Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PENYAKIT RABIES

DISUSUN OLEH :

1. Fiky Ekawati : 1880200024


2. Kurlian Bunga Despita : 1880200024
3. Ria Kurniasih : 2114201078
4. Okri Candra Wibowo : 1880200014
5. Priski Leka Putri : 1880200009
6. Yoga Angga Saputra : 1880200033

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Lussyferida Yanti, S.Kep.,M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Penyakit Tropik tentang asuhan
keperawatan pada pasien rabies dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Ns. Lussyferida Yanti, S.Kep.,M.Kep pada mata kuliah Penyakit Tropik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Lussyferida Yanti,
S.Kep.,M.Kep, selaku dosen mata kuliah Penyakit Tropik yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan ke arah kesempurnaan.

Bengkulu, 08 November 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ...............................................................................................2
BAB 2 KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian............................................................................................................3
B. Etiologi ................................................................................................................3
C. Patofisiologi ........................................................................................................4
D. Manifestasi Klinis ...............................................................................................7
E. Gejala Klinis pada Manusia ................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................10
G. Penatalaksanaan ..................................................................................................11
H. Komplikasi ..........................................................................................................12
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................14
A. Pengkajian ...........................................................................................................14
B. Pemeriksaan Fisik ...............................................................................................16
C. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................16
D. Intervensi Keperawatan.......................................................................................17
E. Implementasi .......................................................................................................23
F. Evaluasi ...............................................................................................................24
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................25
A. Kesimpulan .........................................................................................................25
B. Saran....................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................26

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah satu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini
ditandai dengan disfungsi hebat pada susunan saraf pusat dan hampir selalu
berakhir dengan kematian.
Menurut World Health Organization Rabies adalah penyakit virus yang
dapat dicegah dengan vaksin. Setelah gejala klinis muncul, rabies hampir 100%
fatal. Rabies hampir terjadi di dunia, kecuali Antartika, dengan lebih dari 95%
kematian manusia terjadi di kawasan Asia dan Afrika (WHO 2021).
Dalam lima tahun terakhir, angka kematian karena gigitan hewan penular
rabies di Indonesia masih cukup tinggi. Kasus gigitan hewan penular rabies
dilaporkan berjumlah 404.306 kasus dengan angka kematian mencapai 544 kasus.
Dari 34 Provinsi di Indonesia hanya terdapat 8 provinsi yang bebas rabies
sedangkan 26 provinsi lainnya masih endemik rabies. Tahun 2015-2019 terdapat
5 provinsi dengan angka kematian yang tinggi seperti Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan kejadian luar biasa
(KLB) rabies pada tahun 2019 terakhir dilaporkan terjadi di Nusa Tenggara Barat.
Masih tingginya angka kematian akibat penyakit rabies di Indonesia tersebut
menunjukkan bahwa diperlukan peran dari pemerintah dan juga dari berbagai
lintas sektor termasuk dari pelayanan kesehatan salah satunya adalah dari tenaga
kesehatan yaitu perawat.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan membahasnya melalui
sebuah makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT RABIES”

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di


atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana konsep dasar teori penyakit rabies?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies?
C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit rabies.
D. Manfaat Penulisan

Sebagai bahan acuan dan pemahaman mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.

2
BAB II
KONSEP PENYAKIT RABIES

A. Pengertian
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular rabies.
Penyakit ini bersifat Zoonatik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia melalui gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan
dengan virus rabies ini adalah hewan berdarah panas.
Penyakit rabies secara alami terdapat pada bangsa kucing, anjing, kelelawar,
kera dan karnivora liar lainnya. Pada hewan yang menderita rabies, virus
ditemukan dengan jumlah yang banyak pada air liurnya.
Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka
gigitan. Oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai
penyebar rabies.
Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan
ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir
dengan kematian.
B. Etiologi
Agen penyebab rabies adalah virus dari genus lyssa virus dan termasuk ke
dalam family Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropic, berbentuk menyerupai
peluru dengan panjang 130 – 300 nm dan diameter 70 nm.
Virus ini terdiri dari inti RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal diselubungi
lipoprotein. Pada selubung luar terdapat tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G
yang berperan penting dalam timbulnya imunitas oleh induksi vaksin dan penting
dalam identifikasi serologi dari virus rabies.

3
Gambar 2.1 Morfologi Virus Rabies (CDC, 2018)
Virus rabies dapat bertahan pada pemanasan dalam beberapa waktu lama.
Pada pemanasan suhu 56℃, virus dapat bertahan selama 30 menit dan pada
pemanasan kering mencapai suhu 100℃ masih dapat bertahan selama 2-3 menit.
Di dalam air liur dengan suhu udara panas dapat bertahan selama 24 jam.
Dalam keadaan kering beku dengan penyimpanan pada suhu 40 C virus dapat
bertahan selama bertahun-tahun, hal inilah yang menjadi dasar kenapa vaksin anti
rabies harus disimpan pada suhu 2℃ – 8℃ Pada dasarnya semakin rendah suhunya
semakin lama virus dapat bertahan.
Virus rabies mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet, pengaruh
keadaan asam dan basa, zat pelarut lemak, misalnya ether dan kloroform, Na
deoksikolat, dan air sabun (Akoso, 2007).
Oleh karena itu sangat penting melakukan pencucian luka dengan
menggunakan sabun sesegera mungkin setelah gigitan untuk membunuh virus
rabies yang berada di sekitar luka gigitan.
C. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan
yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia
melaui gigitan dan kadang melalui jilatan.
Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk

4
ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas
tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf.
Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang
panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf
pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural
junction dan memasuki akson motorik dan sensorik.
Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan
penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak,
maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron,
terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus, 5 dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter
maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh
jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar
ludah.
Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa
sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap
emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan
menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat
gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak
dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat
berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka.
Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput
konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan
belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan
pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.

5
Penyebab
- Gigitan Hewan
- Cakaran Hewan Kulit terluka Resiko Infeksi
- Jilatan hewan terinfeksi
rabies
Terjadi Proses Inokulasi

Sebagian bergerak ke
Sebagian Virus
arah saraf tepi pada
Mengalami Replikasi
sambungan
neuromuskular

Bergerak ke sistem saraf


pusat (otak)

Virus mengalami
replikasi
Batang Otak
Sistem Limbik Virus melakukan invasi I
(Medula Oblongata)

Gangguan Hipotalamus Gangguan Gerak


Emosional
Refleks Fisiologis

Gangguan Pemenuhan Peningkatan Suhu


Kebutuhan Fisiologis tubuh

Sistem Efferen Virus melakukan invasi Sistem Volunter


II

Gangguan Impuls Gangguan Gerak


Sistem otonom
yang disadari

Gangguan gerak
yang tidak disadari

Resiko Cedera

Bagan 2.1 Patofisiologis Rabies

6
Perbedaan masa inkubasi virus rabies dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
a. Jenis/strain virus rabies
b. Jumlah virus yang masuk
c. Kedalaman luka gigitan, semakin dalam luka gigitan kemungkinan virus
rabies mencapai sistem saraf semakin besar
d. Lokasi luka gigitan, semakin dekat jarak luka gigitan ke otak, maka gejala
klinis akan lebih cepat muncul. Oleh karena itu luka gigitan di daerah bahu
ke atas merupakan luka dengan resiko tinggi.
e. Banyaknya persarafan di wilayah luka
f. Imunitas dari penderita.
Gejala klinis rabies akan timbul setelah virus mencapai susunan saraf
pusat dan menginfeksi seluruh neuron terutama di sel-sel limbik,
hipotalamus dan batang otak. Virus rabies bersifat neurotrofik, yang berarti
predileksinya pada sistem saraf.
Virus ini berjalan melalui sistem saraf, sehingga tidak terdeteksi melalui
pemeriksaan darah. Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa
mendiagnosis dini sebelum muncul gejala klinis rabies.
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala Klinis Pada Hewan
Gejala penyakit rabies pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-
tanda terlihat. Tanda-tanda yang sering terlihat yaitu :
1) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
2) Senang bersembunyi ditempat-tempat yang dingin, gelap dan
menyendiri tetapi dapat menjadi agresif
3) Tidak menurut perintah majikannya
4) Nafsu makan hilang

7
5) Air liur meleleh tak terkendali
6) Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan
barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dan sebagainya.
7) Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai
8) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
9) Ekor diantara 2 (dua) paha
b. Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi. Tanda-tanda yang sering
terlihat
1) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
2) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
3) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
4) Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
5) Mati
c. Bentuk Asystomatis
1) Hewan tidak menunjukan gejala sakit
2) Hewan tiba-tiba mati
E. Gejala Klinis Pada Manusia
Stadium Lama (% Kasus) Manifestasi Klinis
Inkubasi • < 30 hari (25%) Tidak Ada
• 30-90 hari (50%)
• 90 hari – 1 tahun
(20%)
• > 1 tahun
Prodromal • 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan,
demam, malaise, anoreksia, mual dan
muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi,
ansietas, depresi.

8
Neurologik • 2-7 Hari Halusinasi, bingung, delirium, tingkah
Akut Furious laku aneh, takut, agitasi, menggigit,
(80%) hidropobia, hipersaliva, disfagia,
avasia, hiperaktif, spasme faring,
aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia,
kejang, disfungsi saraf otonom,
sindroma abnormalitas ADH
Paralitik • 2-7 Hari Paralisis Flagsid
Koma • 0-14 Hari Autonomic instability, hipoventilasi,
apnea, henti nafas, hipotermia,
hipetermia, hipotensi, disfungsi
pituitari, aritma, dan henti jantung.

a. Tahap Prodromal
Pada tahap awal gejala yang timbul adalah demam, lemas, lesu,
tidak nafsu makan/ anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, sakit
tenggorokan dan sering ditemukan nyeri.
b. Tahap Sensoris
Pada tahap ini sering ditemukan rasa kesemutan atau rasa panas
(parestesi) di lokasi gigitan, cemas dan reaksi berlebih terhadap rangsang
sensorik.
c. Eksitasi
Pada tahap ini penderita mengalami berbagai macam gangguan
neurologik, penderita tampak bingung, gelisah, mengalami halusinasi,
tampak ketakutan disertai perubahan perilaku menjadi agresif, serta adanya
bermacam-macam fobia yaitu hidrofobia, aerofobia, fotofobia. Hidrofobia
merupakan gejala khas penyakit rabies karena tidak ditemukan pada
penderita penyakit enchepalitis lainnya.

9
Gejala lainnya yaitu spasme otot, hiperlakrimasi, hipersalivasi,
hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah beberapa hari pasien meninggal
karena henti jantung dan pernafasan. Dari seluruh penderita rabies
sebanyak 80% akan mengalami tahap eksitasi dan lamanya sakit untuk
tahap ini adalah 7 hari dengan rata-rata 5 hari.
d. Tahap Paralisis
Bentuk lainnya adalah rabies paralitik, bentuk ini mencapai 30 %
dari seluruh kasus rabies dan masa sakit lebih lama dibandingkan dengan
bentuk furious.
Bentuk ini ditandai dengan paralisis otot secara bertahap dimulai
dari bagian bekas luka gigitan/cakaran. Penurunan kesadaran berkembang
perlahan dan akhirnya mati karena paralitik otot pernafasan dan jantung.
Pada pasien dengan gejala paralitik ini sering terjadi salah diagnosa
dan tidak terlaporkan. Lamanya sakit untuk rabies tipe paralitik adalah 13
hari, lebih lama bila dibandingkan dengan tipe furious.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Electroencephalography (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
b. Computerized Tomography Scan (CT Scan): menggunakan kajian sinar X
yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
c. Magnetic resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT Scan
d. Pemindaian Positron Emission Tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau aliran darah dalam otak
e. Uji laboratorium

10
1. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematocrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. GDA
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b) Blood Urea Nitrogen (BUN): Peningkatan BUN mempunyai potensi
kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.
c) Elektrolit : K, Na.
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)
f) Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
G. Penatalaksanaan
Pencegahan penularan rabies pada manusia adalah dengan memberikan
tatalaksana luka gigitan hewan penular rabies, sebagai berikut:
a. Pencucian luka
Pencucian luka dengan menggunakan sabun merupakan hal yang
sangat penting dan harus segera dilakukan setelah terjadi pajanan (jilatan,
cakaran atau gigitan) terhadap HPR untuk membunuh virus rabies yang
berada di sekitar luka gigitan.
Seperti telah dipaparkan dalam sifat virus rabies dimana virus dapat
diinaktivasi dengan sabun karena selubung luar yang terdiri dari lipid akan
larut oleh sabun.
Pencucian luka dengan air sabun (detergen) 5–15 menit kemudian
dibilas dengan air bersih, dilakukan sesegera mungkin dibawah air mengali.
Pencucian luka tidak menggunakan peralatan karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan luka baru dimana virus akan semakin masuk ke dalam.

11
Pencucian luka dapat dilakukan oleh penderita atau keluarga penderita
kemudian diberikan antiseptic. Setelah itu penderita luka gigitan HPR segera
dibawa ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapatkan tatalaksana
selanjutnya.
b. Bersihkan dengan Alkohol 40-70 %
c. Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
d. Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan luka,
jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
e. Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.
H. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul
pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra
kranial, kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormon anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung.
Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan
gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung
kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

JENIS KOMPLIKASI PENANGANANNYA


Neurologi
Hiperaktif Fenotiazin, benzodazepine
Hidrofobia Tidak diberiapa-apa melalui mulut
Kejang Lokal Karbamazepine, Fenitoin
Gejala Neurologi Lokal Tidak perlu tindakan apa-apa
Edema Serebri Mannitol, Galiserol
Aerofobia Hindari Stimulus

12
Pituitary
SAHAD Batasi Cairan
Diabetes Insipidus Cairan, Vasopressin
Pulmonal
Hiperventilasi Tidak ada
Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP
Atelektasis Ventilator
Apnea Ventilator
Pneumotoraks Dilakukan Ekspansi Paru
Kardiovaskular
Aritmia Oksigen, Obat anti Aritmia
Hipotensi Cairan, Dopamine
Gagal Jantung Kongestif Batasi Cairan, obat-obatan
Thrombosis vena kava superior Cairan, Dopamine
Henti Jantung Batasi cairan, Obat-obatan
Anemia
Pendarahan Gastrointestinal Transfusi darah
Hipertermia H2 Blockers, Transfusi Darah
Hipotermia Selimut hangat
Hipokalemia Pemberian cairan
Ileus Paralitik Cairan Paranteral
Retensio Urine Kateterisasi
Gagal Ginjal Akut Hemodialisa
Pneumomediastinum Tidak ada tindakan
Tabel 2.1 Tabel Komplikasi dan Penangangannya

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Nama Pasien, No Rekam Medis, Tempat Tanggal Lahir, Umur, Agama,
Pendidikan, Jenis Kelamin, Alamat.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dapat muncul antara lain nyeri dan panas pada daerah
luka gigitan, demam, perubahan pola nafas, disfungsi saraf, penurunan
kekuatan saraf motorik
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah ada riwayat penyakit waktu kecil dan riwayat pemakaian obat-
obatan di masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat, riwayat
tetanus.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang
1) Kronologi awal paparan virus rabies (gigitan atau cakaran)
2) Waktu dan lokasi kejadian
3) Jenis hewan yang memaparkan virus,
4) Lokasi dan jumlah gigitan
5) Tindakan awal yang telah dilakukan pasca gigitan/cakaran.
6) Riwayat vaksinasi anti rabies.
c. Lingkungan
1) Apakah di lingkungan pasien terdapat binatang yang bisa
menyebabkan penyakit rabies, misalnya: anjing, kucing, monyet

14
2) Apakah binatang tersebut sudah di vaksin atau belum?
3) Apakah lingkungan pasien merupakan daerah endemic rabies?
4. Pola Aktivitas
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri atau tidak.
- Tingkat Mobilitas ditempat tidur, berpindah, berjalan, kekuatan otot dan
kemampuan Range of Motion (ROM)
5. Pola Nutrisi dan metabolisme
Pada pola nutrisi dan metabolisme yang perlu ditanyakan adalah ada tidaknya
diet khusus, nafsu makan, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk,
ada tidaknya mual-muntah, berat badan (naik/turun), kesukaran menelan,
stomatitis dan lain-lain.
6. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan
defekasi perhari, ada/tidaknya konstipasi, ada/tidaknya disuria, dan lain-lain.
7. Pola Tidur - Istirahat
Pengkajian Pola tidur seperti Jumlah jam tidur pada malam hari, pagi dan siang
hari, perasaan setelah tidur, masalah selama tidur, apakah ada insomnia dan
lain-lain
8. Integritas Ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress akibat penyakit yang
biasanya ditandai dengan gelisah, otot wajah menegang, suasana hati yang
cenderung berubah-ubah.
9. Nyeri / Ketidaknyamanan
Pengkajian adakah nyeri, kelemahan otot dan kejang.
10. Status Neurosensori
Pengkajian tanda-tanda inflamasi

15
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien seperti compos mentis, apatis, delirium, somnolen,
stupor, semi koma, dan koma. Respon terhadap suara/panggilan, iritabilitas,
dan orientasi terhadap diri sendiri.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Terjadinya Peningkatan pada sistem pernafasan, Takikardi, suhu tubuh
meningkat (37,9 ℃), menggigil dan takipnea
3. Pemeriksaan Kepala dan leher
Bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, wajah asimetris atau tidak,
adanya pembengkakan atau tidak. Reaksi sensitif pupil terhadap cahaya dan
kesamaan respon. Pemeriksaan Leher ada tidaknya kaku kuduk, ada tidaknya
pembengkakan, ada tidaknya nyeri telan
4. Pemeriksaan Dada
Pemeriksaan meliputi bentuk dada, pergerakan nafas dan bunyi jantung
5. Pemeriksaan Abdomen
Ada tidaknya ketegangan dinding perut, nyeri tekan, ukuran, bentuk perut dan
lain-lain
6. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis.
Jenis kejang dan lamanya kejang, reaksi terhadap nyeri dan suhu serta refleks
tendo superfisial dan reflek patologi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan thermoregulasi b/d invasi kuman pada susunan saraf pusat
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d luka gigitan
3. Resiko infeksi b/d luka terbuka bekas gigitan
4. Gangguan pola nutrisi b/d dengan penurunan refleks menelan
5. Defisit volume cairan b/d spasme rahang
6. Cemas b/d perubahan pola kesehatan
7. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan

16
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Gangguan Klien akan 1. Mempertahankan keseimbangan 1. Cairan dalam tubuh sangat penting
thermoregulasi b/d menunjukan suhu cairan tubuh dengan pemasangan guna menjaga homeostasis tubuh.
invasi kuman pada tubuh dalam batas infus Apabila suhu tubuh meningkat maka
susunan saraf pusat normal dengan kriteria tubuh akan kehilangan cairan lebih
hasil : banyak
a. Badan tidak panas 2. Monitoring tanda-tanda vital 2. Tanda-tanda vital harus dipantau
b. Suhu Tubuh 37 ℃ (suhu, nadi, tensi, pernafasan) secara efektif guna mengetahui
setiap 3 jam perkembangan dan kemajuan dari
pasien

3. Anjurkan pada pasien untuk 3. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan


memenuhi kebutuhan nutrisi sempurna maka tingkat kekebalan
yang optimal sehingga sistem imun bisa melawan semua
metabolisme dalam tubuh dapat benda asing yang masuk
berjalan dengan lancar

17
4. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Antibiotik dan antipiuretik berperan
pemberian antibiotik dan penting dalam mengatasi proses
antipiuretik peradangan untuk menurunkan demam
2 Gangguan rasa Pasien akan 1. Kaji ketidaknyamanan nyeri 1. Membantu perawat untuk
nyaman nyeri b/d luka menunjukan nyeri dengan menggunakan skala menegakkan intervensi
gigitan hilang dengan kriteria 2. Anjurkan Pasien untuk 2. Dengan melakukan teknik distraksi
hasil: melakukan teknik distraksi diharapkan perhatian pasien terhadap
a. Skala nyeri turun misalnya dengan meminta pasien rasa nyeri dapat dialihkan
menjadi 1 untuk bernafas lambat dan teratur
b. Wajah pasien 3. Lakukan perawatan luka dan 3. Untuk mencegah terjadinya infeksi
rileks pengobatan
c. Pasien tidak 4. Kolaborasi dengan dokter dalam
4. Mencegah terjadinya komplikasi dan
meringis kesakitan pemberian Serum anti rabies dan
membantu meredakan nyeri.
vaksin anti rabies serta obat
pereda nyeri.
3 Resiko infeksi b/d Pasien akan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mengurangi kontaminasi silang.
luka terbuka bekas menunjukan bebas dari melakukan aktivitas.
gigitan infeksi dengan kriteria 2. Lakukan inspeksi terhadap luka 2. Mencatat tanda-tanda inflamasi/infeksi
hasil: setiap hari. lokal.

18
a. Luka bersih 3. Gunakan teknik steril pada saat 3. Mencegah masuknya bakteri,
b. Diameter luka perawatan luka mengurangi resiko infeksi.
mengecil 4. Gunakan sarung tangan pada 4. Mencegah penyebaran
c. Tidak ada Edema waktu merawat luka yang terbuka infeksi/kontaminasi silang
d. Tidak ada tanda- dari kotak langsung
tanda infeksi 5. Kolaborasi: berikan antibiotic 5. Antibiotik diharapkan efek untuk
sesuai intruksi membunuh kuman.
4 Gangguan pola nutrisi Pasien akan 1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Faktor ini menentukan pemilihan
b/d dengan penurunan menunjukkan mengunyah, menelan terhadap jenis makanan sehingga
refleks menelan pemasukan nutrisi pasien harus terlindung dari aspirasi
yang adekuat dengan 2. Timbang berat badan sesuai 2. Mengevaluasi keefektifan/kebutuhan
kriteria hasil: indikasi mengubah nutrisi
a. Klien bisa makan 3. Berikan makanan lunak dalam 3. Meningkatkan proses pencernaan dan
b. Berat badan jumlah kecil dan dalam waktu toleransi pasien terhadap nutrisi yang
meningkat yang sering dengan teratur diberikan
c. Porsi makan 4. Kolaborasi 4. Merupakan sumber yang efektif untuk
dihabiskan - Konsultasi dengan ahli mengidentifikasikan kebutuhan
d. Tidak ada keluhan kalori/nutrisi
mual muntah

19
- Berikan makanan melalui Memudahkan pasien untuk menelan.
selang NGT bila tidak bisa
peroral
5 Defisit volume cairan Pasien akan 1. Awasi tanda vital, pengisian 1. Indikator keadekuatan volume
b/d spasme rahang menunjukan volume kapiler, membran mukosa turgor sirkulasi.
cairan yang adekuat kulit
dengan kriteria hasil: 2. Berikan cairan peroral. 2. Menggantikan cairan yang kurang
a. Turgor kulit baik 3. Timbang berat badan 3. Indikator cairan dan status nutrisi
b. Membran mukosa 4. Kolaborasi 4. Mengganti cairan untuk memperbaiki
lambat cairan
c. Berat badan
normal
d. Pasien mau minum
sesuai toleransi
6 Cemas b/d perubahan Pasien akan 1. Berikan kesempatan pada klien 1. Pernyataan masalah menurunkan
pola kesehatan menunjukkan cemas untuk mengekspresikan perasaan ketegangan mengklasifikasi tingkat
berkurang dengan takut dan cemas koping dan memudahkan pemahaman
kriteria hasil: perasaan
Kecemasan berkurang

20
2. Beri penjelasan hubungan antara 2. Peningkatan pemahaman, mengurangi
proses penyakit dan gejalanya rasa takut karena ketidaktahuan dan
dapat menurunkan ansietas

3. Berikan dukungan positif


3. Meningkatan perasaan akan
keberhasilan dalam penyembuhan
7 Resiko cedera b/d Setelah diberikan 1. Identifikasi dan hindari faktor 1. Penemuan faktor pencetus untuk
kejang dan kelemahan tindakan keperawatan, Pencetus memutuskan rantai penyebaran virus
diharapkan pasien rabies.
tidak mengalami 2. Tempatkan klien pada tempat 2. Tempat yang nyaman dan tenang
cedera, dengan kriteria tidur yang memakai pengaman di dapat mengurangi stimulus atau
hasil: ruang yang tenang dan nyaman. rangsangan yang dapat menimbulkan
a. pasien tidak ada Kejang
cedera akibat 3. Anjurkan klien istirahat 3. Efektivitas energi yang dibutuhkan
serangan kejang untukmetabolisme
b. Pasien tidur
4. Sediakan disamping tempat tidur
dengan tempat 4. lidah jatung dapat menimbulkan
tongue spatel dan gudel untuk
tidur pengaman obstruksi jalan nafas
mencegah lidah jatuh ke belakng
apabila klien kejang.

21
c. Tidak terjadi 5. lindungi klien pada saat kejang 5. Tindakan untuk mengurangi atau
serangan kejang dengan : mencegah terjadinya cedera fisik.
ulang. a. longgarkan pakaian
d. Suhu 36 – 37,5 º C b. atur posisi miring ke satu sisi
Nadi 60- c. jauhkan klien dari alat yang
80x/menit, dapat melukainya
Respirasi 16- 20 d. kencangkan pengaman tempat
x/menit tidur
e. Kesadaran e. lakukan suction bila banyak
composmentis sekret

22
E. Implementasi
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan
dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ ditemukan, yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik
dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat
bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan
fisioterapis.
Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat:
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada pasien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan
pasien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimple-mentasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan
tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan
dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan.
Prosedur spesifik dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan atau juga
perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk
memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat
menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan

23
F. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia
lewat gigitan atau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang
terkena air liur hewan penderita rabies. Secara patogenesis, setelah virus rabies
masuk lewat luka gigitan, selama dua mingguvirus tetap tinggal pada tempat
masuk dan dekatnya. Kemudian, virus akan bergerak mencapai ujung-ujung
serabut saraf posterios tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya
Virus rabies merupakan virus yang sangat fatal apabila terpapar.
Penularannya bisa melalui gigitan, luka pada kulit, membram mukosa. Pencegahan
dapat dilakukan pada hewan dan manusia yang berupa vaksinasi maupun
pemusnahan hewan yang terkena rabies.
Dapat juga kita melakukan pencegahan terhadap virus rabies melalui kontrol
terhadap vaksinasi dan hewan liar yang berkeliaran disekitar lingkungan kita
B. Saran
Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditangani dengan cepat
dan sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk
pada luka gigitan. Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
(sebaiknya air mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian
diberi antiseptik (alkohol 70 persen, betadine, obat merah atau lainnya).
Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna maka kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sehingga makalah
ini dapat berguna bagi kita semua.

25
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume
2. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 13. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC
Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virologi Untuk Analis Kesehatan. Jakarta: EGC
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Defenisi dan tindakan
keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Rezeki, Sri.dkk. 2018. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis, edisi keempat. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sylvia A. Price. 2015. Patofosiologi: konsep klinis proses-proses penyakit volume
2. Jakarta: EGC
Vita, Andina, dkk. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia.Yogyakarta: Pustaka Baru Press

26

Anda mungkin juga menyukai