DISUSUN OLEH
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat-Nya yang selalu dan senantiasa memberikan hikmat dan pengetahuan dan anugrah akal
budi kepada insan yang berharap kepada-Nya untuk berkreasi dan berkarya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN FRAMBUSIA ” ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, begitu banyak kekurangan
kelemahan baik pengetahuan, ketrampilan bahkan materi serta hambatan lain yang dialami.
Namun atas kerja keras, ketekunan dan dukungan dari berbagai pihak, maka penulisan makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karna itu, pada kesempatan ini penulis megucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Kupang,18September 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
BAB II ISI.................................................................................................................3
2.2 etiologi..........................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan
hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta
masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pada
awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke
kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.
Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga
mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang
dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum.
Setelah 5 -10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami lesi yang
merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan, kulit, serta jaringan halus yang akan
mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma sosial. Beban penyakit Selama
periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang terdapat hanya
di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang
gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak
tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan
pada umumnya didapati pada suku-suku didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan
pemberantasan penyakit frambusia dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus
baru dan membebaskan India bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence +
No sero positive cases among < 5 children. Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya
dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya
dilaporkan dari dilaporkan dari empat provinsi, yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat
tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya.
Upayaupaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat
dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program ini.
. 1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2.1 Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca
panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
2.2 Etiologi
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan
seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin,
pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan, dimana kepadatan
penduduk, kekurangan persediaan air, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat
di mana-mana.
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa
dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan
yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.Bisa dikatakan bahwa “penyakit
frambusia bermula dimana jalan berakhir”.
SEJARAH
Penyakit frambusia ( yaws ) pertama kali ditemukan oleh Castellani,pada tahun 1905.
Dalam bahasa inggris disebut yaws,ada juga yang menyebutkan frambesia tropica dan dala
bahasa jawa disebut pathek. Dizaman dahulu penyakit ini amat popular karena penderitanya
sangat mudah ditemukan dikalangan penduduk.
INSIDEN
Didunia pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di
afrika,asia,amerika selatan dan tengah serta kepulauan pasifik,sebanyak 25-150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampaye pemberantasan FRAMBUSIA dalam kurun waktu tahun
1954-1963,para peneliti menemukan terjadi penurunan yang drastic dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudia kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan publc serta pengobatan yang tidak adekuat.Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta
anak-anak beresiko terkena frambusia
2.3 Patofisiologi
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun
dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia
hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami
lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa terdapat infeksi alamiah yang disebabkan
oleh Treponema pallidum terhadap inang (manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan
infeksi lesi langsung pada kulit atau membran selaput lendir pada genetalia.Pada 10–20 kasus
lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan dapat
menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis yang rusak.
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa
menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu
setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang
bersih dan keras (chancre).Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat
ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul yang
lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007)
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung banyak spirocheta.
Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis
dan pasien akan melewati tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda
berkembangnya lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap
tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang dan
hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier
treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya
hypersensitivitas organisme. Treponema yang menahum dan atau laten terkadang infeksi dimata
atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990)
Pada subspecies perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu
dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri
treponema ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular
di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap
meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau
gejala hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006
; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).
Stadium akhir dari penyakit ini hanya dialami oleh sekitar 10% orang yang terinfeksi.Kondisi ini
dimulai setidaknya 5 tahun setelah frambusia awal muncul.Tahap akhir ini dapat menyebabkan
kerusakan parah pada kulit, tulang, dan sendi, terutama di kaki. Frambusia stadium akhir ini juga
dapat menyebabkan suatu bentuk kerusakan wajah, yang disebut gangosa atau rhinopharyngitis
mutilan karena menyerang dan menghancurkan sebagian hidung, rahang atas, langit-langit mulut
(atap mulut) dan bagian tenggorokan yang disebut faring. Jika ada pembengkakan di sekitar
hidung, orang dengan frambusia stadium akhir dapat mengalami sakit kepala dan hidung
berair/beringus.Mereka yang telah mencapai stadium 3 juga dapat memiliki penampilan wajah
yang disebut goundou.
2.6 Stadium
Frambusia umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Rata-rata terjadi
antara usia 6 – 10 tahun. Jenis kelamin tertentu tidak terkait dengan penyakit ini. Terdapat 3
stadium frambusia yang dikenal, yakni :
1) Stadium Primer
Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau induk
frambusia berkembang pada sisi yang terkena penularan berupa gigitan, goresan dan gesekan
dengan kulit yang terkena frambusia.Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan
kaki).Lesi berwarna kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal berbentol/kutil
(papul). Papul-papul tersebut akan meluas dengan diameter 1-5 cm untuk kemudian menjadi
ulkus (luka terbuka) dengan dasar berwarna kemerahan seperti buah berry. Lesi-lesi satelit bisa
bersatu membentuk plak.Karena jumlah treponema yang banyak, maka lesi tersebut sangat
menular.Pembesaran kelenjar limfa, demam serta rasa nyeri merupakan tanda dari stadium ini.
Induk frambusia akan pecah dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian tengah
yang bersifat hipopigmentasi.
2) Stadium Sekunder
Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer.Lesi kulit atau lesi anakan yang menyerupai
lesi induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya ditemukan dipermukaan tubuh dan sebagian
di rongga mulut atau hidung. Lesi anakan ini akan meluas, membentuk ulkus dan menghasilkan
cairan-cairan fibrin yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi krusta. Cairan
tersebut menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya ke orang lain.
Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat. Kondisi ini diakibatkan proses
penyembuhan inti dari papiloma atau gabungan dari lesi yang membentuk bundaran. Lesi di
aksila atau di lipat paha menyerupai condylomatalata. Papil-papil di telapak kaki berberntuk
tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa nyeri menandai stadium ini.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL, TPHA,
dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada
fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan
giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dengan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal
dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal
penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah
seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent Trepanomal
Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum)
biasanya tetap reaktif seumur hidup.
Dan dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1 Anamnese
2 Tanda (Sign)
3 Tes (Uji/Pemeriksaan)
2.8 Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2,4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk
1,2 juta unit anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihan, tetapi bagi mereka
yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5 – 10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan
dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara
epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
1) Bila sero positif > 50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun > 5 % maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
2) Bila sero positif 10 – 50 % atau prevalensi penderita di suatu desa 2 – 5 % maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.
3) Bila sero positif kurang 10 % atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2 %
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
4) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb
Alternatif
Keterangan :
Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau
anak dibawah umur 8 tahun.
A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada
pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebutsulit
ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya
hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya
menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan
sabun yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka
waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya
pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau laten.
Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan terhadap seluruh populasi
perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara
rutin dan surveilans yang berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak untuk
mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan penularan penyakit
padakomunitastetapberlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan diagnosa
dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye pemberantasan di masyarakat
(lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia
ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang
permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
B.Pengawasanpenderita,kontakdanlingkungansekitarnya.
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan
tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal
dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk
dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan
penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua
penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak
dengansumberinfeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2
juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi ini tetap
ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.
E. Tindakan Internasional:
Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang melakukan program
pengobatanmassalaktifuntukmasyarakat,maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus
melakukan penelitian untuk menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia.
Terhadap penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat
sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.
Komplikasi
Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan menodai dan
melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat menyebabkan kelainan bentuk rahang kaki,
hidung, langit-langit dan bagian atas.
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan, 2007)
Asuhan keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasih atau data tentang pasien,agar dapat mengindentifikasih mengenai
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien,baik fisik mental sosial dan
lingkungan ( Affendy 1995,dalam dermawan,2012 )
tahap awal dari proses keperawatan, melakukan pengumpulana data dari berbagai sumber yang
bersangkutan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan dari klien tersebut.
Pengumpulan data dan merumuskan perioritas dari masalah klien, pengumpulan data yang
cermat pada klien dan keluaraga hal ini dilakukan dengan mewawancarai, mengobservasi dan
melakukan pemeriksaan.
1. Biodata klien
Nama :
Usia :
Status :
Agama :
Pendidikan:
Pekerjaan:
Alamat dan sumber biaya:
2. Riwayat keperawatan
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan masalalu
Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yng menjadi faktor resiko
Riwayat psikososial dan spiritual
Kondisi lingkungan rumah
Pola kebiasaan
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum
System penglihatan
System pendengaran
System pernafasan
System kardiovaskuler
System hematologi
System saraf pusat
System pencernaan
System endokrin
System integument
System muskuloskeletal
Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serngkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untukmembantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke statuskesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriterial hasil yang diharapkan ( potter dan perry,2011 ).
Jadi implementasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi
dengan pasien,keluarga dan anggota kesehatan lainnya untuk membantu masalah kesehatan
pasien ya g sesuai dengan perencanaan dan kriterial hasil yang telah ditentukan dengan
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperaatan yang telah dilakukan
Evaluasi dan dokumentasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan sitematk dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan.dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dengan
tenaga kesehatan lainnya.evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksana tindakan keperawatan yang ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal da mengukur hasil dari proses keperawatan.
Kolaborasi sedative
ringan sesuai indikasi
6 · Kurang Pengetahuan Pasien mendapatkan Tentukan apakah pasien Memberikan data dasar
b/d Kurang Informasi informasi yang mengetahui tentang untuk mengembangkan
Terhadap Perawatan adekuat tentang kondisi dirinya rencana penyuluhan
Kulit perawatan kulit Pantau agar pasien Pasien harus memiliki
mendapatkan informasi perasaan bahwa ada sesuatu
yang benar, memperbaiki yang dapat diperbuat
kesalahan persepsi
informasi
Berikan informasi yang Informasi tertulis dapat
spesifik dalam bentuk membantu mengingatkan
tulisan pasien
Jelaskan penatalaksanaan Meningkatkan partisipasi
minum obat: dosis, pasien, memahami aturan
frekuensi, tindakan, dan terapi dan mencegah putus
perlunya terapi dalam obat
jangka waktu lama
Dorong pasien agar
mendapat status nutrisi Penampakkan kulit
yang sehat mencerminkan kesehatan
umum seseorang.
Perubahan kulit dapat
menandakan status nutrisi
yang abnormal. Nutrisi yang
optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan
penyembuhan umum
kesehatan
Dukungan jangka panjang
Tekankan perlunya atau dengan evaluasi ulang
pentingnya mengevaluasi continue dan perubahan
perawatan atau terapi dibutuhkan untuk
rehabilitasi penyembuhan optimal
JENIS OBAT
Obat yang digunakan dalam POPM Frambusia adalah Azitromisin dosis tunggal.Bentuk
sediaan berupa sirup kering, tablet, atau kaplet.Obat dapat diberikan pada saat perut kosong (1
(satu) jam sebelum makan) atau 2 (dua) jam sesudah makan.Namun, untuk meminimalkan efek
mual sebaiknya diberikan setelah makan.
Cara Pemberian Obat 1) Obat Azitromisin diberikan per oral.
2) Apabila terjadi reaksi alergi terhadap azitromisin, maka obat alternatif lain dapat diberikan.
3) Pada daerah yang dilakukan kegiatan POPM Kontak Kasus setelah POPM total penduduk
tidak tersedia obat Azitromisin, maka dapat digunakan obat lain sesuai rekomendasi ahli.Dosis
Pemberian Obat
1) Obat Azitromisin diberikan dengan dosis 30 mg/kg berat badan (maksimum 2 gram) atau
dosis menurut umur (dosis tunggal). Obat harus diminum di depan petugas.
2) Pada pelaksanaan di lapangan, pemberian obat Azitromisin.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada awal terjadinya infeksi frambusia, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati
agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Proses penyebaran frambusia
ada 2, yaitu penularan secara langsung (direct contact), dan penularan secara tidak langsung
(indirect contact). Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu : Stadium I, Stadium II atau
masa peralihan, dan Stadium III, selain itu juga dibagi lagi dalam beberapa tahapan, antara lain :
tahap prepatogenesis, tahap inkubasi, tahap dini, tahap lanjut, dan tahap pasca patogenesis.
3.2 Saran
Frambusia merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal yang dapat membuat
penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu kondisi tempat tinggal yang kotor dan tidak
sehat. Oleh karena itu, di harapkan bagi semua masyarakat untuk selalu memperhatikan kondisi
lingkungannya, dan menjaga kesehatan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan tempat
tinggal.
Daftar pustaka
Heryanto. 2016 Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Penyakit Kulit Frambusia Vol.12 No. 3
Hal. 48-59. Jakarta: Fakultas Kedokeran Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dokumentasi