Oleh Kelompok A2
1. Evi Nur Janah I1B018017
2. Luqman Hakim I1B018023
3. Septi Windari I1B018063
4. Haidar Amr Abdillah I1B018077
5. Novi Vebianti I1B018081
6. Quintha Huwaida I1B018079
7. Isnan Okta Nur Zaki I1B018088
8. Zayyana Nadiya F.K. I1B018070
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
PEMBAHASAN
2.01 Pengertian
Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium,
tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati, &
purnamaningrum, 2009)
Infeksi pelvis meruakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uters, tuba fallopi
atau ovarium) diserang oleh mikroorganisme pathogen. Organism-organisme ini
biasanya bakteri,mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi
peradangan. (Ben-zion Taber, 1994).
2.02 Etiologi
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar keatas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hari atau minggu untuk seorang wania menderita penyakit radang panggul.
Bakteri penyebab tersering adalah Neisseria Gonorhoeae dan Chlamydia trachomatis
yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan
berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua
bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan
terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan
berkurangnya pertahanan dari rahim, serta umenyediakan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri (darah menstruasi) (Widyastuti dkk, 2009).
Faktor resiko
2.04 Patofisiologi
Mukosa adalah sistem imun bawaan pada wanita di saluran reproduksi yang
disesuaikan secara unik untuk memfasilitasi fungsi fisiologis yang mencangkup
menstruasi dan feltilisasi serta menghilangkan ancaman patogen yang ditularkan
secara seksual. Vagina dan serviks menampung berbagai bakteri kemensal dan juga
patogen potensial. Meski sering terpapar bakteri secara konstan, infeksi relatif jarang
terjadi menunjukan adanya penahanan patogen secara efektif.Sehingga
mikroorganisme yang ditularkan secara seksual seperti Neisseria gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis terisolasi dari serviks, tuba fallopi, dan endometrium (Soper,
2010).
Menurut Dini Kasdu, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain :
b. Periksa dalam
Dengan menekan bagian perut dan memasukkan jari tengah ke vagina ubtuk
memastikan diagnosis (pemeriksaan gunekologi). Serta periksa dalam melalui anus
untuk melihat infeksi rahim bagian belakang.
c. Kuldosintesis
d. Laparaskopi
Adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui insisi
(potongan) kecil di perut untuk melihat secra langsung organ didalam panggul apabila
terdapat kelainan.
e. USG panggul
ASUHAN KEPERAWATAN
3.01 Pengkajian
DS : sakit saat berhubungan seksual, sakit punggung, buang air seni tidak
nyaman
5. Resiko infeksi
3.03 Intervensi
Diagnosa
No Outcome Intervensi
Keperawatan
1. Hipertermi Setelah dilakukan perawatan Perawatan Demam
b/d proses selama 1x 24 jam 1. Pantau suhu dan tanda
penyakit temperature suhu dalam tanda vital lainnya
batas normal (360-370C) Monitor warna kulit
dengan kriteria hasil: dan Suhu
1. Klien tidak menggigil 2. Monitor asupan dan
2. Tidak terjadi keluaran.
3. peningkatan suhu 3. Dorong konsumsi
tubuhTTV dalam batas cairanTutup pasien
normal ( TD: 100 dengan selimut atau
120/80 mmhg, N: 70 80 pakaian ringan
x/mnt, P: 16-20 x/mnt, tergantung pada fase
SB: 36-370C) demam.
4. Fasilitasi
istirahat,terapkan
pembatasan aktivitas
5. Pantau komplikasi
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda
dan gejala kondisi
penyebab demam.
6. Tingkatkan sirkulasi
udara
7. Beri obat / cairan
intravena.
Manajemen cairan
1. Jaga intake/asupan
cairan yang adekuat
2. Monitor status hidrasi
Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan retensi
cairan.
3. Berikan cairan dengan
tepat
4. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makanan
dengan baik.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan Manajemen nyeri
b/d agen selama 1x24 jam nyeri 1. Lakukan pengkajian
cedera berkurang atau hilang dengan nyeri komprehensif
biologis kriteria hasil: yang meliputI lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri frekuensi,kualitas dan
2. Melaporkan bahwa intensitas nyeri serta
nyeri berkurang faktor pencetus.
3. Mampu mengenali 2. Observasi reaksi
nyeri(skala,intensitas nonverbal dari
frekuensi dan tanda ketidaknyamanan
nyeri) 3. Berikan informasi
mengenai nyeri
4. Kurangi faktor yang
dapat mencetuskan
atau
meningkatkan nyeri
Pemberian analgesic
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas,
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2. Cek perintah
pengobatan
Teknik menenangkan
1. Pertahankan sikap
yang tenang dan hati-
hati
2. Pertahankan kontak
mata
3. Kurangi stimuli yang
menciptakan perasaan
takut maupun cemas
4. Berada disisi klien
5. Duduk dan bicara
dengan klien
6. Instruksikan klien
untuk menggunakan
metode mengurangi
kecemasan (mis:
teknik bernafas
dalam)
7. Berikan obat anti
kecemasan jika di
perlukan
5 Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Control infeksi
perawatan infeksi tidak terjadi
1. Ganti peralatan
Outcome : perawatan per pasien
sesuai protocol
Tidak ada tanda tanda infeksi 2. Batasi jumlah
(kemerahan, demam ,nyeri dan pengunjung
bengkak) 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan
4. Dorong untuk
beristirahat
5. Berikan terapi
antibiotic yang sesuai
Perlindungan infeksi
6. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
7. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
8. Monitor hitung
mutlak granulosit,
WBC dan hasil hasil
diferensiasi
9. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
10. Anjurkan istirahat
PENUTUP
4.01 Kesimpulan
4.02 Saran
Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara.
Manuaba, Ide Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obsterti dan
Ginekologi. Buku Kedokteran EGC Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sentosa, A. 2019, Ampuhkah Obat Antibiotik untuk Gonore ?
Soper, D. E. (2010) ‘Pelvic Inflammatory Disease’, Obstet Gynecol, 116(2), pp. 419–
447. Available at: http://links.lww.com/.
Taber, b.-z. (1994). kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. jakarta: buku
kedokteran EGC.
Widyastuti, y., & Rahmawati, a. (2009). Kesehatan Reproduksi. yogyakarta:
Fitramaya.