DENGAN KESEHATAN
Juniartha Semara Putra
1.1
BAB I
PENDAHULUAN
KEBUDAYAAN SUKU SASAK
Indonesia adalah negara yang kaya dengan beragam suku dan budaya,
yaitu sekitar 300 suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masingmasing. Diantara suku suku diatas, disini kita akan membahas tentang Suku
Sasak yang hidup di Pulau Lombok yang tinggal di dusun Sade, Kecamatan
Pujut, Lombok Tengah. Sekitar 80% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku
Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti Suku Mbojo (Bima),
Dompu, Samawa (Sumbawa), Jawa dan Hindu (Bali Lombok). Suku Sasak
adalah suku terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa
Tenggara Timur. Suku Sasak masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi
suku ini sebagian besar memeluk agama Islam.
Umumnya, kepala keluarga suku ini bekerja sebagai petani, sedangkan
kaum wanitanya memiliki sambilan sebagai penenun kain. Hasil Tenunan
dipajang di teras rumah atau di gazebo yang ada di sekitar rumah. Para
wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke rumah untuk
melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang disebut bale
tani. Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang dibuat dari
campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan kulit padi. Menurut mereka,
campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen biasa dan memiliki arti
tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia berasal. Sedangkan
kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai petani yang
sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah. Dari Pemaparan diatas,
nampak jelas terlihat banyak sekali hal yang perlu kita ketahui secara
mendalam tentang Suku Sasak, sehingga dapat memperluas khasanah
keilmuan dan untuk lebih memahami bahwa indonesia mempunyai berbagai
suku dan adat istiadat masing-masing sehingga kita mempunyai bekal untuk
manentukan sikap dan jalan apa yang paling tepat untuk menyikapinya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
KONSEP TRANSCULTURE
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan
menyebabkan
makin
sempurnanya
pelayanan
perawatan
dan
pada
pendekatan
intervensi
keperawatan
(cultural
nursing
approach).
dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari hari, seperti tidur, makan,
kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan sosial, praktik kesehatan, pendidikan
anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing masing
orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam sub kultur . Subkultur
adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut
pandangan kelompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang
berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan.
Nilai nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil
mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal
ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan halhal yang
dianggap tabu.
Dalam tahun tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya
pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural
merupakan bidang yang relative baru; ia berfokus pada studi perbandingan
nilai nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan
perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang
mempengaruhi
pada
seseorang
perawat
saat
melakukan
asuhan
segi
bangunan Masyarakat
Sasak di
Dusun
Sade
masih
menggunakan bangunan asli dari jaman dahulu, meski sekitar Desa Sade
sudah termasuk modern. Atap bangunan menggunakan ilalang yang telah
disusun sedemikian rupa. Sehingga meski hujan lebat air tetap tidak bisa
masuk ke dalam rumah. Ruangan di dalam rumah adat Sasak sendiri
dipisahkan oleh 2 3 anak tangga yang menghubungkan ruangan bagian
depan dan belakang. . Hanya ada satu pintu unuk masuk dan keluar, rumah
tersebut juga tidak memiliki jendela. Lantai berupa tanah liat, sebagian
memang sudah menggunakan semen. Yang Unik adalah lantai tanah liat
dalam beberapa waktu sekali di pel menggunakan kotoran kerbau.
II.
BUDAYA ADAT
1.
Upacara Rebo
Dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan
setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar.
Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong
adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai
sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada
hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong
yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara
Rebo
Bontong
ini
sampai
sekarang
masih
tetap
dilaksanakan
oleh
Periseian
Adalah kesenian bela yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di
Sasak
menyelenggarakan
beberapa
upacara
yang
berhubungan dengan daur / lingkaran hidup (life cycle) manusia dimulai dari
peristiwa kelahiran hingga kematian.
Kelahiran
Wanita Sasak apabila hendak melahirkan, maka suaminya segera
mencari be lianyang merupakan orang yang mengetahui seluk beluk pristiwa
tersebut. Dalam melahirkan anaknya, calon ibu mengalami kesulitan
maka be lian menafsirkan hal tersebut sebagai akibat tingkah laku sang ibu
sebelum hamil. Hal tersebut biasanya ditafsirkan akibat berlaku kasar
terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak
ubun-ubun,
meminum
air
bekas
cuci
tangan,
dan
sebagainya
yang
lahir,
maka
ari
ari
diperlakukan
sama
seperti
orang
Menjelang dewasa
Menjelang dewasa, anak laki-laki harus menjalani suatu upacara untuk
mengantarkan kedewasaannya. Upacara tersebut adalah bersunat atau
berkhitan (nyunatang) yang merupakan hal yang wajib dilakukan oleh
pemeluk Islam. Pada upacara ini dilakukan naglu ai, padakemali mata air
denagn diiringi gamelan serta menggunakan pakaian adat. Air yang diambil
dari kemali kemudian dikelilingi sembilan kali di tempat paosenli atau berupa
pajangan. Air tersebut digendong oleh seorang wanita yang dipayungi.
Setelah itu air diserahkan kepada inen beru.
Anak yang dikhitan biasanya harus berendam terlebih dahulu. Waktu
pergi serta pulang berendam diirngi dengan gamelan serta diusung di atas
juli yang disebut peraja. Khitan dilaksanakan oleh dukun sunat yang disebut
tukang sunat. Selain upacara di atas, bagi seorang yang menjelang dewasa,
juga dilakukan upacara potong gigi yang pelaksanaannya biasa bersamaan
dengan upacara lain, seperti bersunat dan perkawinan. Upacara potong gigi
disebut juga rosoh oleh suku Sasak. Hanya saja upacara ini jarang dilakukan.
2.3
dengan kotoran sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang
mungkin timbul dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal gatal,
sesak napas, keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan
oleh kotoran sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan,
khususnya
sapi
dan
kerbau
saginata)
mengandung
sehingga
tidak
cacing
menutup
pita
(taenia
kemungkinan
Kasus I
Di Kabupaten Lombok Timur angka pemberian ASI Eksklusif
berdasarkan laporan tahunan dinas kesehatan masih sangat rendah, yaitu
sekitar 13%, bahkan dalam Survey PHBS 2007 menunjukkan cakupan
bayi
dalam
bentuk
nasi
papah.
Nasi
papah
masih
menjadi
untuk
beberapa
kali
pemberian
makanan.
Kebiasaan
membeli, bias tersedia setiap saat dengan suhu yang sesuai kebutuhan bayi
dan banyak lagi manfaat lainnya.
Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan
tingkatan umur bayi, dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya
juga akan semakin meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang
dibuat secara rumahan sangat sedikit mengandung mikronutrient yang justru
sangat dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan berkembang terutama untuk
perkembangan kecerdasannya. Pemberian nasi papah jelas sangat kurang
dari asfek pemenuhan kebutuhan gizi tersebut, dimana biasanya yang
dipapah hanya makanan sumber karbohidrat saja seperti beras dan sangat
jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan sumber protein
maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat
gizi bayi. Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara
si ibu dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit
infeksi menular tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta
pernapasan maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya.
Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi
papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit
yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas
nilai gizi jelas merugikan bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari
makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan
merupakan
permasalahan
yang
besar
karena
pada
umumnya
ibu
ASI
yang
tidak
sesuai
dengan
konsep
medis
sehingga
Kasus 2
Para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke
rumah untuk melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang
disebut bale tani. Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang
dibuat dari campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan kulit padi. Menurut
mereka, campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen biasa dan
memiliki arti tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia berasal.
Sedangkan kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai
petani yang sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah.
Masyarakat Sasak di Dusun Sade masih menggunakan bangunan asli
dari jaman dahulu, meski sekitar Desa Sade sudah termasuk modern. Atap
bangunan menggunakan ilalang yang telah disusun sedemikian rupa.
Sehingga meski hujan lebat air tetap tidak bisa masuk ke dalam rumah.
Ruangan di dalamrumah adat Sasak sendiri dipisahkan oleh 2 3 anak
sapi
dan
kerbau
saginata)
mengandung
sehingga
tidak
cacing
menutup
pita
(taenia
kemungkinan
pada
pendekatan
intervensi
keperawatan
(cultural
nursing
approach).
Budaya suku sasak yang berkaitan dengan kesehatan yang pertama
adalah budaya pemberian nasi papah pada bayi setelah dilahirkan padahal
bayi hanya boleh mengonsumsi ASI dari ibunya selama dua tahun dan
mendapat makanan dalam bentuk pandat saat usia empat tahun. Selain itu,
dari segi kesehatan nasi papah tidak sehat untuk bayi karena bisa sebagai
media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi, dimana jika seorang
ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang berhubungan
dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk
ditularkan pada bayinya.
Yang kedua, penggunaan kotoran kerbau pada lantai rumah. Terkait
budaya Masyarakat Suku Sasak yang melapisi rumah mereka dengan kotoran
sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang mungkin timbul
dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal gatal, sesak napas,
keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan oleh kotoran
sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan, khususnya sapi
dan kerbau mengandung cacing pita (taenia solium dan taenia saginata)
sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat tersebut menderita
penyakit cacingan.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel
kesehatan.
2010. Nasi
Papah:
Antara
Budaya
dan
Marko.
2009. Kebudayaan
Suku
2012. Sade
Desa
Adat
Suku
Sasak
Anwar.
2010. Makanan
Dalam
Konsep
Budaya
Suku
Si
Gundul.
2011. Tradisi
Suku