelompok A2
1. Evi Nur Janah I1B018017
2. Luqman Hakim I1B018023
3. Septi Windari I1B018063
4. Haidar Amr Abdillah I1B018077
5. Novi Vebianti I1B018081
6. Quintha Huwaida I1B018079
7. Isnan Okta Nur Zaki I1B018088
8. Zayyana Nadiya F.K. I1B018070

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Radang Panggul (PRP) adalah kelompok gangguan yang mengenai


traktus genitalia atas wanita, yang diakibatkan karena penyebaran organisme ke atas
dari serviks atau vagina menuju endometrium (endometritis), tuba falopii (salpingitis)
dan struktur di sekitarnya (absestubo-ovarium, peritonitis pelvik) yang sebagian besar
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, Nisseria gonorrhoeae.(Dkk, 2006)
Penyakit radang panggul terjadi akibat bakteri yang bergerak dari vagina atau
leher rahim ke organ-organ reproduksinya. Terdapat banyak organism yang dapat
menyebabkan radang panggul, namun juga banyak kasus yang berhubungan dengan
Gonorea dan Klamidia, dua PMS bakter yang sangat umum. Sebuah kala sebelum
radang ini dapat meningkatkan resiko episode lain sebab oragan reproduksi juga
dapat rusak selama pertarungan awal infeksi. Seksual perenpuan yang sudah aktif dan
kemudian melahirkan seorang anak merupakan yang paling beresiko serta mereka
yang dibawah umur 25 tahun juga memungkinkan terjadi radang panggul dari pada
diatas 25 tahun. Hal tersebut dikarenakan leher rahim seorang remaja atau perempuan
muda belum sepenuhnya matang dan meningkatkan kerentanan mereka terhadap
PMS yang mana juga terkait dengan penyakit radang panggul.
Seorang wanita akan semakin tinggi resikonya apabila memiliki pasangan
lebih dari satu atau seting bergonta-ganti pasangan, karena memiliki potensi yang
lebih banyak eksposur terhadap agen infeksi. Wanita yang dounche (membersihkan
vagina menggunakan campuran cairan kimia) juga memiliki resiko terjangkit PRP.
Menurut penelitian dounching dapat mengubah flora vagina (organism yang hidup
dalam vagina) menjadi suatu hal yang merugikan dan dapat memaksa bakteri ke
organ reproduksi bagian atas wanita.
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 750.000 wanita mengalami PRP
akut setiap tahun. Lebih dari 75.000 wanita memiliki kemungkinan menjadi subur
dan sebagian besar juga memiliki resiko kehamilan ektopik akibat dari PRP.
Penggunaan kontrasepsi seperti IUD mungkin dapat meminimalisir terjadinya
PRP dibandingkan wanita yang tidak menggunakannya sama sekali, namun untuk
lebih menurunkan tingkat resiko kegiatan pengobatan sangat dianjurkan kepada
wanita untuk melindungi mereka dari penyakit ini.(Kachauw, 2017)

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari Penyakit Radang Panggul


2. Mengetahui proses terjadinya Penyakit Radang Panggul
3. Mengetahui manajemen terapeutik dalam mengobati Penyakit Radang Panggul
4. Menentukan diagnosis yang sesuai untuk Penyakit Radang Panggul
BAB II

PEMBAHASAN

2.01 Pengertian

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai  organisme, yang dapat menyerang endometrium,
tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati, &
purnamaningrum, 2009)
   Infeksi pelvis meruakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uters, tuba fallopi
atau ovarium) diserang oleh mikroorganisme pathogen. Organism-organisme ini
biasanya bakteri,mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi
peradangan. (Ben-zion Taber, 1994).

2.02 Etiologi

Mekanisme infeksi menjalar saat, menstruasi, persalinan dan abortus,


operasi ginekologi, disebab kan oleh bakteri :

a. Gonorhoe (Sentosa 2019)


b. Kuman-kuman lain streptococcus, aerob, maupun yang anaerob stapylococus.
c. Chlamydia, mycoplasma, ureaplasma, virus, jamur dan parasit (Widyastuti
dkk, 2009).

Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar keatas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hari atau minggu untuk seorang wania menderita penyakit radang panggul.
Bakteri penyebab tersering adalah Neisseria Gonorhoeae dan Chlamydia trachomatis
yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan
berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua
bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan
terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan
berkurangnya pertahanan dari rahim, serta umenyediakan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri (darah menstruasi) (Widyastuti dkk, 2009).

Faktor resiko

Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah :

a. Usia muda, kurang dari 25 tahun


b. Mitra seksual dengan uretritis
c. Multi mitra seksual
d. Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan
e. Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen
f. Memakai kontra sepsi “non barier” atau tanpa kontrasepsi (Karmila 2001).

2.03 Tanda dan Gejala


Manifestasi Klinis
1.Demam, biasanya akan semakin tinggi
2.Timbul bercak pendarahan secara tidak beraturan
3.Keluar cairan kekuningan dari vagina
4.Vagina berbau tidak nyaman
5.Sakit saat berhubungan seksual
6.Sakit punggung
7.Buang air seni tidak nyaman
Gejala-gejala tersebut jika dibiarkan maka akan berakibat fatal. Biasanya
infeksi radang panggul akan menyebabkan penyumbatan pada saluran telur.
Penyumbatan ini bisa menjadi bertambah besar dengan terjebaknya cairan yang ada
didalamnya. Oleh karena itu dapat menyebabkan rasa nyeri yang kronik, pendarahan
menstruasi yang tidak teratur, dan infertilitas. Tidak hanya itu, infeksi akan menyebar
mengelilingi organ dan menghasilkan bekas luka serta serat tambahan yang tidak
normal diantara organ-organ di jaringan abdomen sehingga menyebabkan rasa nyeri
yang menahun (chronic pain). Terjadinya penanahan bisa berkembang dalam saluran
telur, indung telur, atau panggul. Jika bisul yang bernanah pecah maka nanahnya akan
mengalir dalam rongga panggul. Hal ini bisa menyebabkan gejala yang terjadi
bertambah cepat. Mulai dari nyeri sekali pada perut bagian bawah sampai rasa mau
muntah, dan penurunan tekanan darah yang drastis. Jika infeksi ini telah menyebar
dalam aliran darah maka kondisi ini disebut sepsis dan akan berakibat fatal. Maka
dari itu bisul bernanah yang pecah ini memerlukan tindakan bedah dengan segera.

2.04 Patofisiologi

Mukosa adalah sistem imun bawaan pada wanita di saluran reproduksi yang
disesuaikan secara unik untuk memfasilitasi fungsi fisiologis yang mencangkup
menstruasi dan feltilisasi serta menghilangkan ancaman patogen yang ditularkan
secara seksual. Vagina dan serviks menampung berbagai bakteri kemensal dan juga
patogen potensial. Meski sering terpapar bakteri secara konstan, infeksi relatif jarang
terjadi menunjukan adanya penahanan patogen secara efektif.Sehingga
mikroorganisme yang ditularkan secara seksual seperti Neisseria gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis terisolasi dari serviks, tuba fallopi, dan endometrium (Soper,
2010).

Pelvic Inflammatory Disease (PID) secara klinis disebabkan oleh kenaikan


mikroba secara spontan dari serviks ke endometrium, tuba falopi, dan struktur yang
berdekatan. Bakteri N. gonorrhoeae atau C. Trachomatis yang ditularkan secara
seksual telah diidentifikasi sebagai servisitis, endometritis, salpingitis, dan infertilitas,
tetapi buktinya tidak konsisten. Faktor yang menentukan serviks infeksi naik ke
saluran genital atas belum sepenuhnya dijelaskan, tetapi data dari studi prospektif
menunjukkan bahwa sekitar 15% dari infeksi klamidia yang tidak diobati
berkembang menjadi penyakit radang panggul yang didiagnosis secara klinis.
hubungan seksual dan menstruasi retrograde mungkin sangat penting dalam
pergerakan organisme dari saluran genital bawah ke atas. Organisme N. gonorrhoeae
dan C. Trachomatis muncul dalam konsentrasi besar dalam hubungannya dengan
vaginosis bakteri, suatu polimikroba dysbiosis ditandai dengan penurunan normal
lactobacilli vagina dan pertumbuhan berlebih dari banyak microbiome terkait biofilm
terkait anaerob yang lebih kompleks. Bakterial vaginosis dikaitkan dengan produksi
enzim lokal yang menyebabkan penurunan lendir serviks dan peptida antimikroba
yang terkait. Degradasi ini dapat merusak penghalang serviks untuk infeksi naik dan
memfasilitasi penyebaran dari mikroorganisme ke saluran genital atas. Infeksi
menyebabkan fibrinosa atau supuratif kerusakan inflamasi di sepanjang permukaan
epitel tuba falopi dan permukaan peritoneum dari saluran tuba dan ovarium, yang
mengarah ke jaringan parut, adhesi, dan mungkin sebagian atau total obstruksi tuba
falopi. Respon imun adaptif memainkan peran dalam patogenesis penyakit radang
panggul karena infeksi ulang secara subtansial meningkatkan resiko infertilitas
tubalfactor. Infertilitas Tulbafactor adalah ketidakmampuan untuk hamil karena
adanya kerusakan secara struktural atau fungsional di saluran tuba falopi. Kehilangan
selektif akibat infeksi sel epitel bersilia sepanjang tuba fallopi epitel dapat
menyebabkan gangguan transportasi sel telur, menghasilkan infertilitas faktor tuba
atau kehamilan ektopik. Adhesi peritoneum di sepanjang tuba falopii dapat mencegah
kehamilan, dan adhesi di dalam panggul terkait dengan nyeri panggul (Brunham,
Gottlieb and Paavonen, 2015).

2.05 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dini Kasdu, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit darah yang merupakan


indikator dari infeksi. Leukosit normaal 5.000-15.000/mm3, mengetahui Hb, Ht, dan
jenisnya. Namun, pemeriksaan klinis dan hitung leukosit darah tepi saja tidak cukup.
Sehingga, seharusnya dikombinasikan dengan pemeriksaan penanda infeksi lainnya
seperti, kadar interleukin (IL)-6 serviks atau ditemukannya penanda inflamasi pada
percontoh endometrium. (E. Surjana dkk., 2006)

b. Periksa dalam

Dengan menekan bagian perut dan memasukkan jari tengah ke vagina ubtuk
memastikan diagnosis (pemeriksaan gunekologi). Serta periksa dalam melalui anus
untuk melihat infeksi rahim bagian belakang.

c. Kuldosintesis

Untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh


hemoperitoneum (berasal dari KET yag rupture atau kista hemoragik) dapat
menyebabkan sepsis pelvis (salpingitis,abses pelvis rupture, atau appendiks yang
rupture)

d. Laparaskopi

Adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui insisi
(potongan) kecil di perut untuk melihat secra langsung organ didalam panggul apabila
terdapat kelainan.

e. USG panggul

Merupakan tindakan non invasif, guna mengetahui keadaan didalam panggul


meleiputi keadaan rahim, adanya pembesaran dan abses pada saluran tuba valopi,

2.6 Manajemen Teraupetik

Pengobatan penyakit radang panggul dapat dilakukan secara poliklinik atau


pengobatan intensif dengan melakukan in patient care. Kriteria untuk melakukan in
patient care penyakit radang panggul dapat diuraikan sebagai berikut.
 Semua nulipara.
 Terdapat kemungkinan tuboovarial abses.
 Terdapat atau disertai kehamilan.
 Semua remaja muda dengan kemungkinan pengobatan yang kurang
sempurna.
 Diagnosis belum jelas
 Disertai gangguan gastrointestinal.
 Penyebaran infeksi kekuatan abdomen bagian atas (fitz-hugh curtis
sindrome).
 Terdapat IUCD.
 Penyakit radang panggul karena tindakan operatif.
 Reaksi pengobatan poliklinik tak berhasil baik
 Jangan tunda pemberian antibiotic
 Gunakan ceftriaxone 250 mg i.m 1x\hari + doxycycline 100 mg oral 2X\hari
dan metronidazole 400 mg 2X\hari selama 14 hari. (Manuaba, 2003)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.01 Pengkajian

DO : Demam, keluar cairan kekuningan dari vagina, vagina berbau tidak


sedap, timbul bercak perdarahan secara tidak beraturan

DS : sakit saat berhubungan seksual, sakit punggung, buang air seni tidak
nyaman

3.02 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b/d proses penyakit

2. Nyeri akut b/d agen cedera biologic

3. Disfungsi seksual b/d gangguan fungsi tubuh

4. Ansietas b/d perubahan status kesehatan

5. Resiko infeksi

3.03 Intervensi

Diagnosa
No Outcome Intervensi
Keperawatan
1. Hipertermi Setelah dilakukan perawatan Perawatan Demam
b/d proses selama 1x 24 jam 1. Pantau suhu dan tanda
penyakit temperature suhu dalam tanda vital lainnya
batas normal (360-370C) Monitor warna kulit
dengan kriteria hasil: dan Suhu
1. Klien tidak menggigil 2. Monitor asupan dan
2. Tidak terjadi keluaran.
3. peningkatan suhu 3. Dorong konsumsi
tubuhTTV dalam batas cairanTutup pasien
normal ( TD: 100 dengan selimut atau
120/80 mmhg, N: 70 80 pakaian ringan
x/mnt, P: 16-20 x/mnt, tergantung pada fase
SB: 36-370C) demam.
4. Fasilitasi
istirahat,terapkan
pembatasan aktivitas
5. Pantau komplikasi
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda
dan gejala kondisi
penyebab demam.
6. Tingkatkan sirkulasi
udara
7. Beri obat / cairan
intravena.

Manajemen cairan
1. Jaga intake/asupan
cairan yang adekuat
2. Monitor status hidrasi
Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan retensi
cairan.
3. Berikan cairan dengan
tepat
4. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makanan
dengan baik.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan Manajemen nyeri
b/d agen selama 1x24 jam nyeri 1. Lakukan pengkajian
cedera berkurang atau hilang dengan nyeri komprehensif
biologis kriteria hasil: yang meliputI lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri frekuensi,kualitas dan
2. Melaporkan bahwa intensitas nyeri serta
nyeri berkurang faktor pencetus.
3. Mampu mengenali 2. Observasi reaksi
nyeri(skala,intensitas nonverbal dari
frekuensi dan tanda ketidaknyamanan
nyeri) 3. Berikan informasi
mengenai nyeri
4. Kurangi faktor yang
dapat mencetuskan
atau
meningkatkan nyeri
Pemberian analgesic
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas,
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2. Cek perintah
pengobatan

3 Disfungsi seksual Tujuan : Setelah dilakukan Konseling seksual


b/d gangguan perawatan selama 2x24 jam 1. Bangun hubungan
fungsi tubuh klien menunjukkan fungsi terapeutik
seksual meningkat 2. Berikan privasi dan
jaminan kesehatan
Outcome : 3. Tetapkan lamanya
1. Mengespresikan konseling
kenyamanan dengan 4. Dorong pasien untuk
tubuh mengungkapkan
2. Mengkomunikasikan ketakutan dan untuk
kenyamanan dengan bertanya mengenai
pasangan. fungsi seksual
3. Mengespresikan minat 5. Kumpulkan riwayat
seksual seksualitas pasien
6. Monitor timbulnya
stress, kecemasan dan
depresi sebagai
kemungkinan penyebab
dari disfungsi seksual
7. Tentukan tingkat
pengetahuan pasien
mengenai seksual secara
umum
8. Bantu pasien
mengespresikan
kesedihan dan
kemarahan mengenai
perubahan dalam fungsi
tubuh
9. Diskusikan efek
kesehatan dan penyakit
terhadap seksualitas
10. Libatkan pasangan
pasien pada saat
konseling
11. Beri rujukan untuk
berkonsultasi pada
petugas tim kesehatan
lainnya sesuai kebutuhan
4 Ansietas b/d Tujuan : Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
perubahan status perawatan selama 2x 24  jam
kesehatan tingkat kecemasan berkurang 1. Kaji tanda verbal dan
Outcome : nonverbal kecemasan
1. Dapat beristirahat 2. Gunakan pendekatan
2. Perasaan tidak gelisah yang tenang dan
3. Menyampaikan rasa meyakinkan
takut dan cemas secara 3. Nyatakan dengan jelas
lisan harapan terhadap
4. Tidak mengalami perilaku klien
gangguan tidur TTV 4. Berikan informasi
dalam batas normal faktual terkait
diagnosis, perawatan
dan prognosis
5. Berada di sisi klien
untuk meningkatkan
rasa aman
6. Dangarkan klien
7. Dorong verbalisasi
perasaan
8. Identifikasi pada saat
terjadi perubahan
9. tingkat kecemasan
10. Atur penggunaan obat
obat untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat.

Teknik menenangkan

1. Pertahankan sikap
yang tenang dan hati-
hati
2. Pertahankan kontak
mata
3. Kurangi stimuli yang
menciptakan perasaan
takut maupun cemas
4. Berada disisi klien
5. Duduk dan bicara
dengan klien
6. Instruksikan klien
untuk menggunakan
metode mengurangi
kecemasan (mis:
teknik bernafas
dalam)
7. Berikan obat anti
kecemasan jika di
perlukan
5 Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Control infeksi
perawatan infeksi tidak terjadi
1. Ganti peralatan
Outcome : perawatan per pasien
sesuai protocol
Tidak ada tanda tanda infeksi 2. Batasi jumlah
(kemerahan, demam ,nyeri dan pengunjung
bengkak) 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan
4. Dorong untuk
beristirahat
5. Berikan terapi
antibiotic yang sesuai
Perlindungan infeksi
6. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
7. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
8. Monitor hitung
mutlak granulosit,
WBC dan hasil hasil
diferensiasi
9. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
10. Anjurkan istirahat
PENUTUP

4.01 Kesimpulan

Penyakit Radang Panggul (PRP) adalah kelompok gangguan yang mengenai


traktus genitalia atas wanita, yang diakibatkan karena penyebaran organisme ke atas
dari serviks atau vagina menuju endometrium (endometritis), tuba falopii (salpingitis)
dan struktur di sekitarnya. PID memiliki banyak gejala yang jika gejala-gejala
tersebut dibiarkan maka akan berakibat fatal. Gejala-gejala biasanya akan muncul
setelah iklus menstruasi. Namun dengan adanya manajemen terapeutik yang tepat,
PID dapat ditangani.

4.02 Saran

Setiap perempuan sebaiknya menjauhi seks bebas yang dapat membawa


bakteri masuk ke dalam dan juga menjaga kebersihan area genitalia.
DAFTAR PUSTAKA

Brunham, R. C., Gottlieb, S. L. and Paavonen, J. (2015) ‘Pelvic inflammatory


disease’, New England Journal of Medicine, 372(21), pp. 2039–2048. doi:
10.1056/NEJMra1411426.

Dkk, S. D. P. (2006) ‘Hubungan antara Penyakit Radang Panggul Asimptomatik


dengan Ekspresi Integrin α v β 3 Endometrium Fase Luteal Madya pada
Wanita Infertil’, 30(4), pp. 229–233.XKachauw, I. (2017) ‘Penyakit Radang
Panggul’. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Karmila, N. 2001, ‘Infeksi Chlamydia trachomatis’, USU digital library, pp. 1–5.

Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara.

Manuaba, Ide Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obsterti dan
Ginekologi. Buku Kedokteran EGC Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sentosa, A. 2019, Ampuhkah Obat Antibiotik untuk Gonore ?

Soper, D. E. (2010) ‘Pelvic Inflammatory Disease’, Obstet Gynecol, 116(2), pp. 419–
447. Available at: http://links.lww.com/.

Taber, b.-z. (1994). kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. jakarta: buku
kedokteran EGC.
Widyastuti, y., & Rahmawati, a. (2009). Kesehatan Reproduksi. yogyakarta:
Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai