Dosen Pengampu
Ns. Elvi Oktarina, M.Kep
Oleh Kelompok 3
1. Yuni Mellianti (2011316017)
2. Ahmad Mudhofir (2011316041)
3. Della Fatimah (2011316042)
4. Three Nur Oktavia (2011316043)
5. Rizki Cahaya Putri (2011316044)
6. Windi Wahyuni (2011316045)
7. Nadiya Ayu Nopihartati (2011316046)
8. Dina Annisa Utami (2011316047)
9. Salmi Dianita Nasution (2011316048)
10. Rada Putri Agusti (2011316049)
11. Anita Rahayu (2011316050)
12. Intan Putri Andriani (2011316051)
13. Fajar Alifah (2011316052)
14. Maya Rosita (2011316054)
15. Yoga Marsa Dinata (2011316055)
16. Dina Rahmiyanti Saputri (2011316056)
17. Fatria Surisna (2011316057)
18. Syafitri Wulandari (2011316058)
19. Rheynanda (2011316059)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul “Konsep
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada pasien dengan kasus overdosis obat-obatan”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis di Fakultas Keperawatan Unand.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................
D. Manfaat Penelitian............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan penvegahan kecacatan lebih lanjut. Instalasi Gawat
Darurat (IGD) memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya rumah sakit secara
intensif atau sering disebut juga sebagai penderita gawat darurat. (Sitepu, 2019)
Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan
segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen. Keadaan
gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain, keadaan seseorang yang
mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya
patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, overdosis obat-obatan, dan korban
bencana. (Sitepu, 2019)
Salah-satu kejadian gawat darurat yang mengancam nyawa manusia adalah overdosis
obat-obatan yang merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak disengaja
maupun sengaja. Kematian karena overdosis obat-obatan terus meningkat dari tahun ke
tahun. Data yang baru saja dirilis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika
Serikat (CDC) menunjukkan kematian akibat overdosis mencetak rekor tertinggi
sepanjang 2019. (Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2019)
CDC mencatat, kematian karena overdosis pada tahun lalu mencapai 70.980. Angka
ini melonjak setelah pada 2018 mengalami penurunan 5,1 persen untuk pertama kalinya
dalam beberapa dekade terakhir. Jumlah pada 2019 itu diketahui lebih tinggi dari rekor
sebelumnya yakni 70.699 kematian pada 2017. Lebih dari 35 negara bagian di AS
mengalami peningkatan kematian karena overdosis. Para ahli memperkirakan jumlah
tersebut bisa lebih buruk di tahun ini karena pandemi virus corona. (Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), 2020)
Menurut CDC, lebih dari setengah kematian overdosis disebabkan oleh fentanyl dan
opioid sintetis atau obat penghilang rasa sakit. Selain itu penyalahgunaan kokain dan
metamfetamin juga melonjak. Kematian akibat overdosis obat diidentifikasi sebagai
kematian karena tidak sengaja, bunuh diri, dan pembunuhan yang melibatkan penggunaan
obat berlebihan seperti heroin, analgesik opioid alami, analgesik opioid sintetik, kokain,
dan psikostimulan. (Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020)
World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and
Crime (UNODC), menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk di dunia atau 5,6 % dari
penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di
Indonesia, BNN selaku focal point di bidang Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) mengantongi angka
penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59
tahun. (PUSLITDATIN BNN RI, 2019)
Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar di tahun 2018 (dari 13
ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu kelompok
masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang berada
pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial. (PUSLITDATIN BNN RI, 2019)
Penyebab pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia, lansia sering lupa
bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum
lagi. Merk dagang, banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien
bingung, misalnya furosemide (antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.
Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi
penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer. (Maria,
Zubaidah. 2019). Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya
jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai
lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi overdosis.
(Maria, Zubaidah. 2019).
Oleh karena itu, peran perawat sangat penting untuk penanganan kegawatdaruratan
agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perawat harus tahu konsep kegawatdaruratan,
konsep overdosis obat atau NAPZA, dan penanganan pada pasien overdosis, untuk itu
kelompok mengangkat masalah kegawatdaruratan overdosis obat sebagai makalah untuk
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai konsep asuhan keperawatan
kegawatdaruratan overdosis obat
B. Rumusan masalah
1. Apa saja konsep medis dari overdosis?
2. Apa definisi dari overdosis?
3. Apa saja penyebab terjadinya overdosis?
4. Bagaiamana proses perjalanan terjadinya overdosis?
5. Apa saja tanda dan gejala dari overdosis?
6. Bagaimana pengobatan pada overdosis?
7. Bagaimana terapi pada kasus overdosis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada overdosis?
C. Tujuan penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep medis overdosis
2. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari overdosis
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari overdosis
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari overdosis
5. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi dari overdosis
6. Mahasiswa mampu memahami jenis pemeriksaan penunjang overdosis
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada overdosis
8. Mahasiswa mampu Mengetahui asuhan keperawatan (Pengkajian-Intervensi)
keracunan
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit
a. Definisi
Overdosis Adalah saat seseorang mengkonsumsi dalam jumlah yang sangat
berlebih dan dalam intensitas yang tinggi, ia akan beresiko tinggi mengalami
overdosis. Overdosis atau yang biasa disebut OD adalah penggunaan obat dalam
dosis/kuantitas yang melebihi dari dosis yang direkomendasikan. Overdosis dapat
menjadi sebuah kecelakaan ketika seseorang mengkonsumsi obat dengan dosis yang
lebih besar atau kuat dari sebelumnya. Overdosis dapat dilakukan dengan sengaja saat
seseorang berusaha untuk melakukan bunuh diri. Semakin tinggi dosis atau semakin
lama terpapar obat, maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalamin
keracunan. Overdosis dapat menyebabkan komplikasi yang serius dan dapat berujung
kematian. Sebagai gambaran, kita dapat dengan mudah mengalami overdosis saat
mengkonsusmsi obat-obatan dari resep dokter seperti paracetamol. Konsumsi 4gr
paracetamol per hari dapat menyebabkan hepatotoksisitas (kerusakan hati yang
disebab kan oleh zat kimia), Hilman (2020) hal 32.
b. Etiologi
Menurut Hilman (2020) OD (Overdosis) atau Kelebihan dosis terjadi karena
beberapa hal yaitu:
1. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat/narkoba misalnya putaw hamper
bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, magadom/BK, dll.
2. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya misalnya jika
seseorang memakai obat walau hanya seminggu tetapi apabila dia memakai lagi
dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
3. Kualitas barang di konsumsi berbeda, pada umumnya setiap obat akan berbeda
dosis meskipun dengan fungsi yang sama
c. Manifestasi Klinik
Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala atau
tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang yang
telah mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan.
Gejala gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non spesipik dan
spesifik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya keracunan hanya
dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan tindakan untuk memastikan telah
terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemerikasaan
laboratorium ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja, darah,
kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai telah terjadi keracunan maka perlu
diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul Umumnya manifestasi klinis yang
timbul pada klien yang mengalami overdosis menurut (Fitria, dkk, 2019) :
1. Kelainan visus
2. Hiperaktifitas kelenjar ludah
3. Keringat
4. Gangguan saluran pencernaan
5. Tidak merespon pada sentuhan atau suara
6. Wajah pucat atau membiru
7. Tubuh dingin dan kulit lembab
8. Tidak bernafas selama 3-5 menit
9. Bernafas tetapi sangat lambat, kira-kira 2-4 kali dalam 1 menit
10. Keluar busa pada mulut
11. Sakit atau seperti ada tekanan yang sangat kuat di dada
12. Menggigil
13. Pingsan
14. Kejang-kejang
Asidosis respiratorik
a) Primary Survey
1) A = Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan
di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak
sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan
ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang
jari), yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau
rahang klien. Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan,
silangkan kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga
rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang
menyumbat atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan
dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari
telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada).
Adadua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas,
yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust.
Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien
pengguna NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-
tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat
denga dahi korban).
Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah
belakang.
Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari
dagu korban.
Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan
sampai mulut klien tertutup.
Pertahankan posisi ini.
Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun
teknik ini menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk
klien pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk
melakukan teknik ini adalah :
Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi
kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.
Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban
anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang.
Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban
keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir
bagian bawah denagn kedua ibu jari.
2) Breathing Support
Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara
otomatis.Untuk menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangn
dada dan berapa kali seseorang bernafas dalam satu menit.Frekuensi/
jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien deawasa.
Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat
tanda-tanda sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu
menit, adanya napas cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat
bernafas), adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga,
otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung
jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak dirasakan
hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak bernapas.
Breathing support adalah penilain status pernapasan klien untuk
mengetahui apakah klien masih dapat bernapas secara spontan atau tidak.
Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat,
mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada
tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan.Dengar, ada tidaknya
suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien.Rasakan, dengan
pipi penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan
hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik.
Jika terlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa
hembusan napas klien, maka berarti klientidak menglami henti
napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi ini,
tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan
napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan memberikan
posisi mantap.
Jika korban tidak bernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag
volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya
memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah
1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui
mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari pemberian
pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan
kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan komplikasi padaparu-
paru.
Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan
ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan bantuan tersebut, buka
jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut penolong
mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1
detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan pernapasan 1 kali
lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi
pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka
jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2
tipe, yaitu pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk
lembaran yang terbuat dari plastic bening atau silicon yang dapat
mengurangi kontak antara klien dengan penolong.Sedangkan jika memakai
sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang khusus untuk memasukkan
oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka berikan aliran oksigen
sebanyak 10-12 liter/menit.
3) C = Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi
dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain
itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem
jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah
maka akan menimbulkan penyulit-penyulit seperti patah tulang iga, atau
tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen.
Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul pada overdisis obat-
obatan diantaranya adalah takikardia atau bradikardia, dilatasi pupil,
peningkatan atau penurunan tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin
Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa
klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak
teraba. Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara
meletakkan dua jari diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah
samping dan hentikan disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu
barulah penolong merasakan denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh
lebih dari 10 detik.
Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua
tangan ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri
dengan posisi lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni
(kepala tengkorak). Untuk memberikan kompresi dada yang efektif.
Lakukan kompresi dengan kecepatan 100x/menit dengan kedalaman
kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan selam nadi tidak teraba
dan hindari penghentian kompresi yang terlalu sering. Rasio kompresi
ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini dibuat untuk
menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi,
dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi.
4) D = Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan
kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
5) F = Folley kateter,
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk
melakukan perhitungan balance cairan.
6) G = Gastric tube
Salah satu penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah
lambung yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta
menghilangkan racun dari dalam lambung.
7) H = Heart monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan
darah dan kerusakan sistem kardiovaskuler.
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus
mengkaji riwayat pasien
A : Allergies (jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa
menanyakan keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien)
M : Medication (overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history (riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even (kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama,
dan mekanisme overdosis)
b) Secondary Survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3
hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental dan fase detoksifikasi
dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan
pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan
yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe.
1) Pengkajian Data
a) Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
b) Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan
kesehatan dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi
atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan
darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan
berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan otot, depresi
sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung, kebingungan,
kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma. Penatalaksanaan
adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian
terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll
c) Riwayat Kesehatan Sekarang :
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian Kaji
bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. ditunjukkan
dengan adanya gejala-gejala (satu atau lebih) bicara cadel,
inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan
perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma.
d) Riwayat Kesehatan Dahulu :
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan
dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga :
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit
yang sama.
f) Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi
sosial.
g) Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi kesehatan – manajemen kesehatan,
pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan
konsumsi obat-obatan tertentu?
c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya
kesehatan?
d. penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
2. Pola Nutrisi – Metabolik
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan
selama dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh
rumah sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan
atau sebaliknya?
3. Pola Eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
4. Pola aktivitas – latihan
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat
di rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
5. Pola istirahat – tidur
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Apakah klien mengalami gangguan tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
6. Pola kognitif – persepsi
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien,
apakah mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit
yang dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien
merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami
gangguan pada citra dirinya.
8. Pola peran – hubungan
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
10. Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang
dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
11. Pola nilai dan kepercayaan
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
2. Penilaian Klinik
Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian
karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas,
dan syok.
3. Anamnesis
Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada
tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah
mendapatkan informasi yang penting seperti :
a) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk
obat yang sering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota
keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada)
tentang obat yang biasa digunakan.
b) Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.
c) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat
intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung,
ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan
berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi
maka pemeriksaan fisik harus dilakukan berulang.
Tanda dan gejala
b.
Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA TEORITIS
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas,
hipereksresi jalan nafas.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas, depresi pusat
pernafasan.
3. Perfusi perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
5. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan dengan trauma
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap kematian
c. Perencanaan Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
KASUS :
Pada tanggal 6 April 2021 pukul 09.00 WIB, Ny. Y berusia 25 tahun akibat ditinggal
suaminya nekat mencoba bunuh diri dengan cara meminum PCT 500 mg (5 tablet) yang
dicampur dengan minuman bersoda dan komik. Keluarga membawa Ny. Y ke IGD Rs. Tj.
Lalang dengan keluhan mual muntah >7x berisi cairan berwarna hijau kekuningan, darah (-)
sejak 1 jam sebelum masuk RS, pasien mengalami nyeri kepala, berkeringat, dan penurunan
kesadaran. Dari hasil pengkajian didapatkan TD 80/70 mmHg, RR : 29x/menit, HR : 145
x/menit, S: 34 ˚C, GCS: 11, E: 3, V: 2, M: 6, akral teraba dingin, kulit tampak pucat, CRT >2
detik, SPO2 : 83%
A. Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN
Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Pasien
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
kronis seperti diabetes, hipertensi, jantung.
X. Pengobatan
Terapi Oksigen 10-12 Liter
IVFD NaCl 0.9% 500 mL
Metoclopramide 10 mg/IV
IV Antidot (N-asetilsistein) 150 mg/kg dalam 200 mL pengencer selama 1 jam
pertama, dilanjutkan dosis 50 mg/kg dalam pengencer 500 mL selama 4 jam,
kemudian dosis 100 mg/kg dalam 1 L pengencer selama 16 jam kedepan
B. Diagnosa Keperawatan
ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1 Ds:-
Do:
1. Klien tampak sesak
(RR:29x/menit)
2. Takikardia
(145x/menit)
3. Warna kulit tampak
Perubahan membrane
pucat Gangguan pertukaran gas
alveolus-kapiler
4. Akral teraba dingin
5. Kesadaran menurun
6. terdapat pernafasan
cuping hidung
7. Irama pernafasan
ireguler
8. SPO2 83%
2 Do: keluarga mengatakan
pasien mengalami untah
sebanyak 7 kali
Ds:
1. Klien tampak lemah
2. Frekuansi nadi
Hipovolemia Kehilangan cairan aktif
meningkat
3. Nadi teraba lemah
4. Tekanan darah
menurun (80/70
mmHg)
5. Aklral dingin
Ds: -
Do:
1. CRT >3 detik
Perfusi perifer tidak
3 2. Akral teraba dingin Kekurangan volume cairan
efektif
3. Warna kulit pucat
4. Nadi perifer
menurun
Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membrane alveolus –Kapiler
2) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
3) perfusi perifer tidak efektif b.d kekurangan volume cairan
C. Perencanaan Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Pola Nafas Tidak SLKI : Pola Nafas SIKI : Pemantauan Respirasi
Efektif Berhubungan Setelah dilakukan Observasi :
Dengan Efek Agen intervensi keperawatan 1. Monitor pola nafas,
Farmakologis Diharapkan Pola Nafas Monitor saturasi oksigen
Gejala dan tanda mayor Menurum 2. Monitor frekuensi, irama,
Subjektif: Dengan Kriteria Hasil : kedalaman, dan upaya
1. Dipsnea 1. Dipsnea menurun bernafas
Objektif : 2. Cuping hidung 3. Monitor adanya
1. Penggunaan otot menurun sumbatan jalan nafas
bantu nafas 3. Irama pernafasan Terapeutik :
2. Pola nafas ireguler menuru 1. Atur interval pemantauan
abnormal 4. Pola nafas abnormal respirasi sesuai kondisi
Gejala dan tanda minor membaik pasien
Subjektif: Edukasi:
(tidak tersedia) 1. Jelaskan tujuan dan
Objektif: prosedur pemantauan
1. Pernafasan 2. Informasikan hasil
cuping hidung pemantauan
SIKI : Terapi Oksigen
Observasi :
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Berikanoksigen jika perlu
2 Hipovolemia SLKI : Status Cairan SIKI : Manajemen
Berhubungan Dengan Membaik Hipovolemia
Kehilangan Cairan Setelah dilakukan Observasi :
Aktif intervensi keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala
Gejala dan tanda mayor Diharapkan Status hipovolemia (mis.
Subjektif: Cairan Membaik frekuensi nadi
(tidak tersedia) Dengan Kriteria Hasil : meningkat, nadi teraba
Objektif : 1. Frekuensi nadi lemah, tekanan darah
1. Frekuensi nadi menurun menurun, tekanan nadi
meningkat 2. Nadi terasa menyempit,turgor kulit
2. Nadi teraba membaik menurun, membrane
lemah 3. Tekanan darah mukosa kering, volume
3. Tekanan darah meningkat urine menurun,
menurun hematokrit meningkat,
haus dan lemah)
Gejala dan tanda minor 2. Monitor intake dan
output cairan
Subjektif:
1. Klien tampak lemah Terapeutik :
2. Menggeluh haus 1. Hitung kebutuhan cairan
Objektif: 2. Berikan posisi modified
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan
oral
Edukasi:
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis.
cairan NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah
SIKI : Pemanatauan Cairan
Observasi
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor tekanan darah
3. Monitor waktu pengisian
kapiler
4. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
5. Monitor jumlah, waktu
dan berat jenis urine
6. Monitor kadar albumin
dan protein total
7. Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering, volume
urine menurun,
hematocrit meningkat,
haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
8. Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia mis.
Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojogular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Perfusi Perifer Tidak SLKI : Perfusi perifer SIKI : Perawatan Sirkulasi
Efektif Berhubungan membaik Observasi :
Dengan Kekurangan Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi perifer
Volume Cairan intervensi keperawatan 2. Identifikasi faktor risiko
Gejala dan tanda mayor Diharapkan Perfusi gangguan sirkulasi
Subjektif: perifer kembali menjadi 3. Monitor panas,
(tidak tersedia) membaik kemerahan, nyeri, atau
Objektif: Dengan Kriteria Hasil : bengkak pada ekstermitas
1. Penggisian 1. Denyut nadi Terapeutik :
kapiler > 3 detik perifer meningkat 1. Hindari pemasangan
2. Nadi perifer 2. Warna kulit pucat infus atau
menururn atau membaik pengambilan darah di
tidak teraba 3. Pengisian kappiler area keterbatasan
3. Akral teraba membaik perfusi
dingin 4. Perfusi jaringan 2. Hindari penggukuran
4. Warna kulit meningkat tekanan darah pada
pucat 5. Tekstur membaik ektremitas dengan
5. Turgor kulit keterbatasan perfusi
menurun 3. Hindari penekanan
dan pemasangan
Gejala dan tanda minor tourniquet pada area
yang cedera
Subjektif: 4. Lakukan pencegahan
1. Parastesia infeksi
2. Nyeri ektremitas 5. lakukan hidarsi
(klaudikasi Edukasi :
intermiten) 1. Anjurkan program diet
Objektif: untuk memperbaiki
1. Edema sirkulasi
2. Penyembuhan 2. Informasikan tanda dan
luka lambat gejala darurat yang harus
3. Indeks ankle-
brachial < 0,90
4. Bruit Femoral
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya
keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa
diterima oleh tubuh. Overdosis obat sering disangkutkan dengan terjadinya heroin
digunakan bersama alcohol.
Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi maupun
pada penyalahgunaan obat.Keracunan pada penggunaan obat untuk maksud terapi dapat
terjadi karena dosis yang berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun
disengaja dengan maksud bunuh diri, karena efek samping obat yang tidak diharapkan
dan sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan secara bersama-sama
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh
(KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid(AKH)
dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih
tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan
Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala ransangan Akh yang
berlebihan,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan
stimulasi kemudian depresi SSP )
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat
dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi :
Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil
miosis. Pola asuhan keperawatan kegawatdaruratan sama dengan asuhan keperawatan
secara umum sama, yaitu proses keperawatan dari tahap pengkajian hingga evaluasi.
Namun pada asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pengkajian dilakukan survey
primer dan survey sekunder
B. Saran
Diharapkan pembaca memahami dengan baik proses-proses keperawatan yang ada di
kegawatdaruratan. Menilik proses pembuatan asuhan keperawatan kegawatdaruratan yang
sedikit berbeda dengan bidang keperawatan yang lain, maka diperlukan pembelajaran
yang mandalam terkait semua aspek yang ada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA