Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

REALISME

Disusun Oleh :

Nama : Muh. Fadel

Nim : 21010017

Nama : Nurhayani H. B. Ali

Nim : 21010020

Mata Kuliah : Etika Dan Hukum Keperawatan

Dosen Pengampuh : Ns. Fauziah. H.Tambuala, M.Kep

STIKES HUSADA MANDIRI POSO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah SWT yang maha pengasi lagi maha penyayang, kami ucapkan puji

dan puji syukur atas kehadiratnya-nya, yang telah melimpahkan rahmatnya, hidayah, dan inayah-

nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makala tentang Realisme.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan dari berbagai pihak

sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan

kalimat maupun bahasa. Oleh karena itu dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik

dari ibu agar kami dapat memperbaiki makalah ilmia ini.


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................3
1.2 Tujuan...............................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
2.1 Definisi Etika Keperawatan................................................................................................................6
2.2 Realisme...........................................................................................................................................9
2.3 Pengaruh Pemikirannya Aristoteles................................................................................................11
2.4  NILAI-NILAI......................................................................................................................................14
A. Pengertian.........................................................................................................................................14
B. Nilai-Nilai Esensial Dalam Profesi......................................................................................................14
C. Pengembangan Dan Transmisi Nilai-Nilai..........................................................................................14
D. Klarifikasi Nilai-Nilai (Values).............................................................................................................15
2.5 Prinsip-Prinsip Etik..........................................................................................................................16
2.6 Budaya dalam Etika Profesi Keperawatan.......................................................................................19
BAB III........................................................................................................................................................21
PENUTUP...................................................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................21
3.2 Saran................................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika Keperawatan adalah Etika (Yunani kuno: “ethikos“, berarti “timbul darikebiasaan”) adalah
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi Studi mengenai standar
dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsepseperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. Praktek keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional diberikan 
berdasarkan ilmu pengetahuan, menggunakan metodologikeperawatan dan dilandasi kode etik
keperawatan. Kode etik keperawatan mengaturhubungan antara perawat dan pasien, perawat
terhadap petugas, perawat terhadap sesamaanggota tim kesehatan, perawat terhadap profesi dan
perawat terhadap pemerintah, bangsadan tanah air. Pada hakikatnya keperawatan sebagai profesi
senantiasa mangabdi kepadakemanusiaan, mendahulukan kepentingan masyarakat diatas kepenti
ngan pribadi, bentuk pelayanannya bersifat humanistik, menggunakan pendekatan secara holisti,
dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta menggunakan kode etik sebagai t
untutanutama dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan. Dengan memahami konsep
etik,setiap perawat akan memperoleh arahan dalam melaksanakan asuhan  keperawatan yangmer
upakan tanggung jawab moralnya dan tidak akan membuat keputusan secarasembarangan

1.2 Tujuan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah etika keperawatan


2. Agar dapat mengetahui dan memahami Teori Realisme
3. Agar dapat mengaplikasikan etika keperawatan dalam melakukan tindakankeperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Etika Keperawatan

Menurut Suhaemi (2010), Kata etika berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang berhubungan
dengan pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatankarena tidak ada
undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.Etika berbagai profesi
digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hakmanusia (yang memiliki sikap
menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi menyusunkode etik berdasarkan penghormatan
atas nilai dan situasi individu yang dilayani.

Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina profesitertentu
baik secara nasional maupun internasional. Kode etik menerapkan konsep etisKarena profesi
bertanggung jawab pada manusia dan menghargai kepercayaan serta nilaiindividu. Kata seperti
etika, hak asasi, tanggung jawab, mudah didefinisikan, tetapi kadang-kadang tidak jelas letak
istilah tersebut diterapkan dalam suatu situasi. Contoh : benarkahdipandang dari segi etis, hak
asasi, dan tanggung jawab bila profesional kesehatanmenghentikan upaya penyelamatan hidup
pada pasien yang mengidap penyakit yang pastimembawa kematian?

Faktor teknologi yang meningkat, ilmu pengetahuan yang berkembang (pemakaianmesin dan
teknik memperpanjang usia, legalisasi abortus, pencangkokan organ manusia, pengetahuan biolo
gi dan genetika, penelitian yang menggunakan subjek manusia) inimemerlukan pertimbangan
yang menyangkut nilai, hak hak manusia, dan tanggung jawab profesi. Organisasi profesi dihara
pkan mampu memelihara dan menghargai, mengamalkan,mengembangkan nilai tersebut melalui
kode etik yang disusunnya.
Kadang kadang perawat diharapkan pada situasi yang memerlukan keputusan untuk
mengambil tindakan. Perawat memberi asuhan kepada klien, keluarga, dan
masyarakat ;menerima tanggung jawab untuk membuat keadaan lingkungan fisik, sosial, dan
spiritualyang memungkinkan untuk penyembuhan; dan menekankan pencegahan penyakit;
sertameningkatkan kesehatan dengan penyuluhan kesehatan. Pelayanan kepada umat
manusiamerupakan fungsi utama perawat dan
dasar adanya profesi keperawatan. Kebutuhan pelayanan keperawatan adalah universal. Pelayana
n profesional berdasarkan kebutuhanmanusia karena itu tidak membedakan kebangsaan, warna
kulit, politik, satatus sosial, dan lain-lain.

Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan manusia juga,


yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan kepercayaan bahwa perawat berbuat hal yang benar,hal
yang diperlukan, dan hal yang menguntungkan pasien dan kesehatannya. Oleh karena manusia
dalam interaksi bertingkah laku berbeda-beda maka diperlukan pedomanuntuk mengarahkan
bagaimana harus bertindak, bagaimana perilaku manusia, dan apakah haldan tanggung jawabnya.
         Etika memberi keputusan tentang tindakan yang diharapkan benar tepat atau bermoral
. Banyak profesi dibidang hukum, kedokteran, keperawatan, menyusun pernyataan tentang keyak
inan
terhadap perilaku yang etis bagi anggotanya. Etika profesi sebagai pedoman menumbuhkan tang
gung jawab atau kewajiban bagi angngota profesi tentang hak-hak yang diharapkan oleh orang
lain. Anggota profesi memiliki pengetahuan atauketerampilan khusus yangn dipergunakan untuk
membuat keputusan yang memengaruhiorang lain.

Organisasi profesi menggunakan hak-hak dasar manusia dan dasar hukum untukmelindungi
anggotanya dan keselamatan klien atau pasien, dengan menjamin pelayanan yangdiberikan berda
sarkan standar dan pelaksana pelayanan merupakan tenaga profesional yang berkompeten. Peraw
at harus membiasakan diri untuk menerapkan kode etik yang memberigambaran tanggung jawab
nya dalam praktik keperawatan. Perawat juga harus mengertiundang-undang dan hukum
yang berhubungan dengan kesehatan kepada umum, terutamaundang undang yang mengatur pra
ktik keperawatan. Perawat harus juga memperhatikanfungsi dan tanggung jawabnya, seperti
yang dijelaskan oleh hukum dan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi keperawatan. Etika
profesi keperawatan dikenal sebagai practicediscipline, yang perwujudannya dikenal melalui
asuhan atau praktik keperawatan.

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaanya selalu berada dalam situasi yangmenyangkut
hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi serta saling memengaruhi dandapat memberikan
dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan.

        Keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional bertujuan untuk tercapainyakesejahteraan


manusia. Sebagai suatu profesi, perawat mempunyai kontrak sosial denganmasyarakat. Ini
berarti masyarakat memberi kepercayaan bagi perawat untuk terus menerusmemelihara dan
meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Untuk menjaminkepercayaan ini, pelayanan
keperawatan harus dilandasi ilmu pengetahuan, metodologi, dandilandasi pula dengan etika
profesi.

     Etika profesi keperawatan adalah filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moralyang
mendasari pelaksanaan praktik keperawatan. Etika profesi keperawatan adalah milikdan
dilaksanakan oleh semua anggota profesi keperawatan, yaitu perawat. Anggota profesi keperawat
an dituntut oleh sesama perawat, profesi lain, dan masyarakat sebagai penerima pelayanan
keperawatan untuk menaati dan menentukan kode etik yang telah disepakati.

        Secara spesifik etika profesi memberi tuntutan praktik bagi anggota  profesi dalam melaksa
nakan praktik profesinya sesuai dengan standar moral yang diyakini. Disamping itu, seiring deng
an kemajuan ilmu pengetahuan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat mengakibatkan ruang
lingkup layanan keperawatan semakin komplek untuk itu, perawat dituntut kemampuannya
untuk dapat mengambil keputusan atas dasar penalaran saintifik danetis.Dalam melaksanakan
praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil suatukeputusan dalam upaya pelayanan
keperawatan klien. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan dan kemampuan penalara
n ilmiah dan penalaran etika, hal yang baik bagi pelayanan keperawatan klien diukur dari sudut
keyakinannya sendiri, norma masyarakat, danstandar profesional.
2.2 Realisme

Istilah realisme berasal dari kata latin realis yang berarti ‘sungguh-sungguh, nyata benar’.
Sepanjang sejarah panjang bervariasi, realisme telah memiliki tema umum, yang disebut prinsip
atau tesis kemerdekaan. Tema ini menyatakan bahwa realitas, pengetahuan dan nilai yang ada
secara independen dari pikiran manusia. Ini berarti bahwa realisme menolak pandangan idealis
bahwa ide-ide hanya nyata.Barang ada bahkan meskipun tidak ada pikiran untuk melihat mereka
(ingat pertanyaan klasik tentang pohon tumbang di hutan). Untuk realis, hal ini tentu sebuah
realitas independen, namun, realis juga menganggap ide untuk menjadi bagian dari tesis.

Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa
masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian
materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang berbeda dalam sifat-
sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan tidak ada dua yang sama.
Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang disebut “kemanusiaan.”Kualitas
universal ini tentunya nyata karena itu ada secara mandiri dan terlepas dari satu orang.
Aristoteles menyebut kualitas bentuk universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek
nonmaterial dari setiap objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari
grup tersebut.

Meskipun bentuk adalah nonmateri, kita menyadari itu dengan memeriksa benda-benda
materi yang ada yang independen dari kita. Aristoteles percaya bahwa kita harus mempelajari
dan memahami realitas segala sesuatu. Dia setuju dengan Plato pada posisi ini. Mereka berbeda
tentang metode bagaimana untuk tiba pada formulir. Aristoteles percaya seseorang bisa
membentuk dengan mempelajari hal-hal material dan Plato percaya itu bisa dicapai melalui
penalaran, seperti dialektika.

Pada prinsipnya kedua, Aristoteles mengira bahwa bentuk-bentuk hal, sifat universal dari
benda-benda, tetap konstan dan tidak pernah berubah, tetapi bahwa komponen tertentu
melakukan perubahan. Individu manusia perubahan melalui pertumbuhan dan kemudian mati,
tetapi kemanusiaan akan tetap karena bentuk universal adalah konstan. Aristoteles dan Plato sepa
kat bentuk yang konstan dan materi selalu berubah, tetapi Aristoteles percaya bahwa bentuk itu
dalam hal tertentu dan bahkan kekuatan materi yang memotivasi. Dia berpikir bahwa setiap
objek memiliki “jiwa” kecil atau tujuan dalam hidup. Misalnya, tujuan anak kucing adalah
menjadi kucing dewasa. Tujuan dari seorang anak akan menjadi remaja dan akhirnya manusia
dewasa.

Aristoteles tidak hanya seorang filosof, tapi juga ilmuwan. Dia percaya ada hubungan
antara filsafat dan ilmu pengetahuan di mana studi satu membantu kita dalam studi yang lain.
Kita dapat mempertimbangkan apa sifat fisik make-up kucing (struktur internal dan eksternal,
warna), namun; pertanyaan-pertanyaan ilmiah secara alami akan membawa kita untuk
mengajukan pertanyaan filosofis yang lebih mendalam tentang asal-usul kucing, makna dan
tujuan. Proses ini akan membawa kita untuk menemukan esensi atau bentuk.
Dia pikir pertanyaan paling penting yang bisa kita bertanya tentang hal-hal yang berhubungan
dengan tujuan-tujuan mereka. Tidak seperti semua binatang lainnya, binatang manusia dapat
berpikir secara abstrak dan Aristoteles percaya penggunaan kemampuan ini unik adalah
tujuan kemanusiaan. Ketika kita tidak menggunakan kecerdasan kita, kita pergi melawan tujuan
yang sebenarnya kita dalam hidup.

Pada prinsipnya ketiga, Aristoteles percaya bahwa desain dan ketertiban hadir di alam
semesta dan dengan demikian, segala sesuatu terjadi secara teratur.Seperti disebutkan, nasib anak
kucing adalah menjadi kucing, seorang anak menjadi manusia dewasa. Proses ini tidak bisa
diubah dan konstan seperti bentuk universal mereka. Dengan demikian, kita dapat memahami
alam semesta dengan mempelajari tujuannya. Namun demikian, Aristoteles mengatakan bahwa
manusia memiliki kehendak bebas untuk berpikir. Jika kita menolak untuk berpikir atau berpikir
buruk, maka kita bertentangan desain kami dan penciptaan dan menderita konsekuensi dari ide-
ide yang salah, kesehatan yang buruk dan ketidakbahagiaan.

Aristoteles percaya bahwa orang yang mengikuti tujuan sebenarnya memimpin hidup
rasional moderasi dan menghindari ekstrem. Dia percaya dalam dua ekstrim: ekstrim yang terlalu
sedikit dan terlalu banyak. Jika seseorang minum terlalu banyak alkohol, satu akan menjadi
seorang pecandu alkohol dan menderita penyakit tersebut. Namun, orang yang berpikir seperti
moderat menghindari penghancuran diri. Aristoteles menyebut jalan moderat menghindari
ekstrem, Golden Mean.

Prinsip keempat ini digambarkan oleh gagasan tentang jiwa sebagai suatu entitas akan
tetap seimbang. Ia percaya ada tiga aspek jiwa yang disebut vegetatif, animative dan rasional.
Vegetatif merupakan melakukan terlalu sedikit atau tidak aktif. Animative berarti ekstrim lain
terlalu banyak seperti dalam kemarahan dan permusuhan. Namun, ketika seseorang
menggunakan alasan untuk menjaga dua aspek lain dalam harmoni, mereka mengikuti jalan yang
benar untuk desain dan tujuan.

Keadaan ideal ada ketika semua tiga aspek, vegetatif (kuningan), perak (hewan) dan emas
(rasional) dalam keseimbangan dan harmoni. Aristoteles percaya bahwa pendidikan yang baik
akan membantu mencapai Golden Mean dan karenanya, mempromosikan harmoni dan
keseimbangan jiwa dan tubuh.
Aristoteles percaya bahwa keseimbangan dan ketertiban sangat penting untuk tubuh dan
pikiran dan juga alam semesta. Mengenai manusia, ia tidak melihat tubuh dan pikiran dalam
oposisi sebagai Plato itu, namun ia memandang tubuh sebagai sarana data yang datang kepada
kita melalui persepsi akal. Data dari persepsi rasa diorganisir oleh pikiran penalaran. prinsip-
prinsip universal dicapai oleh pikiran dari pemeriksaan khusus oleh persepsi rasa dan mengatur
hasil dalam penjelasan rasional. Dengan demikian, tubuh dan pikiran beroperasi bersama-sama
secara seimbang dengan konsistensi internal mereka.
Tidak seperti Plato yang percaya hanya dalam ide, Aristoteles tidak masalah yang
terpisah dari bentuk atau universal sedang. Ini adalah prinsip kelima. Dia melihat mereka sebagai
dua aspek fundamental dari hal yang sama. Semua materi mempunyai bentuk dan dalam
beberapa tahap aktualisasi. tak berbentuk materi tidak ada. Ia mencoba untuk menyatukan dunia
materi dengan dunia bentuk. Contoh dari hal ini adalah pandangannya tentang aktualitas dan
potensialitas.Aktualitas adalah bahwa yang lengkap atau sempurna yang akan terbentuk. Potensi
mengacu pada kemampuan yang diaktualisasikan atau mendapatkan kesempurnaan dan bentuk.
Ini persatuan bentuk dan materi yang memberikan realitas yang konkrit untuk hal-hal serikat ini
kemudian diilustrasikan oleh konsep Aristoteles tentang Empat Penyebab:
1.      Bahan Penyebab: masalah dari mana sesuatu dibuat
2.      Formal Penyebab: desain yang membentuk objek material
3.      The Efisien Penyebab: agen yang menghasilkan objek
4.      Sebab Final: arah menuju yang objek yang cenderung

Penyebab ini dapat dikaitkan dengan apa bangunan. Salah satu kebutuhan bahan untuk
membangun desain atau cetak biru, pembangun dan akhirnya hasilnya. Prinsip keenam adalah
keyakinan Aristoteles bahwa materi selalu dalam proses dan bergerak untuk mengakhiri
beberapa. Ini mirip dengan pandangan evolusi modern dan gagasan tentang alam semesta
terbuka. Namun, perbedaan antara mereka ada orang melihat gerakan menuju ke tujuan akhir.
Alam semesta terbuka-berakhir ke suatu titik tertentu. Dia percaya dalam Realitas Ultimate
untuk menjadi kekuatan dan pencipta yang mengontrol proses materi. entitas ini adalah akhir
akhir melampaui semua materi dan bentuk.
Dalam hal ini, filsafat Aristoteles adalah sebagai esoteris sebagai Plato. Dia melihat ini
Realita Ultimate sebagai penjelasan logis untuk urutan alam semesta dan prinsip sebagai
penyelenggara dan operator. Untuk mencari struktur realitas independen, Aristoteles bekerja
pada proses logis. Dia menggunakan dialektika untuk mensintesis menentang gagasan tentang
kebenaran. Dia juga mencoba untuk memperbaikinya. Metode logis ia kembangkan adalah
silogisme, yang merupakan metode untuk menguji kebenaran laporan. Perhatikan contoh berikut:
Semua musik yang baik, klasik adalah sebuah bentuk musik, oleh karena itu, musik klasik yang
baik. silogisme ini terdiri dari premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Aristoteles
menciptakannya untuk membantu kita berpikir lebih akurat dengan memesan pernyataan tentang
realitas dalam bentuk logis dan sistematis.

2.3 Pengaruh Pemikirannya Aristoteles

Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam.
Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Kami-kami Yunani yang muncul
kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman
yang sangat. Perlu juga dicatat, buahpikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam
dan berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd
(Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpadua
n antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka
Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling
gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St.
Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang
terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.

Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah
ketika keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan
Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan
problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti
dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta
dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang.
Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam.
Dia percaya kerendahan martabatwanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini–tentu saja-–
mencerminkanpandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah
pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan adalah
bapaknya revolusi dankejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-
dalamseni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada
pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita
kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot bukan alang
kepalang. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu menyerap dan
berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari
tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat
pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan.
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih
belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian
ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya
tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling
penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu
Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan
kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan
pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda,
Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).
Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu
tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak
dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak
lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan
theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika
Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat
ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun
demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan
berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah
silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua
kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap manusia pasti akan mati
(premis mayor).
• Sokrates adalah manusa (premis minor).
• maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati.
Karena luasnya lingkup karya karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontri
busi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat
beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan
bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku
Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia
mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut
Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut
Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis
disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke
luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud
adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru
dari apa yang ada di dalam kenyataan. .aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu
Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam
bentuk kronologi.
2.4  NILAI-NILAI

A. Pengertian

Nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu


standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Nilai menggambarkan cita-
cita dan harapan- harapan ideal dalam praktik keperawatan. Sistem nilai dalam suatu organisasi
adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.

B. Nilai-Nilai Esensial Dalam Profesi

Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu
proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan
profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan
profesional, yaitu:
1.      Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan
kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk,
dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah
sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian
terhadap sentimen dan rasa. Keperawatan sebagai salah satu konsep ilmu pelayanan jasa
diharapkan mempunyai standar estetika dalam pelayanannya. Konsep nilai estetika mungkin
berada dalam ranah aktualisasi diri dalam penerapannya. (Moslow). jadi dengan kata lain, untuk
menerapkan konsep estetika dalam keperawatan, dibutuhkan seseorang yang sudah mempunyai
pemikiran dan kualitas sebagai orang yang sudah dalam tahapan aktualisasi diri.
2.      Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain
termasuk keperawatan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
3.      Equality (kesetaraan) : Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap
asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi   .
4.      Freedom (Kebebasan ) : memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri,
harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5.      Human dignity (Martabat manusia) : Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap
martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan
dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.
6.      Justice (Keadilan) : Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas,
moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7.      Truth (Kebenaran)  : Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran,
keunikan dan reflektifitas yang rasional.

C. Pengembangan Dan Transmisi Nilai-Nilai

Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan
berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan
hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar
dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung
pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil
dengan berbagai cara antara lain:
1.      Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui
observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia
bergaul
2.      Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan
memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-
nilai yang berbeda
3.      Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung
kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem
nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena
kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat
menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut
4.      Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila
menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila
menunjukkan perilaku yang tidak baik
5.      Tanggung jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu
dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan
bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya
sendiri.

D. Klarifikasi Nilai-Nilai (Values)

Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem
nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan
seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya
dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional
atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya (Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-
nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi keperawatan dan kebidanan. Ada
tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan bidan.
 Pilihan:
1)        Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu
2)        Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan
bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan
mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan.
3)        Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi
terbaik bagi semua masyarakat.
  Penghargaan:
1)        Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang bila
mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau
supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan
2)        Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia
memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
  Tindakan:
1)        nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari
2)        Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan
profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan. Semakin disadari nilai-
nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten
untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasen dan ternyata tidak
sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang
dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat
mungkin kita tidak lagi merasa nyaman.

2.5 Prinsip-Prinsip Etik

  Otonomi (Autonomy)
Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah seorang
yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat
keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya.
Aplikasi prinsip moral otonomi dalam asuhan keperawatan ini contohnya adalah seorang
perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa obat tersebut, prinsip otonomi ini
dilanggar ketika seorang perawat tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan
dilakukannya, tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau injeksi bisa
dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat dalam hal ini telah bertindak
sewenang-wenang pada orang yang lemah.

 Berbuat Baik (Beneficience)


 
Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan dengan kata lain
doing good yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan
tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi
menurut pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut,
sehingga keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan keluarga.
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonomi.
Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah, seorang
pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi pasien tersebut harus
diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi
bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik
dalam rangka penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien
memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya. Perawat tidak memberikan tranfusi,
padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik
dan menghargai pasien.

  Keadilan (Justice)
Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice
(Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari
tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap
pasien berhak mendapatkan tindakan yang sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang
sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi
yang relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-
sumber yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan
bahwa setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan
kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000).
Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah dalam keperawatan di ruang
penyakit bedah, sebelum operasi pasien harus mendapatkan penjelasan tentang persiapan
pembedahan baik pasien di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan
kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini.
  Tidak Merugikan (Nonmaleficience) atau avoid killing
Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia
(pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan
tentang masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan
hidup atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau
meninggal.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien. kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang
lain.
Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus
mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan Jacobs
(1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien pada kondisi
tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding killing, Pasien dan
keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati. Sehingga perawat dalam mengambil
keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip moral yang lain yaitu beneficience,
nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan yang terbaik, tidak membahayakan dan
menghargai pilihan pasien serta keluarga untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti
membunuh pasien tetapi menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien
dengan pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.
  Kejujuran (Veracity)
Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar
atau mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kuajiban untuk mengatakan yang
sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000).
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan
bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu
memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan
berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan
fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’
dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar
atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu
dimanapun berada.
Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan
apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus
dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan
tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan
sebagainya.
Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang
sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan
darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil
ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.
  Menepati Janji (Fidelity)
Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap
memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu
janji atau sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa
diartikan dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang
fidelity sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik
untuk memegang sumpah dan setia pada janji.
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan
bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Prinsip fidelity menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya,
yaitu kewajiban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang
meliputi menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity
ini dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan,
misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti
penyidikan dan sebagainya.
Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak
menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik
diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan
pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah
pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dan sebagainya.
  Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.
  Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

2.6 Budaya dalam Etika Profesi Keperawatan

Profesi keperawatan mengakui adanya perbedaan di dalam masyarakat. Menghargai


perbedaan masyarakat memerlukan perawat untuk memahami bagaimana latar belakang
perbedaan budaya dan bahasa dapat mempengaruhi ketersediaan dan penerimaan layanan
keperawatan dan kesehatan di sebuah tempat (ACN, 2009).
Kebudayaan merupaka sistem yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta
kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006). Budaya
terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota
individual masyarakat. Masyarakat menggunakan komponen budaya  dalam proses orientasi,
transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata
dalam kehidupan mereka (Kalangie, 1994).  
Canadian Nurse Asociation (CNA) menyatakan bahwa konteks sosial dimana perawat
bekerja akan terus berubah dan memberikan pengaruh yang signifikan untuk praktek
keperawatan. Dengan merubah secara berkala isi dari kode etik keperewatan, diharapkan kode
etik akan mampu memenuhi kebutuhan perawat untuk mengikuti perubahan nilai sosial dan
kondisi yang mempengaruhi masyarakat, perawat dan penyedia layanan kesehatan lain (CNA,
2008). Menghargai masyarakat membutuhkan perawat untuk mengenali dan mendengarkan
klaim moral dari masyarakat dan hak dasar manusia sebagai penyokongnya. Hal ini termasuk
mendengarkan kebutuhan dan perhatian masyarakat  yang mungkin mempunyai inisiatif sendiri
untuk pemenuhan kebutuhan kesehatannya (ACN, 2009).  

Dari sini dapat diketahui bahwa budaya masyarakat disebuah tempat menjadi penting bagi
perawat untuk ketahui, terima dan hargai. Budaya masyarakat menentukan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Masyarakat memiliki pandangan sendiri akan
kebutuhan kesehatan yang mereka cari.

 
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika profesi keperawatan adalah filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendas
ari pelaksanaan praktik keperawatan. Etika profesi keperawatan adalah milik dandilaksanakan
oleh semua anggota profesi keperawatan, yaitu perawat.Secara umum tujuan etika profesi
keperawatan adalah menciptakan danmempertahankan kepercayaan klien kepada perawat,
kepercayaan diantara sesama perawat,dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keperawatan.

3.2 Saran

Sebagai seorang calon perawat, hendaknya dapat memahami konsep dari etikakeperawatan agar
dapat mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktik keperawatan
nantinya
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E, dkk. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta: TIM

Nisya, R. 2013. Prinsip-prinsip Dasar Keperawatan. Jakarta: Dunia Cerdas

Suhaemi, M. 2010. Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC

Wulan,K. 2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: PT Prestasi Pustaka Raya

Hendrik. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai