Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PSIKOSOSIAL

DILEMA TEKNOLOGI (IPTEK) DALAM PERSPEKTIF TRANSKULTURAL

Dosen Pengampu :

Veny Elita, SKp., MN(MH)

Disusun oleh :
Kelompok : 5 ( Lima )
Kelas : A 20201

Anggota kelompok :

1. Afdi Setiawan (2011110889) 6. Ishmah Qonitatul Jannah (2011113065)

2. Alfisenna ( 2011113044) 7. Risti Amanda (2011113038)

3. Dinda Yulia Melani (2011113062) 8. Rani Novita (2011113048)

4. Ella Widya Putri (2011113033) 9. Suci Arfa Dewi (2011113026)

5. Habibah Syafna (2011113052) 10. Septya Windy (2011113058)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak
nikmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Dilema Teknologi (IPTEK) dalam Perspektif Transkultural” dengan baik tanpa ada
halangan yang berarti.
Kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing Psikososial dan Budaya
dalamKeperawatan yaitu Veny Elita, SKp., MN(MH) dan semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan
sarandari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 30 Oktober 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
1. Definisi dilema IPTEK dalam perspektif trankultural ................................................................ 1
2. Arti dilema IPTEK dalam perspektif transkultural Nursing ....................................................... 1
3. Jenis-jenis kecenderungan dilema IPTEK dalam perspektif trankultural ................................... 1
4. Penyebab dilema IPTEK dalam perspektif trankultural.............................................................. 1
5. Gambaran masyarkat dengan kasus dilema IPTEK dalam perspektif trankultural ..................... 1
6. Mendiskripsikan contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan dengan penolakan
IPTEK dalam keperawatan transcultural ............................................................................................ 1
7. Memecahkan masalah yng berhubungan dengan dilema IPTEK................................................ 1
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 1
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
A. Definisi dilema iptek dalam perspektif transcultural ............................................................ 3
B. Arti Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural Nursing ............................................ 3
C. Jenis-Jenis Kecenderungan Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural ..................... 4
D. Penyebab Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural ................................................... 6
E. Gambaran Masyarkat Dengan Kasus Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural .. 7
F. Mendiskripsikan Contoh-Contoh Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan Dengan
Penolakan IPTEK Dalam Keperawatan Transcultural .............................................................. 18
BAB III ................................................................................................................................................. 22
PENUTUP ............................................................................................................................................ 22
A. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 22
B. SARAN ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dilema IPTEK dalam ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu


pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup
manusia. Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru.

Nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural


Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
klien / pasien ). Menurut Leininge( 1991 ).

B. Rumusan Masalah

1. Definisi dilema IPTEK dalam perspektif trankultural


2. Arti dilema IPTEK dalam perspektif transkultural Nursing
3. Jenis-jenis kecenderungan dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
4. Penyebab dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
5. Gambaran masyarkat dengan kasus dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
6. Mendiskripsikan contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
penolakan IPTEK dalam keperawatan transcultural
7. Memecahkan masalah yng berhubungan dengan dilema IPTEK

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui definisi dilema IPTEK dalam perspektif trankultural


2. Untuk Mengetahui arti dilema IPTEK dalam perspektif transkultural Nursing
3. Untuk Mengetahui jenis-jenis kecenderungan dilema IPTEK dalam perspektif
trankultural

1
4. Untuk Mengetahui penyebab dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
5. Untuk mengetahui Gambaran masyarkat dengan kasus dilema IPTEK dalam
perspektif trankultural
6. Untuk Mendiskripsikan contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan
dengan penolakan IPTEK dalam keperawatan transcultural
7. Untuk Memecahkan masalah yng berhubungan dengan dilema IPTEK

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dilema iptek dalam perspektif transcultural

lmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmudiperoleh dari keterbatasannya. Teknologi adalah metode ilmiah
untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula
diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yg
diperlukan bagi kelangsungandan kenyamanan hidup manusia.

Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru. Nilai
budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural Nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi
pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatankepada klien / pasien ).
Menurut Leininger ( 1991 ).

B. Arti Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural Nursing

Definisi Dilema IPTEK dalam TranskulturalIlmu atau ilmu pengetahuan adalah


seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.

Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu


memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmu diperoleh dari keterbatasannya.Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai
tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sebagian beranggapan teknologi
adalah barang atau sesuatu yang baru.

Namun, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala
kontemporer. Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri. Bila ditinjau dari makna
kata, transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti aluar perpindahan,
jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti
melintang, melintas,menembus, melalui. Cultur berarti budaya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti : kebudayaan, cara


pemeliharaan, pembudidayaan. Kepercayaan, nilai-nilai dan pola perilaku yang umum
berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, Sedangkan
3
cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri
berarti:akal budi, hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti: Hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian danadat istiadat.
Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosialyang digunakan untuk
menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi, transkulturaldapat diartikan sebagai: Lintas
budaya yang mempunyai efek bahwa budayayang satu mempengaruhi budaya yang
lain,Pertemuan kedua nilai-nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial,
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan.maupun kesamaan nilai- nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras,
yangmempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan
kepada klien / pasien ).

Menurut Leininger ( 1991 ) Konsep TranskulturalKazier Barabara ( 1983 ) dalam


bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan
bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi
dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic ,
philosopi perawatan, praktik kliniskeperawatan , komunikasi dan ilmu social.

Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang
menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio-psycho-social-spiritual
.Oleh karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang
komperhensif sekaligus holistik.Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau
bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budayayang berupa
norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusiadalam kehidupan dengan yang
lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi,
membuat manusia terikatdalam proses yang dijalaninya.

Keberlangsungaan terus menerus danlama merupakan proses internalisasi dari


suatu nilai-nilai yangmempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi
perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan. ( cultural nursing)

C. Jenis-Jenis Kecenderungan Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural

Seperti yang kita ketahui, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan
kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas menengah kebawah sekalipun.
Dimana upaya tersebut merupakan cara atau jalan didalam mewujudkan kesejahteraan
dan peningkatan harkat martabat manusia. Kecenderungan dilema iptek dalam
perspektif transkultural salah satunya dipengaruhi oleh kepercayaan kuno dan praktik
pengobatan. Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan
masyarakat sederhana dan pengetahuan tradisional.

Menurut orang Jawa, "sehat" adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan
batin. Bahkan, semua itu berakar pada batin. Jika" batin karep ragu nututi", artinya
batin berkehendak, raga/badan akan mengikuti. Sehat dalam konteks raga berarti
"waras".

4
Masyarakat Jawa sebagian besar lebih mempercayai dukun atau "wong tuo"
untuk mengobati berbagai jenis penyakit yang dialaminya. Hal ini yang menjadi salah
satu penyebab mengapa masyarakat Jawa Tengah cenderung mengalami dilema iptek
dalam kesehatan.

Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya sehari-hari,


misalnya bekerja di ladang, sawah, selalu gairah bekerja, gairah hidup, kondisi inilah
yang dikatakan sehat. Ukuran sehat untuk anak-anak adalah apabila kemauannya
untuk makan tetap banyak dan selalu bergairah main. Untuk menentukan sebab-sebab
suatu penyakit ada dua konsep, yaitu konsep personalistik dan konsep naturalistik.

Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supranatural


(makhluk gaib, dewa), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat),
dan manusia (tukang sihir, tukang tenung). Penyakit ini disebut "ora lumrah" atau ora
sabaene" (tidak wajar atau tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan
pengetahuan secara gaib atau supranatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji.
Dilihat dari segi personalistik, jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kebhendu,
kewalat, kebulisan, keluban, keguna-guna atau di gawe wong, kampiran bangsa
lelembut, dan sebagainya. Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau "wong
tuo". Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah orang yang pandai atau ahli
dalam mengobati penyakit melalui "JapaMantera", yakni doa yang diberikan oleh
dukun kepada pasien.

Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yangmempunyai nama


dan fungsi masing-masing :
a. Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan.
b. Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : khusus menangani orang yang sakit
terkilir, patah tulang, jatuh atau salah urat.
c. Dukun klinik : khusus menangani orang yang terkena guna-guna atau “digawe
uwong”
d. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
e. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.

Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan


mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan, racun, bisa,
kuman, dan kecelakaan. Disamping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidak-
seimbangan dalam tubuh, misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab .Oleh
orang Jawa hal ini disebut dengan penyakit “Lumrah“ atau biasa. Adapun
penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan
pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali. Misalnya orang sakit masuk
angin, penyembuhannya dengan cara “kerokan“ agar angin keluar kembali.

Begitu pula penyakit badan dingin atau disebut “ndrodok” (menggigil,


kedinginan), penyembuhannya dengan minum jahe hangat atau melumuri tubuhnya
dengan air garam dan dihangatkan dekat api. Di samping itu juga banyak pengobatan
yang dilakukan dengan pemberian ramuan atau “dijamoni“. Jamu adalah ramuan dari

5
berbagai macam tumbuhan atau dedaunan yang dipaur, ditumbuk, setelah itu diminum
atau dioleskan pada bagian yang sakit.

D. Penyebab Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural

Nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural


Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi padaseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
klien / pasien ).Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi dilemma iptek adalah :

1. Karena adanya perbedaan pola pikir masyarakat dalam bidang kesehatan

2. Rendahnya tingkat pendidikan

3. Letak geografis

6
E. Gambaran Masyarkat Dengan Kasus Dilema IPTEK Dalam Perspektif

Transkultural

A. Tradisi Mitoni (7 Bulanan)

Dalam tradisi Jawa Tengah, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus

hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa.

Kata mitoni berasal dari kata „am‟ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ‟7′

(pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara

mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan

pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan

agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa

memperoleh keselamatan.

Upacara-upacara yang dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman,

memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami,

ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe atau lilitan

benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan

nyolong endhog, pada hakekatnya ialah upacara peralihan yang dipercaya

sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang

menunjukkan bahwa upacara- upacara itu merupakan penghayatan unsur-

unsur kepercayaan lama. Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial

terutama adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan oleh

kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan

dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial

masyarakatnya.

7
Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari

yang dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk

upacara mitoni adalah hari Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat

siang sampai malam) dan diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari.

Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan

suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat

sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi.

Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka

upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang

mempunyai luas yang cukup untuk menyelenggarakan upacara.

Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau

anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih

bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-

upacara kehamilan. Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara

mitoni adalah:

1.Sungkeman

Upacara mitoni diawali dengan upacara sungkeman. Sungkeman dilakukan

pertama-tama oleh calon ibu kepada calon ayah (suaminya). Kemudian, calon ibu

dan ayah, melakukan sungkeman kepada kedua pasang orang tua mereka. Intinya

adalah memohon doa restu agar proses kehamilan dan kelahiran kelak berjalan

dengan lancar dan selamat.

8
2.Siraman

Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda

pembersihan diri,baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini

bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon

ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya

menjadi lancar.

Air siraman adalah air yang berasal dari 7 sumber, misalnya dari rumah

orang tua istri, rumah orang tua suami, tetangga atau saudara lainnya. Pada air

siraman juga terdapat bunga 7 rupa. Setelah acara selesai, bagi tamu yang belum

mempunyai keturunan bisa mengambil air siraman yang belum terpakai, untuk

digunakan sebagai air mandi (bisa dibawa pulang). Diharapkan setelah

menggunakan air tersebut, tamu tersebut bisa 'ketularan' memiliki keturunan juga.

3.Pecah Telur

Setelah siraman, calon ayah melakukan upacara pecah telur. 1 butir telur

ayam kampung yang sebelumnya ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu, dan

kemudian dibanting ke lantai. Telur tersebut harus pecah, sebagai perlambang

proses persalinan nanti dapat berjalan dengan lancar tanpa aral melintang. Dari

referensi yang saya baca, ada juga yang dengan cara memasukkan telur

tersebut ke dalam kain calon ibu.

9
4.Memutus Lawe/benang/janur

Berikutnya, masih di tempat siraman berlangsung, adalah upacara

memutuskan lawe/benang/janur. Lawe atau Janur diikatkan ke perut calon ibu,

kemudian calon ayah memutuskan lilitan tersebut. Maknanya juga agar proses

persalinan berjalan lancar dan tidak ada halangan.

5.Brojolan

Yaitu memasukkan kelapa gading muda (kelapa cengkir) yang telah

dilukis Kamajaya dan Dewi Ratih. Calon ibu dipakaikan sarung (longgar saja).

Bagian pinggir sarung, agar tetap longgar, dipegang oleh kedua calon kakek,

masing-masing di sebelah kiri dan kanan. Kemudian sang calon ayah

memasukkan satu kelapa cengkir tersebut dari atas, dan siap diterima oleh

salah satu calon nenek (misalnya diawali oleh calon nenek dari pihak calon

ibu). Hal ini dilakukan 3 kali berturut- turut. Setelah itu, diikuti dengan proses

yang sama dengan kelapa cengkir kedua, dan diterima oleh calon nenek

lainnya (calon nenek dari pihak calon ayah).

Calon nenek menerima kelapa tersebut sambil membawa selendang,

dan merek kemudian menggendong kelapa tersebut (seperti menggendong

bayi) dan membawanya ke kamar tidur.Kelapa tersebut kemudian ditidurkan

di atas tempat tidur, seperti menidurkan bayi. Makna simbolis dari upacara ini

adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.

10
6.Pecah Kelapa

Selanjutnya, calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut.

Mengambilnya dengan dengan mata tertutup, sehingga ia tidak tahu kelapa

yang melambangkan perempuan atau laki-laki yang diambil. Kelapa diambil

dan ditempatkan di area siraman, untuk kemudian dipecahkan. Hal ini

melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi tersebut.

7.Ganti Busana

Setelah calon ibu dikeringkan dan ganti dengan pakaian kering,

dilakukan acara selanjutnya, yaitu upacara ganti busana. Akan terdapat 7 kali

ganti pakaian, yang berupa ganti kain dan kebaya. Kain dalam tujuh motif

melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh

bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir. Kain yang digunakan terdapat

7 macam, dimulai dengan urutan dan makna

sebagai berikut: \

1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan)

2. 2.sidoluhur (melambangkan kemuliaan)

3. 3.Parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap

hidup),

4. Semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang

sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selama-

lamanya/tidak terceraikan),

11
5. Udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam

masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan),

6. Cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak

dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).

7. Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik

bermotif lasem (melambangkan kain yang walaupun sederhana

tapi pembuatannya sulit, membutuhkan kesabaran karena

dibuatnya dari lembar per lembar benang. Melambangkan

kesederhanaan cinta kasih orang tua kepada anaknya).

Pemakaian kain dibantu oleh kedua calon nenek dan ditanggapi

oleh keluarga atau tamu yang hadir (pada 6 kain dan kebaya

pertama) dengan “kurang cocok…” serta pada kain terakhir

(yang ke-7) dengan tanggapan “cocok”… Kain-kain yang

dipakaikan tadi, setelah diganti dengan kain berikutnya,

diletakkan di bawah kaki calon ibu, sehingga lama kelamaan

menumpuk dan melingkari kaki calon ibu. Setelah selesai

dengan pakaian ke-7, calon ayah membantu mendudukkan

calon ibu di atas tumpukan kain tersebut, sehingga tampak

seperti „ayam mengerami telurnya‟, yang melambangkan sang

calon ibu menjaga dan memelihara calon bayi dalam

kandungannya.

12
8.Jualan Cendol & Rujak

Selanjutnya adalah upacara jualan rujak dan cendol (dawet) oleh sang

calon ayah dan calon ibu. Calon ayah membawa payung untuk memayungi calon

ibu saat berjualan, sementara calon ibu membawa wadah untuk menampung uang

hasil jualan tersebut. Uang yang digunakan adalah uang koin yang terbuat dari

tanah liat (kreweng). Sang calon ayah menerima uang tersebut dari pembeli untuk

dimasukkan dalam wadah tersebut dan sang calon ibu melayani para pembeli.

Rujak yang merupakan rujak serut tersebut juga dibuat dari 7 macam

buah-buahan. Calon ibu yang meracik sendiri bumbu rujaknya, melambangkan

apabila rasanya kurang enak, anaknya adalah lelaki, dan sebaliknya.

9.Potong Tumpeng

Acara diakhiri dengan upacara potong tumpeng. Tumpeng yang juga

merupakan sesajen dalam upacara mitoni ini. Tumpeng isinya berupa tumpeng

terbuat dari nasi, satu tumpeng besar di tengah-tengah dan 6 tumpeng kecil di

sekelilingnya, sehingga totalnya berjumlah 7 buah tumpeng. Sajen tumpeng

juga bermakna sebagai pemujaan pada arwah leluhur yang sudah tiada.

Tumpeng dilengkapi minimal dengan: ikan, ayam (termasuk ayam goreng

yang dipotong dari ayam hidup (ayam yang dibeli dalam keadaan hidup)),

perkedel, tahu dan tempe serta sayur gudangan (urap) yang bermakna agar

calon bayi selalu dalam keadaan segar. Urap tersebut juga dibuat tanpa cabe

(tidak pedas). Potong tumpeng dilakukan oleh calon ayah dan diterima oleh

calon ibu. Lalu keduanya melakukan upacara suap-suapan.

13
Selain itu, juga terdapat bubur 7 rupa. Bubur merah dan bubur putih dibuat

dalam 2 wadah, yang satu bubur merah dan diberi sedikit bubur putih di

tengahnya, dan sebaliknya (melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu

dalam wujud bayi yang akan lahir). Pada upacara mitoni ini,bubur 7 rupa

dilengkapi dengan bubur candil, bubur sum-sum, bubur ketan hitam, dan lain

sebagainya.

 Makna Terdalam Upacara Mitoni

Dipercaya merupakan fase di mana calon jabang bayi sudah mulai

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya melalui perantaraan sang ibu.

Hubungan psikis antara ibu dan anak pun sudah mulai terjalin erat mulai dari fase

ini. Bagi masyarakat Jawa, kehamilan adalah bagian dari siklus hidup seorang

manusia. Oleh karena itu keberadaan si calon jabang bayi selalu dirayakan oleh

masyarakat Jawa dengan ritual yang bernama mitoni.

Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni

diadakan ketika usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar

calon bayi dan ibu selalu mendapatkan keselamatan.

Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu

siraman sebagai simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon

ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus

lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu

sorongan, dan nyolong endhog (mencuri telur).

14
Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai prosesi pengusiran marabahaya

dan petaka dari ibu dan calon bayinya. Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi.

Upacara siraman, misalnya, adalah simbol pembersihan atas segala kejahatan dari

bapak dan ibu si calon bayi. Sedangkan memasukkan telur ayam kampong ke

dalam kain calon ibu adalah perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan

tanpa hambatan yang berarti. Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung

dari perut atas calon ibu ke bawah adalah simbolisasi agar tidak ada aral

melintang yang menghalangi kelahiran si bayi. Setelah itu calon ibu akan berganti

pakaian dengan kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih kain yang paling

cocok dengan calon ibu.

Sedangkan pemutusan lawe/lilitan benang atau janur yang dilakukan

setelah pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar.

Lilitanitu harus diputus oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk mengandung

makna agar saat nanti sang ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya

berjalan dengan lancar. Sedangkan upacaraminum jamu sorongan (dorongan)

berarti bayi bisa lahir dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan

yang terakhir, mencuri endhog atau telur, merupakan perwujudan atas keinginan

calon bapak agar proses kelahiran berjalan dengan cepat, secepat maling yang

mencuri.

Untuk melakukan mitoni, harus dipilih hari yang benar-benar bagus dan

membawa berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan khusus dalam menentukan

hari baik dan hari yang dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya mitoni digelar

pada siang atau sore hari.

15
Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai malam serta Jumat

siang sampai Jumat malam. Mitoni tidak bisa dilakukan pada sembarang tempat.

Dulu mitoni biasa dilakukan di pasren atau tempat bagi para petani untuk memuja

Dewi Sri, Dewi Kemakmuran bagi para petani. Namun mengingat dewasa ini

sangat jarang ditemui pasren, maka mitoni dilakukan di ruang tengah atau ruang

keluarga selama ruangan itu cukup besar untuk menampung banyak tamu.

Anggota keluarga yang tertua seringkali dipercaya untuk memimpin pelaksanaan

mitoni.

Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak

untuk memanjatkan doa bersama-sama demi keselamatan ibu dan calon bayinya.

Tak lupa setelah itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu

biasanya berisi nasi lengkap beserta lauk pauknya.

 Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni

Upacara-upacara mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika

kandungan dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau

lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut:

1. Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah

leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di

tempat yang tinggi, di gunung-gunung.

2. Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita

yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.

3. Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi

selalu dalam keadaan segar.

16
4. Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi

gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak

kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur

Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai

sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.

5. Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong,

maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang

kelahiran bayi.

6. Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi

ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah

lahir.

7. Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang

dikandung mudah kelahirannya. 8. Sajen berupa telur yang nantinya

dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah

maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang

lahir nantinya adalah laki-laki.

17
F. Mendiskripsikan Contoh-Contoh Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan

Dengan Penolakan IPTEK Dalam Keperawatan Transcultural

Dilema IPTEK dalam Transcultural adalah sebuah situasi sulit yang


mengharuskan seseorang menentukan pilihan dalam perbedaan budaya dan
perkembangan teknologi yang dianggap bertentangan dengan budaya dari
masyarakat tersebut. Contoh kasusnya adalah sebagai berikut.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan Sistem


Informasi Kesehatan yaitu SIK 5NG “Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng”
yang dirancang agar sistem pencatatan dan pelaporan kehamilan dapat dilakukan
secara realtime sehingga dapat memberikan data dan informasi yang akurat,
relevan, dan tepat waktu bagi proses pengambilan keputusan. Salah satu
kabupaten yang telah memanfaatkan SIK 5NG adalah Kabupaten Demak, namun
belum maksimal dimanfaatkan oleh penggunanya yaitu Bidan Desa. Tahap
pengembangan SIK 5NG memerlukan evaluasi untuk perbaikan pengembangan
selanjutnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis evaluasi penerapan SIK 5NG
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Demak dengan metode TAM
(Technology Acceptance Model) dilihat dari persepsi kemudahan penggunaan,
persepsi manfaat, sikap penggunaan, niat perilaku penggunaan. , dan penggunaan
sistem yang sebenarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 281 Bidan Desa yang bekerja di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. Sampel penelitian ini adalah
38 Bidan Desa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random
Sampling. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat beberapa kekurangan
pada setiap variabel, seperti bidan desa tidak mudah menggunakan SIK 5NG
dalam pencatatan dan pelaporan ibu hamil, tidak menggunakan SIK 5NG untuk
menghitung indikator pada program KIA, dan tidak menggunakan SIK 5NG untuk
menghasilkan informasi tentang ibu hamil. Salah satu alasan yang dikemukakan
adalah seringnya gangguan server sehingga sistem sulit untuk diakses. Oleh
karena itu, disarankan bagi bidan koordinator untuk mengevaluasi dan memantau
bidan desa dalam memanfaatkan SIK 5NG mulai dari memasukkan data,
menghitung indikator pada program KIA hingga menghasilkan informasi tentang
ibu hamil..

18
G. Memecahkan Masalah Yang Berhubungan Dengan Dilema IPTEK

Kemoterapi atau Herbal? Mana Yang TepatUntuk Kanker Payudara?

Sering kali penderita kanker bingung apakah harus kemo atau tidak, karena
kemo atau tidak, karena melihat efek samping yang berat dan apakah jika dengan
herbal bisa sembuh. Sering kali pertanyaan itu muncul ketika masih awal ingin
melakukan pengobatan.

Dilemanya yang didapatkan pada masyarakat sebagai berikut : Apakah Saya


Harus Kemoterapi? Kita akan bahas dahulu apakah saya harus kemoterapi?

Itu yang menjadi pertanyaan pertanyaan jika kita menempuh jalan medis.
Kasus yang kita bicaraka bicarakan adalah kanker stadium 4 yang sudah menyebar
jadi tidak bisa dilakukan operasi. Untuk memutuskan harus kemoterapi atau tidak,
berikut ini adalah beberapa faktor yang perlu anda pikirk perlu anda pikirkan dulu:

1. Biaya.
Faktor biaya menjadi yang utama karena kemoterapi tidak murah apalagi jika anda
melakukannya diluar negeri.
2. Apakah penderita kanker mau?
Ini menjadi pertanyaan yang kedua karena kemauan dari penderita kanker sangat
penting untuk menunjang kesembuhannya. Jadi keputusan kemoterapi harus
keluar dari penderita kanker.
3. Biasanya muncul pertanyaan apakah fisik saya kuat.
Pertanyaan ini juga muncul jika penderita penderita kanker kurang percaya
percaya diri. Itulah tugas keluarga/teman untuk memberikan support.

Menurut pengalaman beberapa pasien itulah 3 pertanyaan penting yang harus


dijawab sebelum anda memutuskan untuk melakukan kemoterapi atau tidak. Itupun
terjadi pada sebuah keluarga, yang harus memilih apakah keluarga dan pasien
tetap memutuskan kemoterapi. Waktu itu yang muncul adalah pertanyaan ke-2 dan
ke-3 jadi pasien sudah memilih mau untuk kemoterapi tetapi tidak yakin (poin 3) jadi
tugas keluarga dan lingkungan sekitar yang memberikan dukungan.

 Apakah Saya Harus Menggunakan Herbal?

Bagian kedua adalah mengenai herbal, apakah lebih baik mengambil


keputusan menggunakan herbal saja dari pada kemoterapi yang menakutkan?Sering
muncul pertanyaan seperti ini karena rumor mengatakan bahwa herbal tidak berefek
samping meskipun minum sebanyak mungkin.Pengalaman mereka yang pernah
mencoba berkata lain karena herbal yang konsumsi ternyata juga berefek samping
misalnya saja daun sirsak tidak memiliki efek (linu dan sakit pada persendian karena
sifatnya yang dingin) dan kulit manggis memb eri efek samping sulit buang air besar
karena sifatnya yang panas.Untuk mengambil keputusan apakah harus menggunakan
herbal atau tidak berikut faktor yang perlu anda pikirkan:

19
1. Apakah Ada Ahli/Herbalis Untuk Menyatukan Penggunaannya

Sering kali penderita kanker diberikan berbagai macam masukkan bisa dari teman
atau keluarga untuk minum ini dan itu. Padahal menurut sayasebaiknya harus ada tenaga
ahli untuk mengatasi perkembangan apakah bekerja atau t idak.

2. Sumber obat herbal.

Obat herbal entah sudah diolah atau belum anda harus terus mendapatkannya agar
proses pengobatan bisa terus berlangsung.

Menurut kami 2 hal yang penting untuk memutuskan apakah anda harus
menggunakan herbal atau tidak. Pengalaman kami adalah kami tidak menemukan ahli
tenaga untuk herbal (sirsak atau manggis) jadi kami hanyamenggunakan berdasarkan
informasi yang tersebar di internet atau pendapatteman/keluarg a. Hal ini menjadi kurang
efektif karena tidak bisa terpantau dengan baik.

 Bagaimana Bila Melakukan Kombinasi Kemoterapi dengan Herbal?

Yang ketiga adalah bagaimana jika kita melakukan kemoterapi secara


bersamaan dengan herbal, apakah mungkin? Pendapat diantara masyarakat adalah
bisa mungkin bisa tidak. Bisa, jika anda menggunakan herbal yang sudah dipatenkan
sudah berbentuk kapsul misalnya transfer factor. Bisa tidak, jika yanganda gunakan
adalah obat herbal olahan sendiri misalnya rebusan daun sirsak, dll.kenapa tidak bisa?
Karena rasanya yang tidak enak dan efek samping kemoterapi yaitu mual akan
membuat semuanya kacau balau. Kacau balaunya adalah karena mual jadi penderita
kanker malas untuk minum obat herbal tersebut.Jika anda menjalankannya secara
bersamaan anda tidak tahu mana yang membawa efek positif atau kesembuhan jadi
anda akan bingung.

Pengalaman beberapa pasien diantaranya yaitu menggunakan transfer factor


sebagaisuplemen herbal pada saat masa kemoterapi dan setelah selesai 8x
kemolanjutkan dengan obat herbal daun warung. Jadi efek samping sudah hilang dan
tidak mual maka olahan daun waru bisa masuk tanpa ada gangguan dari efek
kemoterapi.

 Membandingkan Antara Kemoterapi atau Herbal

Setelah 2 bagian diatas kami berharap tips diatas dapat membantu


andamemutuskan antara kemoterapi atau herbal. Untuk lebih mematangkan
pikirananda membandingkan kedua pengobatan itu sebagai berikut ini:

20
Dari kedua tabel itu anda dapat melihat setiap pengobatan yang didapatkan
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Alangkah baik jika anda bisa
menemukan dokter dan herbalis yang mau kerja sama jadi anda bisa
menggambungkan kedua pengobatan tersebut.

 Kesimpulan

Itu adalah pengalaman masyarakat yang pernah mengalami, dalam mengambil


keputusan yang dilema antara kemoterapi atau herbal. Mereka yakin masalah ini akan
terjadi pada semua penderita kanker yang akan menjalani pengobatan.

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keperawatan transkultural merupakan keperawatan yang berfokus pada studi
komparatif dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini berhubungan dengan
kepedulian akan perilaku, keperawatan, dan nilai sehat-sakit, serta kepercayaan
mereka. Tujuannya adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
kemanusiaan untuk memberikan keperawatan dalam kebudayaan khusus dan
kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan atau science adalah pengetahuan yang bersifat metodis,
sistematis dan logis. Metodis maksudnya pengetahuan tersebut diperoleh dengan
menggunakan cara kerja yang terperinci dan telah ditentukan sebelumnya, metode itu
dapat deduktif atau induktif. Sistematis maksudnya pengetahuan tersebut merupakan
suatu keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling berhubungan sehingga dapat
di pertanggung jawabkan. Logis maksudnya proporsi-proporsi (pernyataan) yang satu
dengan yang lainnya mempunyai hubungan rasional sehingga dapat ditarik keputusan
yang rasional pula.
Dalam adat jawa tengah, mereka lebih mempercayai tradisi saat calon ayah
mengambil salah satu kelapa tersebut. Mengambilnya dengan dengan mata tertutup,
sehingga ia tidak tahu kelapa yang melambangkan perempuan atau laki-laki yang
diambil. Kelapa diambil dan ditempatkan di area siraman, untuk kemudian
dipecahkan. Hal ini melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi,daripada
melakukan usg di rumah sakit.

B. SARAN
Saran Perawat sebagai tenaga kesehatan di era modern hendaknya megetahui,
mampu menyelidiki dan meningkatkan pemahaman tentang ilmu teknologi terutama
dalam bidang kedokteran dan kesehatan agar perawat dapat menjadi mitra yang baik
bgi para dokter.

22
DAFTAR PUSTAKA
Bhasin, V. 2007. Medical Antropology a review. Etheno. Med. 1(1): 1-20.

Creswell, Jhon W. 1998. Qalitative Inquriy and Research Design, Choosing Among Fife
Tradision. Calofornia: Sage Piblication.

Daval, N. 2009. Consevation and cultivation of Ethnomedicinal Plants in Jharkhand. Dalam


Trivedi, P. C. Medicinal Plants utilisation and conservation. India : Aavishkar Publishers
Distributor

Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia Hendry
Chang. 2001. Upaya mencapai hidup sehat. Jakarta: Gramedia.

Andre, M Dan Boyle, J,S (1995), Transkultural Concepts In Nursing Care.


Farma, Budi. (2018). Dilema IPTEK Dalam Transkultural Nursing.

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip) 5 (4), 180-189, 2017

https://www.scribd.com/document/380565328/TRADISI-MITONI

http://transferfactorformula.com/kemoterapi-atau-herbal/

23

Anda mungkin juga menyukai