Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN


1. Definisi
Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan pada dasarnya merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang dikemukaan oleh Abraham Maslow.
Kebutuhan keselamatan dan kemanan merupakan kebutuhan dasar kedua yang
harus diupayakan setelah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan keamanan dan
keselamatan juga harus dicapai jika seseorang ingin memenuhi kebutuhan dasar
yang lain, seperti kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri,
dan kebutuhan aktualisasi diri (Green, 2000).
Secara umum keamanan (safety) adalah status seseorang dalam keadaan
aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik,
emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan,
kerusakan, kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Kebutuhan
keamanan berkaitan dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal.
Keamanan fisiologis berkenaan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan
kehidupan seseorang. Ancaman yang datang secara fisiologis tersebut dapat berupa
hal yang nyata maupun imajinasi. Keamanan dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang
konsisten dari orang lain, serta kemampuan untuk memahami orang dan
lingkungan di sekitarnya. Ketidaktahuan seseorang akan sesuatu yang adal di
sekitarnya dapat menimbulkan perasaan cemas dan tidak aman (Asmadi , 2008).
Berbeda dengan kebutuhan keamanan, kebutuhan keselamatan merupakan
kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman yang muncul terhadap
keselamatan manusia dapat berupa ancaman mekanis, kimiawi, termal, dan
bakteriologis. Pasien kadang kurang menyadari adanya ancaman di rumah sakit
atau di tempat-tempat pelayanan kesehatan. Hal inilah yang membuat perawat
harus menyadari situasi yang mungkin dapat membuat pasien cedera. Perlindungan
yang diberikan bukan hanya ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
tetapi juga memelihara kebersihan (Asmadi, 2008).
Hampir sama dengan keselamatan akan ancaman fisik, keamanan fisik
(Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman
kecelakaan dan cedera (injury) baik secara mekanis, termis, elektris maupun
bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi
diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik, yang pada pembahasan ini akan
difokuskan pada providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman.
Sedangkan keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar
dari ancaman bahaya/ kecelakaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak dapat
diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian.
Karakteristik keamanan dan keselamatan :
1. Pervasiveness (insidensi)
Keamanan bersifat pervasif artinya luas mempengaruhi semua hal.
Artinya klien membutuhkan keamanan pada seluruh aktifitasnya seperti makan,
bernafas, tidur, kerja, dan bermain.
2. Perception (persepsi)
Persepsi seseorang tentang keamanan dan bahaya mempengaruhi
aplikasi keamanan dalam aktifitas sehari-harinya. Tindakan penjagaan
keamanan dapat efektif jika individu mengerti dan menerima bahaya secara
akurat.
3. Management (pengaturan)
Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan
melakukan tindakan pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktek
keamanan. Pencegahan adalah karakteristik mayor dari keamanan.

2. Faktor predisposisi pendukung dan presipitasi


1. Usia
Individu belajar untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya melalui
pengetahuan dan pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu untuk
mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia
dan tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya.
2. Gaya Hidup
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya
diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat
kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan
keamanan,adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
3. Status mobilisasi
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot,
gangguan keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
4. Gangguan sensori persepsi
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat
penting bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa,
dengar, raba, cium, dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.
5. Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan,
reaksi tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien
yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur,
klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima
obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.
6. Status emosional
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien
menerima bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan
konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada simulus eksternal. Klien dengan
depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan
mengemukakan informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien
dengan keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa
mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan.
Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi
keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat
mencegah terjadinya cedera.
9. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi
penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.
10. Informasi / komunikasi
Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan.
11. Penggunaan antibiotic yang tidak rasional
Antibiotic dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.
12. Keadaan imunitas
Gangguan imunitas akan mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang penyakit.
13. Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah
putih
Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu
penyakit.
14. Status nutrisi
Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
terserang penyakit, demikian sebaliknya kelebihan nutrisi berresiko terhadap
penyakit tertentu.
15. Tingkat pengetahuan
Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.

B. PENATALAKSANAAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN


KEAMANAN DAN KESELAMATAN
1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi
atau prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari
dan memberikan pendidikan kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien
untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari cedera secara mandiri.
2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan
bahwa ketiga elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi
ada dua tujuan yang harus dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan
membatasi serta memadakan api.
3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
 Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem
komunikasi yang ada
 Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
 Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
 Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
 Berikan alas kaki yang tidak licin
 Berikan pencahayaan yang adekuat
 Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan
kesadaran dan gangguan mobilitas
 Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang
 Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah
nyeri saat terbentur)
 Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara
 Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
 Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.
 Berikan masker oksigen jika diperlukan.
5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila
terjadi keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang
terkonsumsi, segera laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan
nama dan gejala yang dialami klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi
atau dengan kepala ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.
6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik
Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar)
jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari
arus listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka
bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah
macroshock gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai
sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan
sarung tangan non konduktif.
7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan
Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek
psikososial seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan
konsentrasi dan pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi peningkatan nadi dan
respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan kehilangan pendengaran jika
intensitas suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan memasang
genting, dinding, dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang
karpet; atau memutar background music.
8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.
9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi
Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan
sumber radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi.
Upaya yang harus dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju
khusus, memakai sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan, dan membuang semua benda yang terkontaminasi.
10. Melakukan pemasangan restrain pada klien
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi
gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan
menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah
restrain dengan metode manual atau alat bantu mekanik, atau lat-alat yang
dipasang pada tubuh klien sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah
dan terbatas gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat
kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan
untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.
Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering
dikeluhkan akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka
tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun
dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung,
pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai
alternatif terakhir. Bila dilakukan maka haruslah:
a. Di bawah pengawasan dokter dengan perintah
tertulis, apa penyebabnya, dan untuk berapa lama
b. Klien setuju dengan tindakan tersebut.

C. HAL – HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG


MENGALAMI GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN
KESELAMATAN
Riwayat keperawatan:
 Riwayat cedera atau jatuh
Pengkajian risiko jatuh dapat menggunakan instrumen Morse Fall Scale, St.
Thomas Risk Assessment Tool in Falling Elderly Inpatients (STRATIFY),
Resident Assessment Instrument (RAI), Fall Risk Assessment Tools, Henrich Fall
Risk Model, dan lain-lain (Aranda-Galardo, 2013).
 Riwayat imunisasi
 Riwayat infeksi akut atau kronik
 Terapi yang sedang dijalani
 Stressor emosional: ekspresi verbal dan non verbal, gaya hidup.
 Proses penyakit yang terlihat pada klien dan keluhan fisik.
 Status nutrisi.
Pada pengkajian status nutrisi dapat pula diketahui tentang IMT pasien.
 Tingkat kesadaran, kelemahan fisik, imobilisasi, penggunaan alat bantu.
Pemeriksaan fisik:
 Infeksi lokal, terbatas pada kulit dan membrane mukosa. Tanda-tandanya meliputi
bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan gangguan fungsi gerak.
 Infeksi sistemik, tanda-tandanya meliputi demam, peningkatan frekuensi nadi dan
pernafasan, malaise, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, pembesaran kelenjar di
area infeksi.
 Sistem Neurologis: status mental, tingkat kesadaran, fungsi sensori, sistem reflek,
sistem koordinasi, tes pendengaran, penglihatan dan pembauan, sensivitas terhadap
lingkungan
 Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi: toleransi terhadap aktivitas, nyeri dada,
kesulitan bernafas saat aktivitas, frekuensi nafas, tekanan darah dan denyut nadi
 Integritas kulit : inspeksi terhadap keutuhan kulit klien, kaji adanya luka, scar, dan
lesi, kaji tingkat perawatan diri kulit klien
 Mobilitas: inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan tulang klien, kaji
range of motion klien, kaji kekuatan otot klien, kaji tingkat ADLs klien

Pemeriksaan penunjang:
Berupa data laboratorium yang menunjukkan adanya infeksi meliputi peningkatan
angka leukosit, penignkatan laju enap darah, dan kultur urin, darah serta secret
menunjukkan adanya mikroorganisme pathogen.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa NOC NIC
Risiko infeksi Kontrol resiko: Kontrol Kontrol infeksi
Faktor resiko infeksi  Menjaga
- Malnutrisi Kriteria hasil: kebersihan lingkungan.
- Penurunan  Klien bebas dari  Mencuci tangan
hemoglobin tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah
- Prosedur invasif  Klien mampu memberi perawatan dan
menjelakan tanda dan pengobatan.
gejala infeksi  Menggunakan
 Klien sarung tangan saat
menunjukkan melakukan perawatan.
kemampuan untuk  Membatasi
mencegah timbulnya pengunjung bila perlu.
infeksi.  Mendorong
keluarga untuk mencuci
tangan saat masuk dan
meninggalkan ruangan.
 Mendorong
klien untuk
meningkatkan intake
nutrisi, cairan dan
istirahat.
 Menekankan
memperbanyak intake
protein untuk
pembentukan system
imun.
 Mengajarkan
kepada klien dan
keluarga tentang cara
mencegah infeksi dan
tanda gejala infeksi.
 Mengkaji suhu
klien, dan melaporkan
jika suhu lebih dari 38°
C.
 Memonitor nilai
laboratorium.
 Mengkaji warna
kulit, tekstur dan
turgor.
Risiko jatuh Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh
Faktor resiko personal  Mengidentifikas
- Usia lebih dari 65 Kriteria hasil: i penurunan kognitif
tahun  Tercapainya dan fisik klien yang
- Hidup sendiri keseimbangan tidur dapat meningkatkan
- Peningkatan kadar dengan istirahat dan potensial untuk jatuh.
glukosa dalam aktifitas.  Mengidentifikas
darah  Digunakannya i karakteristik
- Anemia alat bantu yang tepat. lingkungan yang dapat
- Penurunan  Digunakannya meningkatkan potensial
kekuatan alat pelindung diri yang untuk jatuh.
ekstremitas bawah tepat.  Membantu
- Urgensi urin  Tindakan yang klien untuk ambulasi.
berresiko tinggi dapat  Mengunci roda
dicegah tempat tidur.
Perilaku keamanan:  Memasang side
mencegah jatuh rail.
Kriteria hasil:  Mengkaji TTV
 Digunakannya dan kepatenan jalan
alat bantu yang tepat. napas.
 Agitasi dan
penurunan istirahat
dapat terkontrol.
Risiko shock Kontrol resiko: Kontrol Kontrol infeksi
Faktor resiko infeksi  Menjaga
- Hipotensi Kriteria hasil: kebersihan lingkungan.
- Infeksi  Klien bebas dari  Mencuci tangan
- sepsis tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah
 Klien mampu memberi perawatan dan
menjelakan tanda dan pengobatan.
gejala infeksi  Menggunakan
 Klien sarung tangan saat
menunjukkan melakukan perawatan.
kemampuan untuk  Membatasi
mencegah timbulnya pengunjung bila perlu.
infeksi.  Mendorong
keluarga untuk mencuci
tangan saat masuk dan
meninggalkan ruangan.
 Mendorong
klien untuk
meningkatkan intake
nutrisi, cairan dan
istirahat.
 Menekankan
memperbanyak intake
protein untuk
pembentukan system
imun.
 Mengajarkan
kepada klien dan
keluarga tentang cara
mencegah infeksi dan
tanda gejala infeksi.
 Mengkaji suhu
klien, dan melaporkan
jika suhu lebih dari 38°
C.
 Memonitor nilai
laboratorium.
 Mengkaji warna
kulit, tekstur dan
turgor.
Risiko aspirasi Status respirasi Manajemen jalan napas
Faktor risiko - respirasi rate dalam - posisikan pasien
- Penurunan level batas normal untuk ventilasi
kesadaran - kepatenan jalan maksimal
- Trauma pada napas dalam batas - lakukan fisioterapi
bagian wajah normal dada
- Peningkatan residu - saturasi oksigen - instruksikan pasien
lambung dalam batas normal untuk batuk efektif
- Trauma oral - tidak ada dyspnea - posisikan pasien
- Regimen terapi saat istirahat untuk mengurangi
- tidak ada gasping dyspnea
saat istirahat aspirasi precaution
- tidak ada batuk - monitor level
pencegahan aspirasi kesadaran
- pasien dapat - pertahankan jalan
mengidentifikasi napas
faktor resiko - monitor status
- pasien dapat pulponal
menghindari faktor - potong makanan
resiko dalam potongan
- pasien dapat kecil
melakukan
positioning untuk
mengurangi resiko
Ketidakefektifan bersihan Respon alergi: local Manajemen alergi
jalan napas - Tidak ada sakit - Identifikasi alergi
Batasan karakteristik: kepala dan reaksinya
- Adanya batuk - Tidak ada lakrimasi - Dokumentasikan
- Dyspnea - Tidak ada edema semua alergi dalam
- Peningkatan local rekam medis
respirasi rate - Tidak ada eritema - Monitor reaksi
Faktor yang berhubungan: local alergi pada obat-
- Paparan asap rokok Respon alergi: sistemik obat baru
- Spasme jalan napas - Tidak ada batuk - Monitor adanya
- Adanya mukus - Tidak ada mual shock anafilaksis
- Asma - Tidak ada muntah - Sediakan obat-obat
- Alergi jalan napas - Tidak ada diare untuk menurunkan
infeksi - Tidak ada nyeri respon alergi
otot - Amati respon alergi
- Tidak ada nyeri selama imunisasai
sendi
- Tidak ada shock
anapilaksis
Risiko trauma Fall occurrence Pencegahan jatuh
Faktor resiko - Paien tidak jatuh - Identifikasi
- Merokok di kasur dari tempat tidur kekurangan fisik
- Penurunan - Pasien tidak jatuh atau kognitif pasien
koordinasi otot saat duduk yang meningkatkan
- Kelemahan - Pasien tidak jatuh potensi jatuh
- Gangguan saat berdiri - Identfikasi perilaku
keseimbangan - Pasien tidak jatuh dan factor yang
- Gangguan emosi saat berpindah berakibat jatuh
- Pasien tidak jatuh - Review riwayat
saat ke kamar jatuh
mandi - Letakkan barang
dekat dari
jangkauan
Ketidakefektifan Termoregulasi Monitoring cairan
termoregulasi - Pasien dapat - Monitor intake dan
Batasan karakteristik: berkeringat saat output cairan
- Hipertensi panas - Monitor tanda-
- Takikardi - Pasien dapat tanda vital
- Kejang menggigil saat - Monitor status
Factor yang berhubungan dingin hemodinamik
- Penyakit - Tidak ada - Monitor membrane
- Trauma hipotermia mukosa, warna
- Perubahan suhu - Tidak ada kulit, dan turgor
hipertermia - Monitor tanda dan
gejala asites
II. PENGKAJIAN KASUS KELOLAAN
Identitas pasien
Nama : Ny. N
Umur : 41 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Alamat : Nambangan 02/02 Langenrejo, Butuh, Purworejo, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

TTV
Tekanan darah : mmHg
Nadi : x/menit
Respirasi : x/menit
Suhu : 0C

Riwayat pasien
Keluhan utama saat masuk RS: penderita ca serviks IIIB
Riwayat penyakit sekarang: diagnosis ca serviks stadium IIIB pos , anemia,
hipoalbumin
Riwayat penyakit sebelumnya: pasien menyatakan tidak pernah mengalami sakit
serius sebelumnya.
Diagnosa medis saat masuk rumah sakit: diagnosis ca serviks stadium IIIB pos ,
anemia, hipoalbumin
Tindakan yang dilakukan di bangsal sebelumnya: pemasangan infus, pemeriksaan
darah lengkap.
Program terapi dokter:
- Dexametasone injeksi
- Diphenahidramin injeksi
- Ondancentron injeksi
- Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
- Iansoprasol 1 botol/12 jam
- Gabapentin 300 mg/12 jam
- Furosemid 1-0-0
- Spironolacton 100 mg/12 jam

Pengkajian pola Gordon


1. Persepsi kesehatan-pola manajemen kesehatan
Pasien mengetahui tentang diagnosis penyakit yang ia derita, proses pengobatan
yang sedang berjalan, dan patuh dalam mengonsumsi obat.
Pasien pernah menjalani operasi pemasangan nefrostomi bilateral 3 bulan yang
lalu.
Pasien tidak memiliki alergi.
Pengobatan yang sedang berjalan saat ini:
- UFH 8500/jam IV
- Omeprazol 1 tablet/12 jam per oral
- Gabapentin 320 mg/12 jam per oral
- Furosemid 1-0-0 per oral
- Spironolacton 40 g/12 jam per oral
- Simarc 1 mg/24 jam per oral (diminum malam hari)
Pasien pernah mendapatkan penyuluhan terkait diit yang harus dimakan oleh ahli
gizi.
2. Pola nutrisi-metabolisme
Pasien mengatakan jarang menghabiskan makanannya.
Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi: pucat dan perut distensi.
BB: 42 kg
TB: 144 cm
IMT: 16,6
Pasien menyatakan tidak ada gangguan dalam menelan.
Selama 3 hari ini, pasien hanya menghabiskan separuh dari porsi makan yang
diberikan.
Diet khusus: Tinggi kalori tinggi protein
Edema yang menetap di bagian ekstremitas bawah.
3. Pola eliminasi
Pasien terpasang nefrostomi bilateral.
4. Pola aktivitas-latihan
Tingkat mobilisasi pasien berada di tempat tidur.
Pasien sempat mengeluhkan sesak napas pada hari kedua sehingga dipasang nasal
kanul dengan aliran 3 liter/menit.
5. Pola tidur-istirahat
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan tidur selama dirawat di rumah sakit.
6. Pola persepsi-kognitif
Pasien compos mentis dan tidak ada disorientasi.
7. Pola persepsi diri
Perawat belum sempat melakukan pengkajian terkait konsep diri.
8. Pola hubungan peran
Perawat belum sempat melakukan pengkajian terkait hubungan peran.
9. Pola fungsional seksual
Perawat belum sempat melakukan pengkajian terkait fungsional seksual.
10. Pola manajemen stress koping
Perawat belum sempat melakukan pengkajian terkait manajemen stres.
11. Sistem kepercayaan nilai
Perawat belum sempat melakukan pengkajian terkait konsep diri.
12. Keamanan dan keselamatan
Pasien menyatakan bahwa ia merasa aman.
Berdasarkan faktor risiko infeksi:
- Pasien terpasang IV line sejak 3 September 2015
- Pasien terpasang nefrostomi bilateral sejak 3 bulan yang lalu
Pasien memiliki tanda-tanda malnutrisi. Tubuhnya kurus dengan IMT 16,6.
Skala plebitis pasien adalah 0.
Pasien sempat mengeluhkan bahwa badannya terasa dingin.
Tidak ada fluktuasi suhu tubuh di atas dan di bawah normal. Rentang suhu tubuh
pasien antara 35,80C-370C.
Pasien tampak pucat dan sempat mengalami kedinginan pada bagian distal.
Terdapat obstruksi pernapasan berupa sesak napas. Sehingga terpasang oksigen 3
liter/menit dengan kanula nasal.
Tidak ada trauma atau kerusakan jaringan.
Tidak ada tanda-tanda dekubitus.
Berdasarkan skala morse, pasien memiliki risiko jatuh sedang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2014. Analisa dokumentasi keperawatan pada asuhan keperawatan kebutuhan


keamanan dan keselamatan. Diakses 09 November 2014 dari
www.indonesiannursing.com
Anonym. 2014. Asuhan keperawatan klien dengan masalah keamanan dan keselamatan.
Diakses 09 November 2014 dari www.911medical.org
Aranda-Galardo, Marta; Morales-Asencio, Jose M; Canca-Sanchez, Jose C; Perez-
Jimenez, Claudia; Morales-Fernandez, Angeles; Luna-Rodriguez, Margarita E;
Moya-Suarez, Ana B; Mora-Banderas, Ana M. 2013. Instrument for Assessing The
Risk of Falls in Acute Hospitalized Patients: A Systematic Review an Meta-Analysis.
BMC Health Services Research, 122.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M; Butcher, Howard K; Dochterman, Joanne McCloskey. 2013. Nursing
Intervention Classification sixth edition. USA: Mosby.
Green, C. D. (2000). A Theory of Human Motivation: A. H. Maslow (1943).
Psychological Review, 370-396.
Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2014. NANDA nursing diagnoses:
definitions and classification 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.
Moorhead, Sue; Johnson, Marison; Maas, Meridean L; Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA: Mosby.
Patmawati,I. 2009. Kebutuhan keamanan fisik (biologic safety) pada klien di tempat
pelayanan kesehatan, rumah, dan komunitas dengan pendekatan proses keperawatan.
Diakses 09 November 2014 dari www.inna-ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai