Anda di halaman 1dari 25

Komunikasi Pada Lansia Dengan Masalah Kesahatan Katarak

Di Susun Oleh:
Kelompok I (Satu)
Angota Kelompok:

1. Lisda Adinan (1801012)

2. Radina Buamona (1901091)

3.Jeanet I Humiang (1801082)

4. Dahlia Mangantar (1801086)

5. Chrisdayanti Manopo (1801074)

6.Sri Rahayu R Bahu (1801061)

7. Raudina H Amali (1801028)

8. Muhammad Daifullah Olii (1801071)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayat. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sehingga saya dapat meneyelesaikan tugas kelompok yang berjudul”Komunikasi
Pada Lansia Dengan Masalah Kesahatan Katarak” Dalam penyusunan makalah ini,
tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat
rahmat dan hidayah-Nya, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua semua pihak yang telah bersama
sama untuk menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata, kami mengaharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kami dapat
menyempurnakan makalah ini. Kami berharap dapat bermanfaat khususnya bagi teman-
teman kelompok dan sejawat dan umumnya bagi pembaca yang menggunakannya, terutama
dalam hal kemajuan pendidikan selanjutnya.

Manado, 18 November 2021

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................................................

B. Rumusan Masalah................................................................................................................

C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN KOMUNIKASI PADA LANSIA

A. Pengertian komunikasi dan lansia.......................................................................................

B.  Komunikasi pada lansia......................................................................................................

C. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia.................................

D. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan. ........................................................................................................................

E. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia............................................................

F. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia ......................................................

BAB III PEMBAHASAN KATARAK

A. Definisi Katarak...................................................................................................................

B.  Etiologi Katarak..................................................................................................................

C. Patofisiologi Katarak...........................................................................................................

D. Jenis-Jenis Katarak ............................................................................................................

E. Manifestasi Klinis Katarak..................................................................................................

F. Penatalaksanaan Katarak......................................................................................................

G. Pencegahan Katarak............................................................................................................
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 

B. Saran....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks
yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi
dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki
interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi
kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat
dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 :
188).
     Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini
menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan-lahan. Katarak
baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua
kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan
masalah kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang
dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah
penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut
menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah
berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata,
WHO memiliki catatan mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara
berkembang.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi dan lansia?
2. Bagaimana Teknik Komunikasi dengan Lansia?
3. Apa Pengertian Katarak?
4. Apa Penyebab Katarak?
5. Apa Manifestasi Klinis Katarak?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang Katarak?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Katarak?
C. Tujuan Penelitian
1. Mahaiswa dapat mengetahui Apa itu komunikasi dan lansia
2. Mahaiswa dapat mengetahui Bagaimana Teknik Komunikasi dengan Lansia
3. Mahaiswa dapat mengetahui Apa Pengertian Katarak
4. Mahaiswa dapat mengetahui Apa Penyebab Katarak
5. Mahaiswa dapat mengetahui Apa Manifestasi Klinis Katarak
6. Mahaiswa dapat mengetahui Bagaimana pemeriksaan penunjang Katarak
7. Mahaiswa dapat mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Katarak
BAB II
PEMBAHASAN KOMUNIKASI PADA LANSIA

A. Pengertian komunikasi dan lansia


      Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang berkaitan dengan
masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta dapat
diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 :
13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter &
Perry, 2005 : 301) komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-
menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.

Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan
fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70
tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu
di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari
Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
1.    Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2.    Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3.     Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
B. Komunikasi pada lansia
Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi,
(lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang
tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang
tepat.
a).  Ketrampilan komunikasi
   Listening/Pendengaran yang baik yaitu :
1. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
2. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
3. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
b).Tekhnik komunikasi dengan lansia  
1.Tekhnik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik
pembicaraan dan kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan
pelan.tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih
keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti
pembicaraan,pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau
tidak..
Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi
,pembicara sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif ,Merubah topik
pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraan bila
lansia tidak interest lagi
Contoh : siapa yang membelikan pakaian bapak/ibu yang bagus ini?
Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit gunakan makan satu buah setelah
makan dari pada menggunakan makanan yang berserat
Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat.
2.Teknik nonverbal komunikasi
1) Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh,
perbedaan.
2) Kontak mata : jaga tetap kontak mata.
3) Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya.
4) Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan
tepat.
5) Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.
3. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.
1. Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2. Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal
dan merupak    metode primer yang non verbal.
3. Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang
akan   diberikan.
4. Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
5. Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
6. Secara periodic mengklarifikasi pesan.
7. Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk
berfokus pada informasi.
8. Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
9. Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan
mengakiri interview.
10. Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.

c.) Lingkungan wawancara.

a. Posisi duduk berhadapan


b.Jaga privasi.
c. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam
d. Kurangi keramaian dan berisik
e .Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti.

C. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia

1. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat


juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2.  Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat
dan respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
 Gangguan sensoris dalam pendengarannya
6. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
7. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
8  Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus
pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan
lain-lain.
9. Hambatan pada  pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan
dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia,
gangguan kontak dengan realita.
10. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan
budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes

D.Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan.
a.teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi
1. Pendekatan fisik
Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami,
perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di
kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
2. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat
sebagai konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung
masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di laksanakan  meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia
maupun dengan petugas kesehatan,
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau
agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.

b. teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata
sesuatu yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi
pada dirinya.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
penolakan antara lain :
1. Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah –
langkah yang dapat di lakukan sebagai berikut :
a. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila
sedang mengalami puncak reaksinya.
b. Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan
yang merisaukan.
c. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok
bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.
2. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.
Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan di lakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain :
a. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat
dan macam, perawatan.
b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal
kenyataan.
c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya
dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan
waktu bersamanya.
3.  Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperolah
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat
terealisasi dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat di laksanakan dengan cara – cara
sebagai berikut :
a. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaannya.
b. Meliangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang
apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam
rangka membantu.
c.  Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
d. Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila
klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.

E. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.


a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
dan lama wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3  Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan
distress yang ada
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian. 8.  Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11.Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12.Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien.
13.Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara.
b. Prinsip Gerontologis untuk komunikasi
 • Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
 • Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
 • Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
 • Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik.
 • Berdiri di depan klien.
 • Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
 • Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
 • Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan
rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
 • Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian
F. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah:
• Empati :istilah empati menyangkut pengertian :“simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”.Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian,kasih sayang dan memahami rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita tersebut.Tindakan empati harus dilaksanakan dengan
wajar,tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas
kasihan.Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan
patologik dari penderita lansia.
• Yang harus dan “jangan”: prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence,pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang
baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm)
bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat
seseorang menderita“).Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat
untuk menghindari ras nyeri,pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang
cukup,pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah
dan praktis untuk dikerjakan.
• Otonomi :yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri.Tentu sekali saja hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada
keadaan,apakah penderita dapat membuat          putusan            secara  mendiri/bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan
tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
BAB III
PEMBAHASAN KATARAK

A. Defenisi Katarak

Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun
atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman
penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan
penuaan (Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang
lama, atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air
terjun didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2. Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah
kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

B. Penyebab Katarak
Katarak bisa disebabkan karena kecelakaan atau trauma.Sebuah benda asing yang
merusak lensa mata bisa menyebabkan katarak.Namun, katarak paling lazim mengenai
orang-orang yang sudah berusia lanjut. Biasanya kedua mata akan terkena dan sebelah
mata lebih dulu terkena baru mata yang satunya lagi.
Katarak juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur atau baru
mendapatkannya kemudian karena warisan dari orang tuanya.Namun kembali lagi, katarak
hanya lazim terjadi pada orang-orang yang berusia lanjut.Coba perhatikan hewan yang
berumur tua, terkadang bisa kita melihat pengaburan lensa di matanya.Semua ini karena
faktor degenerasi.
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan   beracun lainnya.  
4.  Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes)       dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  Katarak juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
a) Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
b) Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan        metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus.
c) Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
d) Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
Katarak akan berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang hidup sendiri
(sedikit orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering terkena katarak.Karena
kebanyakan dari mereka kurang minum air atau cairan lainnya guna menjaga peredaran
darahnya tetap mengalir sebagaimana mestinya.

C. Patofisiologis
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkanpenglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
D. Jenis-Jenis Katarak
Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu- satunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang
tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain
disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai
sindrom.
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang
cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma
iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan
obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang
positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan
katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang
menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
b. Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik. Katarak
didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab lain
adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga
cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk
ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa
Mata Keruh, ed. 2,).
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada
lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-
sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman
normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji
bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat
keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang
keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik
atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda
asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang
korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
5. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa
dan pelepasan retina.
6. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
7. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam
bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
8. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular 
9. Katarak juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai terbentuk nya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan 
10.Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat
lensa.

E. Manifestasi Klinis
 Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
 Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil
yang normalnya hitamcakan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2.  Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
 Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
 Peka terhadap sinar atau cahaya.
 Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
 Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
 Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
 Kesulitan melihat pada malam hari
 Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
 Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

F. Penatalaksanaan Katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang
dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran
uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris                          : Cincin berwarna yang melingkari pupil yang
berwarna hitam.
2. Badan silier             : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid                    : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari
ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak
akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu
jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan
risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila
mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya. Indikasi dilakukannya
operasi katarak :
1. Indikasi sosial         : Jika pasien mengeluh adanya gangguan
penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis        : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic          : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung
jari dari jarak 3m didapatkan hasil visus 3/60.
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960
hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2.  ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri
pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu
pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh.
Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi
sedang dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan
kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput
dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak
dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh
tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit katarak yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga
penyakit yang memiliki hubungan dengan katarak sebaiknya menghindari factor yang
mempercepat terbentuknya pnyakit katarak.
Mengkonsumsi suplemen sebelum terjadi katarak dapat menunda pembentukkan atau
mencegah katarak. Sedangkan pada tahap awal katarak suplemen dapat memperlambat
petumbuhannya. Pada tahap berat tindakan hanya bisa diatasi dengan operasi. Berikut ini
beberapa suplemen yang jika dikonsumsi dapat mencegah terjadinya katarak :
 Vitamin C dan E, melindungi lensa mata dari kerusakan akibat asap rokok dan sinar
Ultraviolet. Minum vitamin C 250 mg 4 kali sehari, kurangi dosis jika mengalami
diare. Vitamin E 200 IU 2 kali sehari.
 Selenium, membantu menetralisasi radikal bebas, 200 mcg 2 kali sehari.
 Billberry, membantu membuang racun dari lensa maata dan retina. Kombinasi
billberry dan vitamin E sudah terbukti dapat menghentikan pertumbuhan katarak
pada 48 dari 50 orang yang di teliti. Dosis yang tepat adalah 80 mg dan dikonsumsi 3
kali sehari.
 Alpha-lipoic acid, meningkatkan efektifitas vitamin C dan E, 150 mg sehari (pagi
sebelum makan)
 Ekstrak biji anggur ( grape seed ), menguatkan pembuluh darah halus dibagian mata,
100 mg 2 kali sehari.
 Kebiasaan yang perlu dilakukan adalah :
o Stop merokok jika anda merokok.
o Lindungi mata dari cahaya, matahari langsung, dengan menggunakan
kacamata matahari
o Gunakan topi yang lebar, saat anda berada diluar.
o Makanlah makanan yang cukup mengandung antioksidan seperti buah dan
sayuran segar.
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertaankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks
yang melibatkan tingka laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi denan
orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yan maknanya dipacu dan ditransmisikan.
 Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk
melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
2. Tehknik untuk wawancara.
3. Kendala dan hambatan dalam komunikasi.
4. Mood dan privasi
5. Aspek-aspek yang harus diperhatikan.

Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini
menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan-lahan. Katarak
baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak
tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif
atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen
orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85 tahun
daya penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008)
B. Saran
Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam
pemahamannya. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab
itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.
Karena katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia, maka asuhan
keperawatan pada pasien katarak harus di lakukan dengan profesional. Tenaga keperawatan
harus menjaga agar pasien katarak tidak sampai buta.

DAFTAR PUSTAKA

http//komunikasi pada lansia.com


http//konsep komunikasi .co.id
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
http://sallindrywidyas.blogspot.co.id/2013/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
katarak.html

http://widyaukisari.blogspot.co.id/2015/10/asuhan-keperawatan-katarak.html

Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC edisi revisi jilid 2, Jakarta : Mediaction Publishing
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai