Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWARAWATAN PADA PASIEN FRAMBUSIA

DISUSUN OLEH

REXY ALEXANDER PAKALI 171111074


SAMIRIANTO NENOBAHAN 171111076
SANDRI NIRMALA SUEK 171111077
RIRIN ARYANI 171111075
THEODORUS FINO KLEDEN 171111078

KEPERAWATAN B SEMESTER VII


PROGRAM STUDI NERS
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat-Nya yang selalu dan senantiasa memberikan hikmat dan pengetahuan dan anugrah akal
budi kepada insan yang berharap kepada-Nya untuk berkreasi dan berkarya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN FRAMBUSIA ” ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, begitu banyak kekurangan
kelemahan baik pengetahuan, ketrampilan bahkan materi serta hambatan lain yang dialami.
Namun atas kerja keras, ketekunan dan dukungan dari berbagai pihak, maka penulisan makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karna itu, pada kesempatan ini penulis megucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan makalah ini.

Kupang,18September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................2

BAB II ISI.................................................................................................................3

2.1 Pengertian frambusia....................................................................................3

2.2 etiologi..........................................................................................................3

2.3 Patofisiologi.................................................................................................3

2.4 Tanda dan gejala........................l..................................................................4

2.5 Pemeriksaan diagnostik.................................................................................4

2.6 Pengobatan ...................................................................................................5

2.7 Pencegahan dan pemberantasan....................................................................5

2.8 Diagnosa keperawatan...................................................................................6

2.9 Asuhan keperawatan.....................................................................................7

2.10 Eradikasi frambusia........................................................................................7


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................................9

3.2 Saran ............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan
hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta
masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pada
awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke
kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.
Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga
mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang
dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum.
Setelah 5 -10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami lesi yang
merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan, kulit, serta jaringan halus yang akan
mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma sosial. Beban penyakit Selama
periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang terdapat hanya
di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang
gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak
tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan
pada umumnya didapati pada suku-suku didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan
pemberantasan penyakit frambusia dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus
baru dan membebaskan India bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence +
No sero positive cases among < 5 children. Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya
dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya
dilaporkan dari dilaporkan dari empat provinsi, yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat
tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya.
Upayaupaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat
dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program ini.
. 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Pengertian Frambusia ?

1.2.2 Apa Etiologi Frambusia ?

1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Frambusia ?

1.2.4 Bagaimana Cara Penularan Frambusia ?

1.2.5 Bagaimana Manifestasi Klinis Frambusia ?

1.2.6 Bagaimana Cara Pencegahan Frambusia ?

1.2.7 Bagaimana Pengobatan Frambusia ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui Pengertian Frambusia.

1.3.2 Mengetahui Etiologi Frambusia.

1.3.3 Mengetahui Patofisiologi Frambusia.

1.3.4 Mengetahui Cara Penyebara Frambusia.

1.3.5 Mengetahui Manifestasi Klinis Frambusia.

1.3.6 Mengetahui Cara Pencegahan pada Frambusia.

1.3.7 Mengetahui Pengobatan pada Frambusia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca
panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai. 

2.2  Etiologi
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan
seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin,
pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan, dimana kepadatan
penduduk, kekurangan persediaan air, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat
di mana-mana.
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa
dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan
yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.Bisa dikatakan bahwa “penyakit
frambusia bermula dimana jalan berakhir”.

SEJARAH
Penyakit frambusia ( yaws ) pertama kali ditemukan oleh Castellani,pada tahun 1905.
Dalam bahasa inggris disebut yaws,ada juga yang menyebutkan frambesia tropica dan dala
bahasa jawa disebut pathek. Dizaman dahulu penyakit ini amat popular karena penderitanya
sangat mudah ditemukan dikalangan penduduk.
INSIDEN
Didunia pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di
afrika,asia,amerika selatan dan tengah serta kepulauan pasifik,sebanyak 25-150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampaye pemberantasan FRAMBUSIA dalam kurun waktu tahun
1954-1963,para peneliti menemukan terjadi penurunan yang drastic dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudia kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan publc serta pengobatan yang tidak adekuat.Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta
anak-anak beresiko terkena frambusia
2.3  Patofisiologi
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan.  Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun
dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia
hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami
lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa terdapat infeksi alamiah yang disebabkan
oleh Treponema pallidum terhadap inang (manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan
infeksi lesi langsung pada kulit atau membran selaput lendir pada genetalia.Pada 10–20 kasus
lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan dapat
menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis yang rusak.
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa
menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu
setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang
bersih dan keras (chancre).Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat
ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul yang
lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007)
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung banyak spirocheta.
Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis
dan pasien akan melewati tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda
berkembangnya lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap
tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang dan
hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier
treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya
hypersensitivitas organisme. Treponema yang menahum dan atau laten terkadang infeksi dimata
atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990)
Pada subspecies perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu
dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri
treponema ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular
di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap
meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau
gejala hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006
; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).

2.4            Tanda dan Gejala


Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas
berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari
penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat
menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat.
Penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan
merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus
frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga
mengenai otot dan persendian.
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak
ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim hujan penderita baru akan
bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium (Djuanda, et al., 2017).
Erupsi yang generalisata timbul pada 3 – 12 bulan setelah penyakit
berlangsung.Kelainannya berkelompok, tempat predileksi di sekeliling lubang badan, muka dan
lipatan-lipatan tubuh.Papul-papul yang milliar menjadi lentikular dapat tersusun korimbiform,
arsinar atau numular.Kelainan ini membasah, berkrusta dan banyak mengandung
treponema.Pada telapak kaki dapat terjadi keratoderma jalannya seperti kepiting karena nyeri
tulang ekstremitas atas dan bawah, spina ventosa pada jari anak-anak, polidaktilitis, sinar rontgen
tampak rarefaction pada korteks dan destruksi pada perios, (Jawetz, et al., 2005).
Pada stadium lanjut sifatnya destruktif menyerang kulit, tulang dan persendian meliputi
nodus dan guma, keratoderma pada telapak kaki dan tangan, gangosa dan goundou; menurut
Djuanda, et al., (2007) pada fase lanjut ini beberapa istilah pada frambusia stadium lanjut : nodus
dapat melunak, pecah menjadi ulkus, dapat sembuh di tengah luka dan meluas ke perifer; guma
umumnya terdapat pada tungkai. Mulai dengan nodus yang tidak nyeri, keras, dapat digerakan,
kemudian melunak, memecah dan meninggalkan ulkus yang curam (punched out), dapat
mendalam sampai ke tulang atau sendi mengakibatkan ankilosis dan deformitas; gangosa:
mutilasi pada fosa nasalis, palatum mole hingga membentuk sebuah lubang suaranya khas
sengau; goundou : eksositosis tulang hidung dan di sekitarnya, pada sebelah kanan–kiri batang
hidung yang membesar; bisa disertai demam; tulang : berupa periostitis dan osteitis pada tibia,
ulna, metatarsal dan metakarpal, tibia berbentuk seperti pedang, kiste di tulang mengakibatkan
fraktur spontan.
Frambusia stadium 1.
 Sekitar tiga hingga lima minggu setelah seseorang terpapar bakteri penyebabnya,
benjolan seperti kelengkeng akan muncul pada kulit, umumnya di kaki atau bokong. Benjolan
ini, terkadang disebut frambesioma (atau disebut juga induk frambusia), secara bertahap akan
tumbuh besar dan membentuk kerak kuning tipis. Area tersebut bisa terasa gatal dan bisa terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening di dekatnya.Benjolan itu biasanya sembuh sendiri dalam
enam bulan dan sering meninggalkan luka.sendi juga bisa terkena, kondisi ini di stadium dua
biasanya tidak menyebabkan kerusakan pada area ini.
Frambusia stadium 2. 
Stadium berikutnya bisa dimulai sewaktu masih ada frambesioma atau beberapa minggu/bulan
setelah stadium pertama infeksi bakteri ini sembuh.Pada stadium ini, ruam berkerak terbentuk,
yang dapat mencakup wajah, lengan, kaki, dan bokong.Telapak kaki juga bisa jadi tertutup oleh
koreng tebal yang menyakitkan.Berjalan bisa jadi menyakitkan dan sulit.Meskipun tulang dan
sendi juga bisa terkena, kondisi ini di stadium dua biasanya tidak menyebabkan kerusakan pada
area ini.
Frambusia stadium 3. 

Stadium akhir dari penyakit ini hanya dialami oleh sekitar 10% orang yang terinfeksi.Kondisi ini
dimulai setidaknya 5 tahun setelah frambusia awal muncul.Tahap akhir ini dapat menyebabkan
kerusakan parah pada kulit, tulang, dan sendi, terutama di kaki. Frambusia stadium akhir ini juga
dapat menyebabkan suatu bentuk kerusakan wajah, yang disebut gangosa atau rhinopharyngitis
mutilan karena menyerang dan menghancurkan sebagian hidung, rahang atas, langit-langit mulut
(atap mulut) dan bagian tenggorokan yang disebut faring. Jika ada pembengkakan di sekitar
hidung, orang dengan frambusia stadium akhir dapat mengalami sakit kepala dan hidung
berair/beringus.Mereka yang telah mencapai stadium 3 juga dapat memiliki penampilan wajah
yang disebut goundou.

2.5  Cara Penularan


Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2015), yaitu :
1)      Penularan secara langsung (direct contact)
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain.
Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang
terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya.
Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan
selaput lendir.

2)      Penularan secara tidak langsung (indirect contact)


Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang.Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular
dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk
ke dalam kulit melalui luka tersebut. 
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat
mengalami 2 kemungkinan:
a)        Infeksi effective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak,
menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi
jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan
orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.

b)        Infeksi ineffective


Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi
effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen
dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap
penyakit frambusia (Depkes, 2005).

Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan


penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).

2.6  Stadium
Frambusia umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Rata-rata terjadi
antara usia 6 – 10 tahun. Jenis kelamin tertentu tidak terkait dengan penyakit ini. Terdapat 3
stadium frambusia yang dikenal, yakni :
1)      Stadium Primer
Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau induk
frambusia berkembang pada sisi yang terkena penularan berupa gigitan, goresan dan gesekan
dengan kulit yang terkena frambusia.Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan
kaki).Lesi berwarna kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal berbentol/kutil
(papul). Papul-papul tersebut akan meluas dengan diameter 1-5 cm untuk kemudian menjadi
ulkus (luka terbuka) dengan dasar berwarna kemerahan seperti buah berry. Lesi-lesi satelit bisa
bersatu membentuk plak.Karena jumlah treponema yang banyak, maka lesi tersebut sangat
menular.Pembesaran kelenjar limfa, demam serta rasa nyeri merupakan tanda dari stadium ini.
Induk frambusia akan pecah dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian tengah
yang bersifat hipopigmentasi.
2)      Stadium Sekunder
Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer.Lesi kulit atau lesi anakan yang menyerupai
lesi induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya ditemukan dipermukaan tubuh dan sebagian
di rongga mulut atau hidung. Lesi anakan ini akan meluas, membentuk ulkus dan menghasilkan
cairan-cairan fibrin yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi krusta. Cairan
tersebut menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya ke orang lain.
Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat. Kondisi ini diakibatkan proses
penyembuhan inti dari papiloma atau gabungan dari lesi yang membentuk bundaran. Lesi di
aksila atau di lipat paha menyerupai condylomatalata. Papil-papil di telapak kaki berberntuk
tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa nyeri menandai stadium ini.

3)      Stadium Tersier


Pada stadium ini, sekitar 10% kasus setelah 5-15 tahun akan kembali kambuh, yang
ditandai dengan lesi kulit yang destruktif, lesi pada tulang dengan kemungkinan terkenanya
jaringan saraf dan penglihatan penderita. Bertambahnya ukuran, tidak nyeri, perkembangan
nodul-nodul dibawah kulit dengan penampakan nanah nekrosis dan ulkus.Ulkus tersebut
terinfeksi karena rusaknya struktur kulit dibawahnya.Bentuk hiperkeratosis dan keratoderma
pada telapak tangan dan kaki sangat jelas terlihat.Stadium ini dapat menyerang tulang dan
persendian.Infeksi tulang (osteitis) yang terutama menyerang tulang kaki dan tangan. Infeksi ini
apabila tidak terkendali akan menyebabkan hancurnya struktur tulang, dan berakhir dengan
kecacatan dan kelumpuhan.

2.7  Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL, TPHA,
dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada
fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan
giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut  Noordhoek, et al, (1990) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dengan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal
dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal
penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah
seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent Trepanomal
Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum)
biasanya tetap reaktif seumur hidup.
Dan dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1        Anamnese
2        Tanda (Sign)
3        Tes (Uji/Pemeriksaan)

2.8  Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2,4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk
1,2 juta unit anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihan, tetapi bagi mereka
yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5 – 10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan
dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara
epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
1)     Bila sero positif > 50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun > 5 % maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
2)        Bila sero positif 10 – 50 % atau prevalensi penderita di suatu desa 2 – 5 % maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.
3)        Bila sero positif kurang 10 % atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2 %
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
4)        Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb

Dosis dan Cara Pengobatan Frambusia


Pilihan utama

Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama


pemberian

10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal

≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal

Alternatif

< 8 tahun Eritromisin 30 mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari


dosis

8-15 tahun Tetra atau 250mg, 4×1 hri Oral 15 hari


erit.

>8 tahun Doxiciclin 2-5 mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari


dosis

Dewasa 100mg 2 × 1 hari Oral 15 hari

Keterangan :
Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau
anak dibawah umur 8 tahun.

2.9  Pencegahan dan Pemberantasan


Upaya Pencegahan (tahap Prepatogenesis),Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan
teknik yang ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut
sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya
hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja. Hal-hal yang
diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk manangani penyakit frambusia
dan penyakit golongan treponematosis non venereal lainnya.
1.      Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor penyebab, lingkungan serta
factor penjamu.
a.  Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi penyebab atau
menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi,
pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab
penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumebr
penularan maupun memutuskan rantai penularan, disamping karantina dan isolasi yang juga
dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita serta
pemusnahan sumber yang ada, serta mengurangi atau menghindari perilaku yang dapat
meningkatkan resiko perorangan dan masyarakat.
b.      Mengatasi atau modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk pemukiman lainnya,
perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti pemberantasan serangga dan
binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga,
hubungan antar individu dan kehidupan sosial masayarakat.
c.        Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status kesehatan
umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan
khusus lainnya, peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha
menghindari pengaruh factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui
peningkatan kualitas gizi, serta olahraga kesehatan.

2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)


Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap
menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha
pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat
dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera
mencegah proses penyakit untuk lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau
komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha surveillance
penyakit tertentu, pemeriksaan berjala serta pemeriksaan kelompok tertentu ( calon
pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit
tertentu secara umum dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada pada
proses prepatogenesis Framboesia.

3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)


Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit Framboesia dengan tujuan
mencegah jangan sampai cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit
tersebut atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah
proses penyakit lebih lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyembuhan penyakit Framboesia. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian funsi fisik,
psikologis, sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi
mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.

a. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Masyarakat (tahap Patogenesis)


1. Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan
tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal
dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk
dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan
penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2. Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan
sampai luka sembuh.
3. Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan
buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4. Karantina: Tidak perlu
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati
semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak
dengan sumber infeksi.
7. Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2
juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
b.UpayaPenanggulanWabah(TahapPascaPatogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi
tinggi. Program Pemberantasan Strategi Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1)Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan
penderita.
2)Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan
dilakukan pencarian kontak.
3)Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4)Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan sabun untuk mandi.

Cara – cara pemberantasan

A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada
pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebutsulit
ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya
hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya
menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan
sabun yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka
waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya
pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau laten.
Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan terhadap seluruh populasi
perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara
rutin dan surveilans yang berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak untuk
mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan penularan penyakit
padakomunitastetapberlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan diagnosa
dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye pemberantasan di masyarakat
(lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia
ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang
permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.

B.Pengawasanpenderita,kontakdanlingkungansekitarnya.
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan
tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal
dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk
dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan
penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua
penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak
dengansumberinfeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2
juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.

C. Upaya penanggulangan wabah:


 Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi.
Tujuan utama dari program ini adalah:
1) pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan;
2)   pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan
survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.

D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi ini tetap
ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.

E. Tindakan Internasional:
Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang melakukan program
pengobatanmassalaktifuntukmasyarakat,maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus
melakukan penelitian untuk menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia.
Terhadap penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat
sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.

Komplikasi
Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan menodai dan
melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat menyebabkan kelainan bentuk rahang kaki,
hidung, langit-langit dan bagian atas.
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan, 2007)

Asuhan keperawatan

Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasih atau data tentang pasien,agar dapat mengindentifikasih mengenai
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien,baik fisik mental sosial dan
lingkungan ( Affendy 1995,dalam dermawan,2012 )

tahap awal dari proses keperawatan, melakukan pengumpulana data dari berbagai sumber yang
bersangkutan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan dari klien tersebut.
Pengumpulan data dan merumuskan perioritas dari masalah klien, pengumpulan data yang
cermat pada klien dan keluaraga hal ini dilakukan dengan mewawancarai, mengobservasi dan
melakukan pemeriksaan.

1. Biodata klien
 Nama :
 Usia :
 Status :
 Agama :
 Pendidikan:
 Pekerjaan:
 Alamat dan sumber biaya:

2. Riwayat keperawatan
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan masalalu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yng menjadi faktor resiko
 Riwayat psikososial dan spiritual
 Kondisi lingkungan rumah
 Pola kebiasaan
3. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik umum
 System penglihatan
 System pendengaran
 System pernafasan
 System kardiovaskuler
 System hematologi
 System saraf pusat
 System pencernaan
 System endokrin
 System integument
 System muskuloskeletal

2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN :


Ø  Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
Ø  Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
Ø  Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
Ø  Gangguan citra tubuh  b/d perubahan postur tubuh
Ø  Ansietas b/d perubahan kesehatan.
Ø  Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit

Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serngkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untukmembantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke statuskesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriterial hasil yang diharapkan ( potter dan perry,2011 ).
Jadi implementasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi
dengan pasien,keluarga dan anggota kesehatan lainnya untuk membantu masalah kesehatan
pasien ya g sesuai dengan perencanaan dan kriterial hasil yang telah ditentukan dengan
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperaatan yang telah dilakukan
Evaluasi dan dokumentasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan sitematk dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan.dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dengan
tenaga kesehatan lainnya.evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksana tindakan keperawatan yang ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal da mengukur hasil dari proses keperawatan.

  2.9.   ASUHAN KEPERAWATAN


Tabel 2. Asuhan keperawatan Klien dengan Frambusia
Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional
1 Kerusakan Integritas Untuk memelihara Kaji kulit setiap hari. Menentukan garis dasar
Kulit b/d Adanya Lesi integritas Catat warna, turgor, dimana terjadi perubahan
kulit/mencapai sirkulasi, dan sensasi. pada status
penyembuhan tepat Amati perubahan lesi
waktu Pertahankan hygiene kulit.Masase meningkatkan
Misalnya dengan sirkulasi kulit dan
membasuh dan menambah kenyamanan
mengeringkannya dengan
hati-hati dan melakukan
masase dengan
menggunakan lotion atau
krim Kuku yang panjang / kasar
 Gunting kuku secara menimbulkan resiko
teratur kerusakan kulit
Digunakan pada perawatan
Kolaborasi pemberian lesi kulit
obat topical atau sistemik
Kolaborasi pemberian Melindungi area dari
salep antibiotik untuk kontaminasi bakteri dan
melindungi lesi meningkatkan
penyembuhan
2 Gangguan Mobilisasi Mobilisasi fisik   Kaji ketidakmampuan Dengan mengetahui derajat
b/d Kecacatan terpenuhi, bergerak klien yang ketidakmampuan bergerak
diakibatkan oleh klien dan persepsi klien
prosedur pengobatan dan terhadap immobilisasi akan
catat persepsi klien dapat menemukan aktivitas
terhadap immobilisasi. mana saja yang perlu
dilakukan.
Dengan ambulasi demikian
  Tingkatkan ambulasi klien dapat mengenal dan
klien seperti menggunakan alat-alat yang
mengajarkan perlu digunakan oleh klien
menggunakan tongkat dan juga untuk memenuhi
dan kursi roda. aktivitas klien
Pergantian posisi setiap 3 – 4
jam dapat mencegah
  Ganti posisi klien setiap 3 terjadinya kontraktur.
– 4 jam secara periodic. Membantu klien untuk
meningkatkan kemampuan
  Bantu klien mengganti dalam duduk dan turun dari
posisi dari tidur ke duduk tempat tidur.
dan turun dari tempat
tidur.
3 Gangguan Citra Tubuh Pasien dapat   Kaji adanya gangguan Gangguan citra diri akan
b/d Perubahan Postur mengembangkan pada citra diri pasien menyertai setiap penyakit
Tubuh peningkatan (menghindari kontak atau keadaan byata bagi
penerimaan diri mata, ucapan yang pasien. Kesan seseorang
merendahkan diri sendiri, terhadap dirinya sendiri
ekspresi perasaan muak akan berpengaruh pada
pada kondisi kulit dirinya sendiri
  Berikan kesempatan Pasien membutuhkan
untuk pasien pengalaman didengarkan
mengungkapkan. dan dipahami. Mendukung
Dengarkan dengan cara upaya pasien untuk
yang terbuka dan tidak memperbaiki citra diri
menghakimi untuk
mengekspresikan
berduka atau ansietas
tentang perubahan citra
tubuh
  Bersikap realistis selama Meningkatkan kepercayaan
pengobatan, pada dan mengadakan hubungan
penyuluhan kesehatan antara pasien dengan
perawat
  Jangan memberikan Meningkatkan perilaku
keyakinan yang salah positif dan memberikan
kesempatan untuk
menyusun tujuan dan
rencana untuk masa depan
berdasarkan realita
Mempertahankan pola
komunikasi dan
  Dorong interaksi keluarga memberikan dukungan
dan dengan rehabilitasi terus-menerus pada pasien
dan keluarga
4  Resiko Terjadi Infeksi ·  Mencapai   Ukur tanda-tanda vital Memberikan informasi data
b/d Kerusakan Pada penyembuhan tepat termasuk suhu dasar. Peningkatan suhu
Kulit, Pertahanan waktu, tanpa secara berulang-ulang dari
Tubuh Menurun komplikasi demam yang terjadi untuk
menunjukkan pada tubuh
bereaksi pada proses infeksi
yang baru.
  Mencegah kontaminasi
silang, menurunkan
resikoinfeksi
  Tekankan pentingnya
tekhnik mencuci tangan
yang baik untuk semua   Mencegah terpajan pada
individu yang kontak organism infeksius
dengan pasien
  Gunakan sapu tangan,
masker dan tekhnik
aseptic selama perawatan  Untuk mengetahui
dan berikan pakaian yang perubahan respon terhadap
steril atau baru terapi
  Observasi lesi secara   Mengurangi pathogen pada
periodic system integument dan
mengurangi kemungkinan
  Berikan lingkungan yang pasien mengalami infeksi
bersih dan berventilasi nosocomial
baik. Periksa pengunjung
atau staf terhadap tanda
infeksi dan pertahankan   Membunuh atau mencegah
kewaspadaan sesuai pertumbuhan
indikasi mikroorganisme penyebab
  Kolaborasi pemberian infeksi
preparat antibiotic
dengan dokter
5 ·     Ansietas b/d Pasien dapat   Berikan penjelasan yang Pengetahuan diharapkan
Perubahan Kesehatan menunjukkan sering dan informasi menurunkan ketakutan dan
penurunan ansietas tentang prosedur ansietas, dan memperjelas
sehingga dapat perawatan kesalahan konsep dan
menerima perubahan meningkatkan kerja sama
status kesehatannnya Meningkatkan rasa control
dengan cara sehat dan kerja sama,
menurunkan perasaan tak
  Libatkan pasien atau berdaya atau putus asa
orang yang terdekat Pada awalnya pasien dapat
dalam proses menggunakan penyangkalan
pengambilan keputusan untuk meurunkan dan
  Kaji status mental menyaring informasi secara
terhadap penyakit keseluruhan
Membantu pasien tetap
berhubungan dengan
lingkungan dan realitas
Pasien perlu membicarakan
  Berikan orientasi konstan apa yang terjadi terus-
dan konsisten menerus untuk membantu
beberapa rasa terhadap
situasi apa yang
  Dorong pasien untuk menakutkan
bicara tentang Pernyataan kompensasi
penyakitnya menujukkan realitas situasi
yang dapat membantu
pasien atau orang yang
terdekat menerima realita
dan mulai menerima apa
  Jelaskan pada pasien apa yang terjadi
yang terjadi.Berikan Perilaku masa lalu yang
kesempatan untuk berhasil dapat digunakan
bertanya dan berikan untuk membantu situasi saat
jawaban terbuka atau ini
jujur Mempertahankan kontak
dengan realitas keluarga,
membuat rasa kedekatan
  Identifikasi metode dan kesinambunga hidup
koping atau penangan
siuasi stress sebelumnya

  Dorong keluarga dan


orang yang terdekat
untuk mengunjungi dan Obat ansietas diperlukan
mendiskusikan yang untuk periode singkat
terjadi pada keluarga. sampai pasien lebih stabil
Mengingatkan pasien secara psikis
kejadian masa lalu dan
akan dating

  Kolaborasi sedative
ringan sesuai indikasi
6 · Kurang Pengetahuan Pasien mendapatkan  Tentukan apakah pasien Memberikan data dasar
b/d Kurang Informasi informasi yang mengetahui tentang untuk mengembangkan
Terhadap Perawatan adekuat tentang kondisi dirinya rencana penyuluhan
Kulit perawatan kulit   Pantau agar pasien Pasien harus memiliki
mendapatkan informasi perasaan bahwa ada sesuatu
yang benar, memperbaiki yang dapat diperbuat
kesalahan persepsi
informasi
  Berikan informasi yang Informasi tertulis dapat
spesifik dalam bentuk membantu mengingatkan
tulisan pasien
  Jelaskan penatalaksanaan  Meningkatkan partisipasi
minum obat: dosis, pasien, memahami aturan
frekuensi, tindakan, dan terapi dan mencegah putus
perlunya terapi dalam obat
jangka waktu lama
  Dorong pasien agar
mendapat status nutrisi Penampakkan kulit
yang sehat mencerminkan kesehatan
umum seseorang.
Perubahan kulit dapat
menandakan  status nutrisi
yang abnormal. Nutrisi yang
optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan
penyembuhan umum
kesehatan
Dukungan jangka panjang
  Tekankan perlunya atau dengan evaluasi ulang
pentingnya mengevaluasi continue dan perubahan
perawatan atau terapi dibutuhkan untuk
rehabilitasi penyembuhan optimal

2.10. Eradikasi Frambusia

Eradikasi Frambusia adalah upaya pembasmian yang dilakukan secara berkelanjutan


untuk menghilangkan Frambusia secara permanen sehingga tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat secara nasional.Surveilans Frambusia adalah kegiatan pengamatan yang sistematis
dan terus-menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian Frambusia dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan Frambusia untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Pemberian Obat Pencegahan secara Massal Frambusia yang selanjutnya disebut POPM
Frambusia adalah pemberian obat yang dilakukan untuk mematikan bakteri Treponema Pertenue
dan memutus mata rantai penularan secara serentak kepada penduduk sasaran di daerah endemis
Frambusia.

Pemberian Obat Pencegahan secara Massal Frambusia


Dalam upaya Eradikasi Frambusia, strategi utama yang harus dilakukan adalah
intensifikasi penemuan kasus Frambusia dan pelaporan setiap kasus Frambusia yang ditemukan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota sesegera mungkin.Pada desa pasca POPM total penduduk,
apabila kemudian ditemukan kasus Frambusia konfirmasi, maka segera dilakukan upaya
penghentian penularan Frambusia dengan metode POPM kasus dan kontak. Pemberian obat
pencegahan massal total penduduk atau disebut POPM total penduduk adalah memberikan obat
pencegahan kepada semua penduduk di desa endemis secara serentak (total penduduk) diikuti
dengan intensifikasi surveilans serta POPM kasus dan kontak agar mata rantai penularan
Frambusia dapat dihentikan di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
POPM total penduduk memerlukan perencanaan yang baik agar cakupan pemberian obat cukup
tinggi sehingga dapat menghentikan penularan Frambusia lebih cepat dan efisien..Tujuan
Menghentikan penularan Frambusia di seluruh wilayah Kabupaten/Kota secara cepat dan efisien.
Metode POPM total penduduk adalah upaya khusus untuk mempercepat penghentian penularan
Frambusia di kabupaten/kota yang memiliki desa endemis Frambusia. Metode yang diterapkan
adalah:
a) POPM total penduduk (menggunakan azitromisin) pada desaendemis Frambusia secara
serentak.
b) Intensifikasi surveilans kasus Frambusia pasca POPM total penduduk di semua desa,
baik desa endemis maupun desa lainnya.
c) Setiap kasus Frambusia yang ditemukan di daerah yang telah melaksanakan POPM total
penduduk segera dilakukan POPM kasus dan kontak. Secara skematis, penerapan
pemberian obat pada POPM total penduduk tersebut

JENIS OBAT
Obat yang digunakan dalam POPM Frambusia adalah Azitromisin dosis tunggal.Bentuk
sediaan berupa sirup kering, tablet, atau kaplet.Obat dapat diberikan pada saat perut kosong (1
(satu) jam sebelum makan) atau 2 (dua) jam sesudah makan.Namun, untuk meminimalkan efek
mual sebaiknya diberikan setelah makan.
Cara Pemberian Obat 1) Obat Azitromisin diberikan per oral.
2) Apabila terjadi reaksi alergi terhadap azitromisin, maka obat alternatif lain dapat diberikan.
3) Pada daerah yang dilakukan kegiatan POPM Kontak Kasus setelah POPM total penduduk
tidak tersedia obat Azitromisin, maka dapat digunakan obat lain sesuai rekomendasi ahli.Dosis
Pemberian Obat
1) Obat Azitromisin diberikan dengan dosis 30 mg/kg berat badan (maksimum 2 gram) atau
dosis menurut umur (dosis tunggal). Obat harus diminum di depan petugas.
2) Pada pelaksanaan di lapangan, pemberian obat Azitromisin.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada awal terjadinya infeksi frambusia, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati
agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Proses penyebaran frambusia
ada 2, yaitu penularan secara langsung (direct contact), dan penularan secara tidak langsung
(indirect contact). Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu : Stadium I, Stadium II atau
masa peralihan, dan Stadium III, selain itu juga dibagi lagi dalam beberapa tahapan, antara lain :
tahap prepatogenesis, tahap inkubasi, tahap dini, tahap lanjut, dan tahap pasca patogenesis.

3.2 Saran

Frambusia merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal yang dapat membuat
penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu kondisi tempat tinggal yang kotor dan tidak
sehat. Oleh karena itu, di harapkan bagi semua masyarakat untuk selalu memperhatikan kondisi
lingkungannya, dan menjaga kesehatan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan tempat
tinggal.
Daftar pustaka

http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/02/askep-klien-dengan-frambusia.html (diakses pada


tanggal 24 februari 2012) http://ichynurse.blogspot.com/2012/01/askep-frambusia.html (diakses
pada tanggal 23 februari 2012)

Heryanto. 2016 Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Penyakit Kulit Frambusia Vol.12 No. 3
Hal. 48-59. Jakarta: Fakultas Kedokeran Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai