Anda di halaman 1dari 33

“MAKALAH PROMOSI KESEHATAN”

AN JUDUL
(Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Penugasan Mata Kuliah Promosi Kesehatan)

Disusun Oleh :

Nama : Aisyah Wiranda

Nim : P1337424520054

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG DAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas berkat dan
karunianya saya dapat menyelesaikan makalah Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta
salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di
hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul ‘Promosi Kesehatan bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Komunikasi dan Konseling Dalam penyusunan penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah  ini dan memohon maaf apabila masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak  kekurangan , untuk itu saya sebagai
penulis menerima saran maupun kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………............... i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................... 2
1.4 Pertanyaan Kajian................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Strategi Promosi Kesehatan................................................................. 3

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Strategi Promosi Kesehatan.............................................. 4
3.2 Strategi Advokasi Kesehatan................................................................ 4
3.2.1 Pengertian Advokasi Kesehatan................................................. 4
3.2.2 Tujuan Advokasi Kesehatan....................................................... 4
3.2.3 Luaran (Hasil yang didapatkan).................................................. 5
3.2.4 Sasaran....................................................................................... 5
3.2.5 Metode Advokasi......................................................................... 6
3.2.6 Langkah-langkah Advokasi......................................................... 6
3.2.7 Indikator Keberhasilan Advokasi................................................ 9
3.2.8 Bentuk Kegiatan Advokasi Menurut Sasaran............................. 10
3.2.9 Etika Advokasi............................................................................. 11
3.2.10 Kendala dalam Advokasi............................................................ 11
3.2.11 Kiat untuk Advokator................................................................... 11
3.3 Strategi Bina Suasana.......................................................................... 13
3.3.1 Pengertian Bina Suasana........................................................... 13
3.3.2 Tujuan......................................................................................... 13
3.3.3 Luaran (Hasil yang didapatkan).................................................. 13
3.3.4 Sasaran....................................................................................... 13
3.3.5 Metode Bina Suasana................................................................. 14
3.3.6 Langkah-langkah Kegiatan Bina Suasana.................................. 14
3.3.7 Pelaksanaan Kegiatan................................................................ 16
3.3.8 Pemantauan dan Penilaian......................................................... 16
3.3.9 Indikator Keberhasilan................................................................ 17
3.3.10 Langkah-langkah Melaksankan Bina Suasana serta Hasil........ 17
3.3.11 Contoh Kegiatan Bina Suasana.................................................. 18
3.4 Pemberdayaan Masyaakat dalam Promosi Kesehatan....................... 18
3.4.1 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat............................................ 22
3.4.2 Prinsip Pemberdayaan Masyarakat............................................ 23
3.4.3 Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat................................ 23
3.5 Kemitraan.............................................................................................. 24
3.5.1 Teori Kemitraan........................................................................... 24
3.5.2 Prinsip Kemitraan........................................................................ 25
3.5.3 Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan............................ 26
3.5.4 Langkah-langkah Kemitraan....................................................... 27
3.5.5 Konflik dalam Kemitraan............................................................. 28

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 31
4.2 Saran................................................................................................... 31

DAFTAR RUJUKAN…………………………………………………………………..….. 32
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar  rakyat, dimana tercantum dalam pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yaitu hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan
sangat besar peranannya dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam rangka mengimbangi makin ketatnya persaingan bebas di era
globalisasi. Keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut memerlukan
pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan produktif dengan melibatkan
semua sector terkait termasuk swasta dan masyarakat. Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.
Oleh karena itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, promosi kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Dalam
rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat maka diperlukan strategi promosi kesehatan baik kepada pemerintah,
tokoh masyarakat, dan khususnya kepada masyarakat.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah promosi kesehatan kami membuat
makalah ini dengan judul strategi promosi kesehatan untuk mengetahui bagaimana
strategi promosi kesehatan yang ditunjukan  kepada pemerintah, tokoh masyarakat,
dan masyarakat.
1.2. Tujuan
Makalah ini selain digunakan untuk menyelesaikan tugas Dasar Promosi
Kesehatan, juga memiliki tujuan yang ditujukan kepada pembaca untuk
mengetahui tentang bagaimana strategi promosi kesehatan.
1.3. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian srategi promosi kesehatan.
2. Dapat mengetahui bagaimana Strategi Advokasi Promosi Kesehatan
3. Dapat mengetahui bagaimana srategi bina usaha promosi kesehatan.
4. Dapat mengetahui bagaimana Srategi Pemberdayaan Promosi Kesehatan.
5. Dapat mengetahui bagaimana strategi Kemitraan Promosi Kesehatan

1.4. Pertanyaan Kajian


1. Apa yang dimaksud dengan strategi promosi kesehatan?
2. Bagaimana strategi advokasi promosi kesehatan?
3. Bagaimana strategi bina usaha promosi kesehatan?
4. Bagaimana strategi pemberdayaan promosi kesehatan?
5. Bagaimana strategi kemitraan promosi kesehataan?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Promosi Kesehatan


Strategi promosi kesehatan adalah suatu kegiatan untuk mewujudkan atau
mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan efisien, diperlukan
cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut “strategi´, yakni teknik
atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan
tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna.
Aturan dalam memilih strategi promosi kesehatan:
1. Pilih minimal tiga strategi
2. Umumnya, penggunaan media sering digunakan dalam promosi
kesehatan.
3. Semakin lama program, semakin banyak strategi.
4. Dimulai dengan strategi yang paling murah & sederhana.
5. Semakin kompleks permasalahan perilaku yang akan diintervensi,
semakin banyak strategi yang digunakan .
6. Strategi yang mempengaruhi faktor predisposisi umumnya mempunyai
efek yang singkat
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Strategi Promosi Kesehatan


Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara
efektif dan efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering
disebut “strategi”, yakni teknik atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan
visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna.

3.2. Strategi Advokasi Kesehatan


3.2.1. Pengertian Advokasi Kesehatan
Advokasi kesehatan adalah pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambil keputusan agar dapat memberi dukungan, kemudahan,
perlindungan pada upaya pembangunan kesehatan.

3.2.2. Tujuan Advokasi Kesehatan:


1. Mempengaruhi peraturan dan kebijakan yang mendukung pembudayaan
perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Mempengaruhi pihak lain (program, sektor, LSM peduli
kesehatan,profesional) agar mendukung perilaku hidup bersih dan sehat
melalui kemitraan dan jaringan kerja.
3. Meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah khususnya
kesehatan lingkungan di tempat-tempat umum.
4. Menggalang dukungan lewat pendapat umum melalui media komunikasi
tentang program perilaku hidup bersih dan sehat.

3.2.3. Luaran (Hasil yang diharapkan):


1. Adanya dukungan politik dari para pengambil keputusan baik dalam
bentuk instruktur/surat daran/surat keputusan maupun himbauan untuk
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Makin banyak LSM (lembaga swadaya masyarakat)yang peduli
kesehatan.
3. Adanya anggaran rutin yang dinamis dari APBD II dan sumber lain untuk
pelaksanaan PHBS di kabupaten/kota.
4. Adanya indikator PHBS dalam perencanaan daerah.
5. Fasilitas umum semakin merata terutama di daerah kumuh.

3.2.4. Sasaran
Sasaran advokasi meliputi sasaran kepada perorangan dan kepada
sasaran publik (masyarakat). Sasaran perorangan dapat dilakukan melalui
komunikasi interpersonal sedangkan untuk sasaran publik dilakukan melalui
media massa dan kampanye. Sasaran menurut jenjang administrasi adalah :
1. Pengambilan kebijakan di tingkat pusat seperti : DPR (komisi 7),
parpol,Menteri Dirjen departemen terkait,BAPPENAS, Lembaga Donor
(WHO, World Bank, UNICEF, ADB), organisasi profesi, LSM Nasional
dan Internasional.
2. Pengambilan kebijakan di tingkat daerah/Propinsi seperti: DPRD (Komisi
E), parpol, BAPPEDA, Gubernur dan asisten kesejahteraan
rakyat,Ka.Din.Kes Tkt I, Lembaga donor, organisasi profesi, LSM
internasional, nasional dan propinsi.
3. Pengambil kebijakan di tingkat Kabupaten dan Kota seperti : DPRD
Kabupaten/Kota/Komisi E, parpol BAPPEDA, Bupati/Walikota dan Bagan
Kesejahteraan rakyat, Ka.Din.Kes Tkt I, Lembaga donor, organisasi
profesi, LSM, Institusi pendidikan, Institusi Kesehatan dan Non
Kesehatan, Lembaga swasta /industri (tempat umum dan tempat Akerja)

3.2.5. Metode Advokasi.


Kegiatan yang bernuansa advokasi dapat berupa :
1. Seminar sehari.
2. Orientasi.
3. Lobby.
4. Kampaye.
5. Sarasehan (penyuluhan).
6. Bentuk kegiatan lain yang sesuai.

3.2.6. Langkah-langkah Advokasi.


Secara umum menurut Jhon Hopkins University (JHU) advokasi
kesehatan ditempuh melalui kerangka advokasi yang memuat 6 langkah yaitu
:
1. Melakukan analisa
a. Identifikasi masalah.
b. Kebijakan yang ada.
c. Program-program komunikasi yang telah dilaksanakan untuk
membuat kebijakan.
d. Perubahan kebijakan yang diinginkan oleh tingkat tertentu.
e. Stakeholder (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan.
f. Jejaring untuk penentu kebijakan dan pesan yang tepat.
g. Sumber daya yang memungkinkan untuk pelaksanaan kebijakan.
2. Menyusun Strategi.
a. Membentuk kelompok kerja PHBS.
b. Identifikasi sasaran primer dan sekunder.
c. Mengembangkan tujuan “SMART” (Specific/spesifik,
Measurable/dapat diukur, Appropriate/tepat, Realistic/nyata, Time
Bound/sesuai jadwal).
d. Menentu indicator.
e. Menyiapkan dukungan dana dan kebijakan pelaksana.
f. Menempatkan "issue” yang pantas mendapat dukungan dari penentu
kebijakan.
g. Merencanakan perbaikan sarana komunikasi.
3. Menggalang kemitraan (mobilisasi)
a. Menyusun POA (plan of action) bersama-sama.
b. Mendorong kemitraan.
c. Mendelegasikan tanggung jawab.
d. Merencanakan koordinasi peliputan berita dan data oleh media.
4. Tindakan/pelaksanaan
a. Melaksanakan rencana advokasi (POA).
b. Mengumpulkan mitra.
c. Menyajikan pesan yang tepat.
d. Menepati jadwal.
e. Mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra.
5. Evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan mengukur pencapaian tujuan (proses
dan output) melalui pengecekan dokumentasi tentang kegiatan-kegiatan
yang seharusnya dilaksanakan, materi KIE yang telah diterbitkan dan
disebarluaskan serta produk-produk kebijakan yang diterbitkan.
6. Kesinambungan proses
Melaksanakan proses komunikasi secara terus menerus dengan
memanfaatkan hasil evaluasi.
Langkah-langkah berikut ini :
 Persiapan
1. Identifikasi masalah dari data yang ada seperti :
a. Data 10 penyakit terbanyak di kabupaten/kota.
b. Status gizi.
c. Angka kesakitan.
d. Angka kematian.
e. Perlaku spesifik masyarakat yang terkait dengan perilakum
PHBS.
f. Data dasar (kualitatif dan kuantitatif) pengkajian PHBS.
g. Hasil pemetaan wilayah/klasifikasi PHBS tiap tatanan.
h. Rencana detail tat kota (RDTK) dan rencana umum tata ruang
kota (RUTRK).
2. Mempelajari kebijakan apa saja yang mendukung dan menghambat
program perilaku PHBS.
3. Mempelajari program komunikasi yang telah dilaksanakan dengan
menggali pengalaman dari orang lain tentang program komunikasi
yang telah dilaksanakan untuk dpat dimanfaatkan sebagai
pengalaman belajar dalam program PHBS.

Hal-hal yang dapat digali antara lain :


1. Strategi yang berkelanjutan.
2. Isu advokasi yang tajam (fokus).
3. Sasaran yang spesific.
4. Tindak lanjut kegiatan.
4. Mempelajari perubahan kebijaksanaan yang terjadi, contoh : sekitar
tahun 1998 kebijaksanaan paradigma sakit mengalami perubahan
menjadi paradigma sehat. Hal ini memberi peluang kepada para ahli
kesehatan masyarakat untuk mengkampanyekan paradigma sehat
dengan tema “Menjaga kesehatan lebih murah dan mudah dari pada
mengobati”.
5. Menentukan mitra kerja terkait yang berpengaruh dalam program
PHBS dan membuat jejaring bagi penentu kebijakan dan kelompok
peduli kesehatan.
6. Memanfaatkan dan menggali sumber daya yang memungkinkan untuk
pelaksanaan PHBS.
7. Menyiapkan materi yang berkaitan dengan PHBS serta menentukan
metode advokasi kesehatan.
8. Menempatkan issue atau gagasan untuk mendapatkan dukungan dari
penentu kebijakan pada waktu yang tepat untuk menyampaikan
gagasan tersebut, minsalnya pada kesehatan sedunia (7 april), hari
kesehatan nasional (12 november), hari sadar pangan dan gizi, hari
AIDS sedunia dan lain-lain.
 Pelaksanaan
1. Lakukan advokasi PHBS dengan penyajiann yang menarik dengan
menggunakan metode dan teknik yang tepat.
2. Adanya tanya jawab, tanggapan dan masukan-masukan untuk
menyempurnakan program yang sudah ada.
3. Simpulkan dan sepakati hasilnya.
4. Buat laporan tertulis hasil advokasi dan sebarluaskan pada sasaran
yang terkait.
5. Lakukan tindak lanjut kegiatan berdasarkan kesepakan bersama.

3.2.7. Indikator Kebersilan Advokasi


Untuk mengukur keberhasilan advokasi dapat dilihat adanya
tanggapan/respon para individu dan publik dalam bentuk :
1. Adanya peraturan, surat keputusan, surat edaran, instruksi, himbauan
tentang pentingnya program PHBS.
2. Adanya anggaran dari APBD II atau sumber lain yang rutin dan
dinamis untuk pelaksanaan PHBS.
3. Adanya jadwal koordinasi dan pemantauan pelakanaan PHBS.
4. Kemampuan pengambil keputusan dalam menjelaskan PHBS dalam
setiap kegiatan.
5. Terbentuknya dan berfungsinya kelompok kerja PHBS.

3.2.8. Bentuk-bentuk Kegiatan Advokasi Menurut Sasaran.

N SASARAN ALTERNATIF BENTUK


O KEGIATAN
1. Lintas sektor -Loby (pendekatan)
-Pertemuan rutin
-Lokakarya
-Rapat koordikasi
-Sarasehan
-Dialog interaktif

2. Lintas program -Loby (pendekatan)


-Rapat koordikasi
-presentasi
-negosasi
-koordinasi
3. Kemitraan -Loby (pendekatan)
-kampanye
-presentasi
-demonstrasi
-dialog interaktif

3.2.9. Etika Advokasi


1. Mulai dengan sisi yang positif dari sasaran, minsalnya perhatian yang
ditunjukan kepada sasaran di bidang kesehatan yang merupakan
program unggulan.
2. Mau kompromi, sabar dan tegar serta tidak menyalahkan sasaran.
3. Pusatkan pada pesan pokok dengan bahasa yang menggugah.
4. Kemukakan hai-hal baru yang relavan dengan materi sasaran.

3.2.10. Kendala dalam Advokasi


1. Para pembuat kebijakan masih belum mempunyai persepsi yang sama
terhadap promosi kesehatan dan paradigma sehat.
2. Penyelenggara kesehatan masih mementingkan budaya kuratif.
3. Masih adanya budaya ketergantungan masyarakat terhadap petugas
dalam upaya kesehatan.

3.2.11. Kiat untuk Advokator


1. Kiat advokator sebagai pengelola program.
1) Menetapkan, menerima tanggung jawab dan bekerjasama dalam tim.
2) Memahami misi, rician tujuan, menentukan apa/mana yang
diutamakan.
3) Tahu teknik yang tepat untuk menyamakan persepsi.
2. Kiat advokator sebagai pimpinan rapat atau kelompok kerja.
1) Sudah membuat persiapan yang rinci sebelum memimpin rapat,
semua yang harus hadir sudah diberi tahu sebelumnya, agenda rapat
dan akomodasi siap sedia.
2) Dia nomor satu diantara yang hadir (primus interpares), bukan tuan
besar yang sok resmi di tengah kelompok, melainkan seorang
pelayanan yang ceria dan ramah.
3) Dia membuat anggota tim tidak canggung bahkan membuat orang
lain percaya diri, bisa membuat yang pendiam dan pemalu berani
bicara serta menegahi yang agresif dengan tegar dan sikap
bersahabat.
4) Dia menguasai keadaan, tahu bahwa potensi setiap anggotanya
untuk mencapai sukses.
5) Dia menghargai orang lain dan memperlakukan semua orang
sederajat.
6) Dia pendengar yang baik.
7) Dia selalu antusias dan menaruh minat, terampil mengajukan
pertanyaan dn membagi pertanyaan.
8) Dia memulai rapat tepat waktu, menjelaskan maksud dan tujuan
dengan semangat dan membuat diskusi hidup, mampu menentukan
kapan rapat selesai.
3. Cara menyiapkan model media advokasi.
1) Media advokasi dapat dibuat sederhana, berupa tulisan, ilustrasi,
tetapi dapat juga dibuat canggih.
2) Inti pembicaraan harus jelas dan tidak terlalu banyak informasi.
3) Jika meminta sumbangan/bantuan sebutkan kgunaannya dan berupa
apa (fikiran,tenaga atau dana).
4) Tunjukkan aspek manuasiawi sehingga yang baca mau berbuat.
5) Desain harus bagus termasuk ukuran, gambar,/ilustrasi, huruf jika
menyajikan data ilmiah sajikan dengan bahasa sederhana,mantap
dan efektif.
6) Cantumkan logo.
7) Distribusikan media.

3.3. Strategi Bina Suasana


3.3.1. Pengertian Bina Suasana
Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini
publik dengan berbagai kelompok opini yang ada di masyarakat, seperti :
tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat, dunia
usaha/swasta, media massa, organisasi profesi, pemerintah dan lain-lain.

3.3.2. Tujuan
Diperolehnya berbagai pencipta opini yang ada di masyarakat
ehingga dapat menciptakan opini publik yang jujur, terbuka sesuai
dengan norma situasi, kondisi masyarakat yang mendukung tercapainya
PHBS disemua tatanan.

3.3.3. Luaran (Hasil yang diharapkan):


1. Terciptanya opini, etika, norma dan kondisi masyarakat yang ber
PHBS
2. Terciptanya dukungan kebijakan, fatwa, peraturan pemerintah,
peraturan daerah, surat keputusan, sumberdaya untuk PHBS

3.3.4. Sasaran
Sasaran bina suasana terbagi atas :
1. Sasaran individu
a. Anggota legislatif (Lembaga Perwakilan Rakyat)
b. Anggota Eksekutif (Lembaga Pemerintah)
c. Anggota Yudikatif (Lembaga Peradilan/Hukum)
d. Tokoh masyarakat, Tokoh adat
e. Tokoh Agama
f. Petugas
g. Kader

2. Sasaran kelompok-
a. Organisasi massa (organisasi pemuda, organisasi wanta,
organisasi agama, dan lain-lain)
b. Oganisasi profesi, dunia usaha/swasta
c. Kelompok peduli kesehatan
3. Sasaran massa/publik
Masyarakat yang bisa dijangkau melalui media massa (cetak
dan elektronik) seperti koran/majalah, radio dan TV baik pemerintah
maupun swasta serta media tradisional.

3.3.5. Metode Bina Suasana.


Metode bina suasana dapat berupa :
- Pelatihan
- Semiloka
- Konferensi pers
- Dialog terbuka
- Sarasehan
- Penyuluhan
- Pendidikan
- Lokakarya mini
- Pertunjukkan tradisional
- Diskusi meja bundar
- Pertemuan berkala di desa
- Kunjungan lapangan
- Studi banding

3.3.6. Langkah-langkah Kegiatan Bina suasana.


1. Persiapan
Identifikasi sasaran dalam upaya bina suasana dapat disebut
sebagai “mitra” kita harus dapat menentukan apakah daftar
sasaranyang kita miliki memenuhi syarat untuk menjadi mitra. Cara
untuk mengenal dan memilih mitr dikenal dengan “5c” yaitu :
a) Competent (kompetensi)
 Apakah organisasi itu memiliki staf teknik dan manajemen yang
kuat?
 Bila dibutuhkan tambah staf, apakah organisasi itu memiliki
aliran dana dan cadangan dana yang cukup, sistem akuntasi,
bank account dan pengauditan teratur?
 Apakah telah memiliki pengalaman dalam kegiatan yang sama?
 Apakah organisasi tersebut memiliki citra positif dan raputasi
untuk ketinggian mutu kerja?
b) Commitment (komitmen)
 Apakah organisasi tersebut mendukung promkes?
 Dapatkah mendukung dan berperan kuat dalam promkes?
c) Clout (relasi)
 Apakah organisasi tersebut memiliki kotak atau akses ke
pembuat-pembuat kebijakan dan para tokoh yang berpengaruh
di masyarakat?
 Apakah organisasi itu mendapat dukungan politis dalam
kegiatannya?
d) Coverage (jangkauan)
Apakah organisasi tersebut mampu menjangkau sasaran yang
telah ditetapkan, diberbagai wilayah, berbagai segmen seperti
demografi,psikografi dan sosial ekonomi.
e) Continuity (kesinambungan)
 Sudah berapa lamakah organisasi ini melakukan kegiatan?
 Sudah pernahkah menangani kegiatan yang serupa?
 Apakah memiliki dasar kelembagaan dan sumberdaya untuk
jangka panjang?
 Menyiapkan paket informasi (information kit) seperti
brosur,poster dan lain-lain
 Metode atau cara yang dapat dilakukan
 Waktu dan tempat
 Menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi

3.3.7. Pelaksanaan Kegiatan.


Pelaksanaan kegiatan bina suasana mencangkup lomponen:
 Ada forum komunikasi dan dokumentasi kegiatan.
 Penyajian data yang selalu “up to date” atau terbaru.
 Mengikuti kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.
 Menjalin hubungan yang serasi dan dinamis serta memegang prinsip-
prinsip kemitraan.
 Menggalang sumber-sumber dana dan potensi yang ada dari masing-
masing mitra

3.3.8. Pemantauan dan Penilaian


Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan bina
suasana dilakukan dengan benar dan menghasilkan sasaran yang
diharapkan (POA) dengan menggunakan instrumen emantauan dan
penilaian dngan melihat luaran dalam bentuk opini, etika, norma-norma
atau kondisi yang ada di masyarakat. Kalau sudah ada, berarti kegiatan
bina suasana dapat dikatakan berhasil, begitupun sebaliknya.

3.3.9. Indikator Keberhasilan


a) Ada peningkatan jumlah kegiatan dan jaringan kemitraan.
b) Ada forum komunikasi.
c) Ada dokumentasi kegiatan.
d) Ada kesepakatan lisan dan tulisan.
e) Ada opini publik

3.3.10 Langkah-langkah Melaksanakan Bina Suasana serta Hasil yang


diharapkan.

LANGKAH KEGIATAN HASIL YANG DIHARAPKAN


1. Identifika pertemuan -lingkup & cara kerja
si mitra -spesifikasi kerja
-kemampuan
2. Pengelo pertemuan -komitmen
mpokkan mitra -rencana kegiatan
kerja
3. Setiap Forum Tercipta tujuan bina suasana
mitra komunikasi
melaksanakan
upaya yang
berkaitan
dengan
kesehatan
sesuai bidang
kegiatan
masing-masing
4. Monitorin -Pertemuan Terpeliharanya opini, norma
g dan evaluasi -Kunjunga etika dan kondisi yang baik
Lapangan dalam masyarakat.
-semilokal

3.3.11. Contoh Kegiatan Bina Suasana.


1) Adanya foum bersama antara departemen kesehatan RI dengan
forum kumunikasi LSM AIDS se Jabodetabek (FKLOPA)
2) Adanya bantuan pengadaan jamban dari tim penggerak PKK
kabupaten tanggerang dalam rangka mendukung program PHBS di
tatanan rumah tangga
3) Adanya peraturan dilarang merokok bagi seluruh gedung perkotaan
pemerintah
4) Pertemuan dengan tokoh-tokoh agama (MUI,PGIPHDI,WALUBI)
untuk menyebarluaskan pentingnya PHBS bagi umat pada acara-
acara keagamaan (khotbah jumat,hari minggu dan lain-lain)
5) Pertemuan dengan tokoh-tokoh agama islam untuk memberi contoh
PHBS dan GJB (Gerakan Jumat Bersih)

3.4. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Promosi Kesehatan


Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau
dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan,
pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan
dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoatmodjo, 2005).
Pembangunan seperti realita pada umumnya menjadi self projected reality
yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan, sehingga sering kali
menjadi semacam ideology of developmentalism (Tjokrowinoto, 1996 cit.
Soetomo, 2006). Elemen penting yang ditekankan pada teori ini ialah partisipasi
(participation) dan pemberdayaan (empowerment) (Dudley, 1979 cit. Mardikanto,
2010). Freira (cit. Hubley, 2002) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu
proses dinamis yang dimulai dari ketika masyarakat langsung belajar dari
tindakan.
Meskipun masyarakat umumnya didefinisikan sebagai sekelompok orang
yang tinggal di lokasi yang sama dan di bawah pemerintahan yang sama, namun
definisi kerja pemberdayaan berfokus pada dimensi tindakan kolektif yaitu
masyarakat sebagai sebuah kelompok yang berbagi kepentingan bersama,
sehingga anggotanya termotivasi untuk terlibat dalam aksi kolektif (Brinkerhoff dan
Azfar, 2006). Ife (2002) bahwa pemberdayaan masyarakat setidaknya
membutuhkan enam tahapan yang perlu dilalui untuk mewujudkan change from
below,yaitu; 1) pemilahan antara proses dan hasil, 2) pentingnya pengintegrasian
proses, 3) peningkatan kesadaran, 4) partisipasi sebagai bagian dari demokrasi,
5) membangun kerja sama, dan 6) community building.
Hubley (2002) mengatakan bahwa pemberdayaan kesehatan (health
empowerment), sadar kesehatan (health literacy), dan promosi kesehatan (health
promotion) diletakkan dalam kerangka pendekatan yang komprehensif. Sebagai
suatu proses yang komprehensif, Labonte dan Laverack (2008) mengatakan,
pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen, yaitu pemberdayaan
personal, pengembangan kelompok kecil, pengorganisasian masyarakat,
kemitraan, aksi sosial, dan politik. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat
mempunyai spektrum yang cukup luas.
Barr (1995) menyarankan agar program pemberdayaan sebaiknya
difokuskan pada sebagian kecil masyarakat dan dimulai dari kebutuhan nyata di
masyarakat agar berjalan secara maksimal. Kelompok masyarakat yang tumbuh
dari masyarakat itu sendiri adalah fasilitas yang paling efektif untuk upaya
pemberdayaan masyarakat. Tersedianya dan efektivitas kelembagaan akan
sangat berpengaruh terhadap pemberdayaan (Mardikanto, 2010). Wallerstein dan
Sanchez-Merki (1994) mengusulkan kolaborasi pemberdayaan, sebab ditinjau dari
konsep promosi kesehatan, pemberdayaan dan pembangunan mendorong
peningkatan kapasitas masyarakat.
Beberapa tonggak pencapaian perkembangan adopsi pemberdayaan ke
dalam konsep promosi kesehatan antara lain: Wallerstein (1992) menyatakan
bahwa pendidikan pemberdayaan masyarakat diadopsi untuk meningkatkan
efektivitas pendidikan kesehatan, efektivitas program, dan menjaga kelestarian
(sustainability) program. Selanjutnya, Nutbeam (1998) mengatakan bahwa
pemberdayaan adalah inti dari promosi kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut: (a) merancang keseluruhan program; (b) menetapkan
tujuan yang ditetapkan pada tahap perencanaan; (c) memilih strategi
pemberdayaan; (d) implementasi strategi dan manajemen, dilakukan dengan cara:
meningkatkan peran serta pemangku kepentingan (stakeholder), menumbuhkan
kemampuan pengenalan masalah, mengembangkan kepemimpinan lokal,
membangun keberdayaan struktur organisasi, meningkatkan mobilisasi sumber
daya, meningkatkan kontrol stakeholder atas manajemen program, dan membuat
hubungan yang sepadan dengan pihak luar; (e) evaluasi program, dan (f)
perencanaan tidak lanjut (Sumaryadi, 2005).
WHO dalam Depkes RI (2006) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai
proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan, sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi kesehatan merupakan upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari,
oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2006). Menolong diri sendiri artinya
masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah potensial (yang mengancam)
dengan cara mencegahnya dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
sudah terjadi dengan menanganinya secara efektif dan efisien (Hartono, 2010).
Berkaitan dengan pemberdayaan yang mendorong masyarakat mandiri,
Clark (2002) menyebutkan bahwa suatu masyarakat dapat disebut mandiri secara
kesehatan jika memiliki beberapa kemampuan, yaitu; 1) mengenali masalah
kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan, 2)
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi yang ada,
3) memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan
dengan melakukan tindakan pencegahan, dan 4) meningkatkan kesehatan secara
dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok
kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.
Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai
kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan
untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income gener¬ating skill).
Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak
terhadap kemampuan dalam peme¬liharan kesehatan mereka, misalnya:
terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan
sebagainya.
Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat sering disebut "gerakan
masyarakat" untuk kesehatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat (sasaran primer).

3.4.1. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2007). Batasan pemberdayaan
dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
sehingga secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk:
1.  Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan
kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat.
2. · Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk
melakukan suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan
mereka.
3. · Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya
tindakan atau perilaku sehat.
4. Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila:
1) Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat
tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan
tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan sanitasi, serta
bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
2) Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan
menggali potensi-potensi masyarakat setempat.
3) Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai
ancaman kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan.
4) Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus
melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran,
olahraga, konsultasi dan sebagainya.

3.4.2. Prinsip pemberdayaan masyarakat


1)  Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.
2) Mengembangkan gotong-royong masyarakat.
3) Menggali kontribusi masyarakat.
4) Menjalin kemitraan.
5) Desentralisasi.

3.4.3. Indikator hasil pemberdayaan masyarakat


1) Input, meliputi SDM, dana, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung
 

kegiatan pemberdayaan masyarakat.


2) Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan
 

yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, dan pertemuan-


pertemuan yang dilaksanakan.
3) Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya
masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan
dan perilakunya tentang kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki
usaha meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatnya fasilitas
umum di masyarakat.
4) Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta
meningkatkan status gizi masyarakat.

3.5. Kemitraan
3.5.1. Teori Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan
yang menarik yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan
memahami kemitraan pada diri sendiri dan orang lain, dan menemukan
alternatif yang kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator merupakan
langkah pertama ke arah membangun sebuah organisasi kemitraan.”
Dewasa ini, gaya-gaya seperti perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di
dunia baru ini, yang dibicarakan orang adalah tentang karyawan yang
“berdaya”, yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang menambah
nilai dengan menjadi agen perubahan.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong
royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun
kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja
sama formal antara individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai
pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi
minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak
merupakan ”mitra” atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk
kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara
sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk
bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
prinsip, dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan
melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang
berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-
masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)

3.5.2. Prinsip Kemitraan


Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun
suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan
harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam
mencapai tujuan yang disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing
anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus
diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya
kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini
akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara
golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan
memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan
kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien
dan efektif bila dilakukan bersama.

3.5.3. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan
dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu:
a. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk
jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk
jaringan kerja saja. Masing-masing mitra memiliki program tersendiri
mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan
tersebut terbentuk karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran
pelayanan atau karakteristik lainnya.
b. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I.
Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar
terhadap program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam
mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi
bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis
atau tipe kemitraan yaitu:
a. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain
tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.
b. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan
tidak maksimal
c. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan
pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang
lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery
dan resource mobilization.
d. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan
masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup
aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.
Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan
Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring,
konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut
dapat tertuang dalam:
a. SK bersama
b. MOU
c. Pokja
d. Forum Komunikasi
e. Kontrak Kerja/perjanjian kerja

3.5.4. Langkah-langkah Kemitraan


Kemitraan memberikan nilai tambah kekuatan kepada masing-
masing sektor untuk melaksanakan visi dan misinya. Namun kemitraan juga
merupakan suatu pendekatan yang memerlukan persyaratan, untuk itu
diperlukan langkah langkah tahapan sebagai berikut:
1. Pengenalan masalah
2. Seleksi masalah
3. Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui
suratmenyurat, telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi,
AD/ART.
4. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama
mitra dalam upaya mencapai tujuan, melalui: diskusi, forum pertemuan,
kunjungan kedua belah pihak, dll
5. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan
dan tanggung jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan
sumberdaya yang tersedia di masing-masing mitra kerja, dll. Kalau ini
sudah ditetapkan, maka setiap pihak terbuka kesempatan untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang lebih bervariasi sepanjang masih
dalam lingkup kesepakatan.
6. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja
dan jadwal kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab
7. Melaksanakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang
telah disepakati bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan
berkala, dll.
8. Pemantauan dan evaluasi

3.5.5. Konflik dalam Kemitraan


Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu
perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan
organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi
sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai
status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing
pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya.
Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk interaksi
perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa
ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2000).
Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian
konflikkonflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh
manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan
melibatkan kelompok-kelompok dalam organisasi. Umstot (1984)
menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan
elemen-elemen : 1) elemen isu , 2) perilaku sebagai respon dari isu-isu
yang muncul, 3) akibat-akibat, dan 4) peristiwa-peristiwa pemicu. Faktor-
faktor yang bisa mendorong konflik adalah:
1) perubahan lingkungan eksternal,
2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,
3) perkembangan teknologi,
4) pencapaian tujuan organisasi, dan
5) struktur organisasi.

Menurut Myer dalam Purnama (2000), terdapat tiga bentuk konflik


dalam organisasi, yaitu :
1) Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu
karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan
keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah,
2) Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu
yang satu dengan individu yang lain, dan
3) Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-
kelompok dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan
“keakuan kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain,
dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi
pencapaian tujuan atau harapan-harapannya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara
efektif dan efisien, maka diperlukan cara dan pendekatan yang strategis yaitu
strategi promosi kesehatan.
Secara umum strategi promosi kesehatan ini terdiri dari 3 hal, yaitu Advokasi
(Advocacy), Bina Suasana, dan Gerakan Masyarakat.
Dalam pemilihan srategi promosi kesehatan ada sendiri agar masyarakat lebih
mudah untuk mengingat dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam pemilihan strategi promosi kesehatanpun ada aturan-aturan tersendiri,
intinya adalah agar srategi promosi kesehatan program-programnya semakin
berkembang dan tidak salah sasaran.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai
calon tenaga kesehatan dapat memahami tentang strategi promosi kesehatan
dalam rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat
kesehatan masyaraka, dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui penyuluhan
kesehatan atau pendidikan kesehatan kita sebagai analis kesehatan dapat
mencegah berbagai penyakit.

DAFTAR RUJUKAN

Ewles, Linda. 1994. Promosi Kesehatan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Atmojo, noto. 2005. Promosi Kesehatan teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmojo, noto. 2002. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offset.

Atmojo, noto. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Adisasmito, wiku. 2007. Sistem kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai