Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TENTANG
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MASALAH GANGGUAN MOOD ATAU PERASAAN”

Disusun oleh:
Kelompok 1
Ulfa Fitriani
Fhince Nofeana Yaas
Ely Melwin Manufury
Angel Defretes
Albertina Balok
Christina Warella
Grace Ifana Aresi
Elsina Faidiban

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2023

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan mood atau
perasaan”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah di masa
mendatang.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima
kasih.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan instansi terkait serta ilmu pengetahuan.

Sorong, 04 April 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan Keperawatan.................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit.............................................................................. 3
1. Definisi............................................................................................... 3
2. Etiologi............................................................................................... 4
3. Patofisiologi........................................................................................ 6
4. Pathway.............................................................................................. 8
5. Tanda dan gejala................................................................................. 11
6. Pemeriksaan diagnostik...................................................................... 12
7. Komplikasi......................................................................................... 14
8. Penatalaksanaan.................................................................................. 15
B. Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan mood............................. 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
A. Kesimpulan.............................................................................. 32
B. Saran........................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecenderungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan
terus berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya
bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari
kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatassebagai dampak langsung
atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap
perubahan sosial yang terus berubah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia
saat ini menderita gangguan jiwa, dengan 4 jenis penyakit langsung yang
ditimbulkannya yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar,
danskizoprenia.
Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam
setiap harinya. Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain sebagainya
yang biasanya berlangsung sementara. Namun jika berlangsung berkepanjangan
dapan mengakibatkan gangguan terhadap suasana hati (mood) atau depresi berat
yang membuat seseorang selalu tidak bergairah murung dan apatis. Kelompok
kondisi kejiwaan, juga dikenal sebagai mood disorder, dicirikan oleh gangguan
yang mempengaruhi emosi, berpikir, dan prilaku. Depresi adalah dampak yang
paling umum terjadi, dan sekitar 10-20% dari orang – orang yg terkena dampak juga
mengalami manic episode. (Abdul Nasir, 2010). Suasana perasaan (mood) yang
menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering kali terpengaruh oleh
keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring
berlalunya waktu. (Depkes RI, 1993)
Pengalaman yang kurang menyenangkan menyebabkan seseorang
mengalami rasa tidak aman, kehampaan, kesedihan, dan kemarahan. Hal tersebut
menimbulkan kemarahan yang tidak terkendali dan diintroyeksikan ke dalam alam
bawah sadar. Apa yang dialami sebagai suatu pengalaman yang kurang
menyenangkan berakibat duka cita yang mendalam, kepahitan jiwa, yang semuanya
merupakan bentuk gejala depresi. (Abdul Nasir, 2010) Masalah ini dapat menjadi
kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu
untuk mengurus tanggung jawab sehari - harinya (WHO,2011). Episode depresi

3
biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa
berlangsung selama 2 tahun atau lebih.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu “Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan mood”?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang apa itu gangguan alam perasaan (mood).
2. Untuk mengetahui rentang respon emosional.
3. Untuk mengetahui tipe – tipe gangguan alam perasaan.
4. Untuk mengetahui faktor – faktor predisposisi gangguan.
5. Untuk mengetahui gejala gangguan mood depresi.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan alam
perasaan (mood)

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Gangguan Mood


1. Definisi
Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam
setiap harinya. Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain sebagainya
yang biasanya berlangsung sementara. Perasaan tersebut sering disebut dengan
mood. Alam perasaan (mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan
yang mempengaruhi seluruh kepribadian dari fungsi kehidupan seseorang.
Gangguan alam perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania
dan depresi. (Ernawati Dalami, 2009). Perubahan tersebut akibat adanya suatu
pikiran yang negative secara menyeluruh, di mana seseorang memangdang diri
sendiri, dunia dan masa depan sebagai suatu kegagalan yang menyimpang. Hal ini
dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan dalam menginterprestasikan sebuah
pengalaman sehingga merasa terbebani dan menganggapdirinya tidak mampu dan
tidak kompeten, serta tidak bertangguang jawab. Seseorang dengan gangguan
afektif merasa kehilangan hubungan dengan orang lain atau kehilangan peran
penting dalam hidupnya. (Abdul Nasir, 2011).
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya
alam perasaan yang meningkat. Keadaan ini diiringi dengan prilaku berupa
peningkatan kegiatan, banyak bicara, ide – ide yang meloncat, senda gurau,
tertawa berlebihan, penyimpangan seksual. (Ernawati Dalami, 2009)
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan. Depresi adalah
gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat
atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu
makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. (Ernawati Dalami, 2009).

 Alam perasaan(mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang


mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan seseorang.

5
Gangguan alam perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala
mania atau depresi
 Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup. (Hawari, 2001, hal. 19)
 Depresi adalah suatu mood sedih (disforia) yang berlangsung lebih dari empat
minggu, yang disertai perilaku dari perubahan tidur, gangguan konsentrasi,
iritabilitas, sangat cemas, kurang bersemangat, sering menangis, waspada
belebihan, pesimis, merasa tidak berharga, dan mengantisipasi kegagalan.
(DSM-IV-TR, 2000 dalam Videback, 2008, hal.388)
 Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta
komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan
darah dan denyut nadi sedikit menurun.
2. Macam-macam Gangguan Mood dan Ciri-Cirinya
Ada beberapa jenis dalam gangguan mood yang terjadi pada manusia ini
umumnya digolongkan sesuai dengan tingkat seberapa lamanya gangguan ini
terjadi, yaitu :
a. Episode manic
Periode ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan
dalam beberapa hari. Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami
elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan,
euphoria, atau optimism yang tidak biasa. Orang yang mengalami episode
manic ini akan memperolok orang lain dengan memberikan lelucon yang
keterlaluan atau bahkan cenderung memperlihatkan penilaian yang buruk dan
menjadi argumentative, dan terkadang bertindak afektif. Tak hanya itu orang
yang mengalami episode manic ini umumnya mengalami self-esteem yang
meningkat, mulai berkisar dari self-confidance yang ekstreem hingga delusi
total akan kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam episode maniac terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang
meningkat disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas
fisik dan mental dalam berbagai derajat keparahan. Dalam episode manic
terdapat tipe hipomania dimana pada gangguan ini derajat gangguan yang
lebih ringan dari mania. Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan adanya afek

6
yang meninggi atau berubah disertai dengan aktivitas, menetap selama
sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, dan tidak disertai halusinasi
atau waham.
b. Gangguan Depresi (gangguan Unipolar
Depresi merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai cara
dan mempunyai sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan
pekerjaan, dan bias menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh baya.
Dimana usia paruh baya ini merupakan usia puncak dari depresi. Pada setiap
orang depresi ini berbeda-beda bentuknya. Kondisi ini bisa disertai dengan
kecemasan, gelisah, dan berbicara gugup atau bias beralih menjadi periode
mania (mood yang meningkat), berbicara terputus-putus, serta aktivitas
kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif”. Namun, ada juga yang
bersikap apatis dan cenderung menutupi kekhawatirannya. Penderita sering
mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas, sulit berkonsentrasi, atau
membuat keputusan (Jacoby, 2009:34). Dalam proses berjalannya gangguan
depresi, depresi ini merupakan gangguan yang dapat dibagi menjadi tiga tahap
yang dimulai dari gejala yang ringan, sedang hingga berat.
Gejala atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan yang mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Gejala atau ciri lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang,
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
4)    Pandangan tentang masa depan yang suram dan pesimistis,
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
6) Tidur terganggu,Nafsu makan berkurang (Maslim, 2003: 64)

 Depresi ringan
Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan
perasaan melankolis yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh
sebuah kejadian yang tragis atau mengandung ancaman, atau kehilangan

7
sesuatu yang penting dalam kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21).
Orang dengan depresi ringan ini setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya
dan 2-3 dari gejala utama. (Maslim, 2003, 64).
 Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan
orang dengan depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Orang
dengan depresi sedang ini setidaknya memiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-
4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003: 64)
 Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling
tinggi di antara berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor
adalah kemurungan yang dalam dan menyebar luas. Perasaan murung ini
mampu menyedot semangat dan energy serta menyelubungi kehidupan si
penderita seperti asap yang tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor
ini dapat berlangsung cukup lama mulai dari empat belas hari sampai
beberapa tahun. Hal ini menyebabkan penderita akan sangat sulit utnuk
berfungsi dengan baik di lingkungannya. Orang dengan depresi mayor ini
juga terkadang disertai dengan keinginan untuk bunuh diri atau bahkan
keinginan untuk mati. Orang yang sangat tertekan, mereka akan mengalami
dampak hal-hal yang mengganggu kejiwaan mereka seperti gila, paranoia
atau halusinasi pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
c. Gangguan distimik atau distimia
Gangguan distimik ini merupakan gangguan mood yang berpola
depresi ringan (tetapi nungkin saja menjadi mood yang menyulitkan pada
anak-anak atau remaja) yang terjadi dalam suatu rentang waktu—pada
orang dewasa, biasanya dalam beberapa tahun (Nevid, 2003: 229).
Gangguan distimik pada anak-anak dan remaja terdiri dari mood yang
terdepresi atau mudah tersinggung untuk sebagaian besar hari, lebih
banyak hari dibandingkan tidak, selama periode sekurangnya satu tahun.
Pada anak-anak dan remaja, mood yang mudah tersinggung dapat
menggantikan criteria mood terdepresi untuk orang dewasa dan bahwa
criteria durasi adalah bukan dua tahun tetapi satu tahun utnuk anak-anak
dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).

8
Ada beberapa gejala atau cirri yang dapat ditandai saat gejala ini muncul,
yaitu :
1)      Kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan,
2)      Sulit tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
3)      Tingkat energy rendah atau mudah lelah,
4)     Citra diri yang rendah,
5)      Daya konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
6)       Perasaan putus asa.
Penderita gangguan ini setidaknya mengalami gejala-gejala diatas
paling lama 2 bulan sekali. Pada gangguan ini tidak terjadi depresi mayor
selama dua tahun terakhir, tidak pernah menderita akibat perubahan naik
turun antara periode kegairahan yang membumbung tinggi dan depresi
yang melankolis. Gangguan distimia ini tidak disebabkan oleh
penyalahgunaaan obat atau bahan kimiawi. Namun, gejala ini
mengakibatkan kerusakan klinis yang signifikan dalam fungsi social,
pekerjaan atau area-area penting lain dalam kehidupan si penderita (Meier,
2000: 22).
d. Gangguan perubahan mood (bipolar)
Gangguan bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa
memandang apakah ada perubahan mental antara mania dan depresi secara
full brown. Gangguan bipolar merupakan suatu psikosis afektif, ada
gangguan emosi, baik akibat kebiasaan maupun menyembunyikan
kecemasan dan perasaan malu. Pada fase depresi, pendiam, mendendam
perasaan, emosional sensitive. Pada fase mania perilakunya sangat
berlawanan, sangat ekstrover. Pada beberapa kasus keadaaan ini
mengandung unsure fanatic dan religious (Jacoby, 2009: 27).
Gangguan bipolar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu gangguan
bipolar 1 dan gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ini terjadi pada
seseorang yang mengalami setidaknya satu episode manic secara penuh.
Di mana seseorang mengalami perubahan mood antara rasa girang dan
depresi dnegan diselingi periode antara berupa mood yang normal.
Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini diasosiasikan dengan suatu bentuk
maniak yang lebih ringan. Pada gangguan bipolar 2 ini sesorang

9
mengalami satu atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak
satu episode hipomanik (Nevid, 2003: 237).
e. Gangguan Siklotimik
Gangguan siklotimik ini berasal dari kata Yunani kyklos
“lingkaran” dan thymos “spirit”. Jadi dapat diartikan bahwa siklotimik ini
merupakan spirit yang bergerak secara berputar di mana dapat diartikan
sebagai suatu deskripsi yang tepat dari siklotimik karena gangguan ini
melibtatkan suatu pola melingkar yang kronis dari gangguan mood yang
ditandai oleh perubahan mood ringan paling tidak selama 2 tahun (1 tahun
untuk anak-anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239). Pada gangguan
siklotimik anak dan remaja diperlukan periode satu tahun adanya sejumlah
pergeseran mood. Dan pada beberapa remaja siklotimik dapat
memungkinkan untuk menjadi gangguan bipolar 1(Kaplan, dkk, 1997:
814).
Pada penderita gangguan siklotimik, penderita mengalami
pergantian suasana perasaan senang dan depresi yang bersifat kronis yang
tidak sampai pada tingkat keparahan seperti episode manic atau depresi
berat. Pada para gangguan siklomatik cenderung berada di salah satu
keadaan suasana perasaan selama bertahun-tahun dengan relative sedikit
periode suasana netral (eutimia). Penderita gangguan siklomatik ini secara
berganti-ganti akan mengalami gejala-gejala keadaan depresi ringan dan
umumnya disebut sebagai moody(Durand, 2006: 282).
f. Kehilangan
Kehilangan adalah keadaan duka cita yang berhubungan dengan
kematian seseorang yang dicintai yang dapat ditemukan dengan gejala
yang karakteristik dari episode depresif berat. Orang dengan kehilangan ini
umumnya dapat dikenali dari gejala-gejala berikut :
1)      Perasaan sedih,
2)      Insomnia,
3)      Menghilangnya nafsu makan,
4)     Dan di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.
Dan jika pada anak-anak umumnya mereka lebih menarik diri dan
terlihat sedih; dan mereka tidak mudah ditarik meskipun aktivitas itu
merupakan aktivitas yang mereka sukai (Kaplan, dkk, 1997: 815).

10
g. Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi
sering merupakan cirri atau symptom dari gangguan psikologis yang
mendasarinya, dan biasanya adalah gangguan mood yang menjadi alasan
dibalik perilaku percobaan bunuh diri. Orang yang mempertimbangkan
untuk bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki
keterampilan memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-
cara alternative untuk copping dengan stressor yang mereka hadapi. Dalam
kaitannya, bunuh diri ini terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari
beberapa factor. Namun, jelas bahwa kebanyakan kasus bunuh diri ini
dapat dicegah bila orang dengan perasaan ingin bunuh diri menerima
penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri, termasuk
didalamnya adalah depresi, skizofrenia, serta penyalahgunaan alcohol dan
zat (Nevid, 2003: 262-266).

3. Rentang Respon Emosional

Respon adaptif Respon Maladatif

Reaksi
Reaksi Kehilangan Mania/
Responsiv Supres Kehilangan yang
e yang wajar i depresi
memanjang

Rentang respon emosi seseorang yang normal bergerak secara


dinamis. Tidak merupakan suatu titik yang statis dan tetap. Dinamisasi
tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti organobiologis,
psikoedukatif, sosiokultural. Pada klien yang mengalami gangguan alam
perasaan, reaksinya cenderung menetap dan memanjang. Tetapi hal tersebut
juga sangat tergantung pada tipe gangguan alam perasaannya. Apakah
termasuk tipe manic, depresif, atau kombinasi dari keduanya. Rentang respon
emosi bergerak dari emotional responsive sampai mania/ depresi dengan ciri
sebagai berikut: (Iyus Yosep, 2009)

11
Keterangan Gambar :
 Responsif adalah respons emosional individu yang terbuka dan sadar
akan perasaannya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan
dunia eksternal (memahami harapan orang lain) dan internal (memahami
harapan dirinya).
 Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal
dialami oleh individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini
individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami proses
kehilangan, misalnya bersedih, berfokus pada diri sendiri, berhenti
melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan yang wajar ini tidak
berlangsung lama.
 Supresi merupakan tahap awal respons emosional yang maladaptif,
individu menyangkal, menekan atau menginternalisasikan semua aspek
perasaannya terhadap lingkungan.
 Reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang
menetap dan memanjang, tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap
kehilangan. Reaksi berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa
tahun.
 Mania/Depresi merupakan respons emosional yang berat dan dapat
dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan
fungsi sosial. Yang hebat dan lama, menetap pada individu yang
bersangkutan. (Ernawati Dalami, 2009)

4. Etiologi Gangguan Mood


Dilihat dari beberapa sudut pandang, ada beberapa hal ynag
menyebabkan seseorang itu mengalami gangguan mood, dan diantara factor-
faktor tersebut adalah :
a. Faktor Biologis
1) Pengaruh Keluarga dan Genetik
Dalam kaitannya dengan gangguan mood adalah dalam studi
keluarga, para peneliti melihat adanya prevaliansi gangguan tertentu
pada anggota-anggota keluarga keluarga tingkat-pertama dari orang-
orang yang diketahui memiliki gangguan. Dan mereka menemukan
bahwa angka anggota keluarga yang memiliki gangguan suasana
12
perasaan secara konsisten dua sampai tiga kali lebih tinggi dibanding

anggota keluarga kelompok control yang tidak memiliki gangguan


perasaan. Namun, perlu diketahui bahwa jika salah satu di antara
pasangan memiliki gangguan unipolar, maka kemungkinan pasangan
kembarnya untuk memiliki gangguan bipolar yang sangat tipis atau
sama sekali tidak ada. Dan tingkat keparahan mungkin juga terkait
dengan banyaknya concordance (sejauhmana sesuatu dimiliki
bersama).
2) Sistem Neurotransmiter
Gangguan suasana perasaan telah menjadi subjek studi
neurobiologist yang lebih intens. Penelitian mengimplikasikan pada
tingkat serotonin yang rendah dalam etiologi gangguan suasana perasaan.
Hal ini dikarenakan, fungsi primer serotonin adalah mengatur reaksi-
reaksi emosional pada manusia. Dalam hipotesis “permisif” penelitian ini
mengatakan bahwa ketika tingkat serotonin rendah, neurotransmitter
lainnya diizinkan (mood irregularities), termasuk depresi. Anjloknya
norepineferin akan menjadi salah satu akibat terjadinya gangguan mood.
3) Ritme Tidur dan Sirkadian
Gangguan mood yang dialami oleh seseorang ini umumnya dapat
dilihat dari pertambahan jam tidur yang semakin meningkat. Dan dalam
beberapa tahun telah diketahui bahwa gangguan tidur merupakan salah
satu pertanda bagi kebanyakan gangguan perasaan. Hal ini terjadi karena,
pada orang-orang yang mengalami depresi hanya ada waktu yang lebih
pendek secara signifikan sepelum repid eye movement (REM) sleep
dimulai. REM sleep atau non-REM sleep. Pada saat seseorang tetidur,
mereka akan melalui beberapa subtahapan tidur yang secara progresif
menjadi lebih nyenyak, di mana pada saat itu mereka mencapai tingkat
istirahat yang sesungguhnya. Pada prosesnya, setelah 90 menit seseorang
mulai mengalami REM sleep, di mana otak terjaga dan kita mulai
bermimpi. Mata akan bergerak maju-mundur dengan cepatdi balik
kelopak mata, sehingga dinamai dengan repid eye movement sleep. Dan

13
ketika semakin larut, maka banyaknya REM sleep akan semakain
bertambah. Sedangkan, pada orang yang menderita depresi akan
kehilangan tidur gelombang-lambat mereka.

Selain memasuki periode REM sleep yang jumlah yang jauh lebih
cepat, orang dengan depresi ini akan mengalami aktvitas REM yang lebih
intens. Tak hanya itu, tahapan tidur yang paling nyenyak hanya
berlangsung pendek atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Karena ada
beberapa karakteristik tidur hanya terjadi pada saat seseorang sedang
mengalami depresi dan tidak terjadi pada saat lainnya.
4) Aktivitas Gelombang Otak
Ada beberapa indicator yang dapat dilihat dari aktivitas gelombang
otak yang menunjukkan adanya kerentanan biologis seseorang terhadap
depresi. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas gelombang otak yang
didemonstrasikan oleh peneliti bahwa para penderita depresi
menunjukkan aktivasi lebih besar pada anterior sebelah kanan (dan lebih
kecil pada aktivasi sebelah kiri) disbanding orang-orang yang tidak
mengalami depresi (Durand, 2006: 295-299).

b. Faktor Psikologis
Dalam mengulas kontribusi genetic terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
1) Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan
orang-orang yang divintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup
menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan,
kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko

14
berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood,
terutama depresi mayor. Dan pada orang-orang dengan depresi mayor ini
sering kali kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah interpersonal dengan teman, teman kerja atau
supervisor.

2) Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseornag menjadi depresi saat mereka tidak
dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat
membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment.
Kemudian dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan (Nevid,
2003: 240-243).
3) Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat
atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam
kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak).
4) Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang
difokuskan secara negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian
terdekatnya, dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita
depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka,
kemunduran terkevil sekalipun merupakan bencana besar.

c. Faktor Sosial dan Kultural


Sejumlah faktor social cultural memberikan kontribusi pada onset atau
bertahannya dperesi. Faktor yang paling menonjol antara lain adalah
hubungan perkawinan, gender, dan dukungan social.
1) Hubungan Perkawinan

15
Maksudnya adalah hubungan perkawinan yang tidak memuaskan
yang bisa menyebabkan individu bisa mengalami gangguan perasaan
seperti depresi.
2) Perbedaan Gender
Menurut Cyranowski, dkk (2000) Sumber perbedaan ini bersifat
cultural, karena peran jenis yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan
di masyarakat. Di mana laki-laki sangat di dorong mandiri, masterful,
dan asertif, sedangkan perempuan sebaliknya diharapkan lebih pasif,
lebih sensitive terhadap orang lain, dan mungkin lebih banyak bergantung
pada orang lain.

3) Dukungan Social
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Winett, dkk
(1999) tentang efek-efek dukungan social di dalam kesembuhan yang
pesat dari episode manic maupun depresif pada pasien gangguan bipolar,
mereka menemukan hasil yang mengejutkan bahwa, jaringan pertemanan,
dan keluarga yang suportif secara social membantu terjadinya
kesembuhan cepat dari episode depresif, tetapi tidak pada episode manic.
Dari hasil penelitian ini dan juga studi-studi prospektif yang dilakukan
menguatkan tentang pentingnya dukungan social (atau kekurangan
dukungan social) dalam memprediksi onset atau gejala-gejala depresi
yang muncul kemudian (Durand, 2006: 303-308).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai berikut :

a) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak
semangat, merasa tidak berdaya;
b) Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan;
c) Nafsu makan menurun;
d) Berat badan menurun;
16
e) Konsentrasi dan daya ingat menurun
f) Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia
(terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi – mimpi
yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal;
g) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya);
h) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,
kreativitas menurun, produktivitas juga menurun;
i) Gangguan seksual (libido menurun);
j) Pikiran – pikiran tentang kematian, bunuh diri.

6. Penatalaksanaan
Menurut (Tomb, 2003, hal.61)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat
penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.

a. Terapi Psikologi
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
hal – hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi factor
pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem
eksternal (misal, pekerjaan, menyewa rumah), arahkan pasien terutama selama
periode akut dan bila pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk mengenal
tanda – tanda dekompensasi yang akan dating. Temui pasien sesering mungkin
(mula – mula 1 – 3 kali per minggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai
tidak berakhir atau untuk selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi
dapat memprovokasi kemarahan anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan
17
tuntutan yang tak masuk akal, dll.). psikoterapi berorientasi tilikan jangka
panjang, dapat berguna pada pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa
pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.
Terapi Kognitif – Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi
sedang dan ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai “ketidakberdayaan
yang dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan
keterampilan dan memberikan pengalaman – pengalaman sukses. Dari perspektif
kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran – pikiran
negative dan harapan – harapan negative. Terapi ini mencegah kekambuhan.
Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan malam dan tetap
terjaga sampai malam berikutnya), dapat membantu mengurangi gejala – gejala
depresi mayor buat sementara. Latihan fisik (berlari, berenang) dapat
memperbaiki depresi, dengan mekanisme biologis yang belum dimengerti
dengan baik.

b. Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang tidak
membaik membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon terhadap
antidepresan), meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat
diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru.
Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI
(terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa obat yang efektif bila
obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek samping dan bahwa
antidepresan “dapat” mencetuskan episode manik pada beberapa pasien bipolar
(10 % dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, tetapi semua koonsep tentang
“presipitasi manic” masih diperdebatkan). Setelah semuh dari episode depresi
pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan,

18
meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih kekambuhan,
membutuhkan obat rumatan untuk periode panjang. Antidepresan saja (tunggal)
tidak dapat mengobati depresi psikosis unipolar.

Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan


mungkin bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa
depresi unipolar. Obat ini cukup efektif pada bipolar serta untuk
mempertahankan remisi dan begitu pula pada pasien unipolar. Antikonvulsan
tampaknya juga sama baik dengan litium untuk mengobati kondisi akut,
meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan dan litium dapat dimulai
secara bersama – sama dan litium diteruskan setelah remisi. Psikotik, paranoid
atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau bersama –
sama dengan antidepresan, litium atau ECT – antidepresan antipikal yang baru
saja terlihat efektif.

ECT mungkin merupakan terapi terpilih :

1) Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan,

2) Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut),

3) Pada beberapa depresi psikotik,

4) Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misal pasien tua yang
berpenyakit jantung). Lebih dari 90 % pasien memberikan respons.

19
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Mood
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor
presdisposisi,perubahan perilaku,sumber stressor,mekanisme koping,sumber koping
dan penilaian stressor.
a. Faktor predisposisi dan presipitasi
1) Faktor predisposisi
Beberapa teori di temukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan.
Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan
adalah:
 Faktor genetik.
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan
mulai garis keturunan.
 Teori agresi berbalik pada diri sendiri.
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah
yang dialihkan pada diri sendiri.
 Teori kehilangan.
Menunjukkan adanya perpisahan yang bersifat traumatis dengan
orang yang di cintai
 Teori kepribadian.
Mengambarkan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah mempengaruhi kepercayaan dan penilaian terhadap stressor

 Teori kognitif
Mengemukakan bahwa depresi adalah masalah kognitif yang di
dominasi oleh penilaian negatif terhadap diri sendiri,lingkungan dan
masa depan.
 Model ketidak berdayaan yang dipelajari

20
Mengemukakan bahwa bukan trauma yang menghasilkan
depresi,tetapi keyakinan individu akan ketidakmampuanya mengontrol
kehidupanya
 Model perilaku
Belajar dari pengalaman belajar di masa lalu,depresi di anggap
terjadi karena kurangnya reinforcement positif selama berinteraksi
dengan lingkungan
 Model biologi
Menggambarkan perubahan kimiawi di dalam tubuh yang terjadi
pada keadaan depresi,termasuk defisiensi dari katekolamin,tidak
berfungsinya endokrin dan hipersekresi cortisol.
2) Faktor presipitasi
Ada empat faktor yang menyababkan gangguan alam perasaan :
 Kehilangan kasih sayang secara nyata atau bayangan,termasuk
kehilangan cinta seseorang,fungsi tubuh,status atau harga diri.
 banyaknya peran dan konflik peran mempengaruhi berkembangnya
depresi terutama pada wanita
 kejadian penting dalam kehidupan,sering kali sebagai keadaan yang
mempengaruhi episode depresi dan mempunyai dampak pada individu
untuk menyelesaikan masalah.
 sumber koping termasuk status sosial ekonomi,keluarga,hubungan
interpersonal dan organisasi kemasyarakatan.

b. Mekanisme Koping

21
Mekanisme koping yang di gunakan pada reaksi berduka yang tertunda
adalah penyangkalan dan supresi yang berlebihan unyuk menghindari distress
hebat yang berhubungan dengan berduka. Pada depresi menggunakan mekanisme
denial, represi, supresi dan disosiasi. Mania merupakan cerminan dari depresi
walaupun perilajunya tidak sama namun dinamika dan mekanisme koping yang
digunakan saling berhubungan.
c. Perilaku.
Pasien mania sering tidak mengeluh gejala-gejala mereka. Beberapa pasien
merasa terlalu senang dan gembira sehingga tidak mengeluh; pasien lainnya
angitasi dan tidak senang tetapi memperhatikan perilaku yang berlebihan. Pada
pasien depresi cukup banyak yang mengeluhkan depresinya, tetapi ada juga yang
tidak mengeluh.
d. Sumber koping
Sumber yang dapat menjadi individu yaitu keluarga,sekelompok sosial,
status sosial-ekonimi, dan lingkungan. Kurangnya sistem pendukung tersebut
dapat meningkatkan stress personal.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada gangguan alam perasaan dipahami adanya konsep
yang saling berkaitan antar kecemasan,konsep diri dan bermusuhan.
Berikut ini diagnosa keperawatan primer Nanda :
a. Koping individu yang tidak efektif
b. Disfungsi proses berduka
c. Distress spiritual
d.   Ketidakberdayaan
e. Amuk
f. Merusak diri

22
Contoh diagnosa keperawatan lengkap :
a. Inefektif koping individu/tidak efektif koping individu berhubungan dengan di
dapatkan pasangan yang menyeleweng,yang di manifestasikan dengan keadaan
euphoria,hiperaktif gangguan mengemukakan pendapat
b. Disfungsi proses berduka berhubungan dengan kematian pasangan yang
dimanifestasikan dengan kesedihan dan hilangnya perhatian pada kegiatan
kejadian sehari-hari
c.   Distress spiritual berhubungan dengan kematian janin dalam kanduangan yang
di manifestasikan dengan menyalahkan diri sendiri,pesimis akan masa depan dan
slalu menyalahkan Allah.SWT

3. Perencanaan
a. Tujuan umum
Mengajarkan kliean untuk memiliki respon emosional yang adaptif dan
meningkatkan kepuasan diri yang dapat diterima oleh lingkungan untuk
mencapai tujuan tersebut pengobatan yang diberikan terdiri adari 3 fase yaitu :
1) fase akut
Tujuan fase ini untuk menghilangkan gejala.fase ini memerlukan
waktu 6-12 hari.keberhasilan fase ini ditandai dengan individu mulai
berespon,bebas dari gejala ( priode remisi) dan status kesehatan kembali
pada tingkat sebelum sakit.
2) Fase kesinambungan
Tujuan keperawatan pada fase ini yaitu untuk mencegah timbul
kembali gejala (relaps).resiko timbulnya relaps meningkat dalam waktu 4
sampai 6 bulan pertama setelah masa pemulihan.
3) Pemeliharaan
Tujuan adalah mencegah terjadinya kembali episode baru dari
penyakit (rekurensi).

b. Tujuan keperawatan

23
Tujuan umum atau jangka pendek mengajarkan klien untuk merespon
emosional yang adiktif dan meningkatkan rasa puas serta kesenangan yang dapat
diterima oleh lingkungan.

c. Tujuan jangka panjang.


1) Klien dapat mengekspresikan perasaan mengingkari ketidakberdayaan,putus
asa,mara dan bersalah.
2) Klien dapat menganalisa streesor kekuatan yang dapat dimilikinya.
3) Klien dapat meningkatkan kontrol,tanggung jawab dan kesadaran diri.
4) Klien dapat membina hubungan interpersonal yang sehat.
5) Klien dapat meningkatkan pengertian tentang respon mal adiktif dan
mengembangkan koping yang adaktif.

4. Tindakan keperawatan
Pada dasarnya intervensi di fokuskan pada
a. Lingkungan
Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah
terjadinya kecelakaan, karena klien mania memiliki daya nilai yang rendah, hiper
aktif, senang tindakan yang beresiko tinggi. Maka klien di tempatkan di
lingkungan yang aman yaitu:
1) Di lantai dasar
2) Ruangan dengan prabotan sederhana
3) Kurangi rangsangan/batasi rangsangan lingkungan
4) Suasana tenang
b. Hubungan perawat dengan klien
Hubungan yang saling percaya yang terapetik perlu dibina dan
diperhatikan. Bekerja dengan klien depresi perawat harus bersifat:
1) Hangat
2) Menerima
3) Jujur pengharapan pada klien.

24
4) Bicara lambat sederhana
5) Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab.

c. Afektif
Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan sarat utama.
Merawat klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan lebih
baik, sikap perawat yang menerima klien dengan baik, sederhana akan
mengekspresikan pengharapan pada klien. Prinsip intervensi yang afektif adalah:
1) Menerima dan menenangkan klien
2) Bukan menggembirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir.
3) Klien di dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan
menyedikan secara verbal, sehingga akan mengurangi intensitas masalah yang
dihadapi.
d. Kongnitif
Intervensi yang kongnitif bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien
terhadap tujuan dan perilakunya, meningkatkan harga diri dan memdbantu klien
memodifikasi harapan yang negatif.
Berikut cara untuk meribah fikiran yang negatif:
1) Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif
2) Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien (kemampuan, keberhasilan)
3) Dorong klien menilai persepsi,logika,rasional
4) Bantu klien mengubah persepsi yang salah/negatif ke ke positif dan tidak
realitas ke realitas
5) Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan hasil dan beri penguatan
dan pujian akan keberhasilan yang dicapai klien
e. Perilaku.

25
Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan yang
realitas yaitu dengan memberi tanggung jawab secara bertahap dalam kegiatan
diruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi perlu dibuat kegiatan
yang terstruktur,tugas yang diberikan tidak sulit dan tidak memerlukan waktu
yang lama untuk mencegah rasa bosan,berikan pujian jika klien berhasil
melakukan kegiatan dengan baik.pada klien mania diberikan tugas yang sederhana
dan cepat selesai.

f. Sosial
Intervensi sosial bertujuan untuk meningkatkan berhubungan dengan sosial
dengan cara
 Kaji kemampuan,dukungan dan minat klien
 Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien
 Bimbing klien melakukan hubungan interpersonal yang positif
 Beri reinforcement positif terhadap keterampilan sosial yang efektif
 Dorong klien memulai hubngan sosial yang lebih luas (perawat,klien lain ).
g. Fisiologis
Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klien.
Bila klien tidak mampu merawat diri, bantu klien tidak mampu merawata
diri,bantu klien memenuhi kebetuhan dasarnya seperti makanan,minum istirahat
dan kebersihan diri. Terapi somatik diberikan pada klien yang mengalami depresi
berulang dan resisten terhadap obat.

5. Evaluasi
Adanya perubahan respon emosi maladaptif kearah adaptif, dimana klien dapat:
a. Menerima dan mengakui perasaannya dan perasaan orang lain
b. Memulai komunikasi
c. Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya

26
d. Menggunakan proses pemecahan masalah.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang
mempengaruhi seluruh kepribadiaan dan fungsi kehidupan seseorang (Stuart
2006). Gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai
meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai
gembira yang berlebihan (euphoria) dan gerak yang berlebihan (agitation).
Depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam
bentuk lain seperti mania sebagai gangguan tipe bipolar. Depresi terdapat
klasifikasi dan tingkatan nya. Tanda dan gejala yang timbul pada depresi bisa
bermacam-macam karena tiap individu itu unik.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya depresi. Bisa karena faktor
prepitasi maupun faktor prediposisi. Asuhan keperawatan yang dibeikan pada
pasien berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pasien dengan gangguan alam
perasaan menunjukkan pribadi yang unik.

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah
keperawatan khusunya klien dengan Gangguan Alam Perasaan harus
memiliki pengetahuan yang luas dan tindakan yang dilakukan harus rasional
sesuai gejala penyakit dan asuhan keperawatan hendaknya diberikan secara
komprehensif, biopsikososial cultural dan spiritual.
Kesehatan jiwa dapat didapatkan dengan jalan ada kesinkronan antara
pasien, keluarga dan tenaga medis dalam upaya proses penyembuhan. Jika
salah satu dari komponen tersebut, maka akan menghambat proses
penyembuhan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ernawati, dkk. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Trans
Info Media. Jakarta: 2009

Gibbson Towsend , M C, 1995. “Kumpulan Keperawatan Jiwa”. Jakarta : Buku


Kedokteran

Keliat B.A. 2005. “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta : EGC

Marilynn E Doenges. 2006. “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Nasir, Abdul. Muhith, Abdul. Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan
teori. Salemba Medika. Jakarta: 2010

Purwaningsih w. Dkk, 2010. “Asuhan Keperawatan Jiwa”. Bantul Yogyakarta”:


Nuha Medika.
Wahyu. P. 2010. “Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa”.
Jakarta : FIK-UI

Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung: 2009

29
30

Anda mungkin juga menyukai