Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI POST PARTUM

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas keperawatan maternitas 1

Di susun oleh: kelompok 3


1. Saida A. Kasim (1901052)
2. Defitrianti Tampilang (1901057)
3. Misna Daud (1901037)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH
MANADO
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karuniannyakepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ANATOMI FISIOLOGI
POSPARTUM”. Disusun untuk memenui sala satu tugas keperawatan maternitas satu tahun
ajaran 2020
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari
bahwa makalah ini masi jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun untuk demi kesempurnaan makalah ini.
Ahir kata kami sampaikan terima kasih kepada teman-teman, yang telah ini serta dalam
penyusunan makalah dari awal sampe ahir. Serta kami sampaikan rasa terimakasi kepada
dosen pengampuh ibu NS. Cut Mutia Bunsal, S.Kep, M.Kep semoga allah senantiasa
meridohi segala usaha kita. Aminn.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAER ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian post partum menurut para ahli
2.2 Tanda-tanda post partum
2.3 Anatomi dan Fisiologi
2.4 Adaptasi fisik dan pesikologis post partum
BAB III PEMBAHASAN JURNAL
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Post partum adalah sesuda persalin dapat juga disebut masa nifas (masa nifas) yaitu masa
sesuda persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang 6 minggu. Post
partum adalah masa 6 minggu sejak bai lahir sampai organ-organ pers sampai kembali kekeadaan
normal sebelum hamil (bobak, 2010).
Partus diangap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa sebuah istilah, tidak
terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinan selesai dalam 24
selai (bobak, 2005).
Bahaya terbesar yang biasanya terjadi pada masa nifas adalah moragi atau pendarahan oleh
karena itu, pengkajian tanada fital, syok hipovolemik, tinggi fuduseuterus (untuk selamat intensitas
kontraksi), distensi urin, sifat dan jumblah lokia, hemostatis perineum, ketidak nyamanan, ikatan
lampiran, dan status emosional sangat penting dilakukan untuk mengurangi bahaya masa nifas.
Pada masa setelah kelahiran organ-organ tubuh yang inimembantu proses kehamilan dan
kelahiran mengalami beberapa perubahan, dalam makalah ini kita akan membahas mengenai
anatomi fisiologi post partum atau nifas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian post partum?
2. Apakah tanda dan gejalah post partum?
3. Bagimana anatomi fisiologi post partum?
4. Bagaimana Adaptasi fisik dan pesikologis post partum?

1.3 Tujun
1. Untuk mengetahui pengertian post partum
2. Untuk mengetahui tanda dan gejalah post partum
3. Untuk mengetahui Bagimana anatomi fisiologi post partum
4. Untuk mengetahui Adaptasi fisik dan pesikologis post partum
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian post partum
Post partum menurut (Rustam 1998) adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandung kembali seperti sebulan hamil 6-8 minggu
Sedangkan menurut (Bobak, Lodermilk dan Jensen, 2005) masa nifas mulai setelah
kelahiran plasenta dan berahir ketika alat-alat kandung kembali seperti keaadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Masa nifas adalah jangka waktu 6 minggu
yang dimulai setelah melahirkan bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi
seperti semula.
Dari pengertian post partum (nifas) menurut parah ahli kami simpulkan bahwa post partum
adalah masa yang dimulai setelah kelahiran yang berlangsung selama 6-8 minggu atau sampai
kembalih pulihnya organ-organ reproduksi.
2.2 Tanda-tanda post partum
Menurut hafiffah, (2011) post partum ditandai oleh:
1. Uterus: kembalinya uteru kekondisi normal.
2. Siklus menstruasi
Siklus menstruasi akan mengalami perubahan saat ibu mulai menyusui.
3. Servils
Setelah lahir servik akan mengalami edema, bentuk distensi untuk beberapa hari struk
interen akan kembali setelah 2 minggu.
4. Vagina
Nampak rugae kembali dalam 3 minggu.
5. Payudara
Akan membesar karena faskularisasi dan engorgemen (banyak kerena peningkatan
prilaktin).
6. Perineum
Akan terdapat robekan jika dilakukan episeotomi yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu.
A. Tanda-tanda masa post partum
Masa nifas dibagi menjadi tiga tahap menurut Bobak (2004) yaitu:
a. Peurperium dini (immediate puerperium): waktu 0-24 jam post partum, yaitu masa
kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
b. Peurperium intermedial (early peurperium): waktu 1-7 hari post partum, yaitu masa
kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih 6-8 minggu.
c. Remote puerperium (later puerperium): waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang
diperlukan untuk pierlukan untuk sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama
ibu apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
B. Perubahan fisiologis masa post partum
Perubahan system reproduksi masa nifas menurut Bobak et al (2005) yaitu:
a. Infolusi uterus
Infolusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya suatu
uterus kekeadaan sebelum hamil.
b. Tempat plasenta
Segera setelah plasnta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi fascular dan
Thrombosis menurunkan tempat plasenta kesuatu area yang meninggi dan bermodal
tidak teratur.
c. Seviks (mulut Rahim)
Sevis menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam setelah pas partum,
sevik memendek dan konsistensinya menjai padat dan kembali kebentuk semula.
d. Lochea
Pada awal masa nivas, peluruhan jaringan desi 2 menyebapkan keluarnya
discharge vagina dalam jumblah bervariasi. Secara mikroskopik, lochea terdiri atas
eritrorit, serpihan desi 2, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada
lokia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan
bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus chunningham, gary, et al (2006).
Pengeluaran lochea menurut chunningham, gary, et al dapat dibagi berdasarkan
waktu dan warnanya diantarnya:
1. Lochea rubra atau merah (kruenta)
Lochea rubra mengandung darah dan debris desi 2 serta debris
trofoblastik. Aliran menyabur, menjadi merah muda atau coklat setelah
3-4 hari (Bobat et al 2005)
2. Lochea serosa
Lochea serosa ini muncul sekitae 10 hari setelah bayi lahir.
Mengandung darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan.
Warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (Bobak et al 2005)
3. Lochea alba
Lochea alba muncul setelah 10 hari masa nifas/post partum.
Akibat campuran leokosit dan berkurangnya kandungan cairan, lokia
menjadi berwarna putih atau putih kekuningan (cuningham, gary, et al
2006)
C. Perubahan fulfa, fagina dan perineum
Fulfa dan fagina mengalami penekanan serta pereganangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu fulfa dan fagina
kembali kekeadaan tidak hamil.segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya terengang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan pada
perineum pasca melahirkan terjai pada saat perineum mengalami robekan, pada pos natal
hari kelima, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
lebih kendur dari pada keadaan ebelum melahirkan (marmi 2012).
D. Perubahan sistem pencernaan.
sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh. pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mengalami penurunan. fall usus memerlukan waktu 3-4
hari untuk kembali normal. sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa
dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defective. faktor-faktor
tersebut mendukung terjadinya konstipasipada ibu nifas dalam minggu pertama (Marmi
2012)
E. perubahan sistem perkemihan
buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama pos melahirkan. kemungkinan
terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. urine dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan titik setelah plasenta dilahirkan
kadar hormon esterogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok. keadaan ini menyebabkan deuresis. ureter yang berdilatasi akan kembali normal
dalam tempo 6 minggu.
F. perubahan sistem reproduksi masa nifas/postpartum menurut Marmi (2012) yaitu:
masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahiran plasenta sampai 6 minggu berikutnya
waktu yang tepat dalam rangka pemulihan postpartum adalah 2-6 jam 2 jam-6 hari, 2 jam-6
Minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari 6 minggu). menjadi orang tua adalah
merupakan krisis dari melewati masa transisi menurut Marmi (2012) masa transisi pada
postpartum yang harus diperhatikan adalah:
1. perubahan psikologis ibu
a. menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa
transisi. masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat adalah:
1) Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama
antara ibu, ayah, anak. kali ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon
yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling memperhatikan
anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2) "bonding attachment" atau ikatan kasih titik dimulai sejak dini begitu
bayi dilahirkan. "bonding" adalah suatu istilah untuk menerangkan
hubungan antara ibu dan anak. sedangkan "attachment" adalah suatu
keterikatan antara orang tua dan anak. peran perawat penting sekali untuk
memikirkan bagaimana na hal tersebut dapat terlaksana. partisipan suami
dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
ikatan kasih tersebut.
b. Perubahan pesikologis pada klien post partum akan diikuti oleh perubahan
persikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara
menyeluruh. menurut klasifikasi Rubin terhadap tiga tingkat psikologis klien
setelah melahirkan adalah:
1) talking in period: suatu periode dimana Ibu hanya berorientasi pada
kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri,
tergantung pada orang lain. ibu belum mempunyai inisiatif untuk
kontak dengan banyaknya. dia sangat membutuhkan orang lain untuk
membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan.
selain itu Ibu mulai menerima pengalamannya dalam melahirkan dan
menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata. periode ini berlangsung
1-2 hari. menurut goottible, ibu akan mengalami "proses
mengetahui/menemukan "yang terdiri dari:
a) identifikasi: Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bayi
gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang
diharapkan atau diimpikan.
b) Relating (menghubungkan): Ibu menggambarkan anaknya
mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari tingkah
lakunya dan karakteristiknya.
c) menginterprestasikan, Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan
kebutuhan yang dirasakan titik pada fase ini dikenal dengan
istilah "figertip touch".
2) teknik hold period: periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan
ketergantungan keadaan mandiri titik perlahan-lahan tingkat energi
klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi
yang dilahirkan.mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, maupun
untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan
aktivitas yang dilakukannya setiap hari. jika Ibu merawat bayinya,
maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi
ASI selain itu, Ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan
keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya
keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. di
sini juga klien sangat antusias merawat bayinya. pada fase ini
merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan
untuk dirinya dan bayinya.pada saat ini perawat mutlak memberikan
semua tindakan keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu
menerima baik, petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang
bagaimana cara mengungkapkan dan bagaimana mengaturnya.
perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak
memaksakan kehendak sendiri. apabila klien merasa tidak mampu
berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat, maka perawat harus
turun langsung membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan/tugas
yang dinyatakan (setelah pemberian demonstrasi yang penting) dan
memberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat. bila Ibu sudah
merasa lebih nyaman, maka Ibu sudah masuk dalam tahap ke-2
"maternal touch", yaitu "total hand contact" dan akhirnya pada tahap
ke-3 yang disebut "enfolding". dan periode ini berlangsung selama 10
hari.
3) letting go period: pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya
sendiri dan mulai disibukkan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu.
secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali kerumah titik pada
fase ini ibu mengalami perubahan, yaitu:
a) mengerti dan menerima bentuk fisik dari bayinya.
b) melepaskan peran Ibu sebelum memiliki anak.
c) menjadi Ibu yang merawat anak.
4) postpartum blues: pada fase ini terjadi perubahan kadar
hormonestrogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak
siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. partum blues
biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. gejala yang tampak
adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan,
gangguan pola tidur, dan cemas. bila keadaan ini berlangsung lebih
dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan
tugasnya, maka keadaan ini dapat menjadi serius yaitu keadaan
postpartum depresi.
2. perubahan psikologis ayah kadang-kadang terbentur dengan peraturan rumah sakit.
3. perubahan psikologis keluarga kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga
menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya
anak yang lebih besar menjadi kakak, orangtua menjadi kakek/nenek, suami dan istri
harus saling membagi perhatian. merawat bayi dan membantu rumah tangga.
G. masalah psikososial Ibu post partum
perubahan emosional pada Ibu post partum menurut bobak (2005) yaitu:
a. baby blues
baby blues pascasalin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam
kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya
dan merasa bersalah.bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
b. depresi pasca partum
dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah gangguan
nafsu makan dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim
dengan suami). kriteria untuk mengklasifikasi depresi pasca partum bervariasi
tetapi sering pada sindrom efektif/emosi yang terjadi selama 6 bulan setelah
melahirkan titik namun, pengalaman depresi yang dialami juga menunjukkan
konsentrasi buruk, perasaan bersalah, kehilangan energi dan aktivitas sehari-hari.
c. psikosis pasca partum
psikosis pasca partum ialah krisis psikiatir kali bermula dengan
postpartum blues atau depresi pasca partum. waham, halusinasi, konfusi Dan
panik bisa timbul. wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala yang menyerupai
skizofrenia atau kerusakan psikoa efektif. keduanya merupakan bahaya psikosis
terbesar.
2.3 Anatomi dan Fisiologi
sistem reproduksi wanita terdiri dari organ internal yang terletak di dalam rongga pelvis
dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di preneum.struktur
reproduksi internal dan eksternal berkembang menjadi matur akibat rangsangan hormon
estrogen dan progesteron (Boba, 2005).
1. struktur eksterna

a. vulva
vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia eksterna. kata ini
berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang, dibatasi
bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau Mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat
yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat di atas simfisis pubis. Mons pubis
mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan
ikal pada masa pubertas, Mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis
pubis selama koitus.
c. labia mayora
labia mayora adalah 2 lipatan kulit panjang lengkung yang menutupi lemak
dan jaringan kulit yang menyatu dengan Mons pubis. keduanya memanjang dari Mons
pubis ke arah bawa mengelilingi labia minora, meatus urinarius, dan introitus
vagina.pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia
mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi struktur-struktur dibawahnya.
setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada
perineum labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
penurunan produksi hormon menyebabkan atrofi labia mayora. pada
permukaan arah arah lateral kulit lebih tebal biasanya memiliki pigmen lebih gelap
daripada jaringan sekitarnya nya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis
ke arah luar perineum. permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuh
rambut. sensitifitas labia mayora terdapat terhadap sentuhan,nyeri, dan suhu tinggi. hal
ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama
rangsangan seksual.
d. labia minora
labia minora terletak diantara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit, dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris
dan menyatu dengan fourchett. sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya
mengandung pigmen, permukaan media labia minora sama dengan mukosa vagina.
pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan
memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus
fisik. kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. suplai saraf yang sangat
banyak membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e. klitoris
klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah
arkus pubis. dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6
mm atau kurang. ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif daripada
badannya. saat wanita secara seksual terangsang, gelang dan badan klitoris membesar.
kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju
yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. istilah klitoris berasal dari
kata bahasa Yunani, yang berarti "kunci" karena klitoris dianggap sebagai kunci
sexualitas wanita. jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris
sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f. vestibulum
vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora klitoris dan fourchette vestibulum terdiri dari muara
uretra kelenjar prauretra, vagina dan kelenjar pravagina. permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. kelenjar vestibulum mayora
adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing 1 pada setiap sisi
orifisium vagina.
g. fourchette
fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak
pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora digaris tengah dibawa orifisium
vagina. suatu cekungan dan fossa navicularis terletak diantara fourchette dan himen.
h. Perineum
perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. perineum membentuk dasar badan perineum.

2. struktur internal

a. ovarium
sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan dibelakang tuba
Fallopi. dua mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen
lebar uterus yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior dan ligamentum ovarii proprium yang mengikat
ovarium ke uterus. dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. di antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan
tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita normal..
b. tuba fallopi
sepasang tuba Fallopi melekat pada fundus uterus. tuba ini memanjang ke arah
lateral, mencapai ujung bebas lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium.
panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. tuba Fallopi merupakan
jalan bagi ovum. ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia tetapi
terutama oleh gerakan peristaltik lapisan otot. dan prostaglandin mempengaruhi
gerakan peristaltis. aktivitas peristaltik tuba Fallopi dan fungsi sekresi lapisan
mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus
uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung . uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. uterus terdiri dari
tiga bagian, yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba Fallopi,
korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi casum uteri, dan istmus,
yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan
dikenal sebagai segmen uterus bagian bawah pada masa hamil. tiga fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium kehamilan dan
persalinan.
dinding uterus terdiri dari tiga lapisan:
1. endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu lapisan
membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan: lapisan permukaan padat,
lapisan tengah jaringan ikat yang berongga menghubungkan indo metrium
dan myometrium
2. miometrium yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang
membentang ketiga arah. serabut longitudinal membentuk lapisan luar
miometrium, paling banyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan
ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.
3. peritonium perietalis suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri,
kecuali seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat
kandung kemih dan serviks. tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat
dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena peritonium
perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d. vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas. mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulus estrogen dan
progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama
masa hamil. sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon steroid. cairan vagina berasal dari traktus genitalis atas atau
bawah. cairan sedikit asam. interaksi antara lactobacillus vagina dan
mempertahankan kesamaan. apabila PH naik di atas 5 insiden infeksi vagina
meningkat. cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan
relatif vagina.
2.4 Adaptasi fisik dan pesikologis post partum
1. Adaptasi Fisiologis
Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu dari kondisi hamil
kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi secara bertahap.1Perubahan ini juga terjadi
untuk dapat mendukung perubahan lain yang terjadi dalam tubuh ibu karena kehamilan, salah
satunya adalah proses laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan nutrisi yang paling tepat
yaitu ASI.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga kesehatan dan asuhan yang diberikan, maupun
suami dan keluarga disekitar ibu nifas. Adapun perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi
pada masa nifas antara lain perubahan yang terjadi pada organ reproduksi, system
pencernaan, system perkemihan, system musculoskeletal, system endokrin dan lain
sebagainya.
Perubahan Pada Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina, serviks uteri, dan
endometrium.3-6
 Perubahan pada Vagina dan Perineum
Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada kecenderungan
vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak ada celah antara introitus
vagina. Tonus otot vagina akan kembali pada keadaan semula dengan tidak ada
pembengkakan dan celah vagina tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama
postpartum. Pada minggu ketiga posrpartum rugae vagina mulai pulih menyebabkan
ukuran vagina menjadi lebih kecil. Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih
besar dari biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari keadaan
sebelum melahirkan.7Vagina yang bengkak atau memar dapat juga diakibatkan oleh
trauma karena proses keluarnya kepala bayi atau trauma persalinan lainnya jika
menggunakan instrument seperti vakum atau forceps.
Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin, sehingga
perineum menjadi kendur dan teregang. Tonus otot perineum akan pulih pada hari
kelima postpartum mesipun masih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.
Meskipun perineum tetap intack/utuh tidak terjadi robekan saat melahirkan bayi,
ibu tetap merasa memar pada perineum dan vagina pada beberapa hari pertama
persalinan. Ibu mungkin merasa malu untuk membuka perineumnya untuk diperiksa
oleh bidan, kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus memberikan asuhan dengan
memperhatikan teknik asepsis dan antisepsis, dan lakukan investigasi jika terdapat
nyeri perineum yang dialami. Perineum yang mengalami robekan atau di lakukan
episiotomy dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu minggu setelah
persalinan.
 Perubahan pada Serviks Uteri
Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan adalah menjadi
sangat lunak, kendur dan terbuka seperti corong. Korpus uteri berkontraksi, sedangkan
serviks uteri tidak berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada
perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri.
Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun (OUE)
biasanya mengalami laserasi pada bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi
perlahan, dan beberapa hari setelah persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2
jari. Pada akhir minggu pertama, ostium uteri telah menyempit, serviks menebal dan
kanalis servikalis kembali terbentuk. Meskipun proses involusi uterus telah selesai,
OUE tidak dapat kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan
melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang
permanen dan menjadi ciri khas servis pada wanita yang pernah melahirkan/para.
 Perubahan pada Uterus
Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio uteri yaitu
kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil baik ukuran, tonus dan
posisinya.1Proses involusio juga dijelaskan sebagai proses pengecilan ukuran uterus
untuk kembali ke rongga pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari proses recovery pada
masa nifas. Namun demikian ukuran tersebut tidak akan pernah kembali seperti
keadaan nullipara. Hal ini disebabkan karena proses pagositosis biasanya tidak
sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan elastis. Akibatnya ketika seorang
perempuan pernah hamil, uterusnya tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan
nullipara.
Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang bergeser ke atas
atau ke kanan karena kandung kemih. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum
mengkaji tinggi fundus uteri (TFU) sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar
dapat memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat.
Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan kembali ke
ukuran normal pada minggu kedelapan postpartum dengan berat sekitar 30 gram. Jika
segera setelah persalinan TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka
hal ini perlu dikaji labih jauh, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai
perdarahan atau retensi bekual darah dan darah, serta distensi kandung kemih, tidak
bisa berkemih. Ukuran uterus dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat
dilihat pada table dan gambar berikut ini.

Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per hari, yang
dapat dilihat pada gambar berikut ini.7, 11
Gambar 1. Proses Involusio Uteri Pasca Persalinan.11

Proses involusi terjadi karena:


 Iskemia: terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi aliran darah ke
uterus
 Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas jaringan
 Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik
 Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi melalui ginjal
 Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina (Lochia) dan endometrium
yang baru dibentuk selama 10 hari setelah persalinan dan selesai pada minggu ke 6
postpartum

Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan tindakan seksio sesarea,
demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta atau gumpalan darah (stoll
cell) yang tertinggal biasanya berhubungan dengan infeksi, sereta keadaan lain misalnya
adanya mioma uteri.
Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua uterus. Lokia berisi
serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai debris dari hasil produksi
konsepsi. Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel
dan bakteri. Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan pada
sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada
rongga uterus. Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.
Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8
pasca persalinan yaitu:
 Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat mengandung
cukup banyak darah.
 Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum, berwarna merah
kecoklatan dan berlendir.
 Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan robekan/laserasi
plasenta.
 Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna putih karena
banyak mengandung sel darah putih dan berkurangnya kandungan cairan.\
Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam variasi dari
jumlah, warna dan durasi pengeluaran lokia.Oleh karena itu, teori tersebut diatas
belum tentu dialami oleh semua ibu nifas secara tepat.
Perubahan pada Endometrium
Pada hari kedua – ketiga pasca persalinan, lapisan desidua berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi nekrotik bersama lokia, sedangkan
stratum basal yang bersebelahan dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi
sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari proliferasi sisa-
sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut.
Proses pembentukan kembali endometrium berlangsung secara cepat selama
masa nifas, kecuali pada tempat insersi plasenta. Dalam satu minggu atau lebih
permukaan bebas menjadi tertutup kembali oleh epitel endometrium dan pulih kembali
dalam waktu 3 minggu.

Perubahan sistem pencernaan


Setelah mengalami proses persalinan, ibu akan mengalami rasa lapar dan haus
akibat banyak tenaga yang terkuras dan juga stress yang tinggi karena melahirkan
bayinya. Tetapi tidak jarang juga ditemui ibu yang tidak memiliki nafsu makan karena
kelelahan melahirkan bayinya. Jika ditemukan keadaan seperti itu, perlu menjadi
perhatian bidan agar dapat memotivasi ibu untuk makan dan minum pada beberapa jam
pertama postpartum, juga kajian lebih lanjut terhadap keadaan psikologis ibu.
Jika keadaan ini menjadi persisten selama beberapa jam setelah persalinan,
waspada terhadap masalah perdarahan, dan komplikasi lain termasuk gangguan
psikologi pada masa nifas. Demikian juga beberapa keyakinan maupun adat istiadat atau
budaya setempat yang masih diyakini oleh ibu untuk dijalani termasuk kebiasaan makan
dan minum setelah melahirkan bayinya.
Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami penurunan pada
masa nifas juga dapat menyebabkan ibu konstipasi. Keinginan ini akan tertunda hingga
2-3 hari postpartum. Tonus otot polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh,
dan gejala heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang. Sembelit
dapat tetap menjadi masalah umum pada ibu nifas selama periode postnatal.
Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang menyebabkan ibu takut
untuk BAB. Oleh karena itu bidan perlu memberikan edukasi agar keadaan ini tidak
menyebabkan gangguan BAB pada ibu nifas dengan banyak minum air dan diet tinggi
serat serta informasi bahwa jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu BAB.

Perubahan sistem perkemihan


Perubahan pada system perkemihan termasuk terjadinya diuresis setelah
persalinan terjadi pada hari 2-3 postpartum, tetapi seharusnya tidak terjadi dysuria. Hal
ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan volume darah yang tiba-tiba selama
periode posrpoartum. Diuresis juga dapat tejadi karena estrogen yang meingkat pada
masa kehamilan yang menyebabkan sifat retensi pada masa postpartum kemudian keluar
kembali bersama urine.Dilatasi pada saluran perkemihan terjadi karena peningkatan
volume vascular menghilang, dan organ ginjal secara bertahap kembali ke keadaan
pregravida.

Perubahan sistem muskuloskeletal/ diastasis recti abdominis


Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada keadaan sebelum hamil
dalam periode waktu selama 3 bulan setelah persalinan. Kembalinya tonus otot dasar
panggung dan abdomen pulih secara bersamaan. Pemulihan ini dapat dipercepat dengan
latihan atau senam nifas. Otot rectus abdominismungkin tetap terpisah (>2,5 cm) di
garis tengah/umbilikus, kondisi yang dikenal sebagai Diastasis Recti Abdominis (DRA),
sebagai akibat linea alba dan peregangan mekanis pada dinding abdomen yang
berlebihan, juga karena pengaruh hormone ibu
Kondisi ini paling mungkin terjadi pada ibu dengan grandemultipara atau pada
ibu dengan kehamilan ganda atau polihidramnion, bayi makrosomia, kelemahan
abdomen dan postur yang salah. Peregangan yang berlebihan dan berlangsung lama ini
menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa nifas dinding
abdomen cenderung lunak dan kendur. Senam nifas dapat membantu memulihkan
ligament, dasar panggung, otot-otot dinding perut dan jaringan penunjang lainnya.

Perubahan sistem endokrin


Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan kadar
hormon dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang mengalami perubahan pada ibu nifas
adalah hormone estrogen dan progesterone, hormone oksitosin dan prolactin. Hormon
estrogen dan progesterone menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan kadar
hormone prolactin dan oksitosin.
Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan juga memancarkan
ASI, sedangkan hormone prolactin berfungsi untuk memproduksi ASI. Keadaan ini
membuat proses laktasi dapat berjalan dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya
dapat menjalani proses laktasi dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif pada
bayinya.
Hormone lain yang mengalami perubahan adalah hormone plasenta. Hormone
plasenta menurun segera setelah plasenta lahir. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% pada 3 jam pertama hingga hari ke
tujuh postpartum.

Perubahan tanda-tanda vital


Terjadi perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni:
 Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C karena kelelahan
dan pengeluaran cairan yang cukup banyak. Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C
harus merupakan tanda adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis
puerperalis.
 Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya infeksi
 Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi meningkat, maka
akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu. Jika respirasi meningkat hingga
30kali/menit merupakan tanda-tanda shock.
 Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama postpartum
(<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan tanda adanya preeklampsia.
Monitor tekanan darah secara teratur perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus
tinggi.

Perubahan sistem kardiovaskuler


Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses persalinan normal,
sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi
1000-1500 cc (a/i atonia uteri) Kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada kerja
jantung. Peningkatan kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh autotransfusi dari
uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat karena hilangnya proses
uteroplacenter dan kembali normal setelah 3 minggu.
Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan terjadi diuresis
secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen bersifat resistensi cairan)
yang menyebabkan volume plasma mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali
normal pada minggu kedua postpartum.
Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan pergelangan kaki/ankle,
meskipun tidak mengalami udem pada masa hamil. Pembengkakan ini harus terjadi
secara bilateral dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Jika pembengkakan terjadi hanya
pada salah satu kaki disertai nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis. Ibu nifas harus
menghindari berdiri terlalu lama atau menggantungkan kaki pada posisi duduk yang
lama saat menyusui untuk menghindari udem pada kaki.

Perubahan sistem hemotologi


Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume cairan pada saat
persalinan mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb), hematocrit (HT), dan kadar erisrosit
pada awal postpartum. Penurunan volume darah dan peningkatan sel darah pada masa
hamil berhubungan dengan peningkatan Hb dan HT pada hari ketiga – tujuh postpartum.
Pada minggu keempat – lima postpartum akan kembali normal. Lekosit meningkat
hingga 15.000 selama beberapa hari postpartum (25.000-30.000) tanpa menjadi
abnormal meski persalinan lama. Namun demikian perlu diobservai dan dilihat juga
tanda dan gejala lainnya yang mengarah ke infensi karena infeksi mudah terjadia pada
masa nifas.

2. Adaptasi Psikologis
Adaptasi Psikologis Normal
Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki
pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu, adanya
anggota keluarga baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru
melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping) untuk mengatasi
perubahan fisik karena proses kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana
mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta perubahan yang terjadai
dalam keluarga.
1. Taking In Phase(Perilaku dependen)
Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu mengharapkan pemenuhan
kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh orang lain dalam hal ini suami, keluarga
atau tenaga kesehatan dalam seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini
berlangsung selama 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus pada dirinya sendiri.
Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan menangguhkan keterlibatannya terhadap
tanggung jawabnya.
2. Taking Hold Phase(Perilaku dependen-independen)
Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat perhatian
dalam bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan melakukan segala
sesuatu secara mandiri. Fase ini berlangsung salaam 3-10 hari. Ibu sudah mulai
menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya, mulai tertarik melakukan
perawatan pada bayinya, terbuka menerima perawatan dan pendidikan kesehatan
bagi dirinya serta bayinya, juga mudah didorong untuk melakukan perawatan
terhadap bayinya.
3. Letting Go Phase(Perilaku Interdependen)
Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung jawab sebagai ibu,
biasanya dimulai pada hari kesepuluh postpartum. Ibu sudah menyesuaikan diri
terhadap ketergantungan bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk merawat
bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi penyesuaian hubungan keluarga dalam
mengobservasi bayinya. Hubungan dengan pasangan juga memerlukan
penyesuaian dengan kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

Adaptasi Psikologis yang memerlukan rujukan


Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues
Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan depresi ringan yang
umum terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2
minggu postpartum. Kondisi baby bluesini tidak memerlukan penanganan khusus, tetapi
perlu diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan menjurus pada psikosis postpartum.
Statistik menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut menjasi psikosis postpartum.
Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang mengalami postpartum blues
di Taiwan, ditemukn faktor ibu merasa kurang kompeten untuk merawat bayinya,
partisipasi suami dalam merawat bayi dan lingkungan merupakan faktor yang dapat
memicu terjadinya postpartum blues pada ibu nifas.
Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al (2017) dari penelitian yang
dilakukan di Turky bahwa faktor social demografi (pendidikan, pekerjaan, income,
keamanan social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah kehamilan serta atribut
kesehatan dalam hal ini pendidikan kesehatan pada masa antenatal berhubungan dengan
adaptasi motherhoodpada periode postpartum.

Depresi Postpartum
Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan bayinya, yang
merupakan kelanjutan dari depresi pada awal kehamilan, akhir kehamilan dan baby
blues. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap
kejadian depresi postpartum / Postpartum Depresion (PPD) adalah factor biological,
psikologi, social ekonomi, dan factor budaya. Factor yang konsisten terhadap berat-
ringannya PPD adalah depresi prenatal. Preterm bayi memberikan 70% morbiditas dan
mortalitas bayi yang dapat meningkatkan stress pada ibu nifas, karena ketiadaan
kepastian kehidupan bayinya. Kecemasan memberikan risiko 2,7 kali terhadap PPD
pada ibu yang melahirkan preterm dibandingkan ibu yang melahirkan bayi aterm
Factor lain yang berperan terhadap PPD adalah Chronic prenatal pain, pregnancy
loss (IUFD), tinggal di urban area, self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan social,
kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja, pendapatan yang rendah,
status pekerjaan (partime), persalinan yang dialami tanpa dukungan keluarga,
kebingungan terhadap bayi yang menangis terus menerus, konflik marital.
Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan hingga terjadi
perubahan pola makan, ibu merasa Lelah, sensitive dan kesepian, emosi yang labil,
menangis terus menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk
membahayakan diri sendiri atau anaknya merupakan tanda adanya depresi postpartum.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia Community, Guangzou
menginformasikan bahwa factor yang berkorelasi positif dengan DPP adalah status
persalinan, hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis kelamin bayi (one child
policy), sedangkan kondisi rumah berkorelasi negative dengan DPP. Social support,
dapat mereduksi secara signifikan terhadap kejadian DPP pada ibu nifas.

Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang dialami ibu postpartum
ditandai dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara khayalan dan kenyataan.
Kondisi gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum bayinya dilahirkan.
Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya dapat
mencelakakan dirinya. Demikian juga ibu merasa bahwa anak yang dilahirkannya
bukanlah anaknya sendiri, melainkan anak dari titisan orang tua yang sudah meninggal
sehingga ibu merasa yakin bahwa anak tersebut harus dibunuh.
Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang terberat.
Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah persalinan. Wanita yang
paling beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode
psikosis postpartum sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis,
secepatnya terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi
sekitar 2 minggu pertama postpartum.
Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan
dan insomnia, mudah tersinggung, mood yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang
tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan anaknya (seperti
anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan) atau mungkin mengalami
halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
Judul: pedoman bagi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir Di Era Pandemi COVID;19

Prinsip Umum Pencegahan Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil,


bersalin, nifas dan bayi baru lahir di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu
cuci tangan memakai sabun selama 20 detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri,
menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang
seimbang, dan mempraktikan etika batuk-bersin.

Sedangkan prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah isolasi


awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan cairan,
pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi bakteri),
pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain, pemantauan janin dan
kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang
progresif, perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan
pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.

A. UPAYA PENCEGAHAN UMUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH IBU HAMIL,


BERSALIN DAN NIFAS.
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik (cara cuci tangan
yang benar pada buku KIA). Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya
mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), dan sebelum makan (baca Buku
KIA).
2. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
3. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
4. Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke fasilitas kesehatan
yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
5. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue pada tempat
yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan batuk sesuai etika batuk.
6. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang sering disentuh.
7. Menggunakan masker adalah salah satu cara pencegahan penularan penyakit saluran napas,
termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup
untuk melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha
pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-
usaha pencegahan lainnya.
8. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat membuat
orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama pentingnya seperti
hand hygiene dan perilaku hidup sehat.
9. Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan. Sedangkan masker
kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan keluarganya.
10. Cara penggunaan masker yang efektif:
 Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian eratkan
dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker dan wajah.
 Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
 Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya: jangan menyentuh bagian
depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam).
 Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah digunakan, segera
cuci tangan.
 Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika masker
yang digunakan terasa mulai lembab.
 Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
 Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah medis sesuai
SOP.
11. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang direkomendasikan
oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3 lapis. Menurut hasil penelitian, masker
kain dapat menangkal virus hingga 70%. Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih
dari 4 jam. Setelahnya, masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan dipastikan
bersih sebelum dipakai kembali.
12. Keluarga yang menemani ibu hamil, bersalin dan nifas harus menggunakan masker dan
menjaga jarak.
13. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau hewan lain
pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
14. 14. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon
15. layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk dilakukan
16. penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan untuk
17. mengatasi penyakit ini.
18. 15. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak
19. untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau
20. praktisi kesehatan terkait.
21. 16. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di media
22. sosial terpercaya.
B. BAGI IBU NIFAS
1. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya dimasa nifas (lihat Buku KIA). Jika
terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga kesehatan.
2. Pelaksanaan kunjungan nifas pertama dilakukan di fasyankes. Kunjungan nifas kedua,
ketiga dan keempat dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga
kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan COVID-19
baik dari petugas, ibu dan keluarga.
3. Periode kunjungan nifas (KF) :
a. KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca persalinan;
b. KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari pascapersalinan;
c. KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari
pasca persalinan;
d. KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat puluh dua)
hari pasca persalinan.
4. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian
dengan petugas. Diutamakan menggunakan MKJP.
C. BAGI BAYI BARU LAHIR
1. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi virus COVID-19 dikarenakan belum sempurna
fungsi imunitasnya.
2. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 tetap
mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan
perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), injeksi vit K1, pemberian salep/tetes
mata antibiotik, dan imunisasi Hepatitis B.
3. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
 Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord Clamping).
 Bayi dikeringkan seperti biasa.
 Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu setelah 24
jam
 TIDAK DILAKUKAN IMD. Sementara pelayanan neonatal esensial lainnya tetap
diberikan.
4. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan bayi dalam
keadaan:
a. Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap
dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis B serta pemberian HbIg (Hepatitis B
immunoglobulin kurang dari 24 jam).
b. Klinis sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan pelayanan injeksi
vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang
dari 24 jam). Pemberian vaksin Hepatitis B ditunda sampai keadaan klinis bayi baik
(sebaiknya dikonsultasikan pada dokter anak untuk penatalaksanaan vaksinasi
selanjutnya).
5. Bayi baru lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada usia 6-8 minggu
dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis(EID) bersamaan dengan pemberian
imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan janji temu.
6. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi Benzatil Penisilin
sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
7. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG di RUANG
ISOLASI KHUSUS COVID-19.
8. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di ruang ISOLASI
KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK RAWAT GABUNG).
9. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai risiko utama
untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang cenderung terjadi penularan
melalui droplet infeksius di udara. Sesuai dengan protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu
terkait COVID-19 yang dikeluarkan IDAI adalah:
a. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan melaksanakan
prosedur pencegahan COVID-19 antara lain menggunakan masker bedah, menjaga
kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi, dan rutin membersihkan
area permukaan di mana ibu telah melakukan kontak.
b. Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap diberikan dalam
bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
 Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan pembersihan
pompa setelah digunakan.
 Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus diperhatikan.
 Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat
untuk memberi ASI.
 Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga
bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI agar
proses menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan kembali. Jika
memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus dibersihkan dan
didesinfeksi dengan sesuai.
 Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan
harus menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan jelas dan
disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah dengan kantong ASI dari
pasien lainnya.
c. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan swab negatif,
sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui langsung setelah 14 hari
dari pemeriksaan swab kedua negatif.
10. Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab, sementara pada bayi
lahir dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan swab dan sediaan
darah pada hari ke 1, hari ke 2 (dilakukan saat masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14
pasca lahir.
11. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan sampel
skrining hipotiroid kongenital(SHK) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Idealnya
waktu pengambilan sampel dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir. Untuk pengambilan
spesimen dari bayi lahir dari Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19, tenaga kesehatan
menggunakan APD level 2. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen sesuai
dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Apabila terkendala dalam pengiriman
spesimen dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen dapat disimpan selama
maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
12. Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasyankes. Kunjungan neonatal
kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan
atau pemantauan menggunakanmedia online (disesuaikan dengan kondisi daerah terdampak
COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari
petugas, ibu dan keluarga.
13. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh delapan) jam setelah
lahir;
b. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah lahir;
c. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari setelah
lahir.
14. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan tanda –
tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada buku KIA). Apabila
ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan tanda
bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.
15. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan COVID-19 di ruang
perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut ada bayi lain yang sedang diberikan
terapi oksigen. Penggunaan face shield dapat digunakan di rumah, apabila terdapat keluarga
yang sedang sakit atau memiliki gejala seperti COVID-19. Tetapi harus dipastikan ada
pengawas yang dapat memonitor penggunaan face shield tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Post partum adalah sesuda persalin dapat juga disebut masa nifas (masa nifas) yaitu
masa sesuda persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang 6
minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bai lahir sampai organ-organ pers sampai
kembali kekeadaan normal sebelum hamil.
4.2 Saran
Kami harapkan dengan adanya makalah ini lebih banyak lagi ibu ibu hamil yang tahu dan
memahami apa itu post partum, tanda dan gejalah post partum, serta apa saja anatomi dan fisiologi
yang berperan saat proses kehamilan dan kelahiran.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/422932488/Makalah-Anatomi-Fisiologi-Post-Partum
Margareta,Lisa.2017,”Asuhan Keperawatan pada post Partum”. 16 Oktober
Bobak, dkk. 2012, Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC
http//www.jurnalpendidikanbidan.com/arsip/36-februari-2013 diakses tanggal 4 januari 2016

Anda mungkin juga menyukai