Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN “ MYASTHENIA GRAVIS “

MAKALAH
KEPERAWATAN
“ MYASTHENIA GRAVIS “

Pembimbing : Ibu Rosnia, S.kep, NS


Disusun oleh :

1. Sunaryadin Djafar
2. Lopis Cristian
3. Nurmhia
4. Nur wahida

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PATRIA ARTHA MAKASSAR
SEMESTER GANJIL TA 2015/2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini merupakan
penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-
otot volunter dan lambatnyapemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini
bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit
perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi.
Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, danpada akhir tahun 1800
Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920
seorang dokter yang menderitapenyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum
obat efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan pada
tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihatadanya gejala-gejala
yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan
antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada
kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul pada usia
20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1.
Tingkat manusia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa
yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi
pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan
sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat
terjadi pada 10 % hingga20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-
pasien tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini.
BAB II
PEMBAHASAAN

A. DEFINISI
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang
menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan
otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran,
penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang
jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang
paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata,
mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol
gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai
penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet adalah
serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang
berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat
(fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada
otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer).Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan danumumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunteer dan halite dipengaruhi oleh fung sisaraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls
pada otot-otot volunteer tubuh (Sandra M. Neffina 2002).

B. ETIOLOGI
Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah
bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja
otot. Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia
Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai
berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak.
Impul-impul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-
syaraf bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan
serabut otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan
neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf
bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan
menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan
neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot
menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia
Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini
disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun.
Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang
menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong
tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak
dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan
reseptor pada persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam
darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan
reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot
terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan
neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan
mengenai kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus
yang terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam
mengembangkan system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari
system normal imun tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara
berangsur-angsur sampai masa pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan
dengan pertumbuhan bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini
mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi
ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif
imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada
kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara
kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan
percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai
produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.

C. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang
otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam
bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang
banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara
saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun
setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi
oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut
otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular
merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar:
unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.
Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal
(bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps
terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran
postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau
palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini mempunyai
banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran
postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu
asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan
postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel
dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion
kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam
membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah asetilkolin yang
dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin
dikarenakan cedera autoimun.
Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika
ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis beberapa
kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

D. MANIFESTASI KLINIS
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul
juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling sering
diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan
mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot pernafasan.
Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan
penderita mengalami beberapa gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek,
kesulitan untuk menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan
bantuan ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan
ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak
akan menyebabkan kematian.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara
(dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang
menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat
berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu
untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang
bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot
rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus
dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang
hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas.
Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi
kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung
menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada
penderita dengan akhir masa kehamilan.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang
lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala
mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis
dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari kasus.
Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang
memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.

E. KOMPLIKASI
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1. Dapat menyebabkan perkembangan Kanker Timus
2. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Gagal Nafas
3. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Pneumonia

F. PENCEGAHAN
Pencegahannya yaitu dengan beberapa cara
1. Pencegahan primer
Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga
kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien Miastenia gravis ini terjadi pada
saat mereka dalam kondisiyang lelah dan tegang.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakitdan menunjukkan
adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengobatan
antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa
dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya
menggunakan Azathioprine.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar
penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi komplikasi
pada individu. Yang dapat dilakukan dengan;
a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena hal ini dapat
memperburuk kelemahan otot yang dideritaoleh individu.
b. Istirahat yang cukup
c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata khusus yang
dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat antikolinesterase secara
berlebihan.

G. PENATALAKSANAAN
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan
oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat
bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka
juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya.
(SilviaA. Price, Lorain M. Wilson. 1995.)Walaupun belum ada penelitian tentang strategi
pengobatan yang pasti, tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang
palingdapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi
imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn
miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi
imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan
penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas
pada penderita miasteniagravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebihlambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. (Endang
Thamrin dan P. Nara, 1986)Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3
prinsip, yaitu:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah sehingga
serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan antikolinesterase, sepertiprostigmin, piridostigmin,edroponium atau
ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai
dicapai dosis optimal. Pada bayidapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan
pada anakbesar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainyaperbaikan signifikan
dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obatyang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya
adalah kesembuhanyang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpatimoma
yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,setelah 3 tahun ± 25% penderita akan
mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek samping.
Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai dicapai dosis yang diinginkan.
Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik
ataubekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,Cyclophosphamide (CPM).
Namun biasanya digunakan azathioprin(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine
merupakan obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dansecara umum
memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.
Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebihefektif
yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
e. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan sampai 50%
akan terjadi perbaikan klinik.

3.Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot


Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah

b. Alat bantuan non medikamentosa


Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khususyang dilengkapi dengan
pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leheryang kena, diberikan penegak leher. Juga
dianjurkan untukmenghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yangmerangsang,
menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yangmengganggu transmisi neuromuskuler
seperti B-blocker, derivatkinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika
sepertiaminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.
H. PROGNOSIS
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang
dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama otot-
otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravistetap terbatas pada otot-otot mata, 20%
mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami
atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian
berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi
spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miasteniagravis. (Endang Thamrin dan P. Nara,
1986)
F. KLASIFIKASI
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus
kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian
rendah.
2. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara),
disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan
Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat
Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang
berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi.
Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala
kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara
tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis
buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
Golongan IIA = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan
Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

BAB I I I
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini
tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini
sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih
baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1)
Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3)
Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakansebagai pedoman bagi pembaca
baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalampemberian asuhan keperawatan secara
professional. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan dan
penanggulangan untuk menghindari penyakit Miastenia gravis ini. Mungkindalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan:


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif . Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran
EGC, hal: 293-297
Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/ miastenia-gravis.
(3 September 2009)
Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42
Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miastenia-
gravis.html. (3 September 2009)
Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit.
Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,hal: 998 – 1003
Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-miastenia.html.(3 September
2009)

Anda mungkin juga menyukai