Anda di halaman 1dari 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,

Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422


Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN


KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

Puspita Sari*), Martini**), Praba Ginanjar **)


* Alumnus FKM UNDIP, **)Dosen Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM
)

UNDIP

ABSTRAK

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus Dengue dan dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini sering menyerang
anak-anak, terutama anak sekolah dasar sehingga diduga sekolah dapat menjadi
tempat yang potensial dalam penyebaran penyakit DBD. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan kepadatan jentik Aedes sp dan praktik
PSN terhadap kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kota Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dengan metode cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SD di Kota Semarang dengan
jumlah total 602 SD. Sampel penelitian sebanyak 75 SD yang diambil
menggunakan metode proportional multistage random sampling. Analisis data
menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 95%. Hasil penelitian
menunjukan 38,7% sekolah terdapat penderita DBD dalam satu tahun terakhir,
78,7% sekolah memiliki kepadatan jentik tinggi, dan 85,3% sekolah tidak
melakukan PSN dengan baik. Nilai kepadatan jentik Sekolah Dasar di Kota
Semarang adalah CI=23,4%, HI=78,7%, BI=236, dan DF=8. Sekolah yang
melakukan praktik menguras TPA minimal seminggu sekali sebesar 86,7%,
sebagian besar sekolah (66,7%) melakukan praktik menyikat TPA, 82,7% tidak
melakukan praktik menutup TPA, dan 53,3% tidak melakukan praktik mengubur
barang bekas atau membuangnya di tempat sampah yang tertutup. Dari hasil uji
statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan
jentik Aedes sp (p=0,0001) dan praktik PSN (p=0,005) dengan kejadian DBD di
Sekolah Dasar di Kota Semarang. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran seluruh
warga sekolah mengenai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD.

Kata Kunci : DBD, Sekolah Dasar, Kepadatan Jentik, PSN

kematian.4 Dari tahun ke tahun,


PENDAHULUAN golongan umur balita dan anak-anak
selalu memegang persentase
Demam berdarah dengue penderita DBD tertinggi di Kota
disebabkan oleh virus Dengue yang Semarang. Pada tahun 2008,
ditularkan terutama oleh nyamuk penderita DBD usia anak sekolah (5-
Aedes aegypti. 1,2,3 Menurut WHO, 14 tahun) sebanyak 2.314 (42,1%)
saat ini diperkirakan 50-100 juta orang dari total 5.501 penderita. Pada tahun
kemungkinan terinfeksi virus dengue 2009, penderita DBD usia anak
di seluruh dunia untuk setiap sekolah dasar sebanyak 1.610 (40%)
tahunnya. Sebagian besar yang dari total 3.883 penderita. Pada tahun
terkena penyakit ini adalah anak-anak, 2010, terjadi sedikit peningkatan
sekitar 2,5% dari mereka mengalami kasus DBD usia sekolah dasar

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

sebesar 41,90% yaitu 2.323 dari 5.556 Penelitian Miftakhul Falah (2010)
penderita di Kota Semarang. menyebutkan bahwa ada hubungan
Sedangkan untuk tahun 2011, antara praktik menguras tempat
meskipun kasus DBD secara umum penampungan air (p=0,015), praktik
mengalami penurunan, persentase menutup tempat penampungan air
untuk golongan umur 5-14 tahun tetap (p=0,0001) dan praktik mengubur
tertinggi, yaitu 36% (476 dari 1.330).5-8 barang-barang bekas (p=0,0001)
Sekolah dapat menjadi tempat dengan kejadian DBD.12 Telur, larva,
yang potensial dalam penyebaran dan dan pupa nyamuk Aedes aegypti
penularan penyakit DBD pada anak tumbuh dan berkembang di dalam air.
sekolah. Hal tersebut dikarenakan Genangan yang disukai sebagai
nyamuk penyebab DBD, Aedes tempat perindukan nyamuk ini berupa
aegypti bersifat multiple bitter genangan air yang tertampung di
(mengisap darah berpindah-pindah suatu wadah yang disebut kontainer
berkali-kali) dan aktif menggigit pada atau tempat penampungan air (TPA)
siang hari9 bersama dengan aktivitas bukan genangan air di tanah.
anak sekolah belajar di kelas. Terdapat beberapa faktor yang
Walaupun risiko tertular virus dengue mempengaruhi peletakan telur
dapat terjadi tidak hanya di sekolah, nyamuk Aedes sp antara lain jenis
namun studi Sujariyakul (2005) TPA, warna TPA, letak TPA, air, suhu,
menunjukkan di sekolah banyak kelembaban, dan kondisi lingkungan
habitat perkembangbiakan nyamuk setempat. Identifikasi TPA dapat
Aedes aegypti.10 Hasil survei di Kota digunakan untuk keperluan
Palu, hampir seluruh sekolah yang pemberantasan penyakit DBD. Di
disurvei (SD, SLTP, dan SLTA), di bak Vietnam, survei entomologi sudah
mandi/penampungan air positif diorientasikan pada identifikasi TPA
ditemukan jentik Ae. aegypti. Hal dan surveilans kepadatan nyamuk
tersebut didukung pula dengan studi dewasa.13 Tujuan penelitian ini yaitu
yang pernah dilakukan oleh untuk Mengetahui hubungan
Suskamdani (1997) yang menyatakan kepadatan jentik Aedes sp dan praktik
bahwa 32,2% penularan DBD terjadi PSN terhadap kejadian DBD pada
di sekolah.11 Begitu pula penelitian siswa sekolah tingkat dasar di Kota
yang dilakukan oleh Depkes RI Semarang.
menemukan jentik Aedes aegypti
terbanyak ditemukan di sekolah yaitu MATERI DAN METODE
37%, kemudian didapatkan 34% di
rumah dan 29% di tempat-tempat Jenis penelitian yang
umum lainnya. digunakan adalah studi observasional
Kepadatan jentik Aedes sp dan analitik, dengan pendekatan cross
praktik pemberantasan sarang sectional study. Populasi dalam
nyamuk (PSN) menjadi faktor risiko penelitian ini adalah seluruh Sekolah
kejadian demam berdarah dengue. Dasar yang berada di Kota Semarang,
Kepadatan nyamuk yang tinggi baik SD Negeri, Swasta, maupun
mempunyai risiko transmisi nyamuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) tahun ajaran
yang cukup tinggi untuk terjadi 2011/2012 yang berjumlah 602 SD.
penularan penyakit DBD. Praktik PSN Sampel dalam penelitian ini berjumlah
tersebut meliputi menguras tempat 75 SD yang diambil dengan metode
penampungan air, praktik menutup proportional multistage random
tempat penampungan air, dan praktik sampling.
mengubur barang-barang bekas.

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Selain menggunakan unit Berdasarkan hasil penelitian


sampel sekolah dasar, penelitian ini menunjukan bahwa terdapat
juga menggunakan responden dalam hubungan yang bermakna antara
memperoleh informasi mengenai kepadatan jentik yang dinilai dari
kejadian DBD dan praktik PSN di container index (CI) dengan kejadian
sekolah dasar. Sebagai responden DBD pada sekolah tingkat dasar di
dalam penelitian ini adalah Kepala Kota Semarang. Hasil ini sejalan
Sekolah, Guru kelas, maupun Guru dengan hasil penelitian yang
UKS dari sekolah yang bersangkutan dilakukan oleh Teguh Widiyanto pada
dan petugas kebersihan sekolah yang tahun 2007 yang menyatakan bahwa
bersangkutan. keberadaan jentik mempunyai
. hubungan yang bermakna secara
HASIL DAN PEMBAHASAN statistik dengan kejadian DBD
(p=0,037).14 Penelitian yang dilakukan
A. Hubungan Kepadatan Jentik oleh Anif Budiyanto, dkk (2007) juga
dengan Kejadian DBD di Sekolah menyatakan bahwa kepadatan
Dasar populasi jentik yang tinggi
menunjukan suatu daerah mempunyai
risiko penularan DBD yang tinggi pula.
Tabel 1. Tabel Silang antara Kategori Container Index (CI) dengan
Kejadian DBD di Sekolah Dasar di Kota Semarang.

Kejadian DBD
Ada Tidak Ada Jumlah p
Kategori CI f % f % f %
Rendah 0 0 16 100,0 16 100
0,000
Tinggi 29 49,2 30 50,8 59 100 1
29 38,7 46 61,3 75 100

Tabel 2. Kepadatan Jentik Sekolah Dasar di Kota Semarang


No Diperiksa Jumlah Jentik HI CI BI DF
Ada Tidak
1 Sekolah 75 59 16
78,7% 23,4% 236 8
2 Kontainer 756 177 579
Keterangan :
HI : House Index (persentase rumah dengan jentik)
CI : Container Index (persentase kontainer dengan jentik)
BI : Breteau Index (persentase kontainer dengan jentik dalam 100 bangunan)
DF : Density Fiqure (tingkat kepadatan populasi jentik)
≥5% serta nilai BI ≥20%.15 Tingginya
Tabel 2 menunjukkan nilai HI, kepadatan populasi akan
CI, BI di Sekolah Dasar di Kota mempengaruhi distribusi penyebaran
Semarang berturut-turut adalah penyakit DBD. 16 Hal ini karena ada
78,7%, 23,4% dan 236. Menurut asumsi bahwa kurang dari 5% dari
WHO, dikatakan memiliki kepadatan suatu populasi nyamuk yang ada pada
larva yang tinggi dan berisiko tinggi musim penularan akan menjadi
untuk penularan DBD jika HI dan CI vektor. Disamping itu, kepadatan

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

nyamuk akan berpengaruh terhadap Berdasarkan hasil penelitian


ketahanan hidupnya terutama didapatkan bahwa tempat
hubungannya dengan ancaman penampungan air paling banyak
musuh/predator. berjenis bak mandi (36,6%). Hal ini
Tingginya indeks jentik Aedes sesuai dengan hasil penelitian yang
sp di Sekolah Dasar di Kota dilakukan oleh Hesti Ely Marsudi pada
Semarang tidak hanya mengancam tahun 2008 tentang jenis kontainer
warga sekolah saja, tetapi juga yang ditemukan paling banyak di
mengancam penduduk yang tinggal di sekolah dasar adalah bak mandi
sekitar lingkungan sekolah. Hal 57,6%, ember (15,2%%) dan bak air
tersebut dikarenakan sebagian besar wudhu (9,1%).18 Dari hasil penelitian
sekolah terletak di tengah-tengah ditemukan bahwa kontainer yang
pemukiman penduduk dan nyamuk positif jentik paling dominan adalah
Aedes sp betina mempunyai ban bekas (37,5%). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Made Agus,
kemampuan terbang rata-rata dengan dkk pada tahun 2008 yang
radius 40-100 m sehingga menyebutkan bahwa TPA yang paling
memungkinkan nyamuk banyak ditemukan positif jentik DBD
Aedes sp masuk ke pemukiman yaitu pada ban bekas (32,14%).19
penduduk sekitar sekolah. Tingginya angka positif jentik pada
Karakteristik TPA dapat ban bekas dikarenakan ban bekas
mempengaruhi tingginya kepadatan cenderung luput dari perhatian warga
jentik di sekolah. Bahan, warna, jenis, sekolah. Keberadaan ban bekas yang
dan letak tempat penampungan air sering dibiarkan begitu saja dan
dapat mempengaruhi nyamuk Aedes didukung dengan warnanya yang
sp betina dalam memilih tempat gelap menyebabkan ban bekas
bertelur.17 menjadi tempat yang nyaman bagi
Tabel 3. Jenis Tempat perkembangan jentik nyamuk Aedes
Penampungan Air sp.
Jumlah Kontainer
Bahan Tabel
positif 4. Bahan Dasar Tempat
No TPA %
Dasar TPA Penampungan Air
Diperiksa Jumlah %
Bak Jumlah Keberadaan
Bahan Positif
1 Mandi/WC 277 36,6 No
103 Dasar
37,2 TPA TPA %
2 Gentong 42 5,6 15 35,7 Diperiksa Jumlah %
3 Ember 224 29,6 129 Keramik
12,9 172 22,8 64 37,2
Pot 2 Karet 8 1,0 3 37,5
4 Tanaman 66 8,7 10 15,2
3 Tanah Liat 9 1,2 0 0
5 Dispenser 44 5,8 4
4 Semen 9,1 65 8,6 29 44,6
6 Drum 15 2,0 5 1 Plastik
6,7 477 63,1 83 17,4
Kaleng 6 Alumunium 11 1,5 1 9,1
7 Bekas 2 0,3 0 0
7 Besi 14 1,9 1 7,1
Tempat Cuci
8 Tangan 77 10,2 13 Total
16,9 756 100 177 23,4
9 Ban Bekas 8 1,1 3 37,5
Berdasarkan hasil penelitian
10 Kolam ikan 1 0,1 0 0
didapatkan bahwa tempat
Total 756 100 177 23,4
penampungan air paling banyak
berbahan dasar plastik (63,3%). Hal

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

ini sesuai dengan hasil penelitian muda


Hasyimi dan Soekirno pada tahun 8 Abu-abu 65 8,6 14 21,5
2004 yang mengatakan bahwa
9 Ungu 3 0,4 1 33,3
sebagian besar (45,6%) TPA yang
ditemukan di daerah studi terbuat dari 10 Orange 5 0,7 1 20,0
bahan dasar plastik.20 Banyaknya TPA Total 756 100,0 177 23,4
berbahan dasar plastik yang
ditemukan di sekolah-sekolah Berdasarkan hasil penelitian
dikarenakan saat ini banyak alat-alat didapatkan bahwa tempat
untuk kebutuhan sehari-hari yang penampungan air yang berwarna biru
terbuat dari plastik. Bahan dasar merupakan TPA yang paling banyak
tersebut merupakan bahan dasar ditemukan di lokasi penelitian yaitu
yang paling banyak dan mudah sebanyak 222 buah (28,2%). Hasil ini
ditemukan di pasar, harganya yang sesuai dengan hasil penelitian Hesti
cenderung lebih murah juga menjadi Ely Marsudi pada tahun 2008, yang
pertimbangan dalam memilih TPA mendapatkan bahwa tempat
berbahan dasar plastik. Sedangkan penampungan air yang paling banyak
untuk persentase positif jentik tertinggi ditemukan di sekolah adalah TPA
ditemukan pada TPA dengan bahan dengan warna biru (22,0%). Tempat
dasar semen (44,8%). Banyak penampungan air dengan warna
sedikitnya ditemukan larva Aedes sp merah muda memiliki persentase
yang ditemukan kemungkinan ada paling besar (38,8%) positif jentik. Hal
hubungannya dengan makanan larva ini tidak sesuai dengan teori yang
yang tersedia, karena kesediaan menyebutkan bahwa kebiasaan
makanan ada hubungannya dengan bertelur Aedes sp lebih menyukai TPA
bahan dasar TPA. Hal ini terjadi, yang memiliki dinding yang berwarna
mungkin disebabkan mikroorganisme gelap.21,22 Namun dalam penelitian ini
yang menjadi makanan larva lebih tidak terbukti dikarenakan TPA yang
mudah tumbuh pada dinding TPA berwarna gelap hanya berjumlah
yang kasar seperti semen. Selain itu, sedikit yang ditemukan yaitu 146 buah
pada kontainer yang berdinding kasar, (19,3%), sedangkan TPA yang
nyamuk betina lebih mudah mengatur memiliki warna lebih terang jauh lebih
posisi tubuh waktu meletakan telur, banyak jumlahnya yang ditemukan
dimana telur diletakan secara teratur dan diperiksa yaitu 610 buah (80,7%),
di atas permukaan air. sehingga kemungkinan positif
jentiknya pun jauh lebih besar
Tabel 5. Warna Tempat dibandingkan TPA yang dindingnya
Penampungan Air berwarna lebih gelap.
Jumlah Keberadaan
No Warna TPA TPA Tabel
Positif 6. Letak Tempat
Diperiksa % Penampungan
Jumlah % Air
Jumlah Keberadaan
1 Biru 213 28,2 57 Letak
26,8
No TPA % Positif
2 Putih 157 20,8 39 TPA
24,8
Diperiksa Jumlah %
3 Coklat 19 2,5 1 5,3
1 Dalam 556 73,5 139 25,0
4 Hitam 127 16,8 23 18,1
2 Luar 200 26,5 38 19,0
5 Merah 50 6,6 8 16,0
Total 756 100,0 177 23,4
6 Hijau 53 7,0 8 15,1
7 Merah 64 8,5 25 39,1

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Berdasarkan letak tempat memberikan rasa aman dan tenang


penampungan air, tempat bagi nyamuk untuk bertelur sehingga
penampungan air lebih banyak telur yang diletakan lebih banyak dan
terdapat di dalam ruangan (74,0%). jumlah larva yang terbentuk lebih
Hasil ini sesuai dengan hasil banyak pula. Suasana dalam ruangan
penelitian Salim dan Febriyanto yang gelap menyebabkan larva
(2007) yang menyebutkan bahwa menjadi tidak terlihat sehingga sulit
82,9% kontainer berada di dalam atau tidak bisa diciduk atau
ruangan. Selain itu, TPA yang terletak dibersihkan.15
di dalam ruangan memiliki persentase
lebih besar (24,6%) untuk terdapat B. Hubungan Praktik PSN dengan
jentik Aedes sp. Hal ini sesuai dengan Kejadian DBD di Sekolah Dasar
penelitian yang telah dilaksanakan
oleh Garjito, dkk pada tahun 2006 Berdasarkan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa ada menunjukan bahwa ada huhungan
kecenderungan secara signifikan yang bermakna antara praktik PSN
bahwa Ae.aegypti lebih suka dengan kejadian DBD pada sekolah
meletakan telurnya pada tempat tingkat dasar di Kota Semarang.
penampungan air yang berada di Pemberantasan sarang nyamuk
dalam ruangan daripada di luar merupakan cara yang dinilai efektif
rumah.23 Hal ini dipengaruhi oleh untuk mencegah penyakit DBD. Dari
kondisi dalam ruangan yang 75 sekolah dasar yang menjadi obyek
cenderung lebih gelap sehingga penelitian, sebagian besar (85,3%)
udaranya cenderung lebih lembab. tidak melakukan PSN dengan baik.
Kondisi yang gelap dan lembab

Tabel 7. Tabel Silang antara Praktik PSN dengan Kejadian DBD di


Sekolah Dasar di Kota Semarang

Kejadian DBD
Ada Tidak Ada Jumlah p
Praktik PSN f % f % f %
Tidak Baik 29 45,3 35 54,7 64 100
0,00
Baik 0 0,0 11 100,0 11 100 5
46 38,7 29 61,3 75 100

Tabel 8. Distribusi Frekuensi SD dalam Praktik PSN

Item Penilaian Ya Tidak


f % f %
Menguras TPA minimal seminggu 65 86,7 10 13,3
sekali
Menyikat TPA 50 66,7 25 33,3
Menutup TPA 13 17,3 62 82,7

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Mengubur/membuang sampah di 35 46,7 40 53,3


tempat sampah yang tertutup

Berdasarkan hasil penelitian adanya tutup pada tempat


menunjukan bahwa sebagian besar penampungan air yang digunakan.
sekolah (86,7%) memiliki kebiasaan Banyak sekolah yang menggunakan
menguras tempat penampungan air tempat penampungan air berupa
minimal satu minggu sekali. Salah ember pada kamar mandinya dan
satu tempat yang paling potensial seluruh ember yang digunakan pada
sebagai tempat perindukan nyamuk kamar mandi tersebut tidak tertutup.
Aedes sp adalah tempat Menutup tempat penampungan air
penampungan air. Kebiasaan dinilai tidak praktis karena akan
menguras tempat penampungan air menyulitkan warga sekolah dalam
lebih dari seminggu sekali dapat memanfaatkan air dalam tempat
memberikan kesempatan telur Aedes penampungan air tersebut. Akan
sp menjadi nyamuk dewasa susah membiasakan untuk tertib
mengingat pertumbuhan telur menjadi dalam menggunakan tempat
nyamuk dewasa berkisar antara 7-14 penampungan air dengan membuka
hari.3 dan menutupnya kembali setelah
Sebagian besar sekolah selesai digunakan. Bila tempat
(66,7%) memiliki kebiasaan menyikat penampungan air tidak ditutup akan
dinding tempat penampungan air saat memberi peluang nyamuk untuk
menguras. Menyikat dinding tempat meletakan telur yaitu pada permukaan
penampungan air dimaksudkan untuk air bersih yang terbuka.
menghilangkan telur-telur nyamuk jika Sebagian besar sekolah
ada menempel pada dinding TPA. (53,3%) memiliki kebiasaan
Pengurasan tempat penampungan air membuang sampah atau barang
dengan mengosongkan dan bekas di tempat sampah yang
mengganti dengan air yang baru saja terbuka. Membuang sampah di tempat
tidak cukup karena tidak dapat sampah yang terbuka termasuk ke
membersihkan dinding dari kotoran dalam kategori membuang sampah
yang menempel, termasuk telur yang tidak baik. Hal itu dikarenakan
nyamuk yang kemungkinan besar tempat sampah yang terbuka dapat
masih menempel di dinding TPA. berpotensi menjadi tempat
Telur yang masih menempel tersebut bersarangnya nyamuk Aedes sp.
nantinya akan dapat berkembang Selain itu, sekolah lebih cenderung
menjadi jentik dan nyamuk dewasa. memperhatikan kebersihan halaman
Sehingga menguras tempat depan sekolah saja, halaman
penampungan air dengan menyikat belakang sekolah seringkali luput dari
dinding TPA dapat memperkecil perhatian, terlihat dari ditemukannya
kesempatan telur nyamuk untuk beberapa kaleng bekas cat dan pot
berkembang menjadi nyamuk dewasa. tanaman yang tidak terpakai di
Dari hasil penelitian halaman belakang sekolah. Tanpa
didapatkan bahwa sebagian besar disadari barang-barang bekas
sekolah tidak menutup tempat tersebut dapat berpotensi menjadi
penampungan air (82,7%). sarang nyamuk DBD jika terisi air saat
Kemungkinan tempat penampungan musim penghujan.
air tidak ditutup disebabkan oleh tidak

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

bekas di tempat sampah yang


SIMPULAN tertutup.

Setelah melakukan penelitian dan SARAN


analisis hubungan kepadatan jentik Bagi peneliti lain dapat dilanjutkan
Aedes sp dan praktik PSN dengan dengan menambah variabel penelitian
kejadian DBD pada siswa Sekolah seperti pengetahuan petugas
Dasar di Kota Semarang dapat kebersihan mengenai PSN DBD, dan
disimpulkan bahwa sebagai berikut: lain-lain atau mencari besarnya
1. Ada hubungan antara kepadatan pengaruh yang mungkin ditimbulkan
jentik Aedes sp dengan kejadian dari variabel yang telah ada
DBD pada sekolah tingkat dasar di hubungan.
Kota Semarang (p value = Bagi Sekolah Dasar :
0,0001). a. Meningkatkan kedisiplinan
2. Karakteristik TPA yang yang petugas kebersihan sekolah dalam
paling banyak menjadi tempat menguras dan membersihkan
perindukan nyamuk adalah jenis tempat penampungan air di
bak mandi (36,6%), berbahan lingkungan sekolah. Pengurasan
dasar plastik (63,3%), memiliki TPA harus dilakukan minimal satu
warna biru (28,2%) dan terletak di minggu sekali secara terus
dalam ruangan (74,0%). menerus.
Sedangkan yang paling banyak b. Mengubur sampah maupun
ditemukan jentik adalah jenis ban barang-barang bekas yang tidak
bekas (37,5%), berbahan dasar terpakai, seperti botol-botol
semen (44,8%), berwarna merah minuman bekas, kaleng bekas,
muda (38,8%), dan terletak di dan lain-lain. Namun, jika tidak
dalam ruangan (24,6%). memungkinkan, untuk
3. Sekolah Dasar di Kota Semarang meminimalisir tempat perindukan
memiliki HI sebesar 78,7%, CI nyamuk dapat dilakukan dengan
sebesar 23,4%, dan BI sebesar menyediakan tempat sampah
236. Berdasarkan ketiga indeks yang ada penutupnya dan
jentik tersebut, didapatkan nilai DF sampah-sampah di sekolah secara
yaitu 8, yang berarti sekolah dasar rutin diangkut dan dibuang ke
di Kota Semarang memiliki tempat pembuangan akhir setiap
kepadatan jentik yang tinggi. hari.
4. Ada hubungan antara praktik PSN Bagi Dinas Pendidikan :
dengan kejadian DBD pada a. Bekerja sama dengan Dinas
sekolah tingkat dasar di Kota Kesehatan untuk mengadakan
Semarang (p value = 0,005). pelatihan gerakan 3M Plus kepada
5. Sebagian besar sekolah (86,7%) sekolah-sekolah sehingga praktik
melakukan praktik menguras PSN DBD semakin baik dan
tempat penampungan air minimal dilakukan dengan rutin.
satu minggu sekali, 66,7% b. Memberikan penghargaan kepada
melakukan praktik menyikat sekolah yang dapat menjalankan
dinding tempat penampungan air PSN dengan baik sehingga dapat
pada waktu menguras, 82,7% memotivasi setiap sekolah untuk
tidak melakukan praktik menutup selalu menjaga kebersihan
tempat penampungan air, dan lingkungan sekolah.
53,3% tidak melakukan praktik
mengubur atau membuang barang

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

DAFTAR PUSTAKA 1996/1997: 24-25 Februari 1997;


SPVP Salatiga, 1997.
1. Kementrian Kesehatan RI. Demam 12. Falah M. Faktor-Faktor yang
Berdarah Dengue di Indonesia Berhubungan dengan Kejadian
Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Demam Berdarah Dengue (DBD)
Epidemiologi, Volume 2, Agustus di Kelurahan Sendangmulyo
2010. Jakarta, 2010. Kecamatan Tembalang.
2. Sembel DT. Entomologi Undergraduate thesis, Diponegoro
Kedokteran. Yogyakarta: Andi University, 2010. (Online),
Offset, 2008. (http://eprints.undip.ac.id/31481/,
3. Satari HI, Mila M. Demam diakses tanggal 13 April 2012).
Berdarah. Cetakan I. Jakarta: 13. Hasyimi M dan Soekirno M.
Puspa Swara, 2004. Pengamatan Tempat Perindukan
4. World Health Organization. Media Aedes aegypti pada Tempat
Center Dengue and Severe Penampungan Air Rumah Tangga
Dengue. Geneva: WHO, 2012. pada Masyarakat Pengguna Air
5. Depkes, RI. Profil Kesehatan Olahan. Jurnal Ekologi Kesehatan,
Provinsi Jawa Tengah Tahun 3 (1), 2004: 37-42.
2009. Jakarta: Depkes RI, 2009. 14. Widiyanto T. Kajian Manajemen
6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Lingkungan terhadap Kejadian
Buku Kegiatan Dinas Kota Demam Berdarah Dengue (DBD)
Semarang Tahun 2010. di Kota Purwokerto Jawa Tengah.
Semarang: Dinkes Kota Tesis. Program Pasca Sarjana
Semarang, 2010. Undip. Semarang , 2007.
7. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 15. Salim M dan Febriyanto. Survei
Laporan Tahunan DBD Dinas Kota Jentik Aedes aegypti di Desa
Semarang Tahun 2011. Saung Naga Kabupaten Oku
Semarang: Dinkes Kota Tahun 2005. Jurnal Ekologi
Semarang, 2011. Kesehatan, 6 (2), 2007: 602-607.
8. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 16. Budiyanto A, Santoso, Purnama D,
Laporan Tahunan DBD Dinas Kota Pahlepi, RI. Studi Indeks Larva
Semarang Tahun 2009. Nyamuk Aedes aegypti dan
Semarang: Dinkes Kota Hubungannya dengan PSP
Semarang, 2009. Masyarakat tentang Penyakit DBD
9. Depkes RI. Pedoman Demam di Kota Palembang Sumatra
Berdarah Dengue. Jakarta, 2009. Selatan. Jurnal Ekologi
10. Sujariyakul A, Prateepko S, Kesehatan, 6 (2), Agustus 2007:
Chongsuvivatwong V, 571-577.
Thammapalo S. Transmission of 17. Cahyati WH, Suharyo. Dinamika
dengue haemorrhagic fever: at Aedes aegypti sebagai Vektor
home or school?. Dengue Bulletin, Penyakit. Jurnal Kesehatan
2005: 29. Masyarakat, II (1), 2006: hal 40-
11. Suskamdani. Penggerakan 50.
Infrastuktur SD dalam Upaya 18. Marsudi HE. Survei Tempat
Pemantauan dan Pembersihan Perindukan Nyamuk Aedes sp di
Rutin Sarang Nyamuk Demam Sekolah Dasar dan Madrasah
Berdarah Dengue (DBD) di Ibtidaiyah di Kecamatan
Sekolah. Makalah disajikan dalam Tembalang Kota Semarang.
Seminar Hasil Penelitian SPVP

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 - 422
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Skripsi tidak diterbitkan. UNDIP, J. Med. Entomol, 5 (2), 1968: 189-


Semarang, 2008. 194.
19. Agus M, Yunus W, Hayani A dan 22. Seregeg, IG. Kepadatan Aedes
Risti. Preferensi Jentik Aedes albopictus di Lingkungan
aegypti terhadap Jenis Kontainer Beberapa Rumah Sakit di Jakarta
di Kota Palu. Jurnal Vektor Selatan. Cermin Dunia
Penyakit, 2 (1), 2008: 9-14. Kedokteran, (107),1996: hlm 23-
20. Hasyimi M, Marjan S. Pengamatan 25.
Tempat Perindukan Aedes aegypti 23. Garjito AT, Jastal, Rosmini Y,
pada Tempat Penampungan Air Wijaya Y, Labatjo YS. Investigasi
Domestik pada Masyarakat Tempat Perindukan Aedes aegypti
Pengguna Air Olahan. Media (L) pada Tiga Daerah dengan
Kesehatan, 1 (6), 2002: hlm 87-93. Endemisitas yang Berbeda
21. Wilton DP. Oviposition Site (Endemis, Sporadis dan Non-
Selection by The Tree Hole Endemis) di Wilayah Kota Palu,
Mosquito, Aedes triseratus (Say). Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi
Kesehatan, 5 (2), 2006: hal 417-
42.

Puspita Sari
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012

Anda mungkin juga menyukai