Anda di halaman 1dari 6

Globalisasi dan Perspektif Transkultural, Diversity dalam

Masyarakat
(Mata Kuliah Sistem Psikosisoal dan Budaya dalam Keperawatan)

Disusun Oleh :

1. Fenny Andriani (1710711077)

2. Refiana Gunawan (1710711083)

3. Siti Luthfia Awanda (1710711084)

4. Annisa Hilmy Nurarifah (1710711087)

5. Dinda Triananda (1710711089)

6. Sintya Marliani Putri (1710711092)

7. Sherin Alinda Zulfa (1710711095)

8. Jesica Rachel Meliala (1710711098)

9. Arlia Fika Damayanti (1710711099)

10. Rismayanti Saleha (1710711100)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Makalah yang membahas tentang Globalisasi dan Perspektif Transkultural, Diversity


dalam Masyarakat ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikosisoal dan
Budaya dalam Keperawatan.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Depok, 27 November 2018

Penulis
BAB I

PEMBAHASAN

A. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Layanan Kesehatan

Keperawatan transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan


konstituen penting dari perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten secara
budaya. Perawat yang kompeten dalam budaya memiliki pengetahuan dan terampil
dala mengidentifikasi pola-pola budayasehingga dirumuskan rencara perawatan yang
membantu memenuhi tujuan yang ditetapkan untuk kesehatan pasien
(Gustafson,2005).

Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, memiliki gambaran yang


khas tiap kelompok, mencakup pengetahuan, kepercayaan, adat dan keterampilan para
anggota.

Pada era globalisasi kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi, dan


informasi semakin cepat dan kuat sehingga menyebabkan mobilitas penduduk dunia
semakin meningkat dan informasi berbagai hal di dunia cepat mengglobal. Perubahan
tersebut membawa dampak terjadinya perubahan budaya pada penduduk dunia.

Perawat sebagai tenag kesehatan profesional harus dapat mengetahui,


memahami, dan bertindak dengan perspektif global bagaimana merawat pasien
dengan berbagai budaya yang erbeda dari berbagai tempat di dunia. Jika faktor
tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh pemberi pelayanan kesehatan, maka
pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin menjadi tidak efektif. Adanya
keragaman budaya akan menjadi jelas, bahwa perbedaan budaya harus
dipertimbangkan, dipahami, dan dihargai dan pelayanan keperawatan yng diberikan
harus sesuai dengan budaya yang dimiliki. Leininger (2002) beranggapan bahwa
sangat penting memperhatikan keragaman budaya, kepercayaan, nilai-nilai dan gaya
hidup dalam penerapan asuhan keperawatan kepada pasien.

Tindakan dan keputusan yang diambil terdiri dari:

1) Mempertahankan asuhan budaya atau Cultur Care Preservation / Maintenance,


mengacu pada tindakan dan keputusan profesional yang dapat membantu pasien
meningkatkan dan mempertahankan status kesehatannya. Mempertahankan
budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
2) Akomodasi dan negosiasi asuhan budaya atau Cultur Care Accomodation /
Negotiation, mengacu pada tindakan dan keputusan profesional yang akan
membantu seseorang dengan budaya tertentu beradaptasi untuk memperoleh hasil
akhir kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan.
3) Restrukturisasi dan pemolaan kembali asuhan keperawatan atau Cultur Care
Repatterning / Restructuring, mengacu paa tindakan dan keputusan profesional
yang akan membantu pasien mengatur kembali, mengubah, atau memodifikasi
gaya hidup mereka ke arah pola asuhan kesehatan yang baru, berbeda dan lebih
menguntungkan.
B. Konsep dalam Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural adalah area keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang memandang perbedaan dan kesamaan dengan
menghargai asuhan, sehat, dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan, dan tindakan (Leininger, 2002).
Konsep dalam keperawatan transkultural :
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir-bertindak dalam mengambil
keputusan.
2. Nilai budaya dalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan
untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai individu kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
dan yang mungkin akan kembali lagi (Leininger, 1985).
C. Diversity dalam Masyarakat
Keragaman suku, agama, budaya, dan bahasa di Indonesia menjadi suatu hal yang
tidak dimiliki oleh negara lain, karena itu keragam ini dijadikan sebagai sesuatu yang
positif dalam mendukung pembangunan nasional, namun keragam tersebut ada
pengaruh negatifnya menurut beberapa ahli.
1. Pengaruh positif
 Bidang Politik
Dapat menimbulkan integrasi nasional yang berdirikan Bhineka Tunggal
Ika.
 Bidang Ekonomi
Dapat menjadi aset nasional yang mendatangkan devisa Negara yang besar
dan sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
 Bidang Sosial
Dapat menjadi sarana untuk memajukan pergaulan antar kelompok sosialis
dan suku bangsa melalui pertukaran pelajar.
 Bidang Pariwisata
Menimbulkan daya tarik bagi wisatawan mancanegara.
 Bidang Budaya
Dapat memperkaya khasanah kebudayaan bangsa.
 Bidang Inovasi
Dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi masing-masing daerah
atau suku bangsa untuk lebih memajukan daerahnya.
2. Pengaruh negatif
a) Konflik Bersifat Ideologis, tipe konflik sosial yang berlatar belakang
pembagian sistem nilai yang dianut dan dijadikan ideologi dari berbagai
kesatuan sosial.
b) Konflik Bersifat Politis, tipe konflik sosial yang berlatar belakang pembagian
status kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya dalam
masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, di dunia hanya 12 negara yang memiliki etnis
homogeny (mono etnis), yakni: Austria, Eslandia, Norwegia, Belanda,
Maroko, Swaziland, Portugal, Jerman, Denmark, Botswana, Somalia, dan
Jepang. Berdasarkan negara multi etnis lebih cenderung mengalami koflik
yang tidak ada habisnya, seperti India, bekas Yugoslavia, bekas Belgia,
Nigeria, Malaysia, dan lain-lain. Indonesia sebagai negara majemuk tidak
lepas dari konflik yang cenderung berhubungan dengan Suku, Agama, Ras,
dan Adat Istiadat, seperti:
1) Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948 dan
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) 1965.
2) Pemberontakan Darul Islam Indonesia (DII)/ TII di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, dan Kalimantan Selatan.
3) Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua
Merdeka (OPM).
4) Konflik Sambas, konflik Sampit (Suku Dayak melawan transmigran Suku
Madura di Kalimantan), konflik Ambon (Konflik Agama), konflik
Kupang, konflik Poso, dan lain-lain.
D. Alternatif Pemecahan Masalah yang Timbul dalam Masyarakat Transkultural
1) Integrasi Sosial dalam Masyarakat Multikultural
a) Pengertian Integrasi Sosial
 Menurut Abdul Syabu, integrasi social adalah menghubungkan individu
dengan individu yang lainnya sehingga terbentuk menjadi masyarakat.
 Menurut Festiger, integrasi social terjadi apabila keseluruhan anggota
dalam suatu kelompok berkemauan untuk tetap dalam kelompoknya,
seolah-olah satu sama lain saling terkait.
 Menurut Soerjono Soekanto, intregasi (penggabungan) adalah
pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan dalam suatu sistem
social, membuat suatu keseluruhan dari unsur-unsur tertentu.

b) Teori Integritas Sosial


 Teori konflik (menurut Karl Mark) yakni setiap masyarakat selalu berada
dalam ketegangan dan konflik, oleh karena itu agar terjadi integrase maka
perlu dilakukan tekanan oleh pihak satu kepada pihak lainnya.
 Teori Fungsional (menurut Kingley Davis dan Wilbert More) yakni setiap
masyarakat selalu stabil dan relative terintegrasi oleh karena itu agar tetap
terintegrasi maka diperlukan adanya consensus antar anggota-anggotanya.

c) Tipe dan Bentuk Integrasi Sosial


1. Integrasi Fungsional
Proses penyesuaia nantara anggota-anggota dalam suatu kelompok atau antara
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam suatu masyarakat atas
dasar fungsi aktivitas individu atau kelompok yang melengkapi satu sama lain.
2. Integrasi Normatif
Merupakan proses penyesuaian antara anggota-anggota dalam suatu kelompok
yang satu dengan yang lain dalam suatu masyarakat atas dasar norma-norma
tertentu.

BentukIntegrasidalamKehidupanMasyarakatMultikultural

a) Integrasi Intenal, Eksternal, Vertikal, dan Horizontal


Menurut Soerjono Soekanto menyebutkan :
1. Integrasi Internal adalah Proses intergrasi dengan cara menyatukan anggota-
anggota dalam masyarakat.
2. Integrasi Eksternal adalah Proses integrase dengan cara menyatukan berbagai
macam kelompok kedalam suatu kelompok yang lebih besar atau suatu
masyarakat. Misalnya :organisasi kecil ke organisasi besar.
3. Integasi Vertikal adalah Proses integrasi dengan cara melakukan pengendalian
tunggal terhadap beranekaragam individu atau kelompok-kelompok yang
memiliki perbedaan-perbedaan.
4. Integrasi Horizontal adalah Proses integrasi dengan melakukan pengendalian
tunggal terhadap beraneka ragam individu atau kelompok-kelompok yang
memiliki persamaan-persamaan. Misalnya :kelompok pelajar dan kelompok
seni.

Anda mungkin juga menyukai