Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DAN KESELAMATAN PASIEN


PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR
INVASIF

DOSEN PEMBIMBING:
Laily Hidayati,S.Kp.,M.Kes

KELOMPOK 3 B24

Ariestika Baktian Hapsari 132111123013


Iffah Ismiyah 132111123014
Rochimi 132111123015
Rudolf Agus Karemihumba 132111123019
Margaretha Nabutaek 132111123035
Stefania Hoar 132111123036
Aprilina Selvince Bulu 132111123037

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya , sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Makalah Keselamatan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Pasien
Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif” ini dengan lancar.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen mata kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Pasien serta
menambah ilmu pengetahuan mengenai materi Penyakit Akibat Kerja Makalah ini
ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari buku
panduan serta informasi jurnal yang berhubungan dengan “PENYEBAB
TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR INVASIF. Kami
berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Surabaya, 30 September 2021


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam
suatu Rumah Sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman,
termasuk di dalamnya mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi resiko.
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya
cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.Setiap
tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak
pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman
bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci
mengenai hak dan keselamatan pasien. Oleh karena itu, tenaga medis harus
memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan
teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga kelematan diri pasien.
1.2. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum :
Mengetahui bagaimana kejadian yang tidak diinginkan di Rumah Sakit
2) Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa dapat mengetahui tanggung jawab rumah sakit
b. Mahasiswa dapat mengetahui Keselamatan Pasien
c. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Adverse Events
d. Mahasiswa dapat mengetahui Pengujian dan Kalibrasi peralatan
kesehatan
1.3. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Situasi Rumah Sakit
2) Bagaimana Keselamatan Pasien Untuk Menghindari KTD Pada pasien
3) Apa Saja Definisi KTD atau Edverse Event
4) Bagaimana Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan
5) Apa saja Definisi Alat Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Rumah Sakit


Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosa serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association;
1974 dalam Azwar, 1996).
1. Fungsi Rumah Sakit
a. Fungsi rumah sakit berdasarkan sistem kesehatan nasional dalam
Djojodibroto (1997)adalah: memberikan pelayanan rujukan medik
spesialistik dan subspesialis
b. Menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan pasien
c. Sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran dan kedokteran
gigi jenjang diploma, dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi
spesialis konsultan, magister, doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang
kedokteran.
2. Karakteristik Rumah Sakit
Djojodibroto (1997) menyatakan bahwa organisasi rumah sakit mempunyai
sejumlah sifat atau karakteristik yang tidak dipunyai organisasi lainnya, antara
lain:
1. Sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga profesional
2. Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pimpinan
perusahaan
3. Tugas-tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan tugas
kelompok manajerial
4. Beban kerjanya tidak bisa diatur
5. Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam
6. Hampir semua kegiatannya bersifat penting
7. Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien
harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek
mental, aspek sosiokultur dan aspek spiritual harus mendapat
perhatian penuh
8. Pelayanan bersifat pribadi, cepat dan tepat
9. Pelayanan berjalan terus menerus selama 24 jam dalam sehar
3. Kebijakan rumah sakit untuk mencegah terjadinya ADVERSE EVENTS
/kejadian tidak di harapkan
a. Rumah sakit wajib melaksanakan system keselamatan pasien.
System keselamatan pasien rumah sakit antara lain : pelaporan
insiden, pelaporan bersifat anonym dan rahasia. Analisa, belajar, riset
masalah, dan pengembangan taksonomi. Serta keterlibatan dan
pemberdayaan pasien dan keluarganya.
b. Rumah sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien.
Dalam rangka menerapkan standar keselamatan pasien, menurut pasal 9
peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, rumah sakit melaksanakan
7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang terdiri dari :
1.) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
a) Bagi Rumah sakit:
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga.
Kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden
Lakukan asesment dengan menggunakan survei penilaian
KP.
b) Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada
insiden Laporan terbuka dan terjadi proses pembelaj ajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
2.) Memimpin dan mendukung staf
a) Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
Di bagian-2 ada orang yang dpt menjadi “Penggerak”
(champion) KP Prioritaskan KP dlm agenda rapat
Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf
b) Bagi Tim:
Ada “penggerak” dlm tim untuk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi dan pentingnya, serta manfaat
gerakan KP Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai
pelaporan insiden
3.) Mengitegrasikan aktivitas pengelolaan resiko
a) Bagi Rumah Sakit:
Struktur dan proses mjmn risiko klinis dan non klinis, mencakup
KP Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden dan asesmen
risiko dan tingkatkan kepedulian terhadap pasien.
b) Bagi Tim:
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik
kepada menjamin terkait
Penilaian risiko pada individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko,
dan langkah memperkecil risiko tersebut.
4) Membangun sistem pelaporan
a) Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke
dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS –
PERSI.
b) Bagi Tim:
Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden dan insiden
yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan
pelajaran yang penting.
5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
a) Bagi Rumah Sakit
Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan
pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
Dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarga (dalam seluruh
proses asuhan pasien).
b) Bagi Tim:
Hargai dan dukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah
terjadi insiden
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila
terjadi Insiden
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
a) Bagi Rumah Sakit:
Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes dan Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden dan
minimum 1 x per alatahun untuk proses risiko tinggi
b) Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis
insiden Identifikasi bgn lain yang mungkin terkena
dampak dan bagi pengalaman tersebut.
7) Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
a) Bagi Rumah Sakit:
Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan,
asesment risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan
staf
dan kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin
KP Asesment risiko untuk setiap perubahan
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil
atas insiden.
b) Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman
Telaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.
c. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan program
akreditasi rumah sakit.

4. Tanggung Jawab Rumah Sakit


Pada tanggung jawab rumah sakit atas kerugian pasien akibat kelalian
tenaga kesehatan atau bisa menyebabakan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) . pada kamus besar bahasa indonesia, tanggung jawab adalah
“keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
Menurut Black’s Law Dictionary, Tanggung jawab (liabillty) mempunyai
tiga antara lain, kewajiaban seseorang terikat dalam hukum atau keadilan untuk
melakukan, kondisi bertanggungjawab atas kekmungkinan atau kerugian yang
sebenarnya, dkondisi yang menciptakan suatu kewajiban untuk melakukan
tindakan segera atau di masa depan.
Berdasarkan UU Rumah sakit, rumah sakit bertanggung jawab
terhadap semua kerugian yang menimpa seseorang sebagai akibat dari
kelalaian tenaga kesehatan dirumah sakit, sebagaimana ditentukan pada
pasal 46 Undang-Undang No. 44 tahun 2009. Ketentuan Pasal 46 ini
menjadi dasar yuridis bagi seseorang untuk meminta tanggung jawab pihak
rumah sakit jika terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang menimblukan
kerugian.

B. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (Patienty Safety) adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien dirumah sakit menjadi lebih aman . sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesehatan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan dari keselamatan pasien diantaranya
a) Tercipatanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
Pentingnya budaya keselamatan pasien juga ditekankan dalam salah satu
laporan Institute Of Medicine “To Err Is Human” yang meneybutkan bahwa
organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya
keselamatan sedemikian sehingga organisasi tersebut bisa berfokus pada
peningkatan reliabilitas dan keselamatan pelayanan pasien. Budaya
keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola
perilaku individu dan kelompok yang mentukan komitmen, style dan
kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program
keselamatan pasien.
b) Meningkatnya akuntabilitas Rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Akuntabilitas adalah istilah umumuntuk menjelaskan betapa sejumlah
organisasi telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang
mereka emban, sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau
penguasa yang dipercaya untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan
merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasiotoritas yang
diperoleh tersebut. Dimana akuntabilitas juga disebut sebagai evaluasi
(penilian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan.

c) Menurunnya KTD di RS
Pada pihak rumah sakit harus bisa memberikan pelayanan yang baik terhadap
pasien agar bisa mengurangi KTD, dan lebih pentingnya pada pada pihak
keperwatan dan keluarga pasien bekerjasama agar bisa menjaga pasien atau
keluarganya agar terhindar dari KTD. Contohnya masalah kecil yang bisa
berakibat besar yaitu pasien yang jatuh dari tempat tidur.
d) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD

1. Budaya Patient Safety


Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan
dalam salah satu laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang
menyebutkan bahwa organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan
budaya keselamatan sedemikian sehingga organisasi tersebut berfokus pada
peningkatan reliabilitas dan keselamatan pelayanan pasien”.[4] Hal ini
ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam penelitiannya yang menyebutkan
bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan faktor resiko penting yang
bisa mengancam keselamatan pasien.[5] Vincent (2005) dalam bukunya
bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap keselamatan pasien tersebut
tidak dapat diubah, jika budaya patient safety dalam organisasi tidak diubah
Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan
pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style
dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program
patient safety. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai
budaya patient safety maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten,
gangguan psikologis dan physiologis pada staf, penurunan produktifitas,
berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik interpersonal

2. Pengembangan Budaya Keselamatan Pasien


Langkah penting pertama adalah dengan menempatkan patient
safety sebagai salah satu prioritas utama dalam organisasi pelayanan
kesehatan, yang didukung oleh eksekutif, tim klinik, dan staf di semua level
organisasi dengan pertanggungjawaban yang jelas.
Budaya tidak saling menyalahkan memungkin individu untuk
melaporkan dan mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan dihukum.
Aspek lain yang penting adalah memastikan bahwa masing-masing individu
bertanggung jawab secara personal dan kolektif terhadap patient safety dan
bahwa keselamatan adalah kepentingan semua pihak. Ada beberapa
penegembagan diantaranya:
a. Mendeklarasikan patient safety sebagai salah satu prioritas
b. Menetapkan tanggung jawab eksekutif dalam program patient safety
c. Memperbaharui ilmu dan keahlian medis
d. Membudayakan sistem pelaporan tanpa menyalahkan pihak-pihak terkait
e. Membangun akuntabilitas
f. Reformasi pendidikan dan membangun organisasi pembelajar
g. Mempercepat perubahan untuk perbaikan
3. Mengkur Budaya Keselamatan Pasien
Menurut Ashcroft et.al. (2005)
a. Di tingkat patologis
organisasi melihat keselamatan pasien sebagai masalah, akibatnya
informasi-iinformasi terkait patient safety akan ditekan dan lebih berfokus
pada menyalahkan individu demi menunjukkan kekuasaan pihak tertentu.
b. Di tingkat reaktif
organisasi sudah menyadari bahwa keselamatan pasien adalah hal penting,
tetapi hanya berespon ketika terjadi insiden yang signifikan.

c. Di tingkat kalkulatif
organisasi cenderung berpaku pada aturah-aturan dan jabatan dan
kewenangan dalam organisasi

4. Karateristik Keselamatan Pasien


a. Komunikasi dibentuk dari keterbukaan dan saling percaya
b. Alur informasi dan prosesing yang baik
c. Persepsi yang sama terhadap pentingnya keselamatan
d. Disadari bahwa kesalahan tidak bisa sepenuhnya dihindari
e. Identifikasi ancaman laten terhadap keselamatan secara proaktif
f. Pembelajaran organisasi
g. Memiliki pemimpin yang komit dan eksekutif yang bertanggung jawab.
h. Pendekatan untuk tidak menyalahkan dan tidak memberikan hukuman pada
insiden yang dilaporkan.
5. Strategi Penerapan
a. Strategy
1) Lakukan safe practices
2) Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk
melakukan tindakan medik secara benar
3) Mengurangi ketergantungan pada ingatan d. Membuat protokol dan
checklist
4) Menyederhanakan tahapan-tahapan
b. Edukasi
1) Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
2) Pendidikan dan pelatihan patient safety
3) Melatih kerjasama antar tim
4) Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin
membingungkan

c. Akuntabilitas
1) Melaporkan kejadian error b. Meminta maaf
2) Melakukan remedial care
3) Melakukan root cause analysis
4) Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya.
C. Adverse Events
1. Pengertian
Adverse Event atau disebut kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak
(“omission”), bukan karena “underlying dissease” atau kondisi pasien.
Adverse Events (AEs) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu
kejadian yang tidak diharapkan (KTD) yang disebabkan oleh kesalahan
pengobatan/treatment serta dapat berdampak negatif bahkan fatal pada pasien.
IOM mendefinisikan AE sebagai an injury caused by medical management
rather than the underlying condition of the patient
Pada dasarnya, AEs bersifat ketidaksengajaan. Jadi tidak direncanakan
untuk merugikan orang lain. Namun apa pun alasannya hal tersebut tidak
boleh terjadi karena bisa berdampak negatif dan bahkan fatal pada pasien.
Bayangkan seorang pasien yang berpenyakit rematik tulang tetapi ia diagnosis
menderita kanker tulang stadium empat sehingga harus segera dioperasi, dan
tindakan medis (operasi) dilakukan padahal penyakit tersebut tidak perlu
dilakukan maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada pasien tersebut
2. Tujuan
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) (2015) tujuan
dari diadakannya pelaporan insiden keselamatan pasien adalah:
a. Tujuan Umum :
1) Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD, KNC, KTC dan KPC)
2) Meningkatnya mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
b. Tujuan Khusus :
1) Rumah Sakit (Internal)

16
a) Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan
pasien di rumah sakit .
b) Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar
masalah
c) Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien
agar dapat mencegah kejadian yang samadikemudian hari.
2.) KKPRS (Eksternal)
a) Diperolehnya data / peta nasional angka insiden keselamatan pasien
(KTD, KNC, KTC)
b) Diperolehnya pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien bagi rumah sakit lain.
c) Ditetapkannya langkah-langkah praktik
3. Klasifikasi
a. Kejadian Sentinel
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan kematian
atau cedera fiisik atau psikologis serius, atau resiko daripadanya, termasuk
dalam (tetapi tidak terbatas pada) kematian yang tidak dapat diantisipasi dan
tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi
medis dasar pasien atau kondisi medis dasar pasien contoh bunuh diri
kehilangan permanen yang besar dari fungsi yang tidak berhubungan dengan
penyakit dasar pasien, pembedahan yang salah lokasi, salah prosedur, salah
pasien, penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orangtuanya
yang salah. Insiden ini yang mengakibatkan cedera pada pasien.
b. Kejadian Nyaris Cedera
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (omission), yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius, contohnya diberi obat
yang seharusnya kontradikasi / dosis lethal, tetapi diketahui, dan
diberikan antidotenya (mitigatiaon).
c. Kejadian Tidak Cedera
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi timbul cedera,
d. Kondisi Potensial Cedera

17
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden

4. Penyebab Terjadinya KTD


Penyebab AEs adalah :
a. Nilai-nilai, serta tindakan para medis dan non-medis yang belum
berorientasi pada keselamatan pasien.
b. Kompetensi para medis/non-medis yang kurang/tidak memadai
c. Keterbatasan pengetahuan
d. Keterbatasan kompetensi dan fasilitas RS
e. Nilai-nilai pasien yang tidak berorientasi pada safety values
f. Kurang efektifnya sistem safety termasuk IT untuk membantu para medis
dan non-medis di rumah sakit
5. Pengujian Dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan
Pengujian alat kesehatan merupakan keseluruhan tindakan meliputi
pemeriksaan fisik dan pengukuran untuk menentukan karakteristik alat
kesehatan,sehingga dapat dipastikan kesesuaian alat kesehatan terhadap
keselamatan kerja dan spesifikasinya.
Dengan pelaksanaan kegiatan pengujian dapat dijamin peralatan kesehatan
bersangkutan aman dan layak pakai dalam pelayanan kesehatan.
Kegiatan pengujian dilakukan terhadap alat kesehatan yang tidak memiliki
standar besaran yang terbaca. berarti tidak terdapat nilai yang diabadikan
pada alat kesehatan bersangkutan, sehingga pengujian dilaksanakan mengacu
pada
a. nilai standar yang ditetapkan secara nasional maupun internasional,
misalnya : arus bocor, fiekuensi kerja dan paparan radiasi
b. fungsi alat dalam pelayanan kesehatan, misalnya : kuat cahaya, daya hisap,
sterilitas, putaran, energi dan temperatur
Kalibrasi merupakan serangkaian proses aktifitas mengukur besaran / nilai
hasil

18
kerja alat berdasarkan nilai setting pada alat tersebut, yang diukur dengan
menggunakan alat standar yang telah tertelusur ke satuan internasional.
Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga agar keluaran hasil kerja alat tidak
menyimpang jauh dari ambang batas yang ditentukan.
Kalibrasi diperlukan untuk memastikan kesetaraan hasil pengukuran yang
dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kesetaraan hasil
pengukuran oleh berbagai pihak ini merupakan pra-syarat sehingga
pengakuan terhadap hasil-hasil penilaian kesesuaian dapat diterima dengan
baik.
Tujuan pengujian dan kalibrasi :
a. Memastikan kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan
ukur atau instrumen.
b. Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu
instrument ukur atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu
bahan ukur.
c. Menjamin hasil - hasil pengukuran sesuai dengan standar
Nasional maupun Internasional
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengujian dan kalibrasi adalah :
kondisi instrumen ukur dan bahan ukurtetap terjaga sesuai dengan
spesifikasinya
Alat yang wajib di kalibrasi adalah :
Kegiatan kalibrasi dalam bidang kesehatan diatur dalam Permenkes
No.363/Menkes/Per/IV/1998 yang berbunyi “Alat kesehatan yang
dipergunakan di sarana pelayanan kesehatan wajib diuji atau dikalibrasi
secara berkala, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun”.
Adapun alat yang wajib di kalibrasi adalah :
1. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi.
2. Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.

19
3. Diketahui penunjukannya atau keluarannya atau kinerjanya (performance)
atau keamanannya (safety) tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda
masih berlaku.
4. Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
5. Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan
tanda masih berlaku
Alat kesehatan dinyatakan lulus pengujian atau kalibrasi apabila :
1. Penyimpangan hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai yang
diabadikan pada alat kesehatan tersebut, tidak melebihi penyimpangan
yang diijinkan
2. Nilai hasil pengukuran keselamatan kerja, berada dalam nilai ambang
batas yang diijinkan. Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga profesional, menggunakan alat ukur dan besaran
standar yang terkalibrasi.
Pelaksanaan kalibrasi alat kesehatan
Dalam pelaksanaannya, kalibrasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan nilai terukur dengan nilai yang diabadikan pada alat
kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam kalibrasi alat kesehatan yaitu :
1 Pengukuran kondisi lingkungan
2. Pemeriksaan kondsi fisik dan fungsi komponen alat kesehatan
3. Pengukuran keselamatan kerja
4. Pengukuran kinerja sebelum dan sesudah penyetelan atau pemberian faktor
kalibrasi sehingga nilai yang terukur sesuai dengan nilai yang diabadikan
pada bahan ukur
Standar Kualitas Peralatan Dan Perlindungan
Alat kesehatan (medical devices) enjadi komoditas penting di era sekarang
ini, karena selain menyangkut aspek ekonomi juga aspek perlindungan

20
kesehatan dan keselamatan pasien yang memerlukan pengawasan ketat.
Bagaimana tidak? Alat kesehatan digunakan dari proses diagnose, operasi
sampai dengan perawatan pasien atau manusia.
Melihat kondisi ini Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan merasa perlu
melakukan langkah antisipatif dengan mengembangkan sertifikasi produk
untuk alat kesehatan. Dimulai dengan pengembangan SDM dan lembaga di
bidang sertifikasi produk dengan target sebelum 2015 dapat berdiri Lembaga
sertifikasi produk untuk alat kesehatan.
Program Pemeliharaan Alat Kesehatan
1. Dilaksanakan oleh pemakai

a. Menggunakan peralatan dengan cara benar dan aman


b. Memelihara peralatan yang digunakan pada saat penggunaan
c. Melakukan pembersihan, perapian dan penyimpanan pada saat selesai
penggunaan
2. Dilaksanakan oleh teknisi rumah sakit
a. Preventive Maintenance(PM) meliputi:
1) Maintenance rutin harian
2) Inspeksi periodik
3) Perbaikan terencana sebagai hasil inspeksi
b. Analisa kerusakan
c. Kalibrasi internal
3. Dilaksanakn Oleh Pihak III/Vendor
a. Kalibrasi eksternal
b. Kontrak service

21
c. Pekerjaan yang memerlukan suku cadang yang tidak tersedia di
gudang atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus serta
peralatan yang mempunyai teknologi yang belum dikuasai oleh
teknisi rumah sakit biaya yang besar

6. Sasaran 1 Identifikasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 kesalahan karena keliru dalam
mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis
dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang
dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain.
Maksud sasaran dan tujuan sasaran 1 adalah untuk melakukan dua kali
pengecekan yaitu:
1. Untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan
atau pengobatan;
2. Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.
Elemen Penilaian Sasaran I (Identifikasi Pasien)
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.

22
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Alur Identifikasi Pasien

23
24
Gelang identitas dibedakan dengan kriteria sebagai berikut
No Bentuk gelang Warna Fungsi
gelang
1 biru gelang berwarna biru digunakan pada gelang
dipasangkan pada pasien laki laki,

2 Merah muda Kancing/gelang berwarna merah muda digunakan


pada gelang dipasangkan pada pasien wanita

3 putih gelang warna putih untuk bayi baru lahir jelas atau
belum dapat dipastikan jenis kelaminnya

25
4 merah Kancing/gelang warna merah
sebagai tanda alergi terhadap suatu
obat atau bahan makanan tertentu

5 kuning Kancing/gelang warna kuning untuk


penanda pada pasien yang memiliki
risiko jatuh,

6 ungu Kancing/gelang ungu untuk pasien


'do not resuscitate' (DNR)

26
D. Sasaran II: Prosedur Komunikasi Efektif
Menurut Standar SKP II Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Rumah sakit mengembangkan
pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi
layanan.
Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan
sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses
komunikasi. Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai
maksud yang dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna komunikasi
yang efektif menurut Effendy (2005) adalah komunikasi yang berhasil
menyampaikan pikiran dengan menggunakan perasaan yang disadari. Sedangkan
menurut Walter Lippman dalam Effendy (2005) bahwa komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang berusaha memilih cara yang tepat agar gambaran dalam
benak dan isi kesadaran dari komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan
dilakukan oleh komunikan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II:
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien.
Tujuan Komunikasi Efektif
a.    Memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara
pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan
oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap
b.    Dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau
komunikan.
c.    Agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seimbang
sehingga tidak terjadi monoton.
d.    Dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.

27
e.    Menggerakan klien untuk melakukan atau merubah sesuatu

Elemen Penilaian Sasaran II


1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten
SBAR
Komunikasi efektif berbasis SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang
disediakan untuk berkomunikasi antar petugas kesehatan dalam menyampaikan
kondisi pasien. Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh
semua tenaga kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi
tidak terpecah sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan
pasien terintegrasi dengan baik. Sehingga tenaga kesehatan lain dapat
mengetahui perkembangan pasien.
S (Situation) mengandung komponen tentang identitas pasien, masalah saat ini,
dan hasil diagnosa medis
B (Background) menggambarkan riwayat penyakit atau situasi yang mendukung
masalah/situasi saat ini
A (Assessment) merupakan kesimpulan masalah yang sedang terjadi pada pasien
sebagai hasil analisa terhadapsituation dan background

28
R (Recommen- dation) adalah rencana ataupun usulan yang akan dilakukan
untuk menangani permasalahan yang ada

29
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Keselamatan pasien (Patienty Safety) adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien dirumah sakit menjadi lebih aman . sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesehatan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Adverse Event atau disebut
kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau
karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying dissease” atau
kondisi pasien. Adverse Events (AE) didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) yang disebabkan oleh kesalahan pengobatan/treatment serta dapat
berdampak negatif bahkan fatal pada pasien. Kejadian tidak diharapkan
(KTD)/adverse event merupakan kejadian yang tidak diharapkan yang biasanya
terjadinya kelupaan pada manusia. Banyak kasus yang terjadi dikarenakan lupa yang
dapat berdampak pada pasien di rumah sakit. Dampak yang paling parah dari
Kejadian tidak diharapkan (KTD)/adverse event adalah kematian.

Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien harus
memahami risikonya dan menerapkan k3 dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi
Hal-hal yang di inginkan,Sebab pelayanan keperawatan memegang kunci dalam
upaya penerapan K3.

30
DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, A. (2012). Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit Upaya


Meminimalkan Adverse Events. International Research Journal of Business
Studies, 1(1).

Cahyono, A. (2018). Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan Perawat


terhadap pengelolaan keselamatan Pasien di rumah sakit. Jurnal Ilmiah WIDYA,
4(3).

Ismainar, H. (2015). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Deepublish.

Mulyana, D. S. (2013). Analisis penyebab insiden keselamatan pasien oleh


perawat di unit rawat inap rumah sakit X Jakarta. Universitas Indonesia, 3.

Nursery, S. M. C. (2018). PELAKSANAAN ENAM SASARAN


KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DALAM MENCEGAH
ADVERSE EVENT DI RUMAH SAKIT. JURNAL KEPERAWATAN SUAKA
INSAN (JKSI), 3(2), 1-10.

Purba, H. I. D., Girsang, V. I., & Malay, U. S. (2018). STUDI KEBIJAKAN,


PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS) DI RUMAH SAKIT UMUM
(RSU) MITRA SEJATI MEDAN TAHUN 2018. Jurnal Mutiara Kesehatan
Masyarakat, 3(2), 113-124.

31
Salawati, L. (2020). Penerapan keselamatan pasien rumah sakit. AVERROUS:
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 6(1), 98-107.

Sakit, K. K. P. R. (2015). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


(IKP)(Patient Safety Incident Report).

Simamora, R. H. (2019). Buku ajar pelaksanaan identifikasi pasien. Uwais


Inspirasi Indonesia.

Tutiany, L., & Paula, K. (2017). Manajemen Keselamatan Pasien. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Yasmi, Y., & Thabrany, H. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun
2015. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 4(2).

32
33

Anda mungkin juga menyukai