Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA SUKU SASAK

DENGAN KESEHATAN
Juniartha Semara Putra
1.1

BAB I
PENDAHULUAN
KEBUDAYAAN SUKU SASAK
Indonesia adalah negara yang kaya dengan beragam suku dan budaya,

yaitu sekitar 300 suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masingmasing. Diantara suku suku diatas, disini kita akan membahas tentang Suku
Sasak yang hidup di Pulau Lombok yang tinggal di dusun Sade, Kecamatan
Pujut, Lombok Tengah. Sekitar 80% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku
Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti Suku Mbojo (Bima),
Dompu, Samawa (Sumbawa), Jawa dan Hindu (Bali Lombok). Suku Sasak
adalah suku terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa
Tenggara Timur. Suku Sasak masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi
suku ini sebagian besar memeluk agama Islam.
Umumnya, kepala keluarga suku ini bekerja sebagai petani, sedangkan
kaum wanitanya memiliki sambilan sebagai penenun kain. Hasil Tenunan
dipajang di teras rumah atau di gazebo yang ada di sekitar rumah. Para
wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke rumah untuk
melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang disebut bale
tani. Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang dibuat dari
campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan kulit padi. Menurut mereka,
campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen biasa dan memiliki arti
tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia berasal. Sedangkan
kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai petani yang
sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah. Dari Pemaparan diatas,
nampak jelas terlihat banyak sekali hal yang perlu kita ketahui secara
mendalam tentang Suku Sasak, sehingga dapat memperluas khasanah
keilmuan dan untuk lebih memahami bahwa indonesia mempunyai berbagai
suku dan adat istiadat masing-masing sehingga kita mempunyai bekal untuk
manentukan sikap dan jalan apa yang paling tepat untuk menyikapinya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
KONSEP TRANSCULTURE
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan

kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit


didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya
kepada manusia (Leininger, 2002). Perawatan transkultural adalah berkaitan
dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan
rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan
bantuan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Dr.Madelaine Leininger,
studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk
meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan
kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai
budaya ( kultur ), baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan
terkumpul persamaan persamaan. Leininger berpendapat, kombinasi
pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi
dapat

menyebabkan

makin

sempurnanya

pelayanan

perawatan

dan

kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.


Kazier Barabara (1983) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of
Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan
adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan
dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik, filosofi
perawatan, praktik klinis keperawatan, komunikasi dan ilmu sosial. Konsep ini
ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio psiko sosial
spiritual. Oleh karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan pada
tindakan yang komprehensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi
yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma
, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan
yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat ,
selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya .
Keberlangsungaan terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi
dari suatu nilai nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola
pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai
pengaruh

pada

pendekatan

intervensi

keperawatan

(cultural

nursing

approach).

Peran dan Fungsi Transcultural Nursing


Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh
sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang

dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari hari, seperti tidur, makan,
kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan sosial, praktik kesehatan, pendidikan
anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing masing
orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam sub kultur . Subkultur
adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut
pandangan kelompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang
berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan.
Nilai nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil
mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal
ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan halhal yang
dianggap tabu.
Dalam tahun tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya
pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural
merupakan bidang yang relative baru; ia berfokus pada studi perbandingan
nilai nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan
perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang
mempengaruhi

pada

seseorang

perawat

saat

melakukan

asuhan

keperawatan kepada pasien.


2.2
BUDAYA SUKU SASAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KESEHATAN
1. BANGUNAN SUKU SASAK
Dari

segi

bangunan Masyarakat

Sasak di

Dusun

Sade

masih

menggunakan bangunan asli dari jaman dahulu, meski sekitar Desa Sade
sudah termasuk modern. Atap bangunan menggunakan ilalang yang telah
disusun sedemikian rupa. Sehingga meski hujan lebat air tetap tidak bisa
masuk ke dalam rumah. Ruangan di dalam rumah adat Sasak sendiri
dipisahkan oleh 2 3 anak tangga yang menghubungkan ruangan bagian
depan dan belakang. . Hanya ada satu pintu unuk masuk dan keluar, rumah
tersebut juga tidak memiliki jendela. Lantai berupa tanah liat, sebagian
memang sudah menggunakan semen. Yang Unik adalah lantai tanah liat
dalam beberapa waktu sekali di pel menggunakan kotoran kerbau.
II.

BUDAYA ADAT
1.

Upacara Rebo
Dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan

setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar.
Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong
adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai

sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada
hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong
yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara
Rebo

Bontong

ini

sampai

sekarang

masih

tetap

dilaksanakan

oleh

masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.


2.

Periseian
Adalah kesenian bela yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di

Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum


berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini
senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan
kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau
kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain
panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang
membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan
jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri.
Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga
mengucurkan darah didalam arena. Tetapi diluar arena sebagai pepadu yang
menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka
III. UPACARA ADAT
Masyarakat

Sasak

menyelenggarakan

beberapa

upacara

yang

berhubungan dengan daur / lingkaran hidup (life cycle) manusia dimulai dari
peristiwa kelahiran hingga kematian.

Kelahiran
Wanita Sasak apabila hendak melahirkan, maka suaminya segera
mencari be lianyang merupakan orang yang mengetahui seluk beluk pristiwa
tersebut. Dalam melahirkan anaknya, calon ibu mengalami kesulitan
maka be lian menafsirkan hal tersebut sebagai akibat tingkah laku sang ibu
sebelum hamil. Hal tersebut biasanya ditafsirkan akibat berlaku kasar
terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak
ubun-ubun,

meminum

air

bekas

cuci

tangan,

dan

sebagainya

yang

kesemuanya tadi dimaksudkan agar mempercepat kelahiran sang bayi.


Sesudah

lahir,

maka

ari

ari

diperlakukan

sama

seperti

orang

memperlakukan sang bayi, karena menurut mereka ari ari merupakan


saudara bayi, yang oleh orang Lombok disebut adi kaka berarti bayi dan ari
arinya adalah adik kakak. Oleh sebab itu, ari ari mendapat perawatan
khusus, setelah dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa
setengah tua yang sudah dibuang airnya. Kemudian ditanam di muka tirisan
rumah dengan diberi tanda gundukan tanah seperti kuburan serta batu nisan
dari bambu kecil dan diletakkan lekesan pada tempat tersebut.

Menjelang dewasa
Menjelang dewasa, anak laki-laki harus menjalani suatu upacara untuk
mengantarkan kedewasaannya. Upacara tersebut adalah bersunat atau
berkhitan (nyunatang) yang merupakan hal yang wajib dilakukan oleh
pemeluk Islam. Pada upacara ini dilakukan naglu ai, padakemali mata air
denagn diiringi gamelan serta menggunakan pakaian adat. Air yang diambil
dari kemali kemudian dikelilingi sembilan kali di tempat paosenli atau berupa
pajangan. Air tersebut digendong oleh seorang wanita yang dipayungi.
Setelah itu air diserahkan kepada inen beru.
Anak yang dikhitan biasanya harus berendam terlebih dahulu. Waktu
pergi serta pulang berendam diirngi dengan gamelan serta diusung di atas
juli yang disebut peraja. Khitan dilaksanakan oleh dukun sunat yang disebut
tukang sunat. Selain upacara di atas, bagi seorang yang menjelang dewasa,
juga dilakukan upacara potong gigi yang pelaksanaannya biasa bersamaan
dengan upacara lain, seperti bersunat dan perkawinan. Upacara potong gigi
disebut juga rosoh oleh suku Sasak. Hanya saja upacara ini jarang dilakukan.
2.3

PENYAKIT YANG TIMBUL AKIBAT BUDAYA SUKU SASAK


Terkait budaya Masyarakat Suku Sasak yang melapisi rumah mereka

dengan kotoran sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang
mungkin timbul dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal gatal,
sesak napas, keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan
oleh kotoran sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan,
khususnya

sapi

solium dan taenia

dan

kerbau

saginata)

mengandung

sehingga

tidak

cacing
menutup

pita

(taenia

kemungkinan

masyarakat tersebut menderita penyakit cacingan.


Pada tradisi pemberian nasi papah, yaitu nasi papah juga dapat
menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi, dimana jika
seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang
berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat
mudah untuk ditularkan pada bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi
kebersihan dan keamanan pangan nasi papah masih perlu dipertanyakan
juga, karena anak bisa tertular penyakit yang diderita ibu melalui air liur,
sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas merugikan bayi,
karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan bayinya akan
mendapatkan ampasnya.
BAB III
KASUS DAN PEMECAHAN MASALAH

Kasus I
Di Kabupaten Lombok Timur angka pemberian ASI Eksklusif
berdasarkan laporan tahunan dinas kesehatan masih sangat rendah, yaitu
sekitar 13%, bahkan dalam Survey PHBS 2007 menunjukkan cakupan

pemberian ASI Eksklusif sebesar 10%. Banyak faktor yang mempengaruhi


pemberian ASI Eksklusif tersebut seperti karena ibu bekerja, pengaruh iklan,
dorongan dari keluarga dan pengaruh tenaga dan sarana kesehatan. Namun
diantara beberapa faktor tersebut ada kebiasaan yang kurang baik yang
masih menjadi budaya masyarakat sekitar yaitu membuang ASI pertama
yang keluar (colostrum) dan memberikan makanan sebelum waktunya
kepada

bayi

dalam

bentuk

nasi

papah.

Nasi

papah

masih

menjadi

permasalahan yang sulit diatasi apalagi dalam upaya meningkatkan cakupan


pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Lombok Timur. Oleh karena itu perlu
dirancang strategi promosi kesehatan yang dapat diterima oleh masyarakat
sekitar tentang kerugian pemberian nasi papah tersebut.
Sangat sedikit literatur yang menjelaskan kapan nasi papah itu
mulai diberikan, bahkan kalau kita menanyakan pada nenek nenek kita di
kampung mengatakan bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan nasi
papah dan kenyataannya kamu bisa hidup dan sukses seperti saat ini. Jadi
disini dapat dijelaskan bahwa praktik pemberian nasi papah tersebut sudah
berlangsung sangat lama dan diteruskan secara turun temurun. Sebagian ibu
ibu percaya bahwa anak anak memerlukan makanan untuk dapat tumbuh
dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap saat
dan tidak membahayakan kesehatannya baik dari segi ukuran maupun
teksturnya. Indikator yang dapat dilihat untuk menentukan kekenyangan
seorang bayi adalah apabila dia terus menerus menangis walaupun sudah
diberikan ASI. Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu ibu atau nenek
akan memberikan berbagai jenis makanan mulai dari madu, pisang, bubur
dan lain sebagainya. Namun masih ada sebagian masyarakat yang tinggal di
daerah daerah tertentu masih menerapakan kebiasaan memberikan nasi
papah kepada bayinya. Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih
dahulu sebelum diberikan kepada bayinya. Bahkan ada yang sengaja
menyimpan

untuk

beberapa

kali

pemberian

makanan.

Kebiasaan

memberikan makanan kepada bayi berupa nasi papah didapatkan secara


turun temurun, dan ini merupakan bentuk kearifan lokal tentang hubungan
kasih sayang antara ibu dan bayinya.
Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi
adalah air susu ibu karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi khususnya sampai berumur 6 bulan,
dan setelah itu baru diberikan makanan tambahan berupa makanan
pendamping sesuai umurnya. Air Susu Ibu juga memiliki banyak kelebihan
selain yang disebutkan di atas seperti mengandung zat antibody terutama
pada ASI yang pertama keluar yang disebut colustrum. ASI juga tidak perlu

membeli, bias tersedia setiap saat dengan suhu yang sesuai kebutuhan bayi
dan banyak lagi manfaat lainnya.
Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan
tingkatan umur bayi, dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya
juga akan semakin meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang
dibuat secara rumahan sangat sedikit mengandung mikronutrient yang justru
sangat dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan berkembang terutama untuk
perkembangan kecerdasannya. Pemberian nasi papah jelas sangat kurang
dari asfek pemenuhan kebutuhan gizi tersebut, dimana biasanya yang
dipapah hanya makanan sumber karbohidrat saja seperti beras dan sangat
jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan sumber protein
maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat
gizi bayi. Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara
si ibu dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit
infeksi menular tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta
pernapasan maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya.
Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi
papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit
yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas
nilai gizi jelas merugikan bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari
makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan
merupakan

permasalahan

yang

besar

karena

pada

umumnya

ibu

memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola


pemberian

ASI

yang

tidak

sesuai

dengan

konsep

medis

sehingga

menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.

Kasus 2
Para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke
rumah untuk melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang
disebut bale tani. Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang
dibuat dari campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan kulit padi. Menurut
mereka, campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen biasa dan
memiliki arti tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia berasal.
Sedangkan kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai
petani yang sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah.
Masyarakat Sasak di Dusun Sade masih menggunakan bangunan asli
dari jaman dahulu, meski sekitar Desa Sade sudah termasuk modern. Atap
bangunan menggunakan ilalang yang telah disusun sedemikian rupa.
Sehingga meski hujan lebat air tetap tidak bisa masuk ke dalam rumah.
Ruangan di dalamrumah adat Sasak sendiri dipisahkan oleh 2 3 anak

tangga yang menghubungkan ruangan bagian depan dan belakang. Hanya


ada satu pintu unuk masuk dan keluar, rumah tersebut juga tidak memiliki
jendela. Lantai berupa tanah liat, sebagian memang sudah menggunakan
semen. Lantai tanah liat dalam beberapa waktu sekali di pel menggunakan
kotoran kerbau. Selain itu, mereka tidur tidak menggunakan ranjang, tetapi
tidur di lantai hanya dengan dilapisi tikar yang terbuat dari bambu.
Terkait budaya Masyarakat Suku Sasak yang melapisi rumah mereka
dengan kotoran sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang
mungkin timbul dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal gatal,
sesak napas, keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan
oleh kotoran sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan,
khususnya

sapi

solium dan taenia

dan

kerbau

saginata)

mengandung

sehingga

tidak

cacing
menutup

pita

(taenia

kemungkinan

masyarakat tersebut menderita penyakit cacingan.


BAB IV
KESIMPULAN
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi
yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma
, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan
yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat ,
selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya .
Keberlangsungaan terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi
dari suatu nilai nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola
pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai
pengaruh

pada

pendekatan

intervensi

keperawatan

(cultural

nursing

approach).
Budaya suku sasak yang berkaitan dengan kesehatan yang pertama
adalah budaya pemberian nasi papah pada bayi setelah dilahirkan padahal
bayi hanya boleh mengonsumsi ASI dari ibunya selama dua tahun dan
mendapat makanan dalam bentuk pandat saat usia empat tahun. Selain itu,
dari segi kesehatan nasi papah tidak sehat untuk bayi karena bisa sebagai
media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi, dimana jika seorang
ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang berhubungan
dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk
ditularkan pada bayinya.
Yang kedua, penggunaan kotoran kerbau pada lantai rumah. Terkait
budaya Masyarakat Suku Sasak yang melapisi rumah mereka dengan kotoran
sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang mungkin timbul
dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal gatal, sesak napas,
keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan oleh kotoran

sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan, khususnya sapi
dan kerbau mengandung cacing pita (taenia solium dan taenia saginata)
sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat tersebut menderita
penyakit cacingan.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel

kesehatan.

2010. Nasi

Papah:

Antara

Budaya

dan

Kesehatan.Availlable:http://www.artikel.kesehatan.com.nasi-papah-antarabudaya-dan-kesehatan-artikel.html. (accessed: 23 Maret 2012)


Leonal. 2010. Suku Sasak. Availlable: http://www.leolenal.com.Leoneal Suku Sasak
( Tugas ke-2).html. (accessed: 23 Maret 2012)
Wilawan,

Marko.

2009. Kebudayaan

Suku

Sasak. Availlable:http://www.markowilawan.blogspot.com.kebudayaan-sukusasak.html. (accessed: 24 Maret 2012)


Google.

2012. Sade

Desa

Adat

Suku

Sasak

Lombok. Availlable: http://www.google.com.sade-desa-adat-suku-sasaklombok.html. (accessed: 25 Maret 2012)


Sasake,

Anwar.

2010. Makanan

Dalam

Konsep

Budaya

Suku

Sasak. Availlable:http://www.anwar.sasake.wordpress.com.Makanan Dalam


Konsep Budaya Sasak _anwarsasake.html. (accessed: 24 Maret 2012)
Jejak

Si

Gundul.

2011. Tradisi

Suku

Sasak. Availlable: http://www.jejaksigundul.com.Eps 75. Tradisi Suku Sasak


Jejak Si Gundul.html. (accessed: 25 Maret 2012)
semaraputraadjoezt.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai