Keprawatan Komunitas II
Dosen Pengampu:
Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep
Disusun oleh :
Nada Mutiara 1710711028
Risa Safitri 1710711029
Ayu Nuraini Soleha 1710711030
Nur Aulia Fikri 1710711039
Rani Mutrika 1710711045
Priskillia Marisa Rory 1710711047
Nur Fitriah Efendy 1710711049
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh 14 klien TB yang tersebar di suatu wilayah. Klien T
B terbagi menjadi dua kelompok, 10 klien menjalani pengobatan TB di Puskesmas dan 4 kli
en TB menjalani pengobatan di dokter praktik swasta. Jenis kelamin pasien TB terbanyak ad
alah laki-laki (71,4%). Alamat tempat tinggal pasien TB terbanyak ada di RW 06. Tingkat p
endidikan pasien TB adalah SD 14,3%, SMP 50%, dan SMA 35,7%. Pekerjaan yang dijalani
pasien TB beragam, yaitu: buruh (28,6%), pegawai swasta (28,6%), ibu rumah tangga (14,3
%) dan lain-lain (sebagai mahasiswa) 7,1%. Penghasilan keluarga dengan dewasa TB < Rp 2.
042.000: 78,6%.
Perilaku kelompok dewasa TB mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam peraw
atan, pengobatan dan pencegahan TB. Pengetahuan dewasa TB tentang perawatan, pengobat
an dan pencegahan penyakit TB sudah baik yang ditandai dengan 50% dewasa TB memiliki
pengetahuan baik dan 50% memiliki pengetahuan kurang baik. Sikap dewasa TB dalam mel
akukan perawatan, pengobatan dan pencegahan TB sudah sangat baik, terbukti memiliki sik
ap positif 57,1%. Sedangkan kebiasaan dewasa TB dalam menerapkan perawatan, pengobata
n dan pencegahan TB masih kurang baik 57,1%. Pasien TB masih ada yang belum menerapk
an cara kontrol infeksi dengan benar seperti etika batuk dan membuang dahak. Ada juga pasi
en TB yang tidak teratur minum obat, masih ada yang terlambat minum obat 1-2 hari dan lu
pa kontrol untuk melakukan pengambilan obat di puskesmas atau dokter praktik swasta. Peri
laku ketidakteraturan minum obat tersebut menyebabkan timbulnya masalah keperawatan ko
munitas adalah regimen pengobatan tidak efektif dan risiko peningkatan kasus MDR-TB.
Hasil windshield survey perawat di wilayah kelurahan Curug menunjukkan kondisi pemuki
man yang padat. Hampir di setiap RW jarak antar rumah berdekatan dan banyak terdapat ru
mah kontrakan. Rata-rata rumah kontrakan berbentuk rumah petakan yang memiliki sistem s
irkulasi udara yang buruk dan pencahayaan yang kurang. Hasil observasi perawat pada kond
isi lingkungan rumah pasien TB di kelurahan Curug menunjukkan 86% ruang keluarga dan
kamar tidur gelap dan hal ini divalidasi dengan pernyataan pasien TB tidak pernah membuka
jendela kamar dan ruang keluarga. Kondisi ini menyebabkan tidak ada sirkulasi udara di dal
am rumah dan hawa udara menjadi pengap serta lembab.
Pola kebiasaan pasien TB yang mempengaruhi kesembuhan TB yaitu 1) menyatakan setiap
hari merokok 28,6% dan menyatakan kadang-kadang merokok 42,9%; 2) menyatakan berola
hraga seminggu sekali 64,3%; 3) menyatakan makan bergizi dengan menyediakan lauk pada
menu makanan 50%; 4) menyatakan minum OAT secara teratur 100%; dan menyatakan sela
lu membersihkan rumah dan kamar 71,4%. Ada juga persepsi yang salah dari pasien TB yan
g menyatakan bahwa terlambat minum obat TB tidak mempengaruhi kesembuhan TB 21,4%.
Kondisi ini dapat menimbulkan masalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada kelo
mpok dewasa TB.
Hasil wawancara dengan 6 orang pasien TB menyatakan memiliki keluhan batuk berdahak l
ebih dari 2 minggu. Mereka menganggap batuk berdahak sebagai batuk biasa. Upaya awal y
ang dilakukan dengan membeli obat di warung, ke dokter umum, dan ke bidan. Namun, upa
ya awal tersebut tidak menyembuhkan pasien, bahkan bertambah parah hingga terjadi penur
unan berat badan secara drastis. Gejala TB bertambah parah setelah mengeluhkan batuk berd
arah, selanjutnya pasien TB memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit dan puskesmas. Na
mun, ada juga pasien TB yang menganggap batuk berdarah tersebut karena penyakit magic a
tau diguna-guna, sehingga tidak segera ke pelayanan kesehatan tetapi mencari pengobatan k
e dukun. Persepsi yang salah tentang penyakit TB dapat mempengaruhi proses kesembuhan
klien dan dapat terjadi kekambuhan serta resistensi pengobatan TB
Kondisi klien TB selama menjalani pengobatan TB: 1) kurang nafsu makan 42,8%; 2) badan
lemah 35,7%; 3) batuk 57,2%; dan 4) sesak nafas 57,2%. Kondisi ini dapat memperlambat p
roses kesembuhan. Oleh karena itu, klien TB harus menerapkan pola hidup sehat seperti ma
kan makanan yang bergizi, berolahraga, menghindari stress dan berhenti merokok. Bila klien
TB masih tetap menerapkan pola hidup kurang sehat dapat menimbulkan masalah ketidakefe
ktifan pemeliharaan kesehatan pada kelompok dewasa TB. Mayoritas pasien TB belum men
getahui cara kontrol infeksi yang baik dan benar. Empat orang pasien TB belum menerapkan
cara membuang dahak dengan baik, masih membuang dahak disembarang tempat dan ada p
ula yang tidak menggunakan masker saat batuk. Dua orang pasien TB menyatakan pernah te
rlambat minum obat 1-2 hari dan terlambat mengambil obat ke puskesmas. Alasannya karen
a sibuk bekerja dan tidak mendapatkan ijin dari tempat bekerja untuk ke puskesmas. Ada jug
a yang menyatakan karena sudah merasa sembuh sehingga tidak melanjutkan kembali pengo
batannya hingga tuntas.
2. PENGKAJIAN
Core
1. Sejarah
Wilayah Kelurahan Curug terdiri dari 10 RW yang di beberapa wilayahnya saat ini terdapat
14 pasien TB.
2. Demografi
Di wilayah Kelurahan Curug terdapat 1500 orang usia dewasa, dengan jumlah yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 800 orang dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 700 orang.
Jumlah pasien TB pada Kelurahan Curug tersebar di beberapa RW di antaranya RW 04, RW
06, dan RW 09, dengan total pasien 14 orang. Alamat tempat tinggal pasien TB terbanyak
ada di RW 6 yaitu sebanyak 10 orang (71,43%), di RW 09 3 orang (21,43%), dan di RW 04
1 orang (7,14 %).
3. Statistik Vital
Angka Kesakitan
Sebanyak 14 warga Kelurahan Curug menderita TB, dengan 71,4% di antaranya berjenis
kelamin laki-laki dan mayoritas pasien berusia di atas 40 tahun. Pasien TB memiliki keluhan
kurang nafsu makan (42,8%); badan lemah (35,7%); batuk (57,2%); dan sesak nafas (57,2%).
Suku/Etnis
Sebagian besar masyarakat Kelurahan Curug merupakan suku Betawi dan Jawa.
Agama
Hasil wawancara dengan 6 orang pasien TB menyatakan memiliki keluhan batuk berdahak
lebih dari 2 minggu, mereka menganggap batuk berdahak sebagai batuk biasa, hingga gejala
semakin parah dan terjadi penurunan berat badan drastic serta batuk berdarah. Kondisi klien
TB selama menjalani pengobatan TB : (1) Kurang nafsu makan (42,8%), (2) badan lemah
(35,7%), (3) batuk (57,2%) dan (4) sesak nafas (57,2%).
Psikologis
Beberapa pasien mengatakan belum memahami tentang gejala awal TB sehingga mereka
menganggap batuk yang mereka alami adalah batuk biasa. Dan beberapa diantaranya yang
sedang menjalani pengobatan TB merasa tertekan karena tidak diberi izin oleh tempat
bekerja untuk ambil obat ke Puskesmas sehingga minum obatnya tidak teratur.
Sejumlah warga lain yang bukan merupakan pasien TB mengaku khawatir dengan kesehatan
mereka.
Sosial
Perilaku
Sikap dewasa TB dalam melakukan perawatan pengobatan dan pencegahan TB sudah sangat
baik terbukti memiliki sikap positif 57,1%. Sedangkan kebiasaan dewasa TB dalam
menerapkan perawatan pengobatan dan pencegahan TB masih kurang baik 57,1%. Pasien
TB masih ada yang belum menerapkan cara kontrol infeksi dengan benar seperti etika batuk
dan membuang dahak. Terdapat 4 orang pasien TB belum menerapkan cara membuang
dahak yang baik, masih membuang dahak di sembarang tempat dan ada pula yang tidak
menggunakan masker saat batuk. Selain itu juga ditemukan pasien TB yang tidak teratur
minum obat, masih ada yang terlambat minum obat 1-2 hari dan lupa kontrol untuk
melakukan pengambilan obat di Puskesmas atau dokter praktek swasta.
Subsistem
1. Lingkungan fisik
Hasil windshield survey perawat di wilayah kelurahan Curug menunjukkan kondisi pemuki
man yang padat. Hampir di setiap RW jarak antar rumah berdekatan dan banyak terdapat ru
mah kontrakan. Rata-rata rumah kontrakan berbentuk rumah petakan yang memiliki sistem s
irkulasi udara yang buruk dan pencahayaan yang kurang. Hasil observasi perawat pada kond
isi lingkungan rumah pasien TB di kelurahan Curug menunjukkan 86% ruang keluarga dan
kamar tidur gelap dan hal ini divalidasi dengan pernyataan pasien TB tidak pernah membuka
jendela kamar dan ruang keluarga. Kondisi ini menyebabkan tidak ada sirkulasi udara di dal
am rumah dan hawa udara menjadi pengap serta lembab.
2. Sistem Kesehatan
Jarak antara RW 06 dengan Puskesmas yaitu 3 km. Sedangkan untuk praktik dokter swasta
jaraknya kurang lebih 1 km, selain itu juga terdapat bidan di wilayah RW 06. Terdapat pula
rumah sakit namun jaraknya cukup jauh dari Kelurahan Curug, biasa didatangi klien TB saat
gejala TB bertambah parah.
3. Ekonomi
Pekerjaan yang dijalani pasien TB beragam yaitu : buruh (28,6%), pegawai swasta (28,6%),
ibu rumah tangga (14,3%), dan lain-lain (sebagai mahasiswa) 7,1%. Penghasilan keluarga
dengan dewasa TB > Rp2.042.000 (78,6%).
Kondisi wilayah Kelurahan Curug merupakan pemukiman padat yang dipenuhi dengan
rumah kontrakan dan juga jarak antara rumah berdekatan. Transportasi yang biasa
digunakan oleh orang dewasa sebagian besar adalah sepeda motor dan beberapa berjalan
kaki.
Terdapat program pengobatan TB di Puskesmas dan dokter praktek swasta setempat yang
diikuti oleh pasien TB di Kelurahan Curug.
6. Komunikasi
Tipe komunikasi yang biasa digunakan oleh penduduk adalah formal dan informal untuk
formal menggunakan bahasa Indonesia dan informal menggunakan bahasa daerah (Betawi
dan Jawa). Penyampaian informasi tentang kesehatan di masyarakat kurang aktif. Pasien TB
rata-rata mendapatkan informasi seputar kesehatan hanya saat mereka control di fasilitas
pelayanan kesehatan.
7. Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien TB adalah SD (14, 3%), SMP (50%), dan SMA (35,7%).
Pengetahuan dewasa TB tentang perawatan pengobatan dan pencegahan penyakit ini sudah
baik yang ditandai dengan 50% dewasa TB memiliki pengetahuan baik dan 50% memiliki
pengetahuan kurang baik.
8. Rekreasi
Sarana rekreasi yang bisa didatangi oleh warga Kelurahan Curug adalah taman kota dan
alun-alun, karena suntuk di perumahan yang padat.
Persepsi
Persepsi masyarakat
Pasien TB awalnya menganggap batuk berdahak sebagai batuk biasa, dan ada yang
menganggap batuk berdarah yang dialami saat gejala bertambah parah adalah karena
penyakit Magic atau diguna-guna sehingga tidak segera ke pelayanan kesehatan tetapi
mencari pengobatan ke dukun. Persepsi yang salah tentang penyakit TB dapat
mempengaruhi proses kesembuhan client dan dapat terjadi kekambuhan saat resistensi
pengobatan TB. Ada pula pasien TB yang merasa dirinya sudah sembuh sehingga tidak
melanjutkan kembali pengobatan hingga tuntas. Ditemukan juga persepsi yang salah dari pas
ien TB yang menyatakan bahwa terlambat minum obat TB tidak mempengaruhi kesembuha
n TB sebesar 21,4%.
Persepsi Perawat
Berdasarkan hasil observasi, hampir 90%, masyarakat Kelurahan Curug belum mengetahui
mengenai masalah penyakit menular yaitu TB yang disebabkan karena adanya perilaku yang
menyimpang dari seharusnya, baik dari masyarakat yang menganggap bahwa batuk berdarah
yang dialaminya merupakan penyakit magic atau diguna-guna. Dari data tersebut, sebagai
perawat kami berasumsi bahwa kesadaran masyarakat di Kelurahan Curug tersebut masih
kurang pengetahuan mengenai perilaku hidup sehat dan rumah sehat yang mengakibatkan
risiko tertularnya penyakit yang mengancam kesehatan.
Asuhan Keperawatan pada Dewasa
Data Fokus
3. Analisa Data
1. Ds : Ketidakefektifan manajemen
1. Sebanyak (28,6%) pasien TB kesehatan di kelurahan Curug
mengatakan setiap hari merokok dengan masalah regimen pengobatan
dan (42,9%) menyatakan kadang- tidak efektif dimaninfestasikan
kadang merokok dengan minum obat tidak teratur
2. Sebanyak (64,3%) pasien TB
mengatakan berolahraga seminggu
sekali
3. Pasien TB mengatakan bahwa
terlambat mengkonsumsi obat TB
tidak akan mempengaruhi
kesembuhan TB
4. 2 orang pasien TB mengatakan
pernah terlambat minum obat 1-2
hari dan terlambat mengambil obat
ke puskesmas karena sibuk bekerja
dan tidak mendapatkan izin dari
tempat bekerja ke puskesmas
5. Pasien TB mengatakan karena
merasa sudah sembuh sehingga
tidak melanjutkan kembali
pengobatannya hingga tuntas
6. Sebanyak (57,2%) warga
mengatakan batuk dan sesak nafas
7. Pasien mengatakan batuk berdarah
yang dialaminya merupakan batuk
biasa dan diatasi dengan membeli
obat diwarung
Do:
1. Jarak puskesmas dari tempat
tinggal warga kurang lebih 3 km
2. Sebanyak (28,6%) pasien TB
bekerja sebagai buruh dan pegawai
swasta
Prioritas Masalah
2. A : risiko terjadi
B : risiko parah
Risiko penyebaran C: potensial
penyakit TB pada dewasa 4 4 3 3 3 2 4 4 2 3 3 36 penkes
di Kelurahan Curug D : minat
dengan masalah kurang masyarakat
pengetahuan E: kemungkinan
dimaninfestasikan dengan diatasi
belum menerapkan cara F: sesuai
membuang dahak dengan program
baik, dan masih pemerintah
membuang dahak G : tempat
disembarang tempat dan H : waktu
ada pula yang tidak I : dana
menggunakan masker J: fasilitas
pada saat batuk kesehatan
K : sumber daya
3. A : risiko terjadi
B : risiko parah
Defisiensi kesehatan C: potensial
komunitas pada Dewasa penkes
Kelurahan Curug dengan D : minat
masalah kurang aktifnya 4 4 3 3 3 2 4 4 2 3 3 35 masyarakat
para kader kesehatan E: kemungkinan
setempat dalam diatasi
memberikan informasi F: sesuai
terkait TB di masyarakat program
pemerintah
G : tempat
H : waktu
I : dana
J: fasilitas
kesehatan
K : sumber daya
4. INTERVENSI
Prevensi Tersier
Pengembangan kesehatan
masyarakat (8500)
Mengidentifikasi masalah
kesehatan, kekuatan, dan
prioritas dengan mitra
masyarakat
Memberikan peluang untuk
partisipasi oleh semua
segmen masyarakat
Membantu anggota
masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran
akan masalah dan masalah
kesehatan
Terlibat dalam dialog untuk
mendefinisikan masalah
kesehatan masyarakat dan
menyusun rencana aksi
Memfasilitasi implementasi
dan revisi rencana
masyarakat
Membantu anggota
masyarakat dengan
pengembangan dan
pengadaan sumber daya
Meningkatkan jaringan
dukungan masyarakat
Mengidentifikasi dan
mengembangkan pemimpin
masyarakat potensial
Menjaga komunikasi
terbuka dengan anggota dan
lembaga masyarakat
Memperkuat kontak antara
individu dan kelompok
untuk membahas
kepentingan bersama dan
bersaing untuk membahas
kepentingan bersama dan
bersaing
skala 2 ke 4 penyakit
Prevensi Tersier
Peningkatan Kesadaran Kesehatan
(5515)
Berikan infromasi penting
terkait perilaku yang
berisiko penyebaran
penyakit
Evaluasi pemahaman
dengan meminta pasien
untuk memperagakan
kembali
Dorong penggunaan
langkah-langkah yang
diajarkan di kehidupan
sehari-hari
3. Defisiensi Prevensi Primer Prevensi Primer
Kesehatan Pengetahuan; gayahidup sehat Pendidikan kesehatan (5510)
Komunitas (1855) Targetkan kelompok
Strategi mencegah berisiko tinggi dan rentang
penyakit, skala 2 menjadi usia yang akan mendapat
4 manfaat paling besar dari
Factor lingkungan yang pendidikan kesehatan
mempengaruhi perilaku Identifikasi faktor internal
kesehatan, skala 2 atau eksternal yang dapat
menjadi 4 meningkatkan atau
Pentingnya mengurangi motivasi untuk
meningkatkan perilaku sehat
keseimbangan hidup Menentukan konteks pribadi
skala 2 ke 4 dan sejarah sosial-budaya
perilaku kesehatan individu,
Prevensi Sekunder keluarga, atau masyarakat
Kontrol Risiko (1902) Menentukan pengetahuan
Mencari Informasi kesehatan saat ini dan
tentang risiko kesehatan, perilaku gaya hidup
skala 2 menjadi 4 individu, keluarga, atau
Mengenali factor risiko kelompok sasaran
individu, dari skala 2 ke Membantu individu,
4 keluarga, dan masyarakat
dalam mengklarifikasi
Prevensi Tersier kepercayaan dan nilai-nilai
Perilaku Pencarian Kesehatan kesehatan.
(1603) Prevensi Sekunder
Melakukan skrining diri, Identifikasi Resiko (6610)
skala 2 menjadi 4 Tinjau riwayat kesehatan
Mengajukan pertanyaan masa lalu dan dokumen
yang berhubungan untuk bukti diagnosa dan
dengan kesehatan, skala perawatan medis dan
2 menjadi 4 keperawatan yang ada atau
sebelumnya
Tinjau data yang berasal
dari tindakan penilaian
risiko rutin
Menentukan ketersediaan
dan kualitas sumber daya
(misalnya, psikologis,
keuangan, tingkat
pendidikan, keluarga dan
sosial lainnya, dan
masyarakat)
Mengidentifikasi sumber
daya agen untuk membantu
mengurangi faktor-faktor
risiko
Mengidentifikasi risiko
biologis, lingkungan, dan
perilaku dan keterkaitannya.
Menentukan tingkat fungsi
di masa lalu dan saat ini
Prevensi Tersier
Konsultasi (7910)
Identifikasi tujuan untuk
konsultasi
Kumpulkan data dan
identifikasi masalah yang
menjadi fokus konsultasi
Identifikasi dan perjelas
harapan semua pihak yang
terlibat
Berikan pengetahuan ahli
untuk mereka yang mencari
bantuan
Libatkan mereka yang
mencari bantuan selama
proses konsultasi
Identifikasi struktur
akuntabilitas
Tentukan model konsultasi
yang tepat untuk digunakan
(mis., pembelian model
keahlian, model konsultasi
proses)
Mengidentifikasi harapan
biaya, yang sesuai
Mengembangkan kontrak
tertulis untuk
mendefinisikan perjanjian
dan menghindari
kesalahpahaman
Mempromosikan
kemampuan mereka yang
mencari bantuan untuk maju
dengan lebih mandiri
-direksi dan tanggung jawab
PERAN PERAWAT
1. Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Perawat berperan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar klien (indiidu, keluarga,
komunitas) terkait penyakit Tuberculosis (TB) yang berfokus pada kesembuhan klien.
Selain itu perawat berperan memberikan layanan asuhan keperawatan menggunakan
metodologi proses-proses keperawatan (mengkaji, mendiagnosa, menentukan intervensi
yang sesuai) berpedoman pada etik keperawatan.
2. Sebagai Advocate
Perawat membantu klien (individu, keluarga, komunitas) dalam mendapatkan hak-
haknya sebagai klien seperti, mendapatkan informasi terkait TB, penjelasan maupun
alasan-alasan mengenai tindakan-tindakan yang diberikan dalam asuhan keperawatan
yang dilakukan, melindungi hak-hak pasien, meliputi: hak atas pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan sebaik-baiknya, hak untuk mendapatkan perlindungan privasi terkait
data individu maupun informasi kesehatannya.
3. Sebagai Pendidik (Educator)
Peran perawat selanjutnya adalah memberikan pendidikan kesehatan mengenai TB,
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang penyakit, memberikan informasi
tentang proses penyembuhan TB, kepatuhan minum obat, pencegahan penularan
penyakit, memberikan informasi terbaru mengenai trend dan issue terkini mengenai TB.
4. Sebagai Koordinator
Peran perawat sebagai koordinator adalah dengan mengarahkan, merencanakan, serta
mengorganisasikan teman sejawat dalam pemberian pelayanan kesehatan sehingga
pelayanan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan kesehatan klien.
5. Sebagai Kolaborator
Peran perawat disini adalah melakukan identifikasi pelayanan kesehatan lain yang
dibutuhkan oleh masyarakat, adanya kebutuhan lebih terhadap pelayanan akan
melibatkan profesi lainnya serta support system yang mendukung.
6. Sebagai Konsultan
Perawat berperan sebaga penerima konsultasi-konsultasi terhadap masalah kesehatan
yang dialami klien. Perawat juga dapat memberikan masukan-masukan yang dapat
meningkatkan derajat kesehatan klien berdasarkan konsultasi yang telah disampaikan.
7. Sebagai Pembaharu
Perawat mendorong penemuan cara-cara baru mengenai penanganan TB melalui
pengkajian-pengkajian yang dilakukan, data-data yang didaoatkan yang nantinya
diharapkan penemuan ini dapat mendorong penciptaan hal baru mengenai penyakit.
8. Sebagai Pengamat Kesehatan
Perawat melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sebelum,
saat, dan setelah dilakukan asuhan keperawatan maupun saat dilakukan
observasi/pencaharian data keadaan klien (pengkajian).
9. Sebagai Fasilitator
Perawat memfasilitasi/menjadi tempat klien dalam mencari informasi kesehatanyang
berkaitan dengan penyakit sehingga tujuan dalam pemberian asuhan
keperawatan/pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat diwujudkan.
FUNGSI PERAWAT
1. Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan keperawatan. Didalam fungsi ini seperti: memberikan pendidikan
kesehatan, promosi kesehatan maupun penyuluhan terkait dengan TB, memberikan
layanan konsultasi mengenai tanda dan gejala yang dirasakan oleh klien, melakukan
pengkajian komprehensif sehingga menghasilkan intervensi keperawatan dengan tujuan
yang ingin diwujudkan, memenuhi kebutuhan dasar klien.
2. Fungsi Dependent
Fungsi ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat atas instruksi dari tim
kesehatan lainnya, seperti dokter, ahli gizi, dll. Fungsi ini dapat dilakukan jika adanya
instruksi dari dokter mengenai pengonsumsian obat TB secara berkala, tentanf waktu,
dosis, maupun rute pemberian obat.
3. Fungsi Interdependent
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara
tim kesehatan satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk
pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan kesehatan. Fungsi
ini dapat dicontohkan dengan, perawat bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk
saling bahu membahu dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat sehingga
dapat meningkatkan pencegahan terhadap penularan TB, perawat dapat bekerjasama
dengan puskesmas setempat untuk mengadakan program pencegahan TB secara berkala
sehingga dapat meminimalisir penularan TB di masyarakat.
Koordinasi oleh pemerintah dengan peta jalan eliminasi yang jelas dan diperkuat
dengan regulasi.
Kolaborasi multisektoral dan koalisi yang kuat dengan organisasi masyarakat
Peningkatan pembiayaan, terutama dari pendanaan bersumber dalam negeri
Koordinasi, harmonisasi, sinkronisasi dan sinergi untuk mencapai kinerja program
yang terbaik.