Anda di halaman 1dari 87

KEPERAWATAN MATERNITAS

‘’Asuhan Keperawatan Kanker Serviks dan Kanker Ovarium’’

Dosen Pengampu :
Ns. Ira Mulya Sari., M.Kep., Sp.Kep.Anak

Disusun Oleh Kelompok 7 :


1. Rahmi Zikri (2011316009)
2. Windi Wahyuni (2011316045)
3. Maya Rosita (2011316054)
4. Yoga Marsa Dinata (2011316055)
5. Dina Rahmiyanti Saputri (2011316056)
6. Fatria Surisna (2011316057)
7. Syafitri Wulandari (2011316058)
8. Rheynanda (2011316059)

PROGRAM B STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami Tim Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Kanker Servix dan Kanker Ovarium”

Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sempurna.
Begitu pula dengan Makalah ini yang telah Tim penulis selesaikan. Tidak semua hal dapat
penulis deskripsikan dengan sempurna. Penulis melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang penulis miliki.

Meskipun demikian, dalam penyusunan Makalah ini, penulis menyadari masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dengan segala kerendahan hati
menerima masukan, saran, dan usul guna untuk menyempurnakan Makalah ini. Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua Amin.

Padang, 19 April 2021

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
a. Latar Belakang ......................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
c. Tujuan ....................................................................................................... 2
d. Manfaat..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
a. Konsep Kanker Serviks ........................................................................... 4
1. Pengertian Kanker Serviks ................................................................... 4
2. Penyebab Kanker Serviks .................................................................... 4
3. Klasifikasi Pertumbuhan Sel Kanker Serviks ...................................... 6
4. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks .................................................... 7
5. Patofisiologi Kanker Serviks ............................................................... 9
6. Tanda dan Gejala Kanker Serviks ....................................................... 10
7. Respon Tubuh Pasien Kanker Serviks Fisiologis dan Psikologis ........ 11
8. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks ............................................. 12
9. Penatalaksanaan Kanker Serviks ........................................................ 13
b. Konsep Kanker Ovarium ........................................................................ 20
1. Pengertian Kanker Ovarium ................................................................ 20
2. Penyebab Kanker Ovarium .................................................................. 20
3. Jenis Tumor Berdasarkan Klasifikasi .................................................. 21
4. Klasifikasi Stadium Kanker Ovarium .................................................. 24
5. Tanda dan Gejala Kanker Ovarium ..................................................... 26
6. Patofisiologi Kanker Ovarium ............................................................. 27
7. WOC Kanker Ovarium ........................................................................ 29
8. Respon Tubuh terhadap Perubahan Fisiologis ..................................... 30
9. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Ovarium........................................... 30
10. Penatalaksanaan Kanker Ovarium ..................................................... 31
c. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Kanker Ovarium ............. 35
1. Pengkajian Keperawatan ...................................................................... 35
2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul.................................. 40

iii
3. Rencana Keperawatan .......................................................................... 40
BAB II PENUTUP ................................................................................................... 46
a. Kesimpulan ................................................................................................ 46
b. Saran .......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker leher Rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher Rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. 90% dari kanker
serviks berasal dari sel skuamosaI yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari
sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam Rahim.
Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel
sel skuomosa dan epitel sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyakakibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapatdicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.Diperkirakan setiap
tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruhdunia dan umumnya terjadi
di negara berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahanperilaku sel
epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasisebagai upaya
pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.Risiko terinfeksi virus
HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilakuseksual, kontrasepsi, atau merokok
akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini
merupakan suatu proses yang kompleksdan sangat variasi hingga sulit untuk
dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan keduasetelah
kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempatiurutan
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif.Hampir 80%
kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan
penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secaradrastik semenjak
diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau.Namun, sayang hingga
kini program skrining belum lagi memasyarakat di negaraberkembang, hingga mudah
dimengerti mengapa insiden kanker serviks masihtetap tinggi.
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histogenesis yang beraneka ragam,
dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan
sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).

1
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun padat.
Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di bagian dalam
sehingga tidak mudah terdeteksi, 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada
stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana (Wiknjosastro, 1999).
Kanker ini menyerang pada wanita terlebih pada usia diatas 50 tahun. Selain
itu, wanita di negara industri lebih beresiko. Dan di Indonesia sendiri beberapa tahun
ini temuan kasus keganasan salah satunya kanker ovarium sering ditemukan dan
menjadi penyebab kematian bagi seseorang. Sehingga wanita Indonesia perlu
waspada akan penyakit ini terutama yang tinggal di area perindustrian karena di
Indonesia juga banyak perusahaan-perusahaan industri.
Sehingga penting dirasa untuk mempelajari lebih luas lagi mengenai kanker
ovarium dan kanker serviks khususnya bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi tenaga kesehatan. Oleh karena itu pada penyusunan makalah ini akan dibahas
mengenai proses terjadinya kanker ovarium sebagai salah satu penyakit keganasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud keganasan ?
2. Apa saja konsep kanker serviks ?
3. Apa saja konsep kanker orarium ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan kanker ovarium ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum, penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami proses jalannya penyakit dari kanker ovarium dan kanker serviks.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi keganasa
b. Untuk mengetahui konsep kanker serviks
c. Untuk mengetahui konsep kanker ovarium
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kanker ovarium

D. Manfaat
Disusunnya makalah ini bermanfaat untuk bahan referensi dan asupan
wawasan bagi pembaca mengenai kanker serviks dan kanker ovarium. Selain itu,

2
penyusun lebih memahami mengenai proses terjadinya kanker serviks dan kanker
ovarium sebagai salah satu penyakit keganasan pada wanita.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kanker Serviks


1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks atau dikenal dengan istilah kanker leher rahim merupakan
kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim dengan liang
senggama (Purwoastuti & Walyani, 2015).

2.1 Gambar Kanker Serviks


Sumber: https://diahpurnama584874168.files.wordpress.com/2018/11/hipwee-00-
artikelsiana-com2.jpg?w=660
2. Penyebab Kanker Serviks
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi dari Human Papilloma Virus
(HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel apitel serviks. Adapun Faktor risiko
terjadinya kanker serviks menurut Savitri (2015) antara lain:
a. Usia
perempuan sering mengidap kanker serviks adalah perempuan yang berusia 30-
35 tahun, terutama mereka yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun.
Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang
kanker serviks sebesar dua kali dibandingan dengan perempuan yang melakukan
hubungan seksual setelah usia 20 tahun. Semakin tua seorang perempuan maka
makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tentu bisa mencegah terjadinya
proses penuaan, tetapi bisa melakukan upaya-upaya lainya untuk mencegah
meningkatnya risiko kanker serviks.

4
b. Sering berganti pasangan
Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi, hal ini disebabkan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang
mempunyai PH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai PH yang
berbeda-beda pada multi-partner sehingga dapat merangsang terjadinya
perubahan ke arah displasia.
c. Perempuan merokok
Merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh. Ada banyak penelitian yang
menyatakan hubungan antara kebiasaan merokok dengan meningkatnya risiko
seseorang terjangkit penyakit kanker serviks. Zat nikotin serta racun lain yang
masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu menigkatkan kemungkinan
terjadinya kondisi servikal neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada
rahim. Servikal neoplasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di
dalam tubuh seseorang.
d. Hygiene dan sirkumsisi
Keputihan yang dibiarkan terus-menerus tanpa diobati serta penyakit menular
seksual (PMS), yaitu penyakit-penyakit yang di tularkan melalui hubungan
seksual antara lain sifilis, gonore, herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin,
dapat menigkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Pemakaian pembalut yang
mengandung bahan dioksin juga berisiko menimbulkan kanker serviks. Dioksin
merupakan bahan pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil
daur ulang dari barang bekas, misalnya krayon, kardus, dan lain-lain.
Faktor resiko lainnya adalah membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih,
misalnya di toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak
dihuni oleh kuman-kuman. Laki-laki yang melakukan sirkumsisi (khitan atau
sunat) memiliki ke mungkinan yang kecil untuk terjangkit HPV, dengan
dilakukannya sirkumsisi maka kebersihan dari organ genital dapat lebih
terpelihara.
e. Status sosial-ekonomi
Kemiskinan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker serviks.
Perempuan dengan tingkat pendapatan yang rendah akan mengalami kesulitan
untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang adekuat, termasuk melakukan
Pap Smear. Akibatnya, mereka tidak teskrining dan tentunya tidak dapat di
dektesi dini maupun mendapatkan terapi dini apabila terserang kanker serviks.

5
f. Gizi buruk
Pada penderita gizi buruk berisiko terinfeksi virus HPV. Seseorang yang
melakukan diet ketat, dengan di sertai rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E
setiap hari bisa menyebabkan berkurangnya tingkat kekebalan pada tubuh,
sehingga mudah terinfeksi.
g. Terpapar virus
Human immunodeficiency virus (HIV), atau virus penyebab AIDS, merusak
sistem kekebalan pada perempuan. Hal ini dapat menjelaskan peningkatan risiko
kanker serviks bagi perempuan dengan AIDS. Sistem kekebalan tubuh adalah
penting dalam menghancurkan sel-sel kanker dan menghambat pertumbuhan
serta penyebaran. Pada perempuan dengan HIV, kanker pra serviks bisa
berkembang menjadi kanker invasif lebih cepat dari biasanya.

3. Klasifikasi Pertumbuhan Sel Kanker Serviks


Menurut Padila (2015) Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks adalah sebagai
berikut :
a. Mikroskopis
a) Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada dua pertiga epidermis hampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma insitu.
b) Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh
didaerah ektoserviks. Peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan
endoserviks.
c) Stadium karsinoma mikroinvasif
Pada karsinoma mikro invasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrane basalis dan invasi pada
stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membran basalis, biasanya tumor
asimtomatik dan hanya di temukan pada skrining kanker.
d) Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar
dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior

6
atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior
dan anterior jurusan parametrium dan korpus uteri.
e) Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks Pertumbuhan eksofilik
: berbentuk bunga kol, tumbuh kearah vagina dan dapat mengatasi setengah
dari vagina tanpa inflitrasi sedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah
nekrosis dan perdarahan. Pertumbuhan endofilik : biasanya lesi berbentuk
ulkus dan tumbuh progresif meluas ke forniks, posterior dan anterior
kekorpus uteri dan parametrium. Pertumbuhan nodul : biasanya di jumpai
pada endo serviks yang lambat lalu lesi berubah bentuk menjadi ulkus.
b. Markroskopis
a) Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa.
b) Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum extrernum.
c. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio.
d. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

4. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks


Table 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

Stadium Proses Penyebaran


Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel

Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah serviks


(penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium IA Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis


secara mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara
makroskopik walau dengan invasi yang superficial
dikelompokkan pada stadium IB

Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0

7
mm dan lebar horizontal tidak lebih 7 mm.

Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5


mm dan perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm

Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara


mikroskopik lesi lebih dari stadium I A2

Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi


terbesar

Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter


terbesar

Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum


mengenai dinding panggul atau sepertiga distal atau
bawah vagina

Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium

Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium

Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan atau


mengenai sepertiga bawah vagina dan atau

Proses Penyebaran
Stadium

menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya

ginjal

Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah


vagina dan tidak menginvasi ke parametrium tidak
sampai dinding panggul

Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan atau


menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya
ginjal

Stadium IV Tumor meluas ke luar organ reproduksi

Stadium IV A Tumor menginvas ke mukosa kandung kemih atau


rectum dan atau keluar rongga panggul minor

8
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi
stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari
membran basalis epitel tanpa invasi ke rongga
pembuluh darah, limfe atau melekat dengan lesi
kanker serviks.

Gambar 2.2 Stadium Kanker Serviks


Sumber: https://diahpurnama584874168.files.wordpress.com/2018/11/hipwee-00-
artikelsiana-com2.jpg?w=660
5. Patofisiologi Kanker Serviks
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. factor
resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi dengan virus papilloma manusia
(HPV) yang di tularkan secara seksual. Factor resiko lain untuk perkembangan
kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah
pasangan seksual yang meningkat, status social ekonomi yang rendah dan merokok
(Price & Wilson, 2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan
epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona
transformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel
progresif yang akhirnya berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia

9
servikal dan karsinoma in situ (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma
seviks invasif terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma
serviks.
Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan para
servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan
terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat
menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan rongga
endometrium, invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan
metastase ke bagian tubuh yang jauh (Price & Wilson, 2012).
Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma
servikal pra invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma invasive dini dapat
menyebabkan secret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah
gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga
kanker diketahui sudah dalam keadaan lanjut pada saat terdiagnosis. Jenis
perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca koitus atau bercak antara
menstruasi. Bersamaan dengan timbulnya tumor, gejala yang muncul kemudian
adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf
lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria atau
perdarahan rectum (Price & Wilson, 2012).

6. Tanda dan Gejala Kanker Serviks


Subagja (2014) biasanya kanker serviks gejalanya baru muncul ketika sel serviks
yang abnormal telah berubah menjadi ganas dan menyusup ke jaringan sekitar. Pada
saat itu akan timbul gejala-gejala berikut:
a. Pendarahan vagina yang tidak normal (terjadi antara 2 menstruasi) setelah
melakukan hubungan intim dan setelah menopouse.
b. Menstruasi yang tidak normal (lebih lama dan lebih banyak).
c. Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer berwarna pink, coklat,
mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Sedangkan pada stadium lanjut, biasanya akan timbul gejala-gejala berikut:
a. Pendarahan post coitus
b. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan merasa lelah
c. Nyeri panggul dan tungkai
d. Vagina mengeluarkan air keih atau tinja, patah tulang

10
7. Respon Tubuh Pasien Kanker Serviks Post Kemoterapi Terhadap Perubahan
Fisiologis dan Psikologis
a. Respon Fisik
Brunner & Sudarth (2013) respon tubuh yang mungkin timbul pada penderita
kanker serviks post kemoterapi berdasarkan sistem yaitu:
1) Sistem pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan mual dan muntah berlangsung
singkat dan lama. Mual muntah terjadi karena peningkatan asam lambung
sehingga sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Obat kemoterapi juga
dapat mengakibatkan diare karna terjadinya kejang otot perut yang
menimbulkan rasa tidak nyaman.
2) Sistem integumen
Kemoterapi menyebabkan kerontokan pada rambut dikarenakan kemoterapi
berkerja untuk menghancurkan sel-sel kanker, maka prosedur ini juga akan
menghancurkan sel-sel folikel rambut. Kemoterapi juga menyebabkan kulit
memerah atau menghitam (ruam pada kulit di bagian tanga dan kaki) hal ini
dapat terjadi setelah satu minggu pasien melakukan kemoterapi.
3) Sistem reproduksi
Kemoterapi menyebabkan penderita kanker serviks mengalami menstruasi
tidak teratur dan juga terjadinya kekeringan pada vagina sehingga
mengganggu hubungan seksual.
4) Sistem Imun dan Hematologi
Sistem imun adalah pusat sistem pertahanan tubuh yang melindungi tubuh
dari penyakit. Organ penyusun sistem kekebalan tubuh pada manusia salah
satunya adalah sumsum tulang. Sistem hematologi tersusun atas darah dan
tempat darah di produksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Obat
kemoterapi berpengaruh pada kerja susmsum tulang yang merupakan pabrik
pembuat sel darah merah, sehingga menyebabkan sel darah merah menurun.
Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan pasien mudah terkena
infeksi, perdarahan dan anemia.

11
5) Sistem neusensori
Neuropati adalah nyeri saraf yang disebabkan oleh syaraf yang rusak, pasien
kemoterapi akan merasakan hal seperti ini. Neuropati ini menyebabkan
tangan dan kaki merasakan kesemutan, mati rasa maupun nyeri.
b. Respon Psikologis
Pada wanita yang menderita kanker serviks post kemoterapi masalah harga diri
dan citra tubuh dapat muncul pada mereka yang terdiagnosis kanker dan sering
timbulnya perasaan tidak terima oleh pasangan karena pasien dengan kanker
serviks dilarang untuk berhubungan seksual. Kondisi ini mengakibatkan
terjadinya gangguan konsep diri seperti gangguan peran sebagai istri dan
gangguan citra tubuh (Redeer, dkk, 2014).

8. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks


Padila (2015) pemeriksaan diagnostik untuk menentukan kanker serviks sebabgai
berikut :
a. Sitologi/ Pap Smear
Keuntungan murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
b. Schillentest
Epitel kanker serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio di beri yodium maka epitel kanker serviks yang normal
akan berubah berwarna coklat tua, sedang yang terkena kanker serviks tidak
berwarna.
c. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan koloskopi dapat melihat jelas daerah yang
bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsi. Sedangkan
kelemahannya hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
dan kelainan pada skuamosa columnar junction serta intra servikal tidak terlihat.
d. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina atau pap smear dengan pembesaran sampai 200 kali.
e. Biopsi
Dengan biopsi dapat di temukan atau di tentukan jenis kanker serviks.

12
f. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi di lakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
g. Pemeriksaan lainnya
a. Pemeriksaan hematologi (Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED, golongan darah,
masa peredaran dan masa pembekuan)
b. Pemeriksaan biokimia darah meliputi SGOT dan SGPT.
c. Pemeriksaan kardiovaskuler, antara lain EKG
d. Pemeriksaan sistem respiratorius dan urologi serta tes alergi terhadap obat.

9. Penatalaksanaan Kanker Serviks


a. Penatalaksanan secara medis
1) Operasi atau Pembedahan
Terapi Pembedahan merupakan terapi yang ditujukan untuk membatasi
kerusakan jaringan tubuh yang dirusak oleh sel-sel kanker. Terapi ini
memisahkan atau melokalisasi jaringan tubuh yang telah dirusak oleh sel-sel
kanker dari jaringan tubuh yang masih sehat dan mengangkat jaringan yang
telah dirusak tersebut.Terapi pembedahan juga menguragi risiko penyebaran
kanker dan tidak memiliki banyak efek samping (Tilong, 2014).
Tindakan biopsi juga merupakan metode pembedahan yang di tujukan
untuk menemukan sel-sel kanker. Pada beberapa kasus yang parah, mungkin
juga dilakukan histrektomi, yaitu operasi pengangkatan rahim atau
kandungan secara total. Tujuannya adalah untuk membuang sel-sel kanker
serviks yang sudah berkembang pada tubuh. Selain itu terapi pembedahan
digunakan untuk menghilangkan jaringan tumor jinak atau untuk
memperbaiki kerusakan fisik tubuh akibat dipasangnya alat-alat untuk
memasukan obat-obatan lainya (Tilong, 2014).
Efek samping dari terapi pembedahan yaitu munculnya scar atau bekas
insisi pembedahan, gerakan disekitar area pembedahan menjadi terbatas,
gangguan fungsi seksual atau dapat mengalami ketidak suburan,
pembengkakan pada ekstremitas (Afiyanti & Pratiwi, 2016).

13
2) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan penggunaan zat
kimia ataupun obat-obatan yang bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker
(Savitri, 2015).
a) Pemberian kemoterapi
Obat kemoterapi dapat diberikan pada pasien dalam bentuk intravena,
intraarteri, peroral, intra rektal, intramuscular, dan subcutan. Pemberian
kemoterapi selain dimaksudkan untuk pengobatan juga ditujukan untuk
mengurangi massa dari sel kanker, memperbaiki dan meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi komplikasi penyakit kanker akibat
metastasis.
Program kemoterapi yang harus dijalani oeh pasien tidak hanya satu
kali, tetapi diberikan berulang selama enam kali siklus pengobatan dan
jarak waktu antar siklus selama 21 hari. Pasien akan diberikan waktu
istirahat diantara siklus untuk memberikan kesempatan pemulihan pada
sel-sel yang sehat. Akan tetapi frekuensi dan durasi pengobatan
bergantung pada beberapa faktor seperti jenis dan stadium kanker, kondisi
kesehatan pasien, dan jenis rejimen kemoterapi yang diberikan.
Rejimen kemoterapi yang biasa dipergunakan oleh dokter dalam
memberikan pengobatan pada pasien kanker serviks yaitu paclitaxel dan
Cisplatin/ Corboplatin (Firmana, 2017).
b) Efek samping kemoterapi
Efek samping kemoterapi menurut Firmana (2017) yaitu :
1. Kelelahan
Kelelahan merupakan yang paling umum dirasakan oleh pasien setelah
menjalani kemoterapi
2. Anemia
Anemia juga salah satu efek samping dari kemoterapi, banyak pasien
setelah melakukan kemoterapi hemoglobin nya mengalami penurunan.
3. Leukopenia
Leokosit yang rendah memiliki resiko yang sangat tinggi untuk
terjadinya infeksi. Jika leokosit pasien terlalu rendah, kemoterapi
mungkin perlu di tunda.

14
4. Trombositopeni
Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan yang terus-menerus /
berlebihan, serta bisa menyebabkan perdarahan di bawah kulit.
5. Mual dan muntah
Lapisan saluran pencernaan juga sensitive terhadap kemoterapi Tanpa
obat-obatan pasien akan mengalami mual dan muntah.
6. Diare
Diare disebabkan karena kerusakan epitel saluran cerna, sehingga
absorpsi tidak adekuat.
7. Alopecia
Kemoterapi akan menyebabkan kerontokan rambut. Hal ini disebabkan
target kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker di dalam tubuh juga
membuat sel-sel normal seperti folikel rambut juga terkena.
8. Kerusakan integritas kulit
Kemoterapi menyebabkan peningkatan pemanasan pada epidermis
kulit sehingga menyebabkan kulit memerah dan kering.
9. Mulut kering, sariawan dan sakit tenggorokan Stomatitis atau
peradangan pada mukosa mulut merupakan efek samping dari obat
kemoterapi yang akan menyebabkan pasien sulit makan.
c) Jenis kemoterapi
Menurut Firmana (2017) Terdapat 3 kemoterapi yang dapat diberikan
pada pasien kanker yaitu :
1. Kemoterapi primer
Yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum tidakan medis seperti opersi
dan radiasi.
2. Kemoterapi adjuvant
Yaitu kemoterapi yang diberikan sesudah tindakan operasi dan radiasi.
Tindakan ini bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang
masih tersisa atau metastasis kecil.
3. Kemoterapi neoadjuvant
Yaitu kemoterapi yang diberikan seelum tindakan operasi dan radiasi
yang kemuudian dilanjutkan kembali dengan kemoterapi.

15
d) Indikasi pemberian kemoterapi
Menurut Savitri (2015) indikasi dalam pemberian kemoterapi yaitu :
1. Penyembuhan kanker
Hanya beberapa jenis kanker yang dapat disembuhkan dengan
kemoterapi seperti akut limfoblastik leukemia, tumor wilm pada anak-
anak dan choriokarsinoma.
2. Memperpanjang hidup dan remisi
Tujuan ini berlaku terhadap kanker yang sensitif terhadap kemoterapi,
walaupun penyakit tersebut tergolong penyakit progresif, seperti akut
limfoblastik leukemia, limfoma maligna stadium III dan IV, myeloma,
kanker mamae, kanker ovariumdan kanker kolon.
3. Memperpanjang interval bebas kanker
Walaupun kanker kelihatan masih lokal setelah operasi atau
radioterapi, pengobatan perlu waktu cukup lama dan dosis tinggi
dengan interval yang panjang untuk memberikan kesempatan jaringan
normal pulih diantara pengobatan.
4. Menghentikan progresi kanker
Progresi penyakit ditunjukkan secara subyektif, seperti anoreksia,
penurunan berat badan, dan nyeri tulang.
5. Mengecilkan volume kanker
Kemoterapi bertujuan untuk mengecilkan volume tumor prabedah atau
pradioterapi.
3) Radioterapi
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Terapi radiasi juga disebut
irradiasi, terapi sinar-x yang bertujuan untuk menghancurkan jaringan
kanker. Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala
dan gangguan yang menyertainya (Savitri, 2015).
Secara garis besar jenis terapi radiasi terdiri atas radiasi eksternal
(menggunakan mesin penyinaran diluar tubuh), radiasi internal (susuk atau
implant), serta sistemik yang mengikuti aliran darah keseluruh tubuh. Cara
dan dosis pada pemberian terapi radiasi tergantung dari banyak hal antara
lain jenis kanker, lokasi, jaringan disekitarnya rawan rusak, kesehatan umum

16
dan riwayat medis penderita atau penderita sedang menjalani pengobatan lain
(Savitri, 2015).
Efek samping dari terapi radiasi berbeda-beda tergantung pada area
tubuh yang diterapi. Biasanya gejala yang timbul berupa lemah dan merasa
tidak bertenaga, perubahan kulit pada area yang di terapi seperti kulit tampak
merah yang lama kelamaan mengering dangatal tetapi ada jangan yang
mengalami hal sebaliknya yaitu kulit menjadi lembab, basah dan mengalami
iritasi atau lecet, terutam pada lipatan-lipatan tubuh (Savitri, 2015).

b. Penatalaksanaan Keperawatan pada pasien kanker serviks post kemoterapi


Kemoterapi berpengaruh terhadap psikologis pasien, sebagian wanita akan
mengalami kecemasan. Berdasarkan penelitian Wardani (2014), ansietas
muncul karena kurangnya pengetahuan pada wanita mengenai penyakit yang
sedang dideritanya, ketidaktahuan tentang proses penyakit, pengobatan yang
akan dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran kanker serta ketakutan
terhadap penyakitnya. Kecemasan tidak diterima dikeluarga, suami, dan anak-
anak sering muncul pada wanita yang memiliki pemikiran negatif terhadap
dirinya.
Menurut Suliswati (2014) ada empat tingkatan kecemasan yaitu :
a) Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari- hari. Individu masih
waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b) Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang lain.
c) Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil
yang kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.

17
d) Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya
pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai
dengan disorganisasi kepribadian.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks post kemoterapi
meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan
klien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung
kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah komplikasi. Selain itu teknik relaksasi nafas dalam bisa dilakukan
untuk mengatasi kecemasan.
Berikut ini adalah langkah-langkah tindakan dalam melakukan teknik
relaksasi napas dalam menurut Lusianah & Suratun (2012):
a) Mengecek program terapi medik klien.
b) Mengucapkan salam terapeutik pada klien.
c) Melakukan evaluasi atau validasi.
d) Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik) dengan klien.
e) Menjelaskan langkah-langkah tindakan atau prosedur pada klien.
f) Mempersiapkan alat : satu bantal
g) Memasang sampiran.
h) Mencuci tangan.
i) Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi setengah duduk
di tempat tidur atau di kursi atau dengan posisi lying position (posisi
berbaring) di tempat tidur atau di kursi dengan satu bantal.
j) Memfleksikan (membengkokkan) lutut klien untuk merilekskan otot
abdomen.
k) Menempatkan satu atau dua tangan klien pada abdomen yaitu tepat
dibawah tulang iga.
l) Meminta klien untuk menarik napas dalam melalui hidung, menjaga
mulut tetap tertutup. Hitunglah sampai 3 selama inspirasi.
m) Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan gerakan naiknya
abdomen sejauh mungkin, tetap dalam kondisi rileks dan cegah lengkung

18
pada punggung. Jika ada kesulitan menaikkan abdomen, tarik napas
dengan cepat, lalu napas kuat melalui hidung.
n) Meminta klien untuk menghembuskan udara melalui bibir, seperti
meniup dan ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk
suara hembusan tanpa mengembungkan pipi, teknik pursed lip breathing
ini menyebabkan resistensi pada pengeluaran udara paru, meningkatkan
tekanan di bronkus (jalan napas utama) dan meminimalkan kolapsnya
jalan napas yang sempit.
o) Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan turunnya abdomen
ketika ekspirasi. Hitunglah sampai 7 selama ekspirasi.
p) Menganjurkan klien untuk menggunakan latihan ini dan
meningkatkannya secara bertahap 5-10 menit. Latihan ini dapat
dilakukan dalam posisi tegap, berdiri, dan berjalan.
q) Merapikan lingkungan dan kembalikan klien pada posisi semula
Selain masalah psikologis pasien kanker serviks post kemoterapi akan
mengalami masalah fisiologis yaitu mual dan muntah intervensi yang bisa
dilakukan pada pasien post kemoterapi yang mengalami mual dan muntah
berdasarkan penelitian Wirayani (2019) yaitu memberikan aromaterapi.
Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak
essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi
sehingga menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek
farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik, vasodilator,
penenang, dan merangsang adrenal. Ketika minyak essensial dihirup,
molekul masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak
(Ramadhan, 2013).
Salah satu jenis aromaterapi yang bisa digunakan untuk mengurangi atau
menghilakan mual dan muntah adalah jahe. Jahe adalah tanaman dengan
sejuta khasiat yang telah dikenal sejak lama. Jahe merupakan salah satu
rempah penting yang sangat banyak manfaatnya, antara lain sebagai bumbu
masak, minuman, permen dan juga digunakan dalam ramuan obat
tradisioanal. Keungulan pertama jahe adalah kandungan minyak atsiri yang
mempunyai efek menyegarkan dan memblokir reflek muntah, sedang
gingerol dapat melancarkan darah dan saraf-saraf bekerja dengan baik
Wirayani (2019)

19
B. Konsep Kanker Ovarium
1. Pengertian Kanker Ovarium
Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan sebab pada
umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah. Tidak ada tes screening awal yang
terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada tanda-tanda awal yang pasti. Beberapa
wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen dan bengkak (Digitulio, 2014).
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium dengan
berbagai histologi yang menyerang pada semua umur. Tumor sel germinal lebih
banyak dijumpai pada penderita berusia < 20 tahun, sedangkan tumor sel epitel lebih
banyak pada wanita usia > 50 tahun (Manuaba, 2013).

Gambar 2.1 Kanker Ovarium

2. Penyebab Kanker Ovarium


Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Faktor resiko
terjadinya kanker ovarium menurut Prawirohardjo (2014) sebagai berikut.
a. Faktor Lingkungan
Insiden kanker ovarium tinggi pada negara-negara industri. Penyakit ini tidak ada
hubungannya dengan obesitas, minum alkohol, merokok, maupun minum kopi.
Juga tidak ada kaitannya dengan penggunaan bedak talkum ataupun intake lemak
yang berlebihan.
b. Faktor Reproduksi
Makin meningkat siklus revolusi ada hubungannya dengan meningkatnya resiko
timbulnya kanker ovarium. Hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan aktif
permukaan ovarium setelah ovulasi. Kondisi yang menyebabkan turunnya siklus
ovulasi menurunkan resiko seperti pada pemakaian pil Keluarga Berencana
menurunkan resiko sampai 50%, bila pil dipergunakan 5 tahun atau lebih;

20
multiparitas, dan riwayat pemberian air susu ibu termasuk menurunkan resiko
kanker ovarium.
c. Faktor Genetik
5%-10% penyakit ini karena faktor herediter (ditemukan di keluarga sekurang-
kurangnya dua keturunan dengan kanker ovarium).
Ada 3 jenis kanker ovarium yang diturunkan yakni:
1) Kanker ovarium site specific familiar
2) Sindrom kanker payudara-ovarium, yang disebabkan mutasi gen BRCA 1 dan
beresiko sepanjang hidup (lifetime) sampai 85% timbul kanker payudara dan
resiko lifetime sampai 50% timbulnya kanker ovarium pada kelompok
tertentu.
3) Sindroma kanker Lynch tipe II, dimana beberapa anggota keluarga dapat
timbul berbagai jenis kanker, termasuk kanker kolorektal nonpoliposis,
endometrium, dan ovarium.

3. Jenis Tumor Berdasarkan Klasifikasi


a. Tumor ganas epitelial / Epitelial karsinoma
Tumor ganas epiteal/ Epitelial karsinoma menurut Gupta & Lis (2012) terbagi atas
1) Tumor ganas serosum
Merupakan jenis yang paling sering ditemukan dari semua jenis kanker
ovarium epitelial. Kebanyakan tumor ganas serosum bersifat partially cistic.
Tumor ini mempunyai banyak rongga kista atau lokulasi dan juga terdapat
daerah yang bersifat padat.
2) Tumor ganas musinosum
Tumor ganas musinosum mengandung lebih banyak benjolan pada rongga
kista dan memiliki area padat yang lebih luas dan terdapat area luas yang
mengalami nekrosis dan pendarahan.
3) Tumor ganas endometroid
Tumor ganas endometroid bisa bersifat kistik tetapi pada kebanyakan kasus
dijumpai tumor yang padat. Tumor ganas endometrioid memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan dengan karsinoma serosum dan musinosum.
4) Clear cell tumor
Sekitar 4-5% dari seluruh kasus tumor ganas epitelial. Bisa bersifat kistik
maupun padat dengan satu atau lebih massa polipoid yang menonjol ke

21
lumen. Dua pertiga dari wanita yang mengalami tumor ganas clear cell tidak
akan bisa melahirkan dan 50-70% penderita akan mengalami endometriosis.
5) Tumor ganas Brenner
Tumor ini mengandung area padat dan juga kistik dengan benjolan polipoid
ataupun internal papillary. Tumor ganas Brenner mempunyai prognosis
yang baik dan telah dilaporkan bahwa tumor ini dapat merespon kemoterapi
dengan baik dibandingkan dengan jenis tumor epitel lainnya.
6) Undiffrentiated carcinoma
Kira-kira 5% dari seluruh kanker ovarum dan 14% dari semua jenis tumor
epitelial-stromal digolongkan dalam jenis ini. Terbentuk dari sel-sel yang
menunjukkan ciri-ciri keganasan yang tinggi.
7) Malignant mixed Mullerian tumor

b. Tumor ganas sel germinal


1) Disgerminomaa.
Merupakan tumor ganas sel germinal ytang paling sering ditemukan, yaitu 30-
40% dari semua tumor ganas germinal. Sekitar 75% ditemukan pada wanita
usia 10-30 tahun, 5% pada usia 10 tahun dan jarang pada usia diatas 50 tahun.
Karena disgerminoma terutama pada usia reproduksi, 20-30 kasus kehamilan
dengan kanker ovarium adalah kehamilan dengan disgerminoma. Ukurannya
sekitar 5-15 cm dan ditemukan lebih sering bilateral (Sturgeon & Diamandis,
2009).
2) Teratoma immatur
Mengandung unsur-unsur jaringan yang berasal dari embrio. Hanya ditemukan
kurang dari 1% dari semua kasus kanker ovarium. Sekitar 50% ditemukan
pada wanita berusia 10-20 tahun dan jarang ditemukan pada wanita
pascamenopause (Sturgeon & Diamandis, 2009).
3) Tumor sinus endodermal
Disebut juga tumor yolk-sac atau karsinoma yolk-sac. Rata-rata ditemukan
pada wanita usia 18 tahun. Keluhan yang khas adalah nyeri perut dan pelvis
yang dialami oleh 75% penderita, pada 10% kasus ditemukan tumor tetapi
tanpa gejala (Sturgeon & Diamandis, 2009).

22
4) Embrional karsinoma
Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel
pada perkembangan embrio. Tumor ini dapat berukuran besar, kebanyakan
tumor bersifat padat dengan berbagai macam bentuk. Biasanya dijumpai pada
anak-anak dan wanita dewasa muda. Dapat menyebabkan precocious puberty
dan perdarahan abnormal uterus (Gupta & Lis, 2012).
5) Koriokarsinoma
Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel plasenta (tropoblastik).
Biasanya padat dan terlihat seperti berdarah (Gupta & Lis, 2012).

c. Tumor ganas sex-cord dan stromal


Tumor sel granulosa merupakan tumor ovarium sex-cord yang jarang terjadi.
Tumor ini terbentuk dari sel yang berasal dari sel germinal yang melapisi folikel
ovarium (Prawirohardjo, 2014).
Tumor sel granulosa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Tumor sel granulosa adult type
Keluhan yang paling sering dialami adalah perdarahan abnormal vagina,
distensi abdomen dan nyeri abdomen. Distensi dan nyeri abdomen biasanya
dialami oleh pasien yang sudah menderita tumor yang besar, biasanya dengan
diameter 10-15 cm. Sekitar 12% kasus disertai asites. Pada gambaran
makroskopis dapat dilihat tumor dengan kista kecil multipel yang berisi darah
dan pada pemeriksan mikroskopis tampak gambaran sel-sel granulosa dengan
beberapa Call-Exner bodies. Tumor marker yang dapat diperiksa untuk
mendeteksi rekurensi atau keberhasilan pengobatan adalah estrogen dan
inhibin (Sturgeon & Diamandis, 2009).

2) Tumor sel granulosa juvenille type


Kira-kira 90% tumor sel granulosa yang ditemukan pada anak-anak dan
wanita usia dibawah 30 tahun adalah tumor sel granulosa juvenille type.
Umumnya para penderita prapubertas akan menunjukkan gejala isosexual
precocious pseudopuberty yang meliputi pembesaran payudara, tumbuhnya
rambut pubis, meningkanya sekret vagina, pertumbuhan somatis yang cepat,
dan perubahan tanda-tanda seks sekunder lainnya. Terkadang karena penyakit
ini menghasilkan hormon andogen sehingga dapat menyebabkan virilisasi.

23
Tanda yang selalu ditemukan pada penderita tumor sel granulosa juvenille
type adalah meningkatnya lingkar perut (Sturgeon & Diamandis, 2009). .

d. Tumor sel lipid / Tumor sel steroid


1) Stromal luteomas
2) Leydig (hilus) cell tumor
3) Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS)
Tumor sel steroid ini jarang ditemukan, tumor ini bersifat padat dan berwarna
kuning. Dari ketiga tipe ini yang cenderung menjadi ganas adalah kelompok
Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS). dengan diameter 8 cm dan
lesi-lesi metastatik. (Sturgeon & Diamandis, 2009)
4) Sarkoma
Sarkoma ovarium dibedakan atas low grade (mitosis < 10 mitosis per hpf ) dan
high grade ( mitosis > 10 mitosis per `10 hpf ). Berdasarkan jenis selnya,
sarkoma dibedakan menjadi sarcoma of purely mullerian origin dan
heterologous sarcoma yang mengandung nonovarian elemen. Tumor
metastasis terjadi karena :
a) Perikontinuitatum berdekatan, terjadi kontak metastase.
b) Penyebaran melalui kelenjar atau aliran limfe.
c) Penyebaran melalui hematogen.
d) Penyebaran transcoelomic dengan implantasi pada permukan ovarium
(Prawirohardjo, 2014).

4. Klasifikasi Stadium Kanker Ovarium


Menurut Prawirohardjo (2014), Klasifikasi stadium menurut FIGO (Federation
International de Gynecologis Obstetrics) 1988 sebagai berikut.
Stadium FIGO Kategori
Stadium I Tumor terbatas pada ovarium
Ia Ia Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak
ada tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel
kanker pada cairan asites atau pada bilasan peritoneum

Ib Tumor terbatas pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak

24
terdapat tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel
kanker pada cairan asites atau bilasan peritoneum

Ic Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan satu


dari tanda-tanda sebagai berikut : kapsul pecah, tumor
pada permukaan luar kapsul, sel kanker positif pada
cairan asites atau bilasan peritoneum
Stadium II Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan
perluasan ke pelvis
Iia Perluasan dan implan ke uterus atau tuba fallopii. Tidak
ada sel kanker di cairan asites atau bilasan peritoneum

Iib Perluasan ke organ pelvis lainnya. Tidak ada sel kanker


di cairan asites atau bilasan peritoneum

Iic Tumor pada stadium IIa/IIb dengan sel kanker positif


pada cairan asites atau bilasan peritoneum
Stadium III Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan
metastasis ke peritoneum yang dipastikan secara
mikroskopik di luar pelvis atau metastasis ke kelenjer
getah bening regional
IIIa Metastasis peritoneum mikroskopik di luar pelvis
IIIb Metastasis peritoneum makroskopik di luar pelvis
dengan diameter terbesar 2 cm atau kurang
IIIc Metastasis peritoneum di luar pelvis dengan diameter
terbesar lebih dari 2 cm atau metastasis kelenjer getah
bening regional
IV Metastasis jauh di luar rongga peritoneum. Bila terdapat
efusi pleura, maka cairan pleura mengandung sel kanker
positif. Termasuk metastasis pada parenkim hati

25
5. Tanda dan Gejala Kanker Ovarium
Dari seluruh kanker keganasan ginekologi pada wanita ternyata kanker
ovarium mempunyai permasalahan yang paling besar dan angka kematiannya hampir
separuh dari angka kematian seluruh keganasan ginekologik. Hal ini disebabkan
kanker ovarium tidak mempunyai gejala klinis yang khas sehingga penderita kanker
ovarium datang berobat sudah dalam stadium lanjut. Diperkirakan 70-80% kanker
ovarium baru ditemukan setelah menyebar luas atau telah bermetastasis jauh
sehingga hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan (Yanti & Sulistianingsih,
2015).
Menurut Prawirohardjo (2014), tanda dan gejala pada kanker ovarium stadium
lanjut sebagai berikuT :
a. Perut membesar/ merasa adanya tekanan
b. Dispareunia Berat badan meningkat karena adanya massa/asites
Menurut Brunner (2015), tanda dan gejala kanker ovarium stadium lanjut yaitu :
a. Peningkatan lingkar abdomen
b. Tekanan panggul
c. Kembung
d. Nyeri punggung
e. Konstipasi
f. Nyeri abdomen
g. Urgensi kemih
h. Dispepsia
i. Perdarahan abnormal
j. Flatulens
k. Peningkatan ukuran pinggang
l. Nyeri tungkai
m. Nyeri Panggul
Menurut Anies (2009), Tanda dan gejala Kanker Ovarium adalah sebagai
berikut :
a. Kehilangan berat badan
b. Mudah merasa kenyang ketika makan
c. Perubahan pada menstruasi

26
6. Patofisiologi Kanker Ovarium
Penyebab pasti kanker ovarium tidak ketahui namun multifaktoral. Resiko
berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan faktor lingkungan, reproduksi dan
genetik. Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan kanker ovarium epiteliel
terus menjadi subjek perdebatan dan penelitian. Insiden tertinggi terjadi di industri
barat. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat
mencegah. Terapi penggantian estrogen pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih
berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium (Price & Wilson,
2012).
Gen-gen supresor tumor seperti BRCA-1 dan BRCA-2 memperlihatkan
peranan penting pada beberapa keluarga. Kanker ovarium herediter yang dominan
autosomal dengan variasi penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat
penderita kanker ovarium. Bila ada keluarga yang menderita kanker ovarium, seorang
perempuan memiliki 50 % kesempatan untuk menderita kanker ovarium pula (Price &
Wilson, 2012).
Lebih dari 30 jenis neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Kanker ovarium
dikelompokkan dalam tiga kategori besar ; (1) tumor-tumor epiteliel ;(2) tumor stroma
gonad ;dan (3) tumor-tumor sel germinal. Keganasan epiteliel yang paling sering
adalah adenomakarsinoma serosa (Price & Wilson, 2012).
Kebanyakan neoplasma epiteliel mulai berkembang dari permukaan epitelium,
atau serosa ovarium. Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur
yang berdekatan dengan abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami
cairan peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan. Keganasan selanjutnya dapat
timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfasik yang disalurkan ke ovarium
juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjer pada pelvis dan
kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium
dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala atau tanda spesifik
(Price & Wilson, 2012).
Gejala tidak pasti akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat
pada pelvis, sering berkemih, dan disuria, dan perubahan gastrointestinal, seperti rasa
penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi. Pada beberapa
perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hiperplasia
endometrium. Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila

27
terdapat perdarahan dalam tumor, ruptur, atau torsi ovarium. Namun, tumor ovarium
paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin (Price & Wilson, 2012)
Pada perempuan pramenopause, kebanyakan massa dneksa yang teraba
bukanlah keganasan tetapi merupakan kista korpus luteum atau folikular. Kista
fungsional ini akan hilang dalam satu sampai tiga siklus menstruasi. Namun pada
perempuan menarkhe atau pasca menopause, dengan massa berukuran berapapun,
disarankan untuk evaluasi lanjut secepatnya dan mungkin juga eksplorasi bedah.
Walaupun laparatomi adalah prosedur primer yang digunakan untuk menentukan
diagnosis, cara-cara kurang invasif (CT-Scan, sonografi abdomen dan pelvis) dapat
membantu menentukan stadium dan luasnya penyebaran (Price & Wilson, 2012).
Lima persen dari seluruh neoplasma ovarium adalah tumor stroma gonad ; 2 %
dari jumlah ini menjadi keganasan ovarium. Eksisi bedah adalah pengobatan primer
untuk semua tumor ovarium, dengan tindak lanjut yang sesuai, tumor apa pun dapat
ditentukan bila ganas (Price & Wilson, 2012).

28
7. WOC Kanker Ovarium

29
8. Respon Tubuh terhadap Perubahan Fisiologis
a. Sistem gastrointestinal
Pada pasien kanker ovarium untuk stadium lanjut, kanker tersebut menginvasi ke
organ lambung atau pembesaran massa yang disertai asitesakan menekan lambung
sehingga menimbulkan gejala gastrointestinal seperti nyeri ulu hati, kembung,
anoreksia, dan intoleransi terhadap makanan (Reeder, dkk, 2013).
b. Sistem perkemihan
Pada stadium lanjut, kanker ovarium telah bermetastase ke organ lain salah satunya
ke saluran perkemihan. Pembesaran massa terjadi penekanan pada pelvis sehingga
terjadi gangguan pada perkemihan seperti susah buang air kecil atau urgensi kemih
(Reeder, dkk, 2013).
c. Sistem endokrin
Pada sistem endokrin salah satu hati akan terjadi penekanan oleh massa yang
semakin membesar. Awalnya terjadi gangguan metabolisme di hati, netralisir racun
di hati terjadi penurunan, terjadi penumpukan toksik atau racun di tubuh sehingga
sistem imun tubuh menurun sehingga menimbulkan gejala kelelahan (Reeder, dkk,
2013).

9. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Ovarium


Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu,apabila pada
seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifatjinak atau ganas (kanker
ovarium). Pemeriksaan diagnostik menurut Sturgeon dan Diamandis (2009) sebagai
berikut
a. Ultrasonografi
1) Membedakan kista denga tumor solid ovarium atau mioma uteri.
2) Dipergunakan sebagai penuntun parasentesis-pengambilan cairan asites untuk
sitologi.
b. Laparoskopi
1) Memastikan hubungan kista dengan sekitarnya.
2) Untuk tindakan operasi laparoskopinya.
3) Terdapat perlekatan berat maka dilakukan laparotomi sehingga lapangan
pandangan terlihat lebih jelas.

30
c. Foto thorak
Menetapkan plural effusion sebagai bagian sindrom Meig atau bersifat tersendiri.
d. Tumor marker CA-125.

10. Penatalaksanaan Kanker Ovarium


a. Penatalaksanaan Secara Medis
1) Operasi atau Pembedahan
Terapi Pembedahan merupakan terapi yang ditujukan untuk membatasi
kerusakan jaringan tubuh yang dirusak oleh sel-sel kanker. Terapi ini
memisahkan atau melokalisasi jaringan tubuh yang telah dirusak oleh sel-sel
kanker dari jaringan tubuh yang masih sehat dan mengangkat jaringan yang
telah dirusak tersebut. Terapi pembedahan juga menguragi risiko penyebaran
kanker dan tidak memiliki banyak efek samping (Tilong, 2014).
Tindakan biopsi juga merupakan metode pembedahan yang di tujukan untuk
menemukan sel-sel kanker. Selain itu terapi pembedahan digunakan untuk
menghilangkan jaringan tumor jinak atau untuk memperbaiki kerusakan fisik
tubuh akibat dipasangnya alat-alat untuk memasukan obat-obatan lainya
(Tilong, 2014). Efek samping dari terapi pembedahan yaitu munculnya scar atau
bekas insisi pembedahan, gerakan disekitar area pembedahan menjadi terbatas,
gangguan fungsi seksual atau dapat mengalami ketidak suburan, pembengkakan
pada ekstremitas (Afiyanti & Pratiwi, 2016).

2) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan penggunaan zat kimia
ataupun obat-obatan yang bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker (Savitri,
2015).
a) Pemberian kemoterapi
Obat kemoterapi dapat diberikan pada pasien dalam bentuk intravena,
intraarteri, peroral, intra rektal, intramuscular, dan subcutan. Pemberian
kemoterapi selain dimaksudkan untuk pengobatan juga ditujukan untuk
mengurangi massa dari sel kanker, memperbaiki dan meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi komplikasi penyakit kanker akibat metastasis.
Program kemoterapi yang harus dijalani oeh pasien tidak hanya satu kali,
tetapi diberikan berulang selama enam kali siklus pengobatan dan jarak

31
waktu antar siklus selama 21 hari. Pasien akan diberikan waktu istirahat
diantara siklus untuk memberikan kesempatan pemulihan pada sel-sel yang
sehat. Akan tetapi frekuensi dan durasi pengobatan bergantung pada
beberapa faktor seperti jenis dan stadium kanker, kondisi kesehatan pasien,
dan jenis rejimen kemoterapi yang diberikan (Firmana, 2017).
b) Efek samping kemoterapi
Efek samping kemoterapi menurut Firmana (2017) yaitu :
(1)Kelelahan
Kelelahan merupakan yang paling umum dirasakan oleh pasien setelah
menjalani kemoterapi
(2) Anemia
Anemia juga salah satu efek samping dari kemoterapi, banyak pasien
setelah melakukan kemoterapi hemoglobin nya mengalami penurunan.
(3)Leukopenia
Leokosit yang rendah memiliki resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya
infeksi. Jika leokosit pasien terlalu rendah, kemoterapi mungkin perlu di
tunda.
(4)Trombositopeni
Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan yang terus-menerus /
berlebihan, serta bisa menyebabkan perdarahan di bawah kulit.
(5)Mual dan muntah
Lapisan saluran pencernaan juga sensitive terhadap kemoterapi Tanpa
obat-obatan pasien akan mengalami mual dan muntah.
(6)Diare
Diare disebabkan karena kerusakan epitel saluran cerna, sehingga absorpsi
tidak adekuat.
(7)Alopecia
Kemoterapi akan menyebabkan kerontokan rambut. Hal ini disebabkan
target kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker di dalam tubuh juga
membuat sel-sel normal seperti folikel rambut juga terkena.
(8) Kerusakan integritas kulit
Kemoterapi menyebabkan peningkatan pemanasan pada epidermis kulit
sehingga menyebabkan kulit memerah dan kering.

32
(9) Mulut kering, sariawan dan sakit tenggorokan Stomatitis atau peradangan
pada mukosa mulut merupakan efek samping dari obat kemoterapi yang
akan menyebabkan pasien sulit makan.
c) Jenis Kemoterapi
Menurut Firmana (2017) Terdapat 3 kemoterapi yang dapat diberikan pada
pasien kanker yaitu :
(1)Kemoterapi primer
Yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan medis seperti operasi
dan radiasi.
(2)Kemoterapi adjuvant
Yaitu kemoterapi yang diberikan sesudah tindakan operasi dan radiasi.
Tindakan ini bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang masih
tersisa atau metastasis kecil.
(3)Kemoterapi neoadjuvant
Yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan operasi dan radiasi
yang kemudian dilanjutkan kembali dengan kemoterapi.
d) Indikasi Pemberian Kemoterapi
Menurut Savitri (2015) indikasi dalam pemberian kemoterapi yaitu :
(1)Penyembuhan kanker
Hanya beberapa jenis kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi
seperti akut limfoblastik leukemia, tumor wilm pada anak-anak dan
choriokarsinoma.
(2)Memperpanjang hidup dan remisi
Tujuan ini berlaku terhadap kanker yang sensitif terhadap
kemoterapi,walaupun penyakit tersebut tergolong penyakit progresif,
seperti akut limfoblastik leukemia, limfoma maligna stadium III dan IV,
myeloma, kanker mamae, kanker ovarium dan kanker kolon.
(3)Memperpanjang interval bebas kanker
Walaupun kanker kelihatan masih lokal setelah operasi atau radioterapi,
pengobatan perlu waktu cukup lama dan dosis tinggi dengan interval yang
panjang untuk memberikan kesempatan jaringan normal pulih diantara
pengobatan.

33
(4)Menghentikan progresi kanker
Progresi penyakit ditunjukkan secara subyektif, seperti anoreksia,
penurunan berat badan, dan nyeri tulang.
(5)Mengecilkan volume kanker
Kemoterapi bertujuan untuk mengecilkan volume tumor prabedah atau
pradioterapi.

3) Radioterapi
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Terapi radiasi juga disebut
irradiasi, terapi sinar-x yang bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker.
Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala dan
gangguan yang menyertainya (Savitri, 2015).
Secara garis besar jenis terapi radiasi terdiri atas radiasi eksternal
(menggunakan mesin penyinaran diluar tubuh), radiasi internal (susuk atau
implant), serta sistemik yang mengikuti aliran darah keseluruh tubuh. Cara dan
dosis pada pemberian terapi radiasi tergantung dari banyak hal antara lain
jenis kanker, lokasi, jaringan disekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan
riwayat medis penderita atau penderita sedang menjalani pengobatan lain
(Savitri, 2015).
Efek samping dari terapi radiasi berbeda-beda tergantung pada area
tubuh yang diterapi. Biasanya gejala yang timbul berupa lemah dan merasa
tidak bertenaga, perubahan kulit pada area yang di terapi seperti kulit tampak
merah yang lama kelamaan mengering dangatal tetapi ada jangan yang
mengalami hal sebaliknya yaitu kulit menjadi lembab, basah dan mengalami
iritasi atau lecet, terutam pada lipatan-lipatan tubuh (Savitri, 2015).

b. Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien Kanker Ovarium


Menurut Reeder, dkk (2013), asuhan keperawatan terdiri atas pendidikan
kesehatan, dukungan fisik dan emosi selama prosedur tindakan, dan
dukunganemosi untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan. Selama
hospitalisasi,perawat melakukan pemantauan fisiologis dan prosedur teknis,
sertamemberikan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri salah satunya dengan
teknik nafas dalam.

34
Perawat memberikan dukungan untuk membantu keluarga berkoping dan
menyesuaikan diri, memberi kesempatan untuk menceritakan dan mengatasi rasa
takut, serta membantu mengoordinasikan sumber dukungan bagi keluarga dan
proses pemulihan. Selama memberi perawatan, perawat membantu klien dan
keluarga untuk mengklarifikasi nilai dan dukungan spritual serta menemukan
kekuatan pribadi untuk digunakan sebagai koping. Wanita dan keluarga diharapkan
mampu melalui fase berduka dan kehilangan saat menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa salah satunya dengan hasil penelitian yang dilakukan Adhisty,
dkk (2019) yaitu terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
Apabila pasien menderita penyakit terminal, alternatif asuhan, seperti
hospicecare, perawatan di rumah, dan fasilitas asuhan multilevel yang dapat
mendukung kualitas kehidupan dan kematian yang damai mulai digali. Alternatif
ini meningkatkan fungsi selama mungkin, meredakan nyeri, mendorong interaksi
dengan orang yang dicintai, dan memberikan dukungan emosional dan spritual.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Kanker Ovarium


1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur,tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, dan pekerjaan orang
tua.Keganasan kanker ovarium sering dijumpai pada usia sebelum
menarcheatau di atas 45 tahun (Manuaba, 2010).
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya mengalami perdarahan abnormal atau menorrhagia pada wanita
usia subur atau wanita diatas usia 50 tahun / menopause untuk stadium
awal (Hutahaean, 2009). Pada stadium lanjut akan mengalami pembesaran
massa yang disertai asites (Reeder, dkk. 2013).
Riwayat kesehatan sekarang menurut Williams (2011) yaitu :
(1)Gejala kembung, nyeri pada abdomen atau pelvis, kesulitan makan atau
merasa cepat kenyang dan gejala perkemihan kemungkinan menetap

35
(2)Pada stadium lanjut sering berkemih, konstipasi, ketidaknyamanan
pelvis, distensi abdomen, penurunan berat badan dan nyeri pada
abdomen.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pernah memiliki kanker kolon, kanker
payudara dan kanker endometrium (Reeder, dkk. 2013).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang pernah mengalami kanker payudara dan
kanker ovarium yang beresiko 50 % (Reeder, dkk. 2013).
d) Riwayat haid/status ginekologi
Biasanya akan mengalami nyeri hebat pada saat menstruasi dan terjadi
gangguan siklus menstruasi (Hutahaean, 2009).
e) Riwayat obstetri
Biasanya wanita yang tidak memiliki anak karena ketidakseimbangan
sistem hormonal dan wanita yang melahirkan anak pertama di usia > 35
tahun (Padila, 2015).
f) Data keluarga berencana
Biasanya wanita tersebut tidak menggunakan kontrasepsi oral sementara
karena kontrasepsi oral bisa menurunkan risiko ke kanker ovarium yang
ganas (Reeder, dkk. 2013).
g) Data psikologis
Biasanya wanita setelah mengetahui penyakitnya akan merasa cemas,
putus asa, menarik diri dan gangguan seksualitas (Reeder, dkk. 2013).
h) Data aktivitas/istirahat
Pasien biasanya mengalami gejala kelelahan dan terganggu aktivitas dan
istirahat karena mengalami nyeri dan ansietas.
i) Data sirkulasi
Pasien biasanya akan mengalami tekanan darah tinggi karena cemas.
j) Data eliminasi
Pasien biasanya akan terganggu BAK akibat perbesaran massa yang
menekan pelvis.

36
k) Data makanan/cairan
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam nutrisi tetapi kalau
dibiarkan maka akan mengalami pembesaran lingkar abdomen sehingga
akan mengalami gangguan gastrointestinal.
l) Data nyeri/kenyamanan
Pasien biasanya mengalami nyeri karena penekanan pada pelvis.
m) Pemeriksaan fisik
(1) Kesadaran
Kesadaran pasien tergantung kepada keadaan pasien, biasanya pasien
sadar, tekanan darah meningkat dan nadi meningkat dan pernafasan
dyspnea.
(2) Kepala dan rambut
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
hematom dan rambut tidak rontok.
(3) Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan pendengaran dan tidak
ada lesi.
(4) Wajah
Pada mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil
+/+, pada hidung tidak ada pernapasan cuping hidung, pada mulut dan
gigi mukosa tidak pucat dan tidak ada sariawan.
(5) Leher
Tidak ada pembendungan vena jugularis dan pembesaran kelenjer
tiroid.
(6) Thoraks
Tidak ada pergerakan otot diafragma, gerakan dada simetris.
(7) Paru-paru
(a) Inspeksi
Pernapasan dyspnea, tidak ada tarikan dinding dada.
(b) Palpasi
Fremitus kiri dan kanan sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, suara tambahan tidak ada.
(d) Auskultasi

37
Vesikuler.
(8) Jantung
Pada pasien kanker ovarium biasanya tidak ada mengalami masalah
pada saat pemeriksaan di jantung
(a) Inspeksi
Umumnya pada saat inspeksi, Ictus cordis tidak terlihat.
(b)Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi Ictus cordis teraba.
(c) Perkusi
Pekak.
(d)Auskultasi
Bunyi jantung S1 dan S2 normal. Bunyi jantung S1 adalah
penutupan bersamaan katup mitral dan trikuspidalis. Bunyi jantung
S2 adalah penutupan katup aorta dan pulmanalis secara bersamaan.
(9) Payudara/mamae
Simetris kiri dan kanan, aerola mamae hiperpigmentasi, papila mamae
menonjol, dan tidak ada pembengkakan.
(10) Abdomen
(a) Inspeksi
Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya perbesaran
massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker ovarium, akan
terlihat adanya asites dan perbesaran massa di abdomen
(b) Palpasi
Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya perbesaran
massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker ovarium, di raba
akan terasa seperti karet atau batu massa di abdomen
(c) Perkusi
Hasilnya suara hipertympani karena adanya massa atau asites
yang telah bermetastase ke organ lain
(d) Auskultasi
Bising usus normal yaitu 5- 30 kali/menit

38
(11) Genitalia
Pada beberapa kasus akan mengalami perdarahan abnormal akibat
hiperplasia dan hormon siklus menstruasi yang terganggu. Pada
stasium lanjut akan dijumpai tidak ada haid lagi.
(12) Ekstremitas Tidak ada udema, tidak ada luka dan CRT kembali < 2
detik. Pada stadium lanjut akan ditandai dengan kaki udema.
(Reeder, dkk. 2013).
n) Pemeriksaan penunjang
(1) Pemeriksaan laboratorium
Menurut Salani, dkk (2011) yang harus dilakukan pada pasien kanker
ovarium yaitu :
(a) Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi gen yang
abnormal
(b) Penanda atau memastikan tumor menunjukkan antigen karsinoma
ovarium, antigen karsinoembrionik, dan HCG menunjukkan abnormal
atau menurun yang mengarah ke komplikasi.
(2) Pencitraan
USG abdomen, CT scan, atau ronsen menunjukkan ukuran
tumor. Pada stadium awal tumor berada di ovarium, stadium II sudah
menyebar ke rongga panggul, stadium III sudah menyebar ke
abdomen, dan stadium IV sudah menyebar ke organ lain seperti hati,
paru-paru, dan gastrointestinal
(3) Prosedur diagnostik
Aspirasi cairan asites dapat menunjukkan sel yang tidak khas. Pada
stadium III kanker ovarium cairan asites positif sel kanker
(4) Pemeriksaan lain
Laparatomi eksplorasi, termasuk evaluasi nodus limfe dan reseksi
tumor, dibutuhkan untuk diagnosis yang akurat dan penetapan
stadium berapa kanker ovarium tersebut.

39
2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul
Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien kanker ovarium
menurut SDKI (2017) adalah sebagai berikut :
a. Pre Operasi:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (neoplasma)
2) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
3) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
b. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/ pengobatan
3) Resiko infeksi
3. Rencana Keperawatan
a. Pre Operasi
Tabel 2.2
Standar Diagnosa , Standar Luaran dan Standar Intervensi Keperawatan Pasien Kanker
Ovarium Pre Operasi
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri:
dengan agen cidera keperawatan, Observasi:
fisiologis (neoplasma) Pasien mampu mengontrol 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
Defenisi: nyeri dengan durasi, frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau kriteria hasil : intensitas nyeri
emosional yang berkaitan 1) Melaporkan nyeri yang 2) Identifikasi skala nyeri
dengan kerusakan jaringan terkontrol 3) Identifikasi respon nyeri non
aktual atau fungsional, 2) Pasien mampu verbal
dengan onset mendadak mengenali onset nyeri 4) Identifikasi faktor yang
atau lambat dan 3) Pasien mampu memperberat dan memperingan
berintensitas ringan mengenali penyebab nyeri
hingga berat yang nyeri 5) Identifikasi pengetahuan dan
berlangsung kurang dari 3 4) Pasien mampu keyakinan tentang nyeri
bulan menggunakan teknik 6) Identifikasi pengaruh nyeri pada
Gejala dan tanda mayor: non-farmakologis untuk kualitas hidup
Subjektif: mengurangi nyeri 7) Monitor keberhasilan terapi
1) Mengeluh nyeri 5) Keluhan nyeri berkurang komplementer yang sudah
Objektif: diberikan
1) Tampak meringis 8) Monitor efek samping
2) Bersikap protektif penggunaan analgetik
(mis. Waspada, posisi Terapeutik:
menghindari nyeri) 1) Berikan teknik non
3) Gelisah farmakologis untuk mengurangi
4) Frekuensi nadi rasa nyeri (mis, akupresur,

40
meningkat terapi musik, aromaterapi,
5) Sulit tidur teknik imajinasi terbimbing)
Gejala dan tanda minor: 2) Fasilitasi istirahat dan tidur
Objektif: Edukasi:
1) Tekanan darah 1) Jelaskan penyebab, periode, dan
meningkat pemicu nyeri
2) Pola nafas berubah 2) Jelaskan strategi meredakan
3) Nafsu makan nyeri
berubah 3) Anjurkan monitor nyeri secara
4) Berfokus pada diri mandiri
sendiri 4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgetik
Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi fekal:
dengan penurunan keperawatan, Observasi:
motilitas gastrointestinal pasien tidak mengalami 1) Identifikasi masalah usus
Defenisi: gangguan dan penggunaan obat pencahar
Penurunan defekasi eliminasi dengan kriteria 2) Monitor buang air besar
normal yang disertai hasil : (mis. Warna, frekuensi,
pengeluaran feses sulit 1) Tidak ada keluhan nyeri konsistensi, volume)
dan tidak tuntas serta feses abdomen 3) Monitor tanda dan gejala
kering dan banyak 2) Frekuensi BAB konstipasi
Gejala dan tanda mayor: membaik Terapeutik:
Subjektif: 3) Konsistensi feses tidak 1) Berikan air hangat setelah
1) Defekasi kurang dari keras makan
2 kali seminggu 4) Peristaltik usus dalam 2) Sediakan makanan tinggi serat
2) Pengeluaran feses batas normal Edukasi:
lama dan sulit 5) Jumlah feses membaik 1) Jelaskan jenis makanan yang
Objektif: 6) Warna feses normal membantu meningkatkan
1) Feses keras keteraturan peristaltik usus
2) Peristaltik usus 2) Anjurkan mencatat warna,
menurun frekuensi, konsistensi, volume
Gejala dan tanda minor: feses
Subjektif: 3) Anjurkan mengkonsumsi
1) Mengejan saat makanan tinggi serat
defekasi 4) Anjurkan meningkatkan asupan
Objektif: cairan
1) Distensi abdomen Kolaborasi:
2) Kelemahan umum 1) Kolaborasi pemberian obat
3) Teraba massa pada supositoria anal
rektal

41
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan Perawatan retensi urin
urine berhubungan keperawatan, Observasi:
dengan kelemahan otot pasien tidak mengalami 1) Identifikasi penyebab retensi
pelvis gangguan urine (mis. Peningkatan tekanan
Defenisi: eliminasi urin dengan uretra)
Disfungsi eliminasi urin kriteria hasil: 2) Monitor intake dan output
Gejala dan tanda mayor: 1) Desakan berkemih cairan
Subjektif: (urgensi) menurun Terapeutik:
1) Desakan berkemih 2) Distensi kandung kemih 1) Pasang kateter urine
(urgensi) menurun Edukasi:
Objektif: 3) Berkemih tidak tuntas 1) Jelaskan penyebab retensi urine
1) Distensi kandung (hesitancy) menurun 2) Anjurkan psien atau keluarga
kemih 4) Frekuensi BAK mmbaik mencatat output urine
2) Berkemih tidak tuntas 5) Karakteristik urine Pemantauan cairan
(hesitancy) dalam batas normal Observasi:
1) Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
2) Monitor frekuensi nafas
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor elastisitas atau turgor
kulit
5) Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urine
6) Monitor kadar albumin dan
protein total
7) Monitor intake dan outout
cairan
8) Identifikasi faktor resiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
1) Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

42
b. Post Operasi
Tabel 2.3
Standar Diagnosa , Standar Luaran dan Standar Intervensi Keperawatan Pasien Kanker
Ovarium Post Operasi
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri:
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi:
agen cidera fisik selama 3x24 jam 9) Identifikasi lokasi, karakteristik,
(prosedur operasi) diharapkan pasien durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Defenisi: mampu mengontrol nyeri nyeri
Pengalaman sensorik atau dengan 10) Identifikasi skala nyeri
emosional yang berkaitan kriteria hasil : 11) Identifikasi respon nyeri non
dengan kerusakan 1) Melaporkan nyeri verbal
jaringan aktual atau yang terkontrol 12) Identifikasi faktor yang
fungsional, dengan onset 2) Pasien mampu memperberat dan memperingan nyeri
mendadak atau lambat mengenali onset nyeri 13) Identifikasi pengetahuan dan
dan berintensitas ringan 3) Pasien mampu keyakinan tentang nyeri
hingga berat yang mengenali penyebab 14) Identifikasi pengaruh nyeri pada
berlangsung kurang dari 3 nyeri kualitas hidup
bulan 4) Pasien mampu 15) Monitor keberhasilan terapi
Gejala dan tanda menggunakan teknik komplementer yang sudah diberikan
mayor: non-farmakologis untuk 16) Monitor efek samping
Subjektif: mengurangi nyeri penggunaan analgetik
1) Mengeluh nyeri 5) Keluhan nyeri Terapeutik:
Objektif: berkurang 3) Berikan teknik non farmakologis
1) Tampak meringis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
2) Bersikap protektif Akupresur, terapi musik,
(mis. Waspada, posisi aromaterapi, teknik imajinasi
menghindari nyeri) terbimbing)
3) Gelisah 4) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Frekuensi nadi Edukasi:
meningkat 6) Jelaskan penyebab, periode, dan
5) Sulit tidur pemicu nyeri
Gejala dan tanda 7) Jelaskan strategi meredakan nyeri
minor: 8) Anjurkan monitor nyeri secara
Objektif: mandiri
1) Tekanan darah 9) Anjurkan menggunakan analgetik
meningkat secara tepat
2) Pola nafas 10) Ajarkan teknik non farmakologis
berubah untuk mengurangi rasa nyeri
3) Nafsu makan Kolaborasi:
berubah Kolaborasi pemberian analgetik
4) Berfokus pada diri
sendiri
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Promosi Kepercayaan Diri
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi:
efek tindakan/ selama 3x24 jam 1) Identifikasi ungkapan verbal dan
pengobatan diharapkan pasien nonverbal yang tidak sesuai
Defenisi: mampu beradaptasi 2) Identifikasi masalah potensial yang

43
Perubahan persepsi terhadap disabilitas fisik dialami
tentang penampilan, dengan kriteria hasil: Terapeutik:
struktur dan fungsi fisik 1) Verbalisasi perasaan 1) Gunakan teknik mendengarkan yang
individu negatif tentang aktif mengenai harapan pasien
Gejala dan tanda perubahan tubuh 2) Diskusikan rencana mencapai tujuan
mayor: berkurang yang diharapkan
Subjektif: 2) Verbalisasi 3) Diskusikan rencana perubahan diri
1) Mengungkapkan mengenai 4) Motivasi berfikir positif dan
kecacatan atau kekhawatiran pada berkomitmen dalam mencapai
kehilangan bagian penolakan atau tujuan
tubuh reaksi orang lain 5) Buat dan pilih keputusan prioritas
Objektif: berkurang untuk memecahkan masalah
1) Kehilangan bagian 3) Fokus pada bagian 6) Diskusikan solusi dalam
tubuh tubuh berkurang menghadapi masalah
2) Fungsi atau struktur 4) Fokus pada kekuatan 7) Motivasi tetap tenang saat
tubuh berkurang/ masa lalu berkurang menghadapi masalah dengan
hilang 5) Respon nonverbal kemampuan yang dipunyai
Gejala dan tanda pada perubahan 8) Motivasi efektivitas keputusan yang
minor: tubuh berkurang dibuat dalam mempengaruhi atau
Subjektif: 6) Hubungan sosial memperbaiki penilaian
1) Mengungkapkan membaik 9) Libatkan anggota keluarga untuk
perasaan negatif mencapai tujuan
terhadap perubahan Edukasi:
tubuh 1) Anjurkan mengevaluasi cara
2) Mengungkapkan pemecahan masalah yang dilakukan
kekhawatiran pada 2) Ajarkan pemecahan masalah dan
penolakan/ reaksi situasi yang sulit (mis. Mengancam
orang lain jiwa)
Objektif:
1) Fokus berlebihan pada
perubahan tubuh
2) Respon nonverbal
pada perubahan dan
persepsi tubuh
3) Fokus pada
penampilan dan
kekuatan masa lalu
4) Hubungan sosial
berubah

Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


Defenisi: tindakan keperawatan Observasi:
Beresiko mengalami selama 3x24 jam, pasien 1) Monitor tanda dan gejala infeksi
peningkatan terserang mampu mengontrol lokal dan sistemik
organisme patogenik resiko proses infeksi Terapeutik:
Faktor Resiko: dengan kriteria hasil: 1) Batasi jumlah pengunjung
1) Efek prosedur infasif 1) Mengidentifikasi 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah
2) Malnutrisi faktor resiko infeksi kontak dengan pasien dan
3) Ketidakadekuatan 2) Mengenali faktor lingkungan pasien
pertahanan tubuh resiko individu terkait 3) Pertahankan teknik aseptik

44
primer: infeksi Edukasi:
a) Kerusakan 3) Mengetahui perilaku 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
integritas kulit yang berhubungan 2) Ajarkan cara mencuci tangan
4) Ketidakadekuatan dengan resiko infeksi dengan benar
pertahanan tubuh 4) Mengidentifikasi 3) Anjurkan meningkatkan asupan
sekunder: tanda dan gejala nutrisi
a) Penurunan infeksi 4) Anjurkan meningkatkan asupan
hemoglobin 5) Memonitor perilaku cairan
b) Imunosuspensi diri yang
c) Suspensi respon berhubungan dengan
inflamasi resiko infeksi
6) Memonitor faktor di
lingkungan yang
berhubungan dengan
resiko infeksi
7) Mencuci tangan
8) Mempertahankan
lingkungan yang
bersih

45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada tinjauan teoritis dapat diambil kesimpulan bahwa
kanker serviks merupakan kanker yang menyerang wanita pada daerah genetalia yang
disebabkan oleh Huma Papillomavirus, dimana virus ini bersifat onkogenik
(menyebabkan kanker). HPV ditular melalui hubungan seksual dan dapat pula melalui
penggunaan barang pribadi yang bersamaan, misalnya pakaian bersama. IVA
(inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin (IVA merupakan pemeriksaan leher rahim
(serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%.
Sedangkan kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal,
mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam.
Penyebab pasti dari penyakit ini tidak diketahui. Kanker ovarium cepat menyebar per
intraperitoneum melalui pertambahan ukuran setempat atau penyebaran benih
permukaan, dan terkadang melalui aliran limfe dan aliran darah. Metastasis ke
ovarium dapat terjadi dari kanker payudara, kolon, lambung, dan pankreas.

B. Saran
Berhati-hatilah dengan penyakit kanker serviks, lebih baik mencegah dari pada
mengobati. Ternyata tidak mudah menjadi seorang wanita, tapi bukan berarti sulit
untuk menjalaninya. Penyakit bisa kita hindari asal kita selalu berusaha hidup sehat
dan teratur. Telatnya diagnosa kanker ovarium karena tanda dan gejala yang samar-
samar membuat kanker ini disebut silent killer. Namun kita dapat mencegah
terjadinya kanker ovarium dengan pola hidup yang bersih dan sehat. Selain itu,
dengan mengatur pola makan kita akan mengurangi resiko terjadinya kanker.

46
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y., & Pratiwi, A. (2016). Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Perempuan,

Promosi, Permasalahan dan Penanganannya dalam Pelayanan Kesehatan dan

Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Anies. 2009. Ensiklopedia Kedokteran Populer: Kanker. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Billota, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan, Edisi

2. USA: Lippincoltt Williams & Wilkins.

Brunner. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Edisi 12. Jakarta : EGC.

Digiulio, Mary, dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Rapha Publishing

Firmana, D. 2017. Keperawatan Kemoterapi. Jakarta: Salemba Medika

Gupta, D. And Lis, C.G. Role of CA-125 in predicting ovarian cancer in general population.

Past practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 26, 2012: 243-256

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.

Jakarta : EGC.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Ratnawati, A. (2017). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Redeer, Martin, & Koniak-Griffin. (2014). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi

& Keluarga. Jakarta: EGC.

Salani, Ritu, dkk. 2011. Panduan untuk Penderita Kanker Ovarium. Jakarta : Indeks Permata

Puri Media.

47
Savitri, A. (2015). Kupas Tuntas Kanker Payudara Leher Rahim dan Rahim. Yogyakarta:

Pustaka Baru Pres.

SDKI. (2016). Definisi dan indikator diagnostik 2016-2017edisi 1. Jakarta: Tim Pokja SDKI

DPP PPNI

SIKI. 2018. Standar luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: Tim Pokja

SDKI DPP PPNI

SLKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: Tim

Pokja SDKI DPP PPNI

Sturgeon C, Diamandis E. Use of tumor markers in testicular, prostate, colorectal, breast, and

ovarian cancer. The American Association for clinical biochemistry. 2009. Hal.51-60

Subagja, H. P. (2014). Waspada Kanker-kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta:

FlashBooks.

Suliswati. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Tilong, A. D. (2014). WaspadaPenyakit-penyakit Mematikan Tanpa Gejala Menyolok.

Yogyakarta: Buku Biru.

https://id.scribd.com/doc/60761871/MAKALAH-KANKER-SERVIKS yang diakses pada

tanggal 18 April 2021, pukul 06.00 WIB.

48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
NOTULEN PRESENTASI KELOMPOK 7

Materi : Konsep Kanker Serviks, Kanker Ovarium dan Asuhan Keperawatan pada
Pasien Kanker Ovarium

Moderator :Arsil Rasyid Amanda

Presenter : Windi Wahyuni

Notulen : Maya Rosita

Dosen Pbb : Ns. Ira Mulya Sari, M.Kep, Sp. Kep, An

Pertanyaan:

1. Vivi Ramadhani : Apakah penderita kanker serviks memiliki kemungkinan untuk hamil?
jika iya, apakah kehamilan tersebut termasuk kehamilan yang beresiko? jika iya,
bagaimana cara menurunkan resiko pada kehamilan tersebut?
Dijawab oleh Syafitri Wulandari: klien bisa hamil atau tidak tergantung stadium dan
sejauh mana terapi yang sudah dilakukan oleh klien. Jika klien bisa hamil, maka akan
menjadi kehamilan beresiko dimana akan terjadi gangguan proses persalinan. Karena
adanya jaringan sel kanker, proses persalinan normal akan terkendala dan adanya
kemungkinan kanker menyebar ke janin. Untuk tindak lanjut yang bisa dilakukan pada
pasien yang hamil beresiko yaitu dengan melakukan pap smear secara rutin maka sel
kanker akan terdeteksi secara dini. Penanganannya akan menjadi lebih ringan
dibandingkan bila kanker tersebut terlambat terdeteksi.

Tambahan oleh Rheynanda: Seperti kanker pada umumnya, jenis pengobatan


bergantung pada stadium atau tahapan kanker. Kanker serviks yang ditemukan pada
stadium awal dapat diobati dengan tiga cara, yaitu radical trachelectomy, cone biopsy,
dan LLETZ. Tiga cara tersebut masih memungkinkan organ reproduksi untuk tetap
berfungsi meskipun kehamilan bisa menjadi beresiko.
Pada radical trachelectomy, sel kanker akan disingkirkan dengan cara mengangkat
serviks tanpa mengangkat rahim. Bagian bawah rahim ditutup dengan jahitan sehingga
janin masih bisa tumbuh dan berkembang dalam rahim.
Dengan adanya jahitan tersebut, kelak persalinan akan dilakukan secara sesar. Namun,
metode ini meningkatkan risiko kelahiran prematur.
Sementara itu, cone biopsy hanya mengambil jaringan berbentuk kerucut dari serviks
dimana sel-sel abnormal pemicu kanker berada. Serviks tidak diangkat. Meskipun luka
bekas operasi ringan ini akan pulih dalam satu bulan, namun bekas luka tersebut
menyebabkan perubahan permanen pada serviks. Hal ini berpotensi menyebabkan
keguguran maupun kelahiran prematur.
Serupa dengan cone biopsy, LLETZ (Large Loop Excision of The Transformation Zone)
mengambil sel abnormal di zona transformasi, yaitu area serviks dimana sel abnormal
cenderung berkembang. Dengan pengobatan ini, kelahiran prematur juga dapat terjadi,
tergantung dari jumlah jaringan leher rahim yang diambil.

Jika kanker berada pada stadium akhir, maka histerektomi, radioterapi, dan kemoterapi
adalah pilihan pengobatan yang dapat dilakukan. Histerektomi dilakukan dengan cara
mengangkat rahim, sementara radioterapi dan kemoterapi dapat mematikan sel-sel kanker
sekaligus merusak sel telur dan ovarium. Karena itu, kedua pengobatan ini akan membuat
penderita tidak dapat hamil.

2. Febri Trisma Yolanda: Apakah tindakan keperawatan yang bisa dilakukan pada klien
dengan stadium lanjut?
Dijawab oleh Rahmi Zikri: Apabila pasien menderita penyakit terminal, alternatif
asuhan, seperti hospicecare, perawatan di rumah, dan fasilitas asuhan multilevel yang
dapat mendukung kualitas kehidupan dan kematian yang damai mulai digali. Alternatif
ini meningkatkan fungsi selama mungkin, meredakan nyeri, mendorong interaksi dengan
orang yang dicintai, dan memberikan dukungan emosional dan spritual.

3. Salmi Dianita Nasution: pada kasus kanker ovarium saat ini tidak hanya terjadi pada
usia dewasa, kanker ovarium itu jg bnyk menyerang remaja wanita. menurut kelompok
apa yg menjadi penyebab ataupun faktor pendukung terjadinya ca ovarium pada remaja?
Jawab Dina Rahmiyanti Saputri: Kanker ovarium dapat diderita oleh semua umur,
termasuk pada remaja. Faktor utama terjadinya kanker ovarium yaitu dari faktor
lingkungan, faktor reproduksi dan faktor genetic dimana: Faktor lingkungan contohnya
remaja yg tinggl di daerah industry; Faktor reproduksi contohnya siklus haid yg tidak
lancar, dan nyeri hebat saat haid;Faktor genetic contohnya karna riwayat keluarga
dengan penyakit kanker

Anda mungkin juga menyukai