Anda di halaman 1dari 46

AsSUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAPASAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu Dwi Retno Wulan,S.Kep,Ners.,M.Kep,Sp.An

Disusun Oleh :

Husnul Fikri Faturahman C1AA19040


Retno Arty Ambarsari C1AA19084
Ruslan Ramli C1AA19090
Siti Mariam Nopitasari Fauzia C1AA19100

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

KOTA SUKABUMI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang mana berkat rahmatnya kami dapat menyusun
makalah ini dengan lancar.

Makalah ini merupakan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan”.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya makalah ini dapat
memberikan pemikiran serta kelancaran tugas kami selanjutnya dan dapat berguna bagi
semua pihak Aamiin.

Sukabumi, April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................6

1.3 Tujuan....................................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................7

2.1 Sistem Respirasi......................................................................................................................7

2.2 Patofisiologi Sistem Respirasi Pada Anak..............................................................................9

2.3 Asuhan Keperawatan............................................................................................................32

BAB III PENUTUP...........................................................................................................................45

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................45

3.2 Saran....................................................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................46
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada anak adalah kondisi yang sama sekali tak boleh dianggap sepele. Sebab, bisa jadi kondisi
tersebut muncul sebagai tanda adanya gangguan pernapasan yang bersifat serius. Meski tidak melulu
menjadi tanda penyakit, namun sesak napas pada anak harus segera ditangani agar tidak memicu
kondisi yang berbahaya.

Pada dasarnya, saluran pernapasan dalam tubuh manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu
saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas meliputi bagian
mulut, hidung, dan tenggorokan. Sementara yang termasuk dalam saluran pernapasan bawah adalah
bronkus dan paru-paru.

Saat bernapas, sistem pernapasan akan memasok oksigen ke darah yang kemudian akan
disalurkan ke seluruh tubuh. Nah, saat sesak napas terjadi, maka proses itu bisa terganggu dan
menyebabkan anak mengalami gejala kesulitan bernapas. Kenapa kelompok memilih topik ini dibahas
untuk presentasi dikarenakan pada saat ini di Indonesia sendiri angka kejadian gangguan pernapasan
pada anak tergolong tinggi seperti data yang telah kelompok dapatkan, seperti contoh dibawah ini :

Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi
dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia
sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh
kematian balita (Listyowati, 2013).

Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama
penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita.Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di
Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % -41,4 % dengan 16
provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Selain itu ISPA juga sering berada
pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA
tahun 2016 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 32,10% dari seluruh kematian balita. (Susanti, 2017)

Kelompok anak usia sekolah menyumbang 8,87 persen atau sebesar 59.776 kasus dari total kasus
Corona di Indonesia. rentang usia sekolah ini dibagi menjadi 5 kelompok, yakni usia 0-2 tahun (setara
Paud), 3-6 tahun (setara TK), 7-12 tahun (setara SD), 13-15 tahun (setara SMP), dan 16-18 tahun
(setara SMA).
Tahun 2010 di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah
sakit. Angka kematian penyakit tertentu atau crude fatality rate (CFR) akibat penyakit ini pada
periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus adalah 7,6 persen. Menurut Profil Kesehatan Indonesia,
pneumonia menyebabkan 15 persen kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari
tahun 2015-2018 kasus pneumonia yang terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5 tahun meningkat
sekitar 500.000 per tahun. Tercatat jumlah penderita radang paru tersebut mencapai 505.331 pasien
dengan 425 pasien meninggal.

Difteri banyak menyerang pada usia anak 5-7 tahun. Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diphtheria (Kementerian Kesehatan, 2014). Golongan umur yang sering
terkena difteri adalah 5-7 tahun. kasus difteri pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko
seperti status gizi anak, status imunisasi yang tidak lengkap, serta adanya riwayat kontak dengansi
penderita. Di Indonesia difteri tersebar merupakan masalah kesehatan berbasis lingkungan yang
tersebar di seluruh dunia. Di Asia Tenggara (South East Asia Regional Office) pada Tahun 2011
Indonesia menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus (WHO, 2012). Dari 22 provinsi yang
melaporkan adanya kasus difteri, provinsi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 295
kasus yang berkonstribusi sebesar 74%. Dari total kasus tersebut, sebanyak 37% tidak mendapakan
vaksin campak.

Di Indonesia, prevalensi asma menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 sebesar 4%.
Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi asma untuk
seluruh kelompok usia sebesar 3,5% dengan prevalensi penderita asma pada anak usia 1 - 4 tahun
sebesar 2,4% dan usia 5 - 14 tahun sebesar 2,0%. 56 negara salah satunya adalah Indonesia.4-7
Kuesioner ISAAC ditujukan pada kelompok usia 6 - 7 tahun dan usia 13 - 14 tahun. Hasil dari survei
tersebut bervariasi di beberapa negara dengan prevalensi asma antara 2,1 - 32,2%. Hasil survei
dengan menggunakan kuesioner ISAAC pada siswa usia 13 - 14 tahun di Indonesia menunjukkan
bahwa di Jakarta Timur prevalensi asma pada tahun 2001 sebesar 8,9% dan meningkat menjadi
13,4% pada tahun 2008.4,5 Survei yang sama dilakukan pada kelompok usia 13 - 14 tahun

Proporsi kasus TB Anak diantara semua kasus yang diobati di Indonesia dari 2010 sampai 2018


berkisar pada 9,4% sampai 11%. Angka ini masih berada pada batas normal proporsi kasus TB
anak diantara semua kasus TB. Sesuai modelling kasus TB anak yang diperkiraan sekitar 10-15%
1.2 Rumusan Masalah
A. Anatomi Sistem Respirasi Manusia
B. Fatofisiologi Sistem Respirasi Manusia
C. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Respirasi
D. Dampak Terhadap Keluarga dengan Anak Gangguan Respirasi

1.3 Tujuan
A. Agar Mahasiswa Memahami bagaimana Sistem Respirasi Manuisa
B. Agar mahasiswa memahami bagaimana Fatofisiologis dan Asuhann Keperawatan
pada Gangguan Respirasi
C. Agara mahasiswa memahami bagaimana dampak terhadap keluarga dengan anak
yang memiliki gangguan Respirasi
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sistem Respirasi
Respirasi adalah proses menghirup udara bebas yang mengandung O2
(oksigen) dan mengeluarkan udara yang mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai
sisa oksidasi keluar dari tubuh. Proses menghirup oksigen ini disebut inspirasi
sedangkan proses mengeluarkan karbondioksida disebut ekspirasi. Sistem respirasi
terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Adapun
fungsi dari respirasi antara lain :
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh
2. Mengeluarkan karbondioksida dan dibawa oleh darah ke paru-paru untuk
dibuang
3. Menghangatkan dan melembabkan udara

HIDUNG
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru,
sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang
dihirup ke dalam paru-paru. Nasal terdiri atas bagian eksternal dan internal. Bagian
eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago,
dilindungi otot-otot dan kulit, serta dilapisi oleh membrane mukosa. Lapisan dalam
terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka
nasal) yang berjumlah tiga buah antara lain konka nasalis inferior, konka nasalis
media, dan konka nasalis superior. Fungsi dari organ hidung antara lain :

1. Bekerja sebagai saluran udara pernapasan


2. Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3. Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa
4. Membunuh kuman yang masuk bersama udara pernapasan oleh leukosit yang
terdapat dalam selaput lendir (mukosa)

FARING
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan saluran yang
memiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar tengkorak dan vertebra
servikalis servikalis ke -6. Faring berada di belakang hidung, mulut dan laring.
Faring dibagi menjadi tiga bagian :

1. Nasofaring (Saluran pernafasan bagian depan). Bagian nasal faring terletak di


belakang hidung dan di atas palatum molle.
2. Orofaring (Saluran pernafasan bagian belakang).
3. Laringofaring. Bagian laryngeal faring memanjang dari atas orofaring dan
berlanjut ke bawah osofagus.

Adapun fungsi faring yaitu :

1. Saluran nafas dan makanan. Faring adalah organ yang terlibat dalam system
pencernaan dan pernafasan: uadara masuk melalui bagian nasal dan oral,
sedangkan makanan memalui bagian oral dan laring.
2. Penghangat dan pelembab. Udara dihangatkan dan dilembabkan saat masuk
ke faring.
3. Berbicara.

LARING
Laring memanjang dari langitlangit lidah dan tulang hiroid hingga trakea.
Laring berada di depan laringofaring pada vertebra servikalis ke-3, 4, 5 dan 6. Fungsi
faring antara lain produksi suara, berbicara, dan jalan masuk udara sebagai
penghubung antara faring dan trakea.

TRAKEA
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11
cm. Tulang rawan berfungsi mencegah terjadinya penyumbatan dan menjamin
keberlangsungan jalannya udara. Trakea berfungsi sebagai tempat perlintasan udara
setelah melewati saluran pernafasan bagian atas yang membawa udara bersih,
hangat, dan lembab. Pada trakea terdapat sel-sel bersilia yang berguna untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

BRONKUS DAN BRONKIOLUS


Bronchus adalah percabangan yang terdapat pada ujung batang
tenggorok/trakea. Struktur penyusun bronchus terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot
polos, dan jaringan tulang rawan. Bronkus mempunyai dua percabangan, bronkus
kanan lebih besar dan lebih pendek, panjang nya sekitar 2,5 cm dan mempunyai tiga
cabang. Bronkus kiri panjangnya sekitar 5 cm, lebih sempit, dan mempunyai dua
cabang. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan
keluar paru-paru. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus. Pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru atau gelembung hawa
yang disebut alveolus.

PARU-PARU
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung alveoli. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Paru-paru terletak di dalam rongga dada,
dilindungi oleh struktur tulang selangka. Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram
sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar. Selaput yang
membungkus paru-paru disebut pleura. Pada keadaan normal , kavum pleura hampa
udara, sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-
paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

Paru-paru dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (lobus
dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior). Paru-paru kiri terdiri dari pulmo
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran
oksigen dan karbondioksida.

2.2 Patofisiologi Sistem Respirasi Pada Anak


1. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran
pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat menyebabkan
berbagai spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah
dan mematikan, yang dipengaruhi oleh patogen penyebab, faktor lingkungan,
dan faktor pejamu. Penyakit ini dapat menyerang saluran napas mulai dari
hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah,
pleura). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran
nafas dan menimbulkan reaksi inflamasi. Virus yang paling sering
menyebabkan ISPA pada balita adalah influenza-A, adenovirus, parainfluenza
virus. Proses patogenesis terkait dengan tiga faktor utama, yaitu keadaan
imunitas inang, jenis mikroorganisme yang menyerang pasien, dan bernagai
faktor yang berinteraksi satu sama lain. ISPA termasuk golongan Air Borne
Disease yang penularan penyakitnya melalui udara. Patogen yang masuk dan
menginfeksi saluran pernafasan dan menyebabkan inflamasi. Penyakit infeksi
ini dapat menyerang semua golongan umur, akan tetapi bayi, balita, dan
manula merupakan yang paling rentan untuk terinfeksi penyakit ini.
ETIOLOGI
Penyebab utama ISPA adalah infeksi virus, seperti rhinovirus,
adenovirus, virus coxsackie, parainfluenza, dan RSV (respitatory syncytial
virus). Namun pada kasus tertentu, ISPA pada anak juga bisa disebabkan oleh
infeksi bakteri. Virus dan bakteri penyebab ISPA dapat menyebar dan menular
dengan beberapa cara, misalnya saat anak menghirup percikan bersin dari
seseorang yang terinfeksi ISPA. Penyebaran juga dapat terjadi saat anak
memegang benda yang telah terkontaminasi virus atau kuman penyebab ISPA
dan secara tidak sadar menyentuh hidung atau mulutnya sendiri. ISPA juga
cenderung lebih sering terjadi di musim hujan.
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan akut akibat infeksi virus
biasanya akan menetap selama 1-2 minggu. Setelah itu, kondisi anak akan
mereda dengan sendirinya. Selama sakit, anak perlu dirawat di rumah agar ia
dapat beristirahat dengan lebih nyaman. Saat mengalami ISPA, anak-anak
dapat mengalami gejala atau keluhan berupa:
 Hidung tersumbat atau pilek.
 Bersin.
 Batuk-batuk.
 Sakit tenggorokan hingga suara serak.
 Mata terasa sakit, berair, serta kemerahan.
 Sakit kepala.
 Nyeri otot.
 Demam.
 Sakit ketika menelan.

Meski dapat membaik sendiri, ISPA pada anak perlu diwaspadai jika
semakin lama semakin parah atau disertai gejala berikut:

 Sesak napas.
 Napas berbunyi.
 Nyeri di bagian dada atau perut.
 Kejang.
 Penurunan kesadaran.
 Bibir dan kuku tampak kebiruan.
 Kulit menjadi pucat dan teraba dingin.
 Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah, dan diare.

Jika terdapat beberapa gejala di atas, bisa jadi ISPA pada anak sudah
menyebabkan komplikasi yang lebih berat, seperti dehidrasi, pneumonia,
bronchitis dan kondisi-kondisi tersebut perlu segera ditangani.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah


invasi patogen sehingga terjadi reaksi inflamasi akibat respon imun. Penyakit
yang termasuk ISPA adalah rhinitis (common cold), sinusitis, faringitis,
tonsilofaringitis, epiglotitis, dan laringitis.
ISPA melibatkan invasi langsung mikroba ke dalam mukosa saluran
pernapasan. Inokulasi virus dan bakteri dapat ditularkan melalui udara,
terutama jika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin. Setelah terjadi
inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa pertahanan saluran napas,
seperti barrier fisik, mekanis, sistem imun humoral, dan seluler. Barrier yang
terdapat pada saluran napas atas adalah rambut-rambut halus pada lubang
hidung yang akan memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, struktur anatomis
persimpangan hidung posterior ke laring, dan sel-sel silia. Selain itu, terdapat
pula tonsil dan adenoid yang mengandung sel-sel imun.
Patogen dapat masuk dan berhasil melewati beberapa sistem
pertahanan saluran napas melalui berbagai mekanisme, seperti produksi
toksin, protease, faktor penempelan bakteri, dan pembentukan kapsul untuk
mencegah terjadinya fagositosis. Hal ini menyebabkan virus maupun bakteri
dapat menginvasi sel-sel saluran napas dan mengakibatkan reaksi inflamasi.
Beberapa respon yang dapat terjadi adalah pembengkakan lokal, eritema,
edema, sekresi mukosa berlebih, dan demam sebagai respon sistemik.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat berupa


kompres hangat, perbanyak minum air putih, irigasi nasal, dan terapi
medikamentosa.
a) Terapi Non-farmakologis
Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya hanya
bersifat suportif saja.
 Memperbanyak Minum
Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat menurunkan
sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan. Selain itu,
minum air putih serta jus dilaporkan dapat meningkatkan sistem imun.
 Kompres Hangat
Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat
pernapasan lebih nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat
drainase lebih baik pada rhinosinusitis. Gunakan lap hangat atau botol
berisi air hangat yang diletakkan di atas wajah dan pipi selama 5-10
menit sebanyak 3-4 kali dalam sehari jika diperlukan.
 Irigasi Nasal
Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa
nasal untuk melawan agen infeksius, dan berbagai iritan. Irigasi nasal
dapat meningkatkan fungsi mukosiliar dengan meningkatkan
frekuensi gerakan siliar. Irigasi nasal dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan salin isotonik (NaCl 0,9%) via spuit ataupun
spray dengan frekuensi 2 kali dalam sehari.

b) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan
gejala. Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.
 Terapi Simptomatik
Dekongestan oral atau topikal dapat membantu mengurangi keluhan
pada pasien dengan rhinorrhea. Sebaiknya dekongestan diberikan
pada anak di atas 2 tahun karena efek sampingnya seperti gelisah,
palpitasi, dan takikardia. Dekongestan topikal seperti fenilepinefrin
atau oxymetazoline lebih banyak dipakai, sebaiknya digunakan 3-4
hari saja untuk menghindari efek rebound.
Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek antikolinergik
sehingga dapat digunakan untuk mengurangi rhinorrhea dan bersin.
Antihistamin yang biasanya digunakan adalah chlorpheniramine
maleate atau diphenhydramine.
Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk mengurangi
sekresi nasofaring. Guaifenesin dinilai dapat menurunkan sekresi dan
meningkatkan drainase pada pasien nasofaringitis atau rinosinusitis,
namun bukti klinisnya masih terbatas. Selain itu, codeine merupakan
obat yang sering digunakan pada pasien dengan keluhan batuk.
Codeine berperan sebagai antitusif yang bekerja secara sentral.
 Antiviral
Pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral bisa
dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika terjadi
outbreak influenzae dimana manfaat lebih banyak dibandingkan
risiko. Antiviral diberikan pada pasien yang berisiko tinggi
mengalami perburukan gejala. Misalnya pada pasien yang sedang
hamil, bayi usia < 6 bulan, pasien usia > 65 tahun, pasien
immunocompromised, dan pasien dengan morbid obesitas. Regimen
yang bisa digunakan adalah oseltamivir 2 x 75 mg hingga maksimal
10 hari.
 Terapi Antibiotik
Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus, sehingga penggunaan
antibiotik tidak efektif dan hanya boleh digunakan jika terdapat
kecurigaan atau konfirmasi adanya infeksi bakteri.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul pada ISPA (Rahajoe, 2008) yaitu otitis media
akut, Rinosinusitis, Pneumonia, Epistaksis, Konjungtivis, dan Faringitis.

2. Covid-19
Covid-19 merupakan singkatan dari Corona Virus Disease, penyakit
menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang ditemukan pada Desember 2019 di China.
Penyakit ini bisa menimbulkan manifestasi klinis pada saluran napas, paru dan
sistemik.
ETIOLOGI
Infeksi coronavirus disebabkan oleh virus corona itu sendiri.
Kebanyakan virus corona menyebar seperti virus lain pada umumnya, seperti:
1) Percikan air liur pengidap (bantuk dan bersin).
2) Menyentuh tangan atau wajah orang yang terinfeksi.
3) Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang barang yang
terkena percikan air liur pengidap virus corona.
4) Tinja atau feses (jarang terjadi)
Khusus untuk COVID-19, masa inkubasi belum diketahui secara pasti.
Namun, rata-rata gejala yang timbul setelah 2-14 hari setelah virus pertama
masuk ke dalam tubuh. Di samping itu, metode transmisi COVID-19 juga
belum diketahui dengan pasti. Awalnya, virus corona jenis COVID-19 diduga
bersumber dari hewan. Virus corona COVID-19 merupakan virus yang
beredar pada beberapa hewan, termasuk unta, kucing, dan kelelawar.
Sebenarnya virus ini jarang sekali berevolusi dan menginfeksi manusia dan
menyebar ke individu lainnya. Namun, kasus di Tiongkok kini menjadi bukti
nyata kalau virus ini bisa menyebar dari hewan ke manusia. Bahkan, kini
penularannya bisa dari manusia ke manusia.
TANDA DAN GEJALA
Anak-anak bisa terinfeksi virus corona (Covid-19), tetapi mereka lebih
jarang tertular dibanding orang dewasa dan biasanya tidak begitu serius.
Dirangkum dari laman National Health Service, gejala utama virus corona
pada anak-anak di antaranya adalah:
1) Suhu tinggi
2) Batuk secara terus menerus selama lebih dari satu jam, atau 3 lebih
episode batuk dalam 24 jam.
3) Kehilangan atau terdapat perubahan pada indera penciuman dan perasa.
Hal ini berarti, mereka tidak dapat mencium atau merasakan apa pun, atau
terjadi gangguan pada indra penciuman dan perasa.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus
dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan
memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 pada inang. (SARS-CoV-2) menggunakan reseptor
angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus
respirat orius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk.
Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel
manusia. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan
pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya,
RTC akan mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan
pembentukan protein struktural dan tambahan. Gabungan retikulum
endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein nukleokapsid, dan
glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus. Virion kemudian
akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi
melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi
sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius bawah, yang
kemudian menyebabkan gejala pada pasien.
PENATALAKSANAAN
Tak ada perawatan khusus untuk mengatasi infeksi virus corona.
Umumnya pengidap akan pulih dengan sendirinya. Namun, ada beberapa
upaya yang bisa dilakukan untuk meredakan gejala infeksi virus corona.
Contohnya:
1) Minum obat yang dijual bebas untuk mengurangi rasa sakit, demam, dan
batuk. Namun, jangan berikan aspirin pada anak-anak. Selain itu, jangan
berikan obat batuk pada anak di bawah empat tahun.
2) Gunakan pelembap ruangan atau mandi air panas untuk membantu
meredakan sakit tenggorokan dan batuk.
3) Perbanyak istirahat.
4) Perbanyak asupan cairan tubuh.
5) Jika merasa khawatir dengan gejala yang dialami, segeralah hubungi
penyedia layanan kesehatan terdekat.
Khusus untuk virus corona yang menyebabkan penyakit serius, seperti SARS,
MERS, atau infeksi COVID-19, penanganannya akan disesuaikan dengan
penyakit yang diidap dan kondisi pasien. Bila pasien mengidap infeksi novel
coronavirus, dokter akan merujuk ke RS Rujukan yang telah ditunjuk oleh
Dinkes (Dinas Kesehatan) setempat. Bila tidak bisa dirujuk karena beberapa
alasan, dokter akan melakukan:
1) Isolasi
2) Terapi simptomatik.
3) Terapi cairan.
4) Ventilator mekanik (bila gagal napas)
5) Bila ada disertai infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik.

3. Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi pernapasan bawah akut (ISNBA) (Sylvia
A.price). dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan
oleh agent infeksius seperti virus, bakteri, fungi, dan aspirasi substansi asing,
berupa radang paru paru yang diserati eksudasi dan konsolidasi.
ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infus oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemaiakan ventilator oleh p. Aeruginosa dan eterobacter.
Pada masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang
tidak tepat. Setelah masuk paru paru organisme bermultiplikasi dan jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru terjadi pneumonia.
MANIFESTASI KLINIS
a. Demam, sering Demam, sering tampak sebagai tandan infeksi yang
pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan-3 tahun dengan suhu
mencapai 39,5-40,5 bahkan dengan infeksi ringan.
b. Menigismus, yaitu tanda tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan demam yang tiba tiba disertai dengan sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher.
c. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa
kanak kanak. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit
melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke
tahap pemulihan.
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat tetapi
dapat menetap selama sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai iinfeksi pernapasan, khususnya karena virus
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dengan nyeri apendiksitis.
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat memepengaruhi pernafasan
dan menyusu bayi.
h. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan, dapat
menjadi bukti selama fase akut.
i. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, ngorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
j. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang seering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan
makan per oral.
k. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja.
Pada umur 2 bulan-11 bulan lebih atau sama dengan 50 kali per menit
Pada anak umur 1 tahun-5 tahun lebih atau sama dengan 40 kali per menit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar x : mengidentifikasikan distribusi structural (missal : lobar,
bronchial) dapat juga menyatakan abses)
b. Biopsy paru : untuk menetapkan diagnosis
c. Pemeriksaan Gram/Kultur, seputum dan darh : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus
e. Pemeriksaan Fungsi Paru : untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Spiromterik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

PENATALAKSANAAN

Kepada penderita yang penyakitnya tidak teralalu berat, bisa diberikan


antibiotic per oral dan tetap tinggal dirumah. P[enderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harus di rawat dan antibiotic di berikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tamabahn, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu dua minggu. Penatalaksanaan umum yang
dapat diberikan natara lain :
a. Oksigen 1-2 L/menit
b. IVFD dekstrose 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml caian.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makan enternal bertahap
melalui selang nasogastric dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk mempperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.
Penatalaksanaan Pneumonia tergantung pada penyebab, antibiotic diberikan
sesuai hasill kultur.

4. Tuberculosis (TBC)
Tuberculosis adalah penyakit inpeksi menular yang disebabkan
mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
bagian tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui
inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut
(Sylvia. A Price)

ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobakterium Tuberkulosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari,
dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovina da dalam susu sapi yang mengalami
mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah dan
di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan
terinfeksi bila menghirupnya.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru paru bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran
darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat
bertahan sampai bertahun tahun.
Dalam perjalananya terdapat 4 fase : (wim de jong)
a. Fase 1 (fase tuberculosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
b. Fase 2
c. Fase 3 (fase laten) fase dengan kuman yang tidur bertahun tahun dan
reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa
terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba pallopi, otak, kelenjar limf hilus,
leher dan ginjal.
d. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar
ke organ yang lain dan kedua ke ginjal setelah paru.
MANIFESTASI KLINIS
a. Demam 40-41 drajat Celcius, serta ada batuk /batuk darah
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat dingin
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
f. Pada anak :
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2minggu
- Batuk kronik lebih atau sama dengan 3 minggu, dengan atau tanpa
wheeze
- Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
a. Obat Ant Tuberkulosis (AOT)
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
- Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/mingguatau
BB>60 kg : 600 mg
BB40-60 kg : 450 mg
BB<40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
- INH
Dosis 5 mg/kg BB maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali
seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari
Untuk dewasa. Intermiten : 600 mg/kali
- Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali seminggu,
50 mg/kg BB 2 kali seminggu ata
BB>60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB<60 kg : 750 mg
- Steptomisin
Dosis 15 mg/ kg BB atau
BB >60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB<40 kg : sesuai BB
- Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30
mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2X seminggu atau
BB>60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg :1000 mg
BB<40kg : 750 mg
2) Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali
- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu ripampisin
150 m, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275
mg dan
- Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu : rifampisisn
250 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
- Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi
dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama
fase intensif, sedangkan fase lanjutan bisa menggunakan
kombinasi dosis 2 obat anti tuberculosis seperti yang selama ini
telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
3) Jenis obat Tmabhan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin+asam
klavulanat
- Derivate rifampisin dan INH
b. Paduan obat anti tuberculosis
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi :
1) TB paru (kasus baru) BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE/4 RH
Alternative : 2 RHZE/4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA +
- TB paru BTA –
- TB diluar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan bila diperlukan bisa diberikan selama 7
bulan, dengan padua 2RHZE / 7 RH dan alternative 2 RHZE /
7R3H3, seperti pada keadaan :

- TB dengan lesi luas


- Disertai dengan penyakit komorbid (DM)
- Pemakaian obat imunosepresi
- TB kasus berat
2) TB paru (kasus baru) BTA negative
Paduan obat yang diberikan : 2RHZ / 4 RH
Alternative : 2 RH /4 R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA negative dengan gambaran radilogi lesi minimal
- TB diluar paru kasus ringan
- TB paru kasus kambuh
3) TB paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan
minimal penggunaan 4-5 OAT yang masih sensitive (seandainya H
resisten, tetap diberikan) dengan lama pengobatan minimal 1-2
tahun.
4) TB paru kasus lalai berobat
- Penderita yang menghentikan pengobatan < 2 minggu
pengobatan OAT tetap dilanjutkan sesuai jadwal.
- Penderita menghentikan pengobatannya lebih atau sama dengan
2 minggu
- Berobat lebih atau sama dengan 4 bulan, BTA negative dan
klinik, radiologic negative pengobatan OAT stop
- Berobat > 4 bulan , BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dngan paduan obat yang lebih kuat dan waktu lebih lama
- Berobat,4 ualn, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
- Berobat ,4 bulan, berhenti berobat . 1 bulan, BTA negative :
akan tetapi klinik dan radiologic positip : pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang sama.
- Berobat < 4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
5) TB paru kasus Kronik
- Pengobatan TB kasus kronik jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika sudah ada hasil uji resistensi sesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
c. Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat,
dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/ simtomatik untuk meningkatnya daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala/ keluhan.
1) Penderita rawat jalan
- Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya).
- Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
- Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain.
2) Penderita rawat inap
- TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb: Batuk darah (profus),
keadaan umum buruk, Pneumotoraks, Empiema, Efusi pleura
massif/bilateral, sesak napas berat (bukan karena efusi pleura).
- TB diluar paru yang mengancam jiwa: TB paru milier,
Meningitis TB.
d. Terapi pembedahan
1) Indikasi mutlak
- Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
- Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
- Penderita dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif

2) Indikasi relatif

- Penderita dengan dahak negatif dengan batuk dahak berulang


- Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
- Sisa kaviti yang menetap
e. Tindakan Invasif (Selain pembedahan)
- Bronkoskopi
- Punksi pleura
- Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
f. Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
- Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan
- Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan Negatif

5. Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek. Serangan asma didefinisikan sebagai
episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejalagejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala
tersebut.
ETIOLOGI

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita


asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012). Meski demikian, ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena asma, di
antaranya:

1. Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut dan sebagainya (Muttaqin, 2012). Debu rumah tangga
sudah terkenal sejak lama sebab utama timbulnya asma, terutama debu karpet,
jok kursi yang berbulu, tumpukan surat kabar, majalah, buku, dan pakaian.
Semakin lama umurnya dan semakin lama tak di bersihkan, semakin
berbahaya pula debunya (Danusantoso Halim, 2012).

2. Infeksi Saluran Pernafasan

Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza


merupakan salah satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronchial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan (Muttaqin, 2012).

3. Tekanan Jiwa

Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena kebanyakan
orang byang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak penderita asma bronchial.
Factor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadianya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak
(Muttaqin, 2012).

4. Olahraga/Kegiatan Jasmani yang Berat.

Sebagian penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila


melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA)
terjadi setelah olahraga atau aktifitas yang cukup berat dan jarang serangan
timbul beberapa jam setelah olahraga (Muttaqin, 2012).

5. Obat-obatan

Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta bloker, kodein dan sebagainya
(Muttaqin, 2012).
6. Polusi udara

Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendarakan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta
bau yang tajam (Muttaqin, 2012).

7. Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya


kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik (Liansyah , 2014)

8. Jenis Makanan

Walaupun jarang, tetapi beberapa pasien asma mengeluh bahwa tidak tahan
terhadap makanan atau minuman tertentu, misalnya berbagai makanan lau atau
seafood, kacang-kacangan, telur, susu sapi, buah-buahan tertentu seperti
strawberry, mangga, durian dan sebagainya ( 18 Danusantoso Halim, 2012).
Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma
meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus
bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma (Liansyah, 2014).

9. Binatang Piaraan

Binatang peliharaan yang berbulu dapat menjadi sumber alergen inhalan.


Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu
binatang di bagian muka dan ekskresi (Liansyah, 2014).

10. Riwayat Penyakit

Keluarga Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan
bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma
dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi
terhadap tungau debu rumah (Liansyah , 2014)

PATOFISIOLOGI

Asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran nafas, yang ditandai


dengan bronkokontriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap
rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat penghambatan
terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran udara akibat
penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal, perubahan mekanis
paru-paru, dan meningkatnya kesulitan bernafas. Selain itu juga terjadi
peningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Rahajoe dkk, 2015).

TANDA DAN GEJALA

Gejala yang biasa terjadi berkorelasi dengan beratnya derajat


hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas yang reversible secara spontan
atau dengan terapi obat. Gejala tersebut banyak terjadi pada pagidan malam
hari. Gejalanya antara lain :

1. Adanya bising mengi (wheezing)

Wheezing adalah suara yang dapat terdengar melalui stetoskop. Bunyi yang
terdengar seperti ngik-ngik di mana sering terjadi di pagi hari menjelang
subuh. Hal ini akibat adanya ketidakseimbanganhormone kortisol yang
rendah saat pagi serta factor lain yang mengikutinya (Syukur Nyoman,
2012).

2. Batuk produktif sering pada malam hari

3. Keletihan

Keletihan disebabkan oleh cardiac output dan tekanan darah yang menurun.
Hal ini disebabkan karena suplai darah dan oksigen ke jantung berkurang
akibatnya, penderita asma mengalami penurunan aktivitas atau intoleransi
aktivitas (Nuraif & Kusuma, 2015). Intoleransi aktivitas adalah diagnosis
keperawatan klinis yang menggambarkan adanya penurunan kapasitas
fisiologis klien untuk melakukan aktivitas sampai pada tingkat yang
diharapkan atau dibutuhkan (Tamsuri, 2008).

a. Manifestasi Klinis

1) Tanda mayor

a) Perubahan respons pernapasan terhadap aktivitas : dispnea, hiperpnea,


hiperventilasi atau hipoventilasi
b) Perubahan respons nadi terhadap aktivitas : menjadi lemah, frekuensi
menurun, frekuensi meningkat berlebihan, gagal kembali ke keadaan
sebelum aktivitas setelah aktivitas 3 menit melakukan aktivitas, atau
terjadi perubahan irama

c) Perubahan respons tekanan darah terhadap aktivitas : tidak meningkat


dengan aktivitas atau sistolik meningkat lebih dari 15 mmHg (Tamsuri,
2008).

2) Tanda minor

Tanda minor yang mungkin ditemui adalah pucat, sianosis, kekacauan


mental, kelemahan, keletihan, dan vertigo (Tamsuri, 2008).

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama tatalaksana asma adalah untuk mencapai dan menjaga


keadaan terkontrolnya asma dari faktor-faktor pencetus dan mengurangi resiko
morbiditas dan mortalitas akibat asma. Penghindaran dari faktor pencetus
(alergen/non alergen) merupakan komponen penting dari tatalaksana asma.
Penderita yang alergi terhadap debu rumah (house dust mites) harus
diinstruksikan untuk menggunakan bahan-bahan yang tidak menampung debu
rumah di dalam kamar tidur nya. Pada penderita yang alergi terhadap hewan
peliharaan (animal dander), maka dianjurkan tidak memelihara hewan
domestik didalam rumah. Biasanya gejala asma akan menghilang dalam 4
sampai 6 bulan setelah hewan tersebut tidak ada di dalam rumah. Paparan
terhadap serbuk bungan (pollen) dapat diminimalisir dengan memakai
penyejuk udara dengan jendela rumah yang tetap tertutup. Semua anjuran
pencegahan ini termasuk kepada mengurangi risiko mengurangi paparan asap
rokok dari perokok aktif. Terapi obat-obatan dalam tatalaksana asma dikenal
sebagai controller (obat-obatan yang dikonsumsi setiap hari dalam jangka
panjang yang mempunyai efek anti inflamasi) dan reliever (obat-obatan yang
digunakan pada saat serangan saja untuk mengurangi gejala konstriksi dari
bronkus dan gejala lainnya). Obat controller termasuk kortikosteroid topikal,
antagonis reseptor leukotrien, long acting beta2 agonis (LABA) dan terapi anti
IgE. Imunoterapi terhadap alergen spesifik bisa dipertimbangkan pada asma
karena penyebab yang utama adalah alergi yang sudah diketahui namun harus
dilaksanakan oleh klinisi yang telah terlatih dipenanganan alergi.

KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

a. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara didalam rongga pleura yang


dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas (Mansjoer, 2008).

b. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal


sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat diseababkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke
udara keluar dsri paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada
(Mansjoer, 2008).

c. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paruparu akibat


penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal (Mansjoer, 2008).

d. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur


dan tersifat oleh adanta gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainya, misalnya pada otak dan
mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukan adanya infeksi
Aspergillus sp

e. Gagal napas

Gagal napas dapat terjadi apabila pertukaran oksigen terhadap


karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan kerbondioksida dalam sel-sel tubuh (Mansjoer,
2008).

f. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan bagian


dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Akibatnya penderita asma merasa perlu batuk berulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir
(Mansjoer, 2008).

6. Difteri
Difteri adalah penyakit yang diakibatkan oleh serangan bakteri yang
bersumber dari Corynebacterium Diphtheriae. Dalam Jurnal Pasarpolis (2017)
Penyakit difteri didefinisikan sebagai penyakit yang menyerang saluran
pernafasan terutama pada bagian laring, amandel, atau tonsil, dan
tenggorokan. Ketika saluran pernafasan terinfeksi oleh virus ini, membran
atau lapisan lengket yang berwarna abu-abu akan berkembang di area
tenggorokan sehingga menyebabkan batuk disertai sesak nafas akut yang akan
berujung kepada kematian. Kemudian ada juga resiko langsung berupa
kerusakan jantung dan syaraf (neuro-damage).
ETIOLOGI

Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama menyerang


tonsil, faring, laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau
kulit serta kadang pula menyerang konjungtiva atau vagina (Chin, J., J., 2000).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri
tersebut merupakan salah satu jenis bakteri gram-positif yang tidak
membentuk spora. Dibandingkan dengan kuman lain yang tidak berspora, C.
diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan, dan
pembekuan. Namun kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan (Putri,
2018). Di alam C. diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-
luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa
bakteri (karier) (Putri, 2018).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang digunakan sebagai alat diagnosa penyakit difteri, yaitu:

a. Mengalami infeksi pada faring, laring, trakhea, atau kombinasinya;

b. Muncul selaput berwarna putih keabu-abuan (pseudomembran) yang tidak


mudah lepas pada tenggorokan, amandel, rongga mulut, atau hidung;

c. Pembengkakan kelenjar limfa pada leher (bullneck);

d. Demam yang tidak tinggi (< 38,5˚C);

e. Mengeluarkan bunyi saat menarik napas (stidor);

f. Kesulitan bernapas. (Widoyono, 2011; Kemenkes RI, 2017)

PATOFISIOLOGI

Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada


permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin
yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan darah. Setelah melalui masa inkubasi selama 2-4
hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan
timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan
terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas,
kerusakan jantung dan saraf. Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar
limfe, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain adalah kerusakan otot
jantung dan ginjal (Sudoyo, 2009).

PENATALAKSANAAN

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani atau mencegah
penyebaran maupun penularan difteri (Mansjoer et al., 2007):

1. Isolasi pasien. Isolasi dihentikan jika hasil pemeriksaan terhadap bakteri


Cornyebacterium Diphteriae dinyatakan negatif setelah melewati dua hari
pemeriksaan.

2. Pemberian imunisasi. Biasanya imunisasi ini bersamaan dengan imunisasi


polio, hepatitis B, sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam Imunisasi
DPT atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur sembilan bulan
dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili). Imunisasi pada bayi
umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan.

3. Pencarian dan pengobatan pasien. Dilakukan dengan uji schick. Bila hasil
negatif, dilakukan apusan tenggorokan. Jika ditemukan bakteri
Cornyebacterium Diphteriae maka harus diobati.

4. Biasakan hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan


(Kartono, 2007).

KOMPLIKASI

Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas,


miokarditis, paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke
paru-paru menyebabkan pneumonia. Bakteri penyebab difteri menghasilkan
racun yang bisa merusak jaringan di hidung dan tenggorokan, hingga
menyumbat saluran pernapasan. Racun tersebut juga bisa menyebar melalui
aliran darah dan menyerang berbagai organ.

Pada jantung, kerusakan jaringan akibat racun dapat menimbulkan radang otot
jantung (miokarditis). Pada ginjal, menyebabkan gagal ginjal. Dan pada saraf,
menyebabkan kelumpuhan.

2.3 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata : Nama,umur,jenis kelamin
b. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
d. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang.
e. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga
yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
f. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di


gunakan pada pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan fisik untuk
infeksi saluran pernafasan akut adalah sebagai berikut :

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat


badan dan tanda - tanda vital. Bisanya balita mempunyai BB rendah dan
pernafasan yang cepat.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah. Biasanya balita yang mengalami
infeksi saluran pernafasan akut terlihat pucat karena penurunan pada nafsu
makannya.

3) Sistem pulmonal
Biasanya sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, pernafasan
diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat dan anak
biasanya cengeng.
4) Sistem kardiovaskuler

Biasanya anak mengalami sakit kepala, denyut nadi meningkat,


takikardi/bradikardi, dan disritmia, pemeriksaan CRT.

5) Sistem neurosensori

Biasanya anak gelisah, terkadang ada yang mengalami penurunan


kesadaran, kejang, refleks menurun/normal, letargi.
6) Sistem genitourinaria

Biasanya produksi urine normal dan tidak mengalami gangguan.

7) Sistem digestif

Biasanya anak mengalami mual, kadang muntah, konsistensi feses normal.


Poltekkes Kemenkes Padang

8) Sistem muskuloskeletal

Biasanya lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru, penggunaan otot aksesoris pernafasan.

9) Sistem integumen

Biasanya balita mempunyai turgor kulit menurun, kulit pucat, sianosis,


banyak keringat, suhu tubuh meningkat dan kemerahan.

Pemeriksaan Fisik (Muttaqin, 2011).

a. Inspeksi
 Membran mukosa hidung dan faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
b. Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
c. Perkusi
 Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
 Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut masalah adalah :

a) Bersihan jalan nafas tidak efektif


Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obtruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas.

b) Gangguan pertukaran gas

Kelebihan atau deficit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada


membrane alveolar-kapiler.

c) Gangguan ventilasi spontan

Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energy yang


mengakibatkan individu tidak mampu bernapas secara adekuat.

d) Pola napas tidak efektif

Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.

e) Risiko aspirasi

Rentan mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair


atau padat ke dalam saluran trakeobronkilal, yang dapat mengganggu kesehatan.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan
prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi
keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010)

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Bersihan jalan nafas tidak NOC: Status Pernapasan: NIC: Manajemen Jalan
efektif Kepatenan Jalan Napas Napas Intervensi:
Tujuan: setelah dilakukan 1) Kaji tanda-tanda vital
pemberian asuhan Rasional: Pada anak
keperawatan diharapkan balita dengan pneumonia
bersihan jalan napas efektif mengalami hipertermi,
Kriteria Hasil: takikardi dan takipnea
1) Dyspnea tidak ada yang disebabkan
2) Suara napas tambahan terjadinya infeksi pada
berkurang atau tidak ada parenkim paru.
3) Tidak ada penggunaan 2) Posisikan pasien
otot bantu pernapasan dengan posisi semi
4) Secret berkurang atau fowler Rasional: Posisi
tidak ada semi fowler dapat
5) Batuk produktif berkurang mengurangi sesak
atau tidak ada 3) Auskultasi area paru,
catat area penurunan dan
bunyi napas tambahan
Rasional: penurunan
aliran udara dapat terjadi
pada area paru yang
terdapat eksudat dan juga
dapat menimbulkan
bunyi napas tambahan
yaitu krekels
4) Lakukan fisioterapi
dada (postural drainage,
perkusi, dan vibrasi)
apabila tidak terdapat
kontraindikasi Rasional:
fisioterapi dada dapat
membantu untuk
mengeluarkan secret
yang terdapat pada jalan
napas.
5) Lakukan suction
Rasional: Suction
dilakukan apabila SPO2
100% tanpa pemasangan
ventilator 6) Lakukan
pemberian inhalasi
(nebulizer) Rasional:
membantu
mempermudah secret
untuk keluar
7) Kelola oksigen yang
dilembabkan
sebagaimana mestinya
Rasional: memenuhi
kebutuhan oksigen pasien
8) Instruksikan pada
keluarga untuk tidak
merokok di lingkungan
sekitar pasien
9) Kolaborasi pemberian
obat
2 Gangguan pertukaran gas NOC: Status Pernapasan: NIC: Terapi Oksigen
Pertukaran Gas Tujuan: 1) Atur posisi semi
setelah dilakukan pemberian fowler Rasional: Posisi
asuhan keperawatan semi fowler dapat
diharapkan pertukaran gas mengurangi sesak
maksimal. Kriteria hasil: 2) Kaji pernapasan,
1) Dispnea tidak ada irama, kedalaman atau
2) Frekuensi pernapasan gunakan oksimetri nadi
normal untuk memantau saturasi
3) Saturasi oksigen normal oksigen Rasional:
4) PaO2 normal pada GDA Tachipnea, pernafasan
5) PaCO2 normal dangkal dan gerakan
6) Sianosis tidak ada dada tak simetris sering
7) Frekuensi nadi normal terjadi karena
100-160 kali/menit ketidaknyaman gerakan
dinding dada. 3)
Pertahankan kepatenan
jalan napas Rasional:
Mempertahankan jalan
napas paten
4) Kolaborasi dalam
pemeriksaan Analisa Gas
Daraah
5) Kolaborasi pemberian
oksigen Rasional:
Pemberian oksigen dapat
mengatasi rasa sesak.
3 Gangguan ventilasi spontan NOC: Status Pernapasan NIC :
Tujuan: Setelah dilakukan 1) Kaji adanta
pemberia asuhan kegagalan
keperawatan pernafasan
diharapkangangguan
yang akan
ventilasi spontan kembali
terjadi
membaik. Kriteria hasil :
2) Lakukan
1) Ketahanan :
auskultasi
Tingkat energy
bunyi napas,
adekuat
catat area
2) Status neurologis :
penurunan dan
pengendalian pusat
adanya bunyi
motoric efektif
nafas tambahan
3) Status TTV stabil
3) Kaji adanta
Setelah dilakukan
krepitasi
tindakan
4) Monitor adanya
keperawatan
kegelisahan,
selama …….x24
nafas tersengal-
jam
sengal
1) Tingkat energy
dan fungsi otot
adekuat untuk
mendapatkan
ventilasi
spontan
2) Tidak ada
penggunana
otot bantu
nafas , retraksi
dada
3) Tidak ada
nafas yang
pendek dan
dyspnea AGD
dalam batas
normal
4) Status
neurologis
adekuat dalam
rentang yang
diharapkan
untuk
mendapatkan
pernafasan
spontan
5) Tidak ada
gelisah,
sianosis, dan
kelemahan
6) Status TTV
dalam rentang
yang
diharapkan
4 Pola napas tidak efektif NOC: Status Pernapasan NIC: Terapi Oksigen
Tujuan: Setelah dilakukan Intervensi
pemberia asuhan 1) Atur posisi semi
keperawatan diharapkan pola fowler Rasional: Posisi
napas kembali efektif. semi fowler dapat
Kriteria Hasil: mengurangi sesak
1) Frekuensi pernapasan 2) Kaji pernapasan,
normal 30-60 kali/menit irama, kedalaman atau
2) Pernapasan cuping hidung gunakan oksimetri nadi
tidak ada untuk memantau saturasi
3) Suara napas tambahan oksigen 30 Rasional:
berkurang atau tidak ada Tachipnea, pernafasan
4) Dyspnea tidak ada dangkal dan gerakan
5) Pengembangan paru dada tak simetris sering
normal terjadi karena
6) Penggunaan otot bantu ketidaknyaman gerakan
pernapasan tidak ada dinding dada.
3) Pertahankan kepatenan
jalan napas Rasional:
Mempertahankan jalan
napas paten
4) Kolaborasi pemberian
oksigen

5 Risiko aspirasi

NOC
1) Respiratory
status : NIC
ventilation Aspiration precaution
2) Aspiration 1) Monitor tingkat
control kesadaran,
3) Swallowin reflek batuk dan
g status kemampuan
Kriteria Hasil : menelan
1) Klien dapat 2) Monitor status
bernafas dengan paru pelihara
mudah, tidak jalan nafas
irama, frekuensi 3) Lakukan
pernafasan normal suction jika
2) Pasien mampu diperlukan
menelan, 4) Cek nasogastrik
mengunyah tanpa sebelum makan
terjadi aspirasi, 5) Hindari makan
dan mampu kalau residu
melakukan oral masih banyak
hygine 6) Potong
3) Jalan nafas paten, makanan kecil-
mudah bernafas, kecil
tidak merasa 7) Haluskan obat
tercekik dan tidak sebelum
ada suara nafas pemberian
abnormal 8) Posisi tegak 90
derajat atau
sejauh mungkin
9) Jauhkan manset
trakea
meningkat
10) Jauhkan
pengaturan
hisap yang
tersedia
11) Periksa
penempatan
tabung NG atau
gastrostomy
sebelum
menyusui
12) Periksa tabung
NG atau
gastrostomy
sisa sebelum
makan
13) Hindari makan,
jika residu
tinggi tempat
“pewarna”
dalam tabung
pengisi NG
14) Hindari cairan
atau
menggunakan
zat pengental
15) Penawaran
makanan atau
cairan yang
dapat dibentuk
menjadi bolus
sebelum
menelan
16) Potong
makanan
menjadi
potongan-
potongan kecil
17) Istirahat atau
menghancurkan
pil sebelum
pemberian
18) Sarankan
pidato/berbicara
patologi
berkonsultasi,
sesuai

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan yang
berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber
yang dimiliki klien. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan klien dan
sumber yang dimiliki klien. (Friedman, 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan
sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan apakah program sudah
sesuai dengan rencana dan tuntutan keluarga. (Ayu, 2010)

Penyusunan evaluasi dengan menggunakan SOAP yang operasional, dengan


pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan saat
implemantasi. O adaah objektif dengan pengamatan objektif perawat setelah
implementasi. A merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar mengacu pada
intervensi keperawatan keuarga. P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat
meakukan analisa. (Kucoro Fadli,2013).
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Respirasi adalah proses menghirup udara bebas yang mengandung O2 (oksigen) dan
mengeluarkan udara yang mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa oksidasi
keluar dari tubuh. Sistem respirasi terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveolus.

Fatofisiologis pada sistem Respirasi manusia anatar lain yaitu sebagai berikut : ISPA,
Covid-19, Asma, Difteri dan Pnumonia. Asuhan keperawatan pada masalah Respirasi
terdiri dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.

3.2 Saran
Penyusun makalah menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan,
untuk ini penyusun mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu
kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Kevin. (2019). Seputar ISPA pada Anak yang Perlu Anda Pahami.
https://www.alodokter.com/ispa-pada-anak-jangan-disepelekan. Diakses pada 07 April 2021

Airlangga, E. (2017). IMUNOTERAPI PADA ASMA ANAK. JURNAL IBNU SINA


BIOMEDIKA, 1(2), 60-73.

Alawiyah, T. (2019). ANALISIS HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN LINGKUNGAN


FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN DIFTERI PADA UMUR 15 TAHUN KE ATAS (Studi
di Kecamatan Padakembang, Kecamatan Taraju dan Kecamatan Bojonggambir Tahun
2019) (Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi).

Aprilioza, A. (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok pada Orangtua di Rumah dengan


Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Plered (Doctoral dissertation,
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (UNISBA)).

Fadli, Rizal. (2020). Coronavirus. https://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus. Diakses


pada 07 April 2021

Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, Jin H-J, et al. The origin, transmission
and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19) outbreak - an update on the
status. Mil Med Res. 2020;7(1):11.

Hartoyo, E. (2018). Difteri pada anak. Sari Pediatri, 19(5), 300-306.

http://eprints.umpo.ac.id/5326/3/BAB%20II.pdf

https://www.alodokter.com/difteri

Liansyah, T. M. (2014). Pendekatan Kedokteran Keluarga dalam Penatalaksanaan Terkini


Serangan Asma pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 14(3), 175-180.

MADYASTUTI R, L. I. N. A. (2011). BAHAN AJAR SISTEM RESPIRASI PADA ANAK.

Nurarif, Amin Huda., Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi Jilid 3. Jogjakarta : MediAction
Ratriani, Virdita. (2020). Cek, inilah gejala utama virus corona pada anak-anak.
https://kesehatan.kontan.co.id/news/cek-inilah-gejala-utama-virus-corona-pada-anak-anak.
Diakses pada 07 April 2021

Ruth Anggitha, Gisheila. (2018). Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidungtenggorokan/ispa/penatalaksanaan.
Diakses pada 07 April 2021

Sahin AR. (2019). Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian J Med Investig. 2020;4(1):1–7.

Sahin AR. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian J Med Investig. 2020;4(1):1–7.

SAPUTRA, M. A. S. DIFTERI DALAM LINGKUP ASUHAN KEPERAWATAN.

SAPUTRA, M. A. S. DIFTERI DALAM LINGKUP ASUHAN KEPERAWATAN.

Utam, S. Y. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Deepublish.

Widyanata Lebuan, Anthony. Agus, Somia. (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA SISWA TAMAN KANAK-
KANAK DI KELURAHAN DANGIN PURI KECAMATAN DENPASAR TIMUR TAHUN
2014. E-jurnal Medika: VOL. 6 NO.6

YENILIS SURIANI, YENILIS SURIANI. Asuhan keperawatan pada An R dengan


gangguan ispa di wilayah kerja puskesmas Air Haji kab Pesisir selatan tahun 2018. Diss.
STIKes PERINTIS PADANG, 2018.

Zuriati, Z., Suriya, M., & Ananda, Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Pada Sistem Respirasi Aplikasi Nanda NIC & NOC.

Anda mungkin juga menyukai